Tanggung Jawab Penjamin Terhadap Utang Debitur yang Pailit Oleh: Revi Apreni, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan H. Amrullah Arpan, SH.,SU dan Dr. M. Syaifuddin, SH.,M.Hum
Tanggung Jawab Penjamin Terhadap Utang Debitur yang Pailit Oleh: Revi Apreni, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan H. Amrullah Arpan, SH.,SU dan Dr. M. Syaifuddin, SH.,M.Hum
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dunia usaha adalah dunia yang terus berkembang. Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. Demikian juga dalam mendirikan bentuk-bentuk usaha perdagangan.1 Dalam dunia usaha, tidak dapat dipungkiri untuk meningkatkan hasil usahanya haruslah mempunyai mitra usaha baik itu mitra usaha dalam hal produksi dan retribusi, maupun mitra dalam hal pinjaman modal. Sektor perkreditan merupakan salah satu sarana pemupukan modal bagi masyarakat bisnis. Bagi kaum pengusaha, mengambil kredit sudah merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bisnis.Untuk melepaskan dunia bisnis tanpa pinjaman kredit sangatlah sulit. Namun setiap pemberian kredit yang disalurkan kepada pengusaha selalu mengandung risiko. Oleh karena itu diperlukan unsur pengamanan dalam pengembaliannya. Secara garis besar dikenal 2 (dua) macam bentuk jaminan, yaitu jaminan perorangan (borgtocht/personal guarantee) dan jaminan kebendaan. Pada jaminan kebendaan, debitur atau pihak yang menerima pinjaman, memberi jaminan benda kepada kreditur atau pihak yang memberi pinjaman sebagai jaminan atas utang yang dipinjam debitur. Jadi apabila debitur tidak membayar utangnya pada saat jatuh tempo maka pihak kreditur dapat menuntut eksekusi atas benda yang telah dijaminkan oleh debitur tersebut untuk melunasi utangnya.Sedangkan dalam jaminan perorangan (borgtocht/ personal guarantee) adalah jaminan yang diberikan oleh debitur bukan berupa benda melainkan berupa pernyataan oleh seorang pihak ketiga (penjamin) yang tidak mempunyai kepentingan apapun baik terhadap debitur maupun terhadap kreditur, bahwa debitur dapat dipercaya akan menjalankan kewajiban yang diperjanjikan, dengan syarat apabila debitur tidak melaksanakan kewajibannya maka pihak ketiga itu 1
Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta: Prenada Media, 2004),
hlm. 1.
bersedia untuk melaksanakan kewajiban debitur tersebut.Dengan adanya jaminan perorangan maka pihak kreditur dapat menuntut kepada penjamin untuk membayar utang debitur bila debitur lalai atau tidak mampu untuk membayar utangnya tersebut. Keberadaan penjamin merupakan upaya guna memperkecil risiko, dimana jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur yaitu kepastian hukum akan pelunasan utang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penanggungan diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dari ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang penjamin atau penanggung adalah seorang debitur. 2 Mengenai penanggungan diatur dalam Pasal 1820 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang menjelaskan bahwa: “Penanggungan merupakan suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si debitur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si debitur manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.� Apabila debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada kreditur, maka salah satu sarana hukum yang dapat dipergunakan bagi penyelesaian utang piutang adalah peraturan tentang kepailitan. Yang pada asasnya setiap kreditur yang tidak terpenuhi piutangnya dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada pengadilan terhadap seorang debitur dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam peraturan kepailitan Stb.1095 No.217 jo Stb. 1906 No. 348 sebagimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan kemudian diubah lagi dengan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat Undang-Undang Kepailitan). 2. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka dikemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1) Apa landasan hukum kewajiban penanggung melindungi kreditur dalam kaitannya dengan kepailitan? 2) Bagaimana cara pelunasan kewajiban penanggung setelah debitur dinyatakan pailit? 2
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hlm. 84.
