Hak Gugat Pekerja atau Buruh Terhadap Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang Lalai Dalam Melindungi Hak-Haknya Oleh: Ria Restu Dwi Putri, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan H. Zulkarnain Ibrahim, SH.,M.Hum dan H. Amrullah Arpan, SH.,SU
Hak Gugat Pekerja atau Buruh Terhadap Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang Lalai Dalam Melindungi Hak-Haknya Oleh: Ria Restu Dwi Putri, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan H. Zulkarnain Ibrahim, SH.,M.Hum dan H. Amrullah Arpan, SH.,SU
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Istilah buruh sudah dipergunakan sejak lama bahkan mulai dari zaman penjajahan Belanda dalam peraturan perundang-undangan yang lama1). Menurut Zainal Asikin, hukum perburuhan ialah peraturan-peraturan hukum yang mengatur perihal hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruh maupun pihak majikan. Timbulnya hubungan perburuhan dimulai dari peristiwa penindasan dan perlakuan di luar batas kemanusiaan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkemampuan secara sosial ekonomi maupun organisasi pekerja. Pekerja atau buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan kedudukan dimuka hukum, juga hak untuk mendapatkan pekerjaan serta penghidupan yang layak dan mengeluarkan pendapat, juga berkumpul dalam satu organisasi hingga mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB). Hak menjadi anggota SP/SB merupakan hak asasi pekerja/buruh yang telah dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945. Untuk mewujudkan hak dimana setiap para pekerja/buruh seharusnya diberikan kesempatan yang seluas-luasnya mendirikan dan menjadi anggota SP/SB. Serikat pekerja/serikat buruh berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan dan juga melindungi serta membela segala kepentingan pekerja dan meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Dalam menggunakan hak-hak mereka, pekerja/buruh dituntut agar bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu, penggunaaan hak tersebut dilaksanakan dalam kerangka hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Masih banyak terjadi kasus-kasus Pemutusan Hubungan Kerja yang disebabkan oleh adanya tuntutan dari pihak buruh/pekerja untuk memperjuangkan hak-hak normatifnya, 1
Zainal Asikin, (Ed). Dasar-dasar hukum perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm 9.
berbuntut pada pemutusan hubungan kerja, kondisi yang terjadi saat ini adalah masih banyak diantara para buruh/pekerja yang tidak berani menuntut hakhaknya meskipun belum sesuai dengan aturan yang ada2). Hak berserikat bagi pekerja/buruh yang diatur dalam Konvensi Internasional Labor Organization (ILO) No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi. Serta Konvensi Internasional Labor Organization (ILO) No. 98 menyangkut berlakunya dasar-dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan untuk berunding bersama sudah diratifikasi oleh Indonesia menjadi bagian dari peraturan perundang-undangan nasional. Pemberdayaan serikat buruh/pekerja khususnya ditingkat unit/organisasi pekerja perlu diberikan pemahaman terhadap aturan perburuhan/ ketenagakerjaan yang ada karena organisasi pekerja ini terletak digaris depan yang membuat kesepakatan kerja bersama (KBK) dengan pihak perusahaan/organisasi pekerja. KBK merupakan perjanjian induk yang harus diperhatikan atau dijabarkan dalam perjanjian kerja yang akan dibuat oleh pekerja perseorangan dengan pengusaha. Pemberdayaan pekerja dan pengusahapekerja sebagai anggota serikat pekerja perlu diberdayakan sehingga dapat diketahui hak dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan hukum termasuk penyadaran pekerja tentang pentingnya organisasi pekerja sebagai sarana memperjuangkan hak dan kepentingannya, karena itu tidak ada pilihan lain untuk meningkatkan bergaining position kecuali dengan memperkuat organisasi pekerja/buruh3). Hak mogok, demontrasi dan lock-out yang masing-masing merupakan senjata, baik bagi pihak buruh untuk memperjuangkan haknya maupun senjata bagi pihak pengusaha untuk mempertahankan kepentingannya, sehubungan dengan adanya tuntutan dari pihak buruh4). Hal ini harus diatur sedemikian rupa, agar tidak menimbulkan tindakan yang cenderung anarki dari pihak buruh, dan tindakan sewenang-wenang dari pihak pengusaha. Upaya yang cukup dewasa yang telah dilakukan pemerintah, dalam rangka menciptakan kesejahteraan pihak buruh dan mengurangi resiko yang seharusnya ditanggung oleh pihak pengusaha, dalam hal ini dapat dilihat dari berlakunya 2
Zaeni Asyhadie, 2007, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan bidang Hubungan Kerja), Raja Grafindo Persada: Jakarta, hlm 23. 3 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm 5. 4 Zulkarnain Ibrahim, MakalahMasalah-masalah Perburuhan di Indonesia, Program Studi Ilmu Hukum Unsri, Palembang,1997, hlm 28.
Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 yang mengatur tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja 5 ). Perhatian terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia, dalam beberapa kasus perburuhan menunjukkan seakan-akan pengusaha tetap menginginkan kualitas buruh yang rendah, dengan asumsi bahwa upahnya pun akan menjadi rendah. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka inti permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam skripsi dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Apa hak dan kewajiban Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) terhadap anggotanya ? b. Bila terjadi suatu keadaan dimana terjadi pelanggaran hak-hak pekerja/buruh oleh perusahaan/pengusaha dan dilaporkan kepada Serikat Pekerja/Serikat Buruh tapi tidak ditindaklanjuti oleh Serikat Pekerja/Serikat Buruh tersebut. Dalam keadaan seperti ini dapatkah Serikat Pekerja/Serikat Buruh digugat oleh pekerja/buruh untuk membayar ganti rugi ? 3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan hukum melalui penelitian ini yang ingin dicapai oleh penulis adalah untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan serta pertanggungjawaban Organisasi Pekerja untuk memperjuangkan kepentingan anggota 4. Metode Penelitian Penelitian dengan menggunakan metode normatif dengan tujuan untuk mencari kejelasan pengaturan perlindungan hak-hak anggota dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh terhadap organisasi itu sendiri selain dari metode normatif, penelitian ini ditunjang pula dengan penelitian empiris/sosiologis untuk melihat kenyataannya. Untuk itu melalui metode purposif sampling penulis melakukan wawancara dengan beberapa responden yaitu Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang, DPD Konfederasi Pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) SUMSEL, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang. Kemudian data dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif dan pembahasan data yang menyangkut ketentuan hukum mengenai Serikat Pekerja/Serikat Buruh seperti diatur dalam Undang5
Ibid, hlm 28.
Undang Nomor 21 Tahun 2000, hak-hak pekerja seperti diatur dalam UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 serta teori-teori yang berkaitan dengan itu.
B. PEMBAHASAN 1. Hak dan Kewajiban Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) Pekerja/buruh tetap menjadi alat produksi yang tidak terlindungi, tidak jugaoleh panitia penyelesaian perselisihan daerah dan panitia pernyelesaian perselisihan pusat. Kedua badan ini menjadikan pekerja/buruh sebagai korban, seringkali kedua badan ini memenangkan pihak pekerja/buruh namun putusan mereka tidak mudah untuk dijalankan. Hubungan Perburuhan Pancasila yang dikatakan lebih melindungi pekerja/buruh ternyata masih jauh dari kenyataan. Kemudian menimbulkan persoalan sejauh mana Hubungan Perburuhan Pancasila tersebut melindungi pekerja/buruh atau senalinya merugikan pekerja/buruh. Secara umum dapat ditafsirkan bahwa Hubungan Perburuhan Pancasila tidak melihat pada realitas sebenarnya keadaan pekerja/buruh sangat tergantung pada perusahaan. Didalam Pasal 25 ayat 1 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 dinyatakan bahwa, 1. Serikat Pekerja/Buruh, Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja/Buruh berhak a. Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha; b. Mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial; c. Mewakili pekerja/buruh dalam suatu lembaga ketenagakerjaan; d. Membentuk lembaga serta melakukan kegiatan yang berhubungan dengan usaha peningkatan kesejahteraan para anggota; e. Melakukan kegiatan lain di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Hak-hak manusia mencakup semua titik pada segi tiga perubahan, ketertiban dan keadilan. Perjuangan menentang kemiskinan dan ketidaksamarataan adalah perjuangan demi hak ekonomi dan sosial serta demi masyarakat yang bebas dan demokratis, tidak akan ada artinya apabila tidak berdasarkan keamanan dan tidak dapat diganggu gugatnya pribadi manusia. Negara berkembang harus menanggulangi masalah ini dalam beberapa konteks
kemiskinan, tekanan kependudukan pada sumberdaya, ancaman nyata atau sangkaan ancaman terhadap integritas nasional6). Pernyataan Umum Hak-hak Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan Perjanjian Internasional tentang hak Masyarakat dan Politik (International Covenants of Economic and Social and Cultural Rights and Civil and Political Rights) telah menjadi alat yang sangat diperlukan bagi realisasi aspirasi umat manusia di seluruh dunia7). Hak untuk mendapat pekerjaan sebagai salah satu HAM dengan menghubungkan dengan hak mendapat upah yang layak. Menyediakan pekerjaan tanpa menyediakan upah yang layak makadapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM. Upah minimun perhari yang begitu kecil menjadi tidak relevan untuk pekerja/buruh yang telah berkeluarga. Akibatnya mereka akan tetap menjadi penghuni struktur terbawa masyarakat yang jauh dari jangkauan keadilan sosial dan HAM8). Sedangkan Pasal 27 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 menyatakan bahwa Serikat Pekerja/Serikat Buruh, federasi dan konfederasi yang berkewajiban ialah : a. b. c.
