Ej perdata #1 mita rachmijati

Page 1

Fungsi dan Akibat Hukum Penomoran Produk Pangan Oleh Badan Pemeriksa Obat dan Makanan Oleh: Mita Rachmijati, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Dr. M. Syaifuddin, SH.,M.Hum dan Sri Handayani, SH.,M.Hum


Fungsi dan Akibat Hukum Penomoran Produk Pangan Oleh Badan Pemeriksa Obat dan Makanan Oleh: Mita Rachmijati, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Dr. M. Syaifuddin, SH.,M.Hum dan Sri Handayani, SH.,M.Hum

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting dalam kehidupan manusia selain kebutuhan sandang dan papan. Dimuat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, adalah bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan nasional.1 Untuk produk pangan ada peraturan khusus yang berlaku, yaitu UndangUndang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 91 yaitu dalam hal pengawasan keamanan, mutu, dan gizi, setiap Pangan Olahan yang dibuat didalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran, Pelaku Usaha Pangan wajib memiliki izin edar. Izin edar di Indonesia berbentuk Nomor Pendaftaran Pangan Olahan yang dikeluarkan Oleh Badan Pemeriksa Obat dan Makanan. Makadari itu dalam rangka pengawasan ini, Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk termasuk untuk melindungi keselamatan, kesehatan dan keamanan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri.2 Institusi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap peredaran produk pangan olahan di seluruh Indonesia adalah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia. BPOM harus turut mengawasi dan mengatur dalam hal pemberian izin dan peredaran produk makanan agar dapat terwujudnya standarisasi produk yang baik. 1

Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2004, hlm.121 2 www.pom.go.id, Profil : Latar Belakang Badan POM, diakses pada tanggal 25 november 2012

Hal | 208


Selain itu pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan keamanan pangan. Diantaranya adalah peraturan tentang kewajiban pendaftaran produk pangan olahan seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Semua produk pangan yang akan dijual di wilayah Indonesia, bagi produksi lokal maupun impor, wajib didaftarkan dan mendapatkan nomor pendaftaran dari Badan POM, sebelum boleh diedarkan ke pasar. BPOM akan menguji produk pangan melalui uji laboratorium kemudian mendapat surat persetujuan pendaftran pangan. Setelah diberikan nomor pendaftaran pangan, produk diizinkan untuk beredar. Peraturan ini berlaku bagi semua produk pangan yang dikemas dan menggunakan label sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Rumusan Permasalahan 1.

Apakah fungsi dari penomoran produk pangan oleh BPOM (Badan Pemeriksa Obat dan Makanan)?

2.

Apakah akibat hukum dari penomoran produk pangan oleh BPOM (Badan Pemeriksa Obat dan Makanan) terhadap produsen dan produk pangannya?

3.

Selain produsen, apakah BPOM (Badan Pemeriksa Obat dan Makanan) dapat dituntut pertanggungjawabannya karena terjadinya kerugian pada konsumen terhadap produk pangan yang telah diberi nomor BPOM?

3. Kerangka Teori Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.BPOM adalah sebuah lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia.Produk pangan olahan adalah makanan dan minuman hasil proses dengan cara atau metoda tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.Nomor pendaftaran pangan adalah nomor yang diberikan bagi pangan olahan dalam rangka peredaran pangan yang tercantum pada surat persetujuan pendaftaran.