3. Kerangka Teori 1. Pengertian Penanggungan Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penanggungan atau borgtocht diatur dalam Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa“Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.�3 2. Unsur-unsur Penanggungan 1. Adanya perjanjian 2. Adanya kewenangan bertindak 3. Adanya kausa perjanjian penanggungan 4. Adanya para pihak 5. Penanggungan diberikan demi keuntungan kreditur 3. Bentuk perjanjian penanggungan 1. Berbentuk bebas 2. Dalam bentuk akta di bawah tangan 4. Macam-macam penanggungan 1. Penanggungan kredit (Credietborgtocht) 2. Penanggungan bank (bankborgtocht) 3. Penanggungan pembangunan (bouwborgtocht) 5. Berakhirnya perjanjian penanggungan a. Hapusnya atau berakhirnya perjanjian pokok 1. Perjanjian pokok telah dilunasi oleh debitur 2. Perjanjian pokok dinyatakan batal (nietig verklaard) atas alasan debitur tidak berwenang melakukan perjanjian. 3. Adanya homologasi accord antara kreditur dan debitur dinyatakan pailit.
b. Perjanjian penjaminan dapat juga hapus sekaligus perjanjian pokok masih tetap ada, yaitu:
3
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 145.
1. Karena kreditur sendiri yang menghapuskan kewajiban penjamin, kreditur dengan sukarela membebaskan penjamin dari beban sebagai penjamin. 2. Jika terjadi suatu keadaan yang mengakibatkan bersatunya kedudukan penjamin dan debitur dalam satu pribadi yang sama. Hal ini terjadi karena adanya percampuran utang pada diri seseorang (schuld vermeging). 3. Perjanjian penjamin/personal guarantee ini berakhir jika telah membayar kepada kreditur sekalipun benda yangdibayarkan itu bukan milik debitur dan disita kembali oleh pihak ketiga (Pasal 1849 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). 4. Penjamin dapat menuntut supaya debitur melaksanakan pembayaran utang dan menuntut pembebasan penjamin dari perjanjian personal guarantee.
B. PEMBAHASAN 1. Landasan Hukum Kewajiban Penanggung Melindungi Kreditur Dalam Kaitannya Dengan Kepailitan. Jaminan perorangan adalah jaminan seseorang dari pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur. Dengan perkataan lain, jaminan perseorangan itu adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang (debitur).4 Dalam jaminan perorangan (borgtocht) itu selalu dimaksudkan bahwa untuk pemenuhan kewajiban-kewajiban pihak debitur, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta benda debitur dapat disita atau dilelang menurut ketentuan-ketentuan perihal pelaksanaan atau eksekusi putusan Pengadilan.5 Ditinjau dari sifatnya jaminan penanggungan tergolong jaminan yang bersifat perorangan, yaitu adanya orang pihak ketiga (badan hukum) yang menjamin memenuhi perutangan manakala debitur wanprestasi. Pada jaminan yang bersifat perorangan demikian pemenuhan prestasi hanya dapat
4
Abdul R.Saliman dkk, Hukum Bisnis untuk Perusahaan,Kencana,Jakarta,2005,hlm17. Ibid.,
5
dipertahankan terhadap penanggungnya.6
orang-orang
tertentu,
yaitu
si
debitur
atau