2.
Melindungi, membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingan; Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarga; Mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Upaya Hukum Pekerja/Buruh Tentang Kelalaian Serikat Pekerja/ Serikat Buruh Dalam Melindungi Hak-Hak Anggotanya
Dari setiap sudut kehidupan yang mengambarkan sisi pekerja/buruh dalam melakukan suatu kegiatan produksi demi melancarkan usaha dari setiap pengusaha sebagai wujud ketaatan akan pekerjaan pekerja/buruh guna menciptakan kesejahteraan yang dicitakan. Akan tetapi, kehidupan yang universal dilihat secara manusiawi suatu kesalahan ataupun pelanggaran yang dilakukan oleh setiap pengusaha atau perusahaan tidak pernah diangkat dalam permasalahan yang utuh. Pekerja/buruh yang dinilai sebagai strata paling bawah
6
Soedjatmoko, Pembangunan dan Kebebasan, LP3ES : Jakarta, hlm 32. Ibid, hlm 6. 8 Lubis, T. Mulya, 1982, Op-cit, hlm 23. 7
selalu mendapatkan perhatian yang intensif dimana demo, pemogokan, serta kerusuhan menjadi wajah buruk dari setiap pekerja/buruh di Indonesia. Namun, disisi lain penulis mengangkat permasalahan yang berbeda dari kehidupan senyatanya. Kontra antara masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian bukan hanya telihat dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan pengusaha dan tidak mustahil Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) juga akan berhadapan dengan anggota sendiri. Maka di dalam pembahasan ini penulis memberikan aspek empiris dari permasalahan yang diutamakan mengenai hak gugat pelanggaran hak-hak pekerja/buruh terhadap Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang lalai dalam melindungi hak-haknyayang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Hal ini akan penulis uraikan seperti di bawah ini. a.
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI)/Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) sebagai Organisasi dari Pekerja/Buruh.
Diungkapkan M.P. Nasution, S.H, Ketua DPD Konfederasi SPSI Sumatera Selatan mengatakan bahwa terlebih dahulu pekerja/buruh harus mengetahui apa-apa saja hak dan kewajiban mereka, dimana kewajiban pekerja/buruh tidak lain hanyalah bekerja tetapi hak mereka sendiri ialah lupa9). Apabila dihubungkan dengan hak dan kewajiban SPSI terhadap anggota, maka sesuai aturan hukum Pasal 27 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) menyatakan dari setiap anggota maka kewajiban dari SPSI untuk membela dan melindungi. Serta SPSI juga mempunyai hak untuk mewakili anggota yang terlibat permasalahan dalam menyelesaikan perselisihan perburuhan, juga di dalam Pasal 25 huruf b Undangundnag Nomor 21 Tahun 2000. Demikian dengan adanya hubungan timbal balik ini menimbulkan suatu hak dan kewajiban pekerja/buruh terhadap SPSI yang harus dipenuhi oleh setiap anggota sebagaimana AD/ART Seluruh Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) ialah membayar iuran anggota setiap bulannya10). Menelaah persoalan atau permasalahan yang dibahas oleh penulis mengenai pelanggaran hak-hak anggota sendiri, maka banyaknya pengaduan yang diterima Serikat Pekerja/Serikat Buruh dari setiap anggotanya menyangkut pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tercantum dalam berbagai macam yaitu :
9
Hasil wawancara bersama Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) SUMSEL, Bapak M.P. Nasution, tanggal 5 Maret 2013. 10 Wawancara bersama Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) SUMSEL, Bapak M.P. Nasution, tanggal 5 Maret 2013.
a. Menyangkut kepentingan pribadi pekerja/buruh dalam kaitan dengan kedudukan sebagai pekerja/buruh; b. Upah pekerja/buruh; c. Perselisihan antara Serikat Pekerja berhadapan dengan Serikat Buruh; d. sengketa perjanjian kerja11); Adapun perselisihan kepentingan merupakan perselisihan yang terjadi akibat perbedaan pendapat atau kepentingan mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, peraturan perusahaan atau pertauran perundang-undangan12). Dari pernyataan M.P Nasution, “adapun hal yang selalu menjadi masalah dalam penyelesaian perselisihan perburuhan ini berhubungan dengan pokok bipartit yang dianggap kurang mapan. Maka dianggap orang perseorangan terhadap perubahan akan Penyelesaian Pengadilan Hubungan Industrial (PPHI) ini dilakukan dengan cara murah dan cepat, akan tetapi dalam kenyataannya masih adanya kerikil-kerikil yang menghadang yang menghambat dalam penyelesaian perselisihan ini�. Dalam hal putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan hak dan peselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambatlambatnya empat belas hari13) : a. b.
bagi pihak yang hadir, terhitung sejak putusan dibacakan dalam sidang majelis hakim. Bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan putusan.