Hal | 209


B. PEMBAHASAN 1. Fungsi Dari Penomoran Produk Pangan Oleh BPOM (Badan Pemeriksa Obat dan Makanan) Pendaftaran produk pangan merupakan tindakan preventif dalam rangka melindungi masyarakat terhadap produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu keamanan dan gizi pangan.3 Pendaftaran produk pangan juga merupakan salah satu upaya dalam pengawasan terhadap produk pangan sebelum produk tersebut dijual dipasaran (pre market approval ). Produk pangan olahan yang diproduksi oleh industri pangan sebelum diedarkan di pasaran harus di evaluasi terlebih dahulu untuk menjamin keamanan, mutu dan gizi pangan serta pelabelan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di Indonesia sistem pre market approval wajib dilaksanakan oleh setiap produsen pangan terhadap produk pangan yang diproduksinya sebelum produk tersebut dijual di pasaran. Ketentuan tersebut tercantum dalam UU RI Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 disebutkan bahwa setiap pihak yang memproduksi pangan atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia wajib mendaftarkan pangan yang diproduksinya atau pangan yang diimpornya ke Badan Pengawas Obat dan Makanan sebelum produk tersebut diedarkan di pasaran. Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan lembaga pemerintah non Departemen yang diberi wewenang mengawasi peredaran obat, kosmetika, obat tradisional, suplemen makanan dan pangan, sebelum beredar dan setelah diedarkan di pasaran.4 Pendaftaran Pangan di Indonesia bertujuan melindungi masyarakat terhadap peredaran produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan gizi pangan. Kewajiban pendaftaran produk pangan di Indonesia berlaku bagi pangan hasil produksi dalam negeri dan pangan impor ( hasil produksi luar negeri ) sesuai peraturan Permenkes RI Nomor 382/Menkes/Per/VI/89 tentang pendaftaran makanan yang telah diperbaharui menjadi Keputusan Kepala BPOM RI No.HK.00/05.1.2569 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan. Penilaian produk pangan adalah proses penilaian dalam rangka pengawasan produk pangan sebelum diedarkan yang meliputi mutu, gizi, dan 3

Ratminah, Mutu Pelayanan Pendaftaran Produk Pangan Pada Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Badan POM, Bogor: IPB, 2009, hlm 1 4 Hasil Wawancara dengan Bapak Muhammad Asrul, (Ka. Bid. Sertifikasi dan LIK Balai Besar POM Palembang ),tanggal 24 Mei 2013

Hal | 210


keamanan serta label produk pangan untuk memperoleh nomor pendaftaran pangan. Setiap produk pangan yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memenuhi persyaratan mutu, gizi dan keamanan serta label pangan.5 Pendaftaran produk pangan diwajibkan bagi perusahaan yang memproduksi produk pangan olahan yang terkemas dan berlabel sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. 6 Yang dimaksud pangan olahan yaitu makanan dan minuman hasil proses dengan cara atau metoda tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. Setiap produk pangan yang didaftarkan akan dievaluasi atau dinilai, baik dari segi keamanan, mutu dan gizi serta pelabelan produk pangan yang menyesatkan. Penilaian keamanan, mutu dan gizi pangan menggunakan standar Nasional Indonesia (SNI) yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan untuk setiap produk pangan mempunyai SNI yang berbedabeda. Pangan olahan dibedakan menjadi:7 a. b. c. d.

Pangan olahan produksi sendiri Pangan Olahan Lisensi Pangan Olahan yang dikemas kembali Pangan Pangan Olahan yang diproduksi berdasarkan kontrak

Selain produk pangan yang wajib didaftarkan, ada beberapa produk pangan yang tidak wajib didaftarkan yaitu produk pangan yang mempunyai kriteria sebagai berikut :8 a. Pangan olahan yang daya tahannya tidak lebih dari 7 (tujuh) hari pada suhu kamar. b. Pangan olahan yang dimasukkan ke wilayah indonesia dalam jumlah kecil untuk keperluan penilaian produk pangan, penelitian dan konsumsi sendiri. Produk pangan olahan yang telah dinilai dan memenuhi persyaratan akan diberikan surat persetujuan pendaftaran produk pangan yang terdiri dari 12 ( dua belas ) digit diawali dengan kode MD dan ML, dalam setiap digit berisi kode dari produk pangan olahan tersebut. 5

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :HK.00/05.1.2569 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan, Pasal 2 angka (1) 6 Ratminah, Op Cit, hlm 3 7 Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :HK.03.1.5.12.11.09955 Tentang Pendaftaran Pangan Olahan 8 Ibid, hlm 4