Mengenai bentuknya perjanjian penanggungan menurut ketentuan UndangUndang bersifat bebas, tidak terikat oleh bentuk tertentu dalam arti dapat secara lisan, tertulis atau dituangkan dalam akta. Namun demi kepentingan pembuktian, dalam praktek lazim terjadi bahwa bentuk perjanjian penanggungan senantiasa dibuat dalam bentuk tertulis, baik tercantum dalam model-model tertentu dari Bank maupun akta Notaris..7 Seorang penanggung (borg/guarantor) tidak dapat mengikatkan diri untuk lebih, maupun dengan syarat-syarat yang lebih berat daripada perikatannya si berutang. Adapun penanggungan boleh diadakan untuk hanya sebagian saja dari utangnya, atau dengan syarat-syarat yang lebih berat.8 Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penanggungan atau borgtocht diatur dalam Pasal 1820 yang menyebutkan bahwa:Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.9 Berdasarkan pengertian penanggungan yang diatur dalam Pasal 1820 K.U.H Perdata yang menyebutkan bahwa penanggungan adalah adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya. Maka dari pengertian pasal tersebut dapat di lihat bahwa kewajiban penanggung untuk melindungi kreditur yaitu pada saat penanggung menyatakan untuk mengikatkan dirinya dalam memenuhi utang debitur bila debitur wanprestasi. Jadi pada saat debitur dinyatakan wanprestasi maka penanggung lah yang selanjutnya berkewajiban untuk melunasi utang debitur tersebut. Kaitannya dengan kepailitan yaitu apabila debitur tidak melaksanakan kewajibannya kepada kreditur, maka salah satu sarana hukum yang dapat dipergunakan bagi penyelesaian utang piutang adalah peraturan tentang kepailitan. Yang pada asasnya setiap kreditur yang tidak terpenuhi piutangnya dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada pengadilan terhadap seorang debitur dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam peraturan 6
Sri Soedewi Masjchoen Sofan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jamin 7
Ibid., Subekti, R, Aneka Perjanjian,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.165. 9 R.Subekti dan R.Tjitrosudibio,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Jakarta, hlm.462. 8
kepailitan yaitu Undang-undang NO.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
2. Cara Pelunasan Kewajiban Penanggung Setelah Debitur Dinyatakan Pailit. Rumusan Pasal 1820 K.U.H Perdata yang menjelaskan tentang nanggungan, maka dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa suatu penanggungan utang adalah perjanjian yang melahirkan perikatan yang bersyarat, yaitu perikatan dengan syarat tangguh sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1253 K.U.H Perdata jo. Pasal 1258 K.U.H Perdata yanng berbunyi : Pasal 1253 “suatu perikatan adalah bersyarat manakala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadi nya peristiwa tersebut” Pasal 1258 “jika suatu perikatan tergantung pada suatu syarat bahwa suatu peristiwa akan terjadi di salam suatu waktu tertentu, maka syarat tersebut dianggap tidak ada, apabila waktu tersebut telah lampau dengan tidak terjadinya peristiwa tersebut” “jika waktu tidak ditentukan, maka syarat tersebut setiap waktu dapat terpenuhi, dan syarat itu tidak dianggap tidak ada sebelum ada kepastian bahwa peristiwa itu tidak terjadi” Sebagai perjanjian yang melahirkan perikatan dengan syarat tangguh, maka kewajiban dari penanggung dalam suatu penanggungan utang baru ada pada saat syarat yang disebutkan tersebut terjadi. Syarat tersebut sesuai dengan rumusan Pasal 1820 K.U.H Perdata, sebagaimana dikutip diatas adalah cidera janji atau wanprestasi dari debitur dalam perikatan pokok yang dijamin atau ditanggung oleh penanggung tersebut. Dalam Pasal 21 UU No.37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit itu diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.