S erikat Pekerja/Serikat Buruh selalu menjadi mediator / penengah dari setiap perselisihan yang dihadapi oleh para pekerja/buruh karena SPSI bertujuan memberikan perlindungan serta membela kepentingan anggotanya berdasarkan Pasal 4 ayat 1 undang-undang nomor 21 tahun 2000. Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) sendiri diartikan sebagai pelindung pekerja/buruh dimana suatu organisasi profesi dengan memperjuangkan masalah perut orang banyak dan mengedepankan kepentingan hak-hak para anggotanya maka salah atau
11
Wawancara bersama Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) SUMSEL, Bapak M.P. Nasution, tanggal 5 Maret 2013. 12 Lalu Husni, 2005, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, PT. Raja Grafindo : Jakarta, hlm 83. 13 Ibid, hlm 120.
benar pekerja/buruh terhadap suatu pelanggaran SPSI akan siap tanggapi dahulu, menurut tanggapan M.P Nasution ditemui sore hari di kantornya 14). Perselisihan ini tidak dapat diselesaikan secara perseorangan, ini menjadi catatan penting bagi SPSI guna menjadi organisasi pelindung yang memperjuangkan hak-hak pekerja/buruh. Diungkapkan Ketua DPD Konfederasi SPSI Sumatera Selatan yaitu : a. bahwa setiap tahunnya SPSI berjuang menaikkan upah demi kesejahteraan hidup dari setiap anggota; biar pekerja/buruh merasakan kenikmatan dari hasil setiap pekerjaan mereka. b. SPSI juga sebagai personal organisasi harus membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan adanya Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Tetapi apabila belum terdapat Serikat Pekerja/Serikat Buruh di dalam perusahaan maka dinamakan Peraturan Perusahaan (PP), yang dibuat oleh perusahaan dimana satu orang pekerja/buruh untuk mewakili untuk membentuk hasil kesepakatan dari Peraturan Perusahaan. Suatu sistem yang berhubungan antara pelaku produksi baik itu barang dan jasa yang meliputi pekerja/buruh, para pengusaha, dan pemerintah yang sesuai dengan nilai-nilai dasar Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945, maka dalam hal ini terdapat delapan macam pelaksanaan hubungan industrial sebagaimana disampaikan oleh M.P Nasution sebagai pemenuhan dan keinginan dari setiap pekerja/buruh yakni15) : a. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) dan undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; b. Peraturan Perusahaan; c. Perjanjian Kerja Bersama (PKB); d. Dewan Pengupahan; e. Bipartit dan tripartit; f. Penyelesaian Perburuhan; g. JAMSOS (Jaminan Sosial Tenaga Kerja); h. K3(Kesehatan, Keselamatan, Kerja)
14
Wawancara bersama Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) SUMSEL, Bapak M.P. Nasution, tanggal 5 Maret 2013. 15 Wawancara bersama Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) SUMSEL, Bapak M.P. Nasution, tanggal 5 Maret 2013.
b.
Keberadaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam Pandangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Palembang
Di Indonesia, organisasi pengusaha yang anggotanya terdiri dari para pengusaha yang secara khusus menangani bidang ketenagakerjaan adalah APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia). 16 )Sebagai mitra pemerintah dalam rangka menghasilkan barang dan jasa yang berguna bagi masyarakat banyak maka organisasi ini memberikan perlindungan pada pengusaha sehubungan dengan sering terjadinya tuntutan dan keinginan pekerja/buruh yang terkait dengan penghasilan dan kepentingan pekerja/buruh.Sumantri Wiranegara mantan pengurus dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) cabang Palembang menyatakan mengenai mekanisme penentuan perusahaan berdasarkan pemilihan anggota yang memiliki waktu serta dedikasi besar untuk menjadi anggota APINDO terlebih lagi anggota harus menguasai undangundang, terakhir anggota yang dinyatakan dalam seleksi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) sebanyak 27 perusahaan17). Hak dan kewajiban dari setiap anggota kepada Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) sendiri sesuai dengan peraturan perusahaan yang mengharuskan iuran yang harus dibayar oleh setiap perusahaan sesuai produksi barang dan jasa yang dihasilkan. Sebaliknya hak dan kewajiban Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) terhadap anggota ialah ikut berperan dalam hal penyelesaian Tripartid mengenai upah minimum melalui dewan pengupahan baik itu upah borong dan status buruh yang masih outsourcing