Hal | 211


Bagi makanan dalam negeri diperlukan fotocopi izin industri dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Untuk formulir pendaftaran bisa didapatkan di Bagian Tata Usaha Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Badan POM. Setelah formulir ini diisi dengan lengkap, kemudian diserahkan lagi bersama contoh produk dan rancangan label yang sesuai dengan yang akan diedarkan. 9 Nomor pendaftaran pangan ini diberikan oleh BPOM setelah dilakukan penilaian keamanan pangan.10 Nomor pendaftaran pangan harus dimiliki oleh suatu produk pangan olahan agar produk tersebut dapat beredar di pasaran. Produk makanan yang mempunyai nomor pendaftaran pangan peredarannya diawasi oleh BPOM. Apabila ditemukan sampel pada produk pangan yang diambil tidak memenuhi syarat, akan dilakukan penarikan pada produk tersebut.11 Bagi BPOM nomor pendaftaran pangan untuk memudahkan dalam proses mengidentifikasi jika terjadi pemalsuan pada produk pangan yang beredar di pasaran. Serta untuk memudahkan dalam menelusuri siapa yang bertanggung jawab bila terjadi masalah produk pangan olahan. Bagi konsumen nomor pendaftaran pangan juga memudahkan dalam pemilihan produk pangan yang aman untuk di konsumsi. Sebelum mengkonsumsi produk pangan olahan konsumen diwajibkan membaca label informasi ada produk, nomor pendaftaran pangan merupakan salah satu informasi yang harus diperhatikan. Konsumen dapat memastikan keaslian nomor pendaftaran pangan pada suatu produk pangan olahan secara online melalui website BPOM (http//:www.pom.go.id). Bagi produsen nomor pendaftaran pangan ini turut meringankan produsen bila terjadi kasus terhadap suatu produk pangan olahan yang menyebabkan penghentian produksi atau penarikan produk pangan dari peredaran. Sehingga apabila terjadi penghentian produksi atau penarikan produk dari pasaran, hanya dilakukan pada lokasi pabrik dan produk yang diproduksi di lokasi pabrik yang bermasalah saja.

9

Hasil Wawancara dengan Bapak Muhammad Asrul, (Ka. Bid. Sertifikasi dan LIK Balai Besar POM Palembang ),tanggal 24 Mei 2013 10 Hasil Wawancara dengan Bapak Muhammad Asrul, (Ka. Bid. Sertifikasi dan LIK Balai Besar POM Palembang),tanggal 24 Mei 2013 11 Syaifuddin Naim, Mengenal makanan Yang Memenuhi Syarat, drsyaifuddinnaim .wordpress.com/2009/11/05/mngenal-makanan-yang-memenuhi-syarat/ , 05 November 2009, diakses tanggal 08 Juni 2013

Hal | 212


2. Akibat Hukum Dari Penomoran Produk Pangan Oleh BPOM (Badan Pemeriksa Obat dan Makanan) Terhadap Produk Pangan dan Produsen Akibat hukum adalah suatu akibat yang ditimbulkan oleh adanya suatu hubungan hukum. Merupakan suatu hubungan hukum yang memberikan hak dan kewajiban yang telah diatur oleh undang-undang, yang bila dilanggar akan menimbulkan akibat, orang yang melanggar itu bisa dituntut di muka pengadilan. 12 Sarana produksi pangan skala menengah keatas adalah sarana yang memproduksi pangan yang wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran produk pangan olahannya dari BPOM, sebelum diedarkan, surat persetujuan pendaftaran diterbitkan oleh kepala badan berdasarkan hasil penilaian keamanan mutu dan gizi pangan. Bagi produsen yang telah melakukan pendaftaran produk pangan olahan ke Badan POM serta mendapatkan surat persetujuan pendaftaran pangan dari BPOM, kemudian akan diberi nomor registrasi dengan kode MD untuk produk pangan olahan dalam negeri dan ML untuk produk pangan olahan impor. Masa berlaku dari Surat Persetujuan Pendaftaran hanya selama 5 (lima) tahun bagi pangan olahan yang surat persetujuan pendaftarannya telah habis masa berlakunya dinyatakan tidak berlaku lagi. Maka produsen wajib melakukan Pendaftaran Kembali pangan olahan bisa dilakukan paling cepat 6 bulan sebelum masa berlaku surat persetujuan pendaftaran berakhir 13 . Jika produk pangan tersebut tidak dilakukan pendaftaran kembali, maka pangan olahan tersebut dilarang untuk diedarkan. Telah diatur mengenai sanksi produk pangan tanpa izin edar dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan bahwa “Pelaku usaha pangan yang dengan sengaja tidak memiliki izin edar terhadap setiap pangan olahan yang dibuat didalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) dipidana penjara paling lama (dua) tahun atau denda paling banyak empat milyar rupiah (Rp. 4.000.000.000,00)14 Dimuat dalam Peraturan Kepala BPOM RI No.HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 Tentang Pendaftaran Pangan Olahan Pasal 37 Angka (1) :

12

Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hlm 131 13 Hasil Wawancara dengan Bapak Muhammad Asrul, (Ka. Bid. Sertifikasi dan LIK), tanggal 24 Mei 2013 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5360