Pasal 24 ayat (1) menyatakan bahwa debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit sejak tanggal putusan pernyataan pailit itu di ucapkan. Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator, tuntutan tersebut diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitur pailit, maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitur pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit. (Pasal 26 UU No. 37 Tahun 2004). Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan Pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitur yang telah dimulai sebelum keppailitan, harus di hentikan seketika dan sejak itu tidak ada putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitur. Dalam Pasal 1832 K.U.H Perdata menjelaskan bahwa dalam hal debitur telah dinyatakan pailit, maka tidak mungkin lagi bagi kreditur untuk menyita dan menjual untuk kepentingan kreditur sendiri harta kekayaan debitur pailit. Harta kekayaan debitur pailit akan dijual oleh Kurator untuk dibagikan secara merata bagi seluruh kreditur konkuren. C. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan uraian analisis pada bab-bab sebelumnya, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Landasan hukum penanggung melindungi kreditur dalam kaitannya dengan kepailitan yaitu diatur dalam ketentuan Pasal 1820-1850 K.U.H.Perdatadan Undang-Undang No.4 Tahun 1998 jo Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Dengan ditutupnya perjanjian penanggungan, maka pihak ketiga (penanggung) harus bertanggung jawab untuk melunasi utang debitur dengan memasukkan uang pelunasan ke dalam boedel pailit. Kewajiban ini harus dipenuhi tanpa dapat menggunakan hak istimewa (hak untuk meminta kekayaan debitur disita dan dijual). 2. Cara pelunasan dengan melakukan pembayaran terhadap utang tertanggung (debitur) yaitu dengan menyerahkannya ke kurator. Dengan pembayaran tersebut, penanggung tidak lagi berhadapan dengan kreditur (pemohon pailit). 2. Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Dalam perjanjian penanggungan harus ditegaskan dengan jelas apa yang merupakan kewajiban penanggung terhadap kreditur agar kewajiban itu mempunyai kekuatan hukum yang kuat. Kalau tidak ada perjanjian ada kemungkinan penanggung berkelik bahwa kreditur hanya dapat menagih debitur sesuai ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bukan pihak ketiga. 2. Sebelum memberikan jaminan pribadi/Borgtocht/ Personal Guarantee seseorang hendaknya mengetahui terlebih dahulu apakah debitur yang akan dijaminkan utangnya memiliki aset yang cukup untuk membayarkan utangnya dan apakah debitur tersebut memiliki itikad baik untuk melunasi utangnya, sehingga tidak akan timbul masalah di kemudian hari dan penjamin tidak ikut dipailitkan. 3. Para pihak yang terkait dalam perjanjian pemberian jaminan pribadi/Borgtocht/ Personal Guarantee khususnya penjamin hendaknya melakukan kewajibannya sesuai dengan apa yang diperjanjikan agar tidak masalah dan konflik dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku: Amirudin , Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Asikin, Zainal. 1991. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. Djumhana, Muhammad.1983. Hukum Perkreditan Kontemporer. Bandung: Alumni. Hartini, Rahayu. 2008.Hukum Kepailitan. Malang: UMM Press. Ibrahim, Jhonny. 2006. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia. Harahap,M Yahya. 1982. Segi-segi Hukum Perjanjian.Bandung: Sinar Grafika. Miru, Ahmadi dan Pati, Sakka. 2011. Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW). Jakarta: RajawalinPers. Muljadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan. 2003. Pedoman Menangani Perkara Kepailitan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Nating, Imran. 2004. Peranan Dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Prodjodikoro, R wirjono. 1981. Hukum Perdata Tentang PerjanjianPerjanjian Tertentu. Bandung: Sumur. Remy Sjahdeini, Sultan. 2002. Hukum Kepailitan Memahami Failissementverordening Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998.Jakarta: Pusat Utama Grafiti. Saliman, Abdul R dkk. 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan. Jakarta: Kencana. Sinungan, Muchdarsyah. 2000. Dasar-dasar dan Teknik Management Kredit.Jakarta: Bina Aksara. Soedewi, Sri Masjchoen Sofan. 2007. Hukum Jaminan Di Indonesia PokokPokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty Offset. Soekardono. 1960. Hukum Dagang Indonesia Jilid 1. Jakarta:Soeroenga. Subekti,R. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Supramono, Gatot. 1995. Perbankan dan Masalah Kredit, Suatu Tinjauan Yuridis. Jakarta: Djambatan. Tje „Aman, Edi Putra. 1985. Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis. Yogyakarta: Liberti. Usman, Rachmadi. 2008. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika.
Widjaja, Gunawan.2004. Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta: Prenada Media. 2004. Seri Hukum Perikatan, Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung Menanggung. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Usmawadi. 2012. Teknik Penulisan Bidang Hukum(Materi Pendidikan dan Latihan Kemahiran Hukum),No XIX (Revisi). Palembang: Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. II. Peraturan perundang-undangan 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terjemahan Subekti PT. Pradnya Paramita. 2. Undang –Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. III. Website http://www.hukumonline.com/klinik/hukum-kepailitan-modernhttp://mknunsri.blogspot.com/2009/10/kepailitan.html