Hal | 213


“Perusahaan bertanggung jawab atas mutu, gizi, dan keamanan, serta Label Pangan Olahan yang diedarkan sesuai dengan informasi yang disetujui pada saat pendaftaran.� Tanggung jawab tersebut berlaku untuk Pangan olahan lisensi, Pangan olahan yang dikemas kembali oleh pihak produsen dan Pangan olahan produksi sendiri. Bagi produk pangan olahan yang diproduksi didalam negeri ( kode MD) tanggung jawab berada di pihak pemberi kontrak, pemberi kontrak adalah perorangan dan/atau badan usaha yang memilki izin usaha di bidang produksi pangan olahan berdasarkan kontrak dan memiliki izin usaha industri sesuai dengan jenis pangan olahan yang diproduksi. Sedangkan untuk pangan olahan yang dimasukkan kedalam wilayah Indonesia berada di pihak importir atau distributor yang melakukan pendaftaran. Selain itu BPOM juga melaksanakan sistem Post market terkait masa setelah produk memiliki ijin edar dan telah di edarkan di masyarakat. Teknik pengawasan produk pangan olahan yaitu selama peredaran produk dilakukan pengawasan terus menerus secara berkesinambungan yaitu melalui pemeriksaan/inspeksi sarana dilapangan, baik disarana produksi maupun sarana distribusi.15 Selanjutnya dilakukan sampling terhadap produk dan pemeriksaan label, kemudian dilanjutkan dengan pengujian laboratorium terhadap mutu dan keamanan produk. Jadi dalam post market ini dilakukan secara rutin oleh Badan POM dengan wujud nyata melakukan sampling ke pasar, warung, supermarket, dan toko. Petugas memeriksa labelnya, apakah baik atau tidak, apakah ada rusak/ cacat pada kemasannya, ada ijin edar atau tidak yang ditandai dengan kode MD atau ML, ada kode produksi atau tidak, dan untuk pangan impor labelnya harus bertuliskan bahasa Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam PP 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan. Waktu pengawasan oleh petugas Badan POM dilakukan secara berkala, yang pelaksanaannya bisa sekali atau lebih dalam tiap bulan. Biasanya Balai POM tiap daerah Provinsi mempunyai data/peta/daftar sarana distribusi dari toko kecil (kios) hingga ritel-ritel besar seperti Carrefour atau Hipermart, kemudian dibuat perencanaan dalam suatu skala, misalnya sarana distribusi mana saja yang menjadi target untuk pemeriksaan. Balai POM melakukan pelaporan hasil inspeksi ke Badan POM pusat selama 3 bulan sekali. Pusat 15

Irna Nurhayati, Efektifitas Pengawasan Badan Obat dan Makanan Terhadap Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen, Yogyakarta: Mimbar Hukum, Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, hlm 210

Hal | 214


mengevaluasi laporan tersebut dan secara periodik melakukan inspeksi. Laporan terhadap adanya laporan kasus bisa dalam bermacam bentuk, inspeksi yang dilakukan Badan POM, pelaporan dari konsumen melalui ULPK (Unit Layanan Perlindungan Konsumen) Badan POM, maupun informasi dari media atau lembaga seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).16 Jika dalam suatu inspeksi hanya ditemukan label-label yang tidak memenuhi syarat sesuai yang telah didaftarkan, Badan POM memerintahkan pelaku usaha/ sarana distribusi yang menjual produk tersebut untuk menarik produknya dan memperbaiki atau menggantinya. Jika dalam kasus produk pangan olahan impor, maka perintah ini ditujukan kepada importir. Jika yang ditemukan adalah bahan-bahan berbahaya yang terkandung di dalam suatu produk pangan, Badan POM terlebih dahulu mengambil sampel pangan tersebut untuk diteliti di Laboratorium Badan POM, dan jika positif, maka Badan POM segera memberitahukan produsen melalui surat pemberitahuan berupa hasil uji laboratorium, dan memerintahkannya untuk menarik dan memusnahkan semuaa produk tersebut. Dalam hal produk pangan olahan yang benar-benar bermasalah dan membahayakan kesehatan dan konsumen, maka akan dikeluarkan public warning.17 3. Pertanggungjawaban BPOM Terhadap Terjadinya Kerugian Pada Konsumen Menurut hukum setiap tuntutan pertanggungjawaban produk harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum seseorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain itu untuk memberi pertanggungjawabannya. Diatur dalam hukum perdata dasar dari pertanggungjawaban terdiri dua macam, yaitu kesalahan dan risiko, dengan demikian, dikenal pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (liability based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without fault), yang juga dikenal dengan tanggung jawab risiko atau tanggung jawab mutlak (strict liability). Mengenai prinsip pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (liability based on fault) mengandung arti bahwa seseorang itu harus bertanggungjawab karena ia telah bersalah melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Dalam prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan beban pembuktian ada pada pihak 16

Ibid, hlm 211 Hasil Wawancara dengan Bapak Muhammad Asrul, (Ka. Bid. Sertifikasi dan LIK Balai Besar POM Palembang), tanggal 24 Mei 2013 17

Hal | 215


yang menderita kerugian (burden of proof on the plaintif).18 Apabila orang yang menderita kerugian tidak dapat membuktikan adanya unsur kesalahan pada pihak yang merugikan maka orang yang menderita kerugian tersebut tidak berhak untuk memperoleh santunan atau kompensasi.19 Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk “menjerat� pelaku usaha (produsen), khususnya produsen barang, yang memasarkan produknya yang dapat merugikan konsumen.20 Asas tanggung jawab dikenal dengan nama product liability. Bagi asas ini, produsen wajib untuk bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang dipasarkannya. Dalam hal demikian terlihat bahwa adagium caveat emptor (konsumen bertanggung jawab) telah ditinggalkan dan kini berlaku caveat venditor (pelaku bertanggung jawab). 21 Gugatan product liability dapat dilakukan berdasarkan tiga hal:22 a. Melanggar jaminan (breach of warranty), misalnya efek atau khasiat yang timbul berbeda atau tidak sesuai dengan janji yang tertera dalam kemasan produk. b. Ada unsur kelalaian (negligence), yaitu produsen lalai memenuhi standar pembuatan produk pangan olahan yang baik. c. Menerapkan tanggung jawab mutlak (strict liability) Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab mutlak, maka produsen telah dianggap bersalah bila terjadi kerugian kepada konsumen akibat produk yang merugikan, kecuali apabila produsen dapat membuktikan sebaliknya bahwa kerugian itu bukan disebabkan oleh produsen.23 Prinsip tanggung jawab mutlak (strict product liability) merupakan tanggung jawab yang tidak didasarkan pada aspek kesalahan (fault/negligence) dan hubungan kontrak (privity of contract), tetap didasarkan pada cacatnya produk (objective liability) dan risiko atau kerugian yang diderita konsumen. Dikatakan bahwa tujuan utama dari prinsip tanggung jawab mutlak adalah jaminan atas konsekuensi atau

18

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Grasindo, 2000, hlm 60 H.E. Saefullah, Beberapa Masalah Pokok Tentang Tanggung Jawab Pengakutan Udara, UNISBA, 1999, hlm 2 20 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hlm 97 21 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Bogor : Ghalia Indonesia, 2008, hlm 67 22 Ibid, hlm 97 23 Adrian Sutedi, Op Cit, hlm 83 19

Hal | 216


akibat hukum dari suatu produk yang mengakibatkan kerugian bagi konsumen .24 Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen terdapat adanya hak-hak serta kewajiban dari konsumen dan hak-hak serta kewajiban dari produsen. Dengan adanya pengetahuan terhadap hak-hak serta kewajiban yang dimiliki konsumen, ditambah adanya pengetahuan terhadap-hak-hak serta kewajiban yang memadai tentang produk pangan yang akan dibeli dan dengan dibantu dengan peraturan yang ada, diharapkan konsumen mampu melidungi dirinya untuk tidak membeli atau mengkonsumsi produk pangan olahan yang tidak layak konsumsi. Produsen sebagai penghasil produk harus menjamin bahwa produk yang dihasilkan adalah cukup aman untuk dikonsumsi dan berkualitas. Oleh karena itu apabila dilain hari muncul keluhan atas kerusakan produk pangan dan mengakibatkan kerugian pada konsumen, maka pelaku usaha usaha harus bertanggungjawab penuh atas beban kerugian yang diderita konsumen.Banyak hal yang dapat merugikan konsumen, diantaranya masalah yang berkaitan dengan harga barang, mutu barang, persaingan curang, penipuan, pemalsuan, serta periklanan yang menyesatkan, dan lain lain. Hal ini tidak hanya dapat merugikan kesehatan atau harta benda, bahkan dapat terjadi kematian. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga telah mengatur tentang tanggung jawab produk secara tegas, seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini jika konsumen menderita kerugian berupa terjadinya kerusakan, pencemaran, atau kerugian finansial dan kesehatan karena mengkonsumsi produk produk yang diperdagangkan, produsen sebagai pelaku usaha wajib memberi penggantian kerugian, baik dalam bentuk penggantian barang, pengembalian uang, perawatan, maupun dengan pemberian santunan. Penggantian kerugian itu dilakukan dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Dapat diartikan ketentuan ini tidak memaksudkan supaya persoalan diselesaikan melalui pengadilan, tetapi menggunakan kewajiban mutlak bagi produsen untuk memberi ganti kerugian kepada konsumen. Tetapi dengan dengan memperhatikan Pasal 19 ayat (5) maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud adalah bila pihak produsen yang memiliki kesalahan. Tetapi bila 24

Yudha H.N dan Dwi W.P, “Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability) Dalam Rangka Perlindungan Konsumen�, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, volume 5, Nomor 2, Desember 2011, hal 183

Hal | 217


kesalahan itu ada pada konsumen maka produsen dibebaskan dari kewajiban tersebut. Dalam hal pembuktian unsur kesalahan, dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 diatur pada Pasal 28 yang menyebutkan : Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasa 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha/ produsen. Dengan demikian, dengan didasari ketentuan Pasal 28 tersebut, konsumen tidak perlu membuktikan unsur kesalahan untuk mendapatkan ganti kerugian dari pelaku usaha, tetapi pelaku usahalah yang harus membuktikan kesalahannya dalam gugatan ganti rugi. Beban pembuktian ini merupakan suatu hal yang wajar, karena konsumen tidaak mengetahui tentang proses pembuatan produk pangan serta pendistribusiannya. Karena itu sangat berat bagi konsumen untuk membuktikan suatu kesalahan atau cacat produk yang dilakukan oleh produsen dan distributornya. Kerugian yang dialami konsumen karena konsumsi produk pangan, karena produk cacat, berbahaya, hingga membuat konsumennya menjadi korban, adalah tanggung jawab mutlak produsen atau yang dipersamakan dengannya. Dengan memakai prinsip pertangungjawaban risiko, maka pembuktiannya pun berubah, yaitu bahwa kewajiban pembuktian dibebankan kepada produsen. Yang berlaku adalah sistem pembuktian terbalik, yang dalam hukum acara perdata dikenal dengan omkering van bewijslast. Bermaksud untuk meningkatkan pelayanan perlindungan bagi para konsumen sebaiknya kepada produsen dibebankan tanggung jawab atas dasar risiko (risk liability, strict liability), yang dalam pelaksanaannya dapat diterapkan secara selektif lebih dahulu, misalnya khusus bagi produsen besar. Dilihat dari undang-undang serta peraturan-peraturan yang berlaku , BPOM sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) tidak bertanggung jawab atas terjadinya kerugian pada produsen walaupun produk pangan olahan yang di konsumsinya telah memiliki nomor pendaftaran pangan.25 Banyak pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan terutama terhadap konsumen dan produsen. Kerugian yang diderita oleh seorang pemakai produk yang cacat atau berbahaya, juga bagi pemakai yang turut jadi korban, merupakan suatu tanggung jawab mutlak bagi pelaku usaha sebagaimana diatur dalam pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan 25

Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Asrul (Ka. Bid. Sertifikasi dan LIK Balai Besar POM Palembang) ,tanggal 23 Mei 2013

Hal | 218


Konsumen.26 Maka BPOM hanya berperan dalam pemberian nomor pendaftaran pangan, mengawasi peredaran produk pangan, serta melakukan pembinaan. 27 Untuk konsumen yang dirugikan karena disebabkan mengonsumsi suatu produk pangan, hal ini merupakan tanggung jawab produk (product liability) yang diartikan sebagai suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut.28

C. PENUTUP 1. Kesimpulan Fungsi nomor pendaftaran pangan pada produk pangan olahan bagi BPOM nomor pendaftaran pangan untuk memudahkan dalam proses mengidentifikasi jika terjadi pemalsuan pada produk pangan yang beredar di pasaran. Serta untuk memudahkan dalam menelusuri siapa yang bertanggung jawab bila terjadi masalah produk pangan olahan. Bagi konsumen nomor pendaftaran pangan juga memudahkan dalam pemilihan produk pangan yang aman untuk di konsumsi. Sebelum mengkonsumsi produk pangan olahan konsumen diwajibkan membaca label informasi ada produk, nomor pendaftaran pangan merupakan salah satu informasi yang harus diperhatikan. Konsumen dapat memastikan keaslian nomor pendaftaran pangan pada suatu produk pangan olahan secara online melalui website BPOM (http//:www.pom.go.id). Bagi produsen nomor pendaftaran pangan ini turut meringankan produsen bila terjadi kasus terhadap suatu produk pangan olahan yang menyebabkan penghentian produksi atau penarikan produk pangan dari peredaran. Sehingga apabila terjadi penghentian produksi atau penarikan produk dari pasaran, hanya dilakukan pada lokasi pabrik dan produk yang diproduksi di lokasi pabrik yang bermasalah saja. Akibat hukum bagi produsen dari penomoran produk pangan oleh BPOM adalah produsen memiliki kewajiban untuk melakukan pendaftaran kembali setelah masa berlaku nomor pendaftaran pangan itu berakhir. Produsen juga bertanggung jawab atas keamanan, mutu, dan gizi serta label 26

Adrian Sutedi, Op Cit, hlm 70 Hasil wawancara dengan Bapak Taufik Husni (Ketua YLKI Provinsi Sumatera Selatan), tanggal 5 Juni 2013 28 Adrian Sutedi, Op Cit, hlm 65 27

Hal | 219


produk pangan olahan yang diedarkan sesuai dengan informasi yang disetujui pada saat pendaftaran. BPOM tidak memiliki tanggung jawab atas kerugian yang terjadi pada konsumen karena mengkonsumsi produk pangan olahan, meskipun produk pangan olahan tersebut telah memiliki nomor pendaftaran pangan dari BPOM. Yang bertanggung jawab adalah produsen, karena kerugian tersebut merupakan product liability yaitu suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk. 2. Saran Perlu ditingkatkannya kesadaran produsen terhadap pentingnya pendaftaran produk pangan olahan. Kesadaran konsumen juga perlu ditingkatkan agar konsumen tidak sungkan dalam melakukan pengaduan kepada pemerintah atau lembaga terkait bila ada produk pangan yang merugikan. BPOM juga perlu meningkatkan pengawasan pada produk pangan olahan dengan membentuk jejaring pengawasan pangan dengan instansi lain untuk memperluas lingkup pengawasan.

Hal | 220


DAFTAR PUSTAKA Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Bogor : Ghalia Indonesia, 2008 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2004 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Sinar Grafika, 2008 H.E. Saefullah, Beberapa Masalah Pokok Tentang Tanggung Jawab Pengakutan Udara, UNISBA, 1999 Irna Nurhayati, Efektifitas Pengawasan Badan Obat dan Makanan Terhadap Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen, Yogyakarta: Mimbar Hukum, Volume 21, Nomor 2, Juni 2009 Ratminah, Mutu Pelayanan Pendaftaran Produk Pangan Pada Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Badan POM, Bogor: IPB, 2009 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Grasindo, 2000 Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001 Yudha H.N dan Dwi W.P, “Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability) Dalam Rangka Perlindungan Konsumen�, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, volume 5, Nomor 2, Desember 2011, hal 183 Yusuf Sofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Bandung: PT Citra Aditya Bandung, 2003, hlm 26 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5360 Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :HK.00/05.1.2569 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan, Pasal 2 angka (1) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :HK.03.1.5.12.11.09955 Tentang Pendaftaran Pangan Olahan Syaifuddin Naim, Mengenal makanan Yang Memenuhi Syarat, drsyaifuddinnaim .wordpress.com/2009/11/05/mngenal-makanan-yangmemenuhi-syarat/ , 05 November 2009, diakses tanggal 08 Juni 2013 www.pom.go.id, Profil : Latar Belakang Badan POM, diakses pada tanggal 25 november 2012 Hasil Wawancara dengan Bapak Muhammad Asrul, (Ka. Bid. Sertifikasi dan LIK Balai Besar POM Palembang ),tanggal 24 Mei 2013

Hal | 221


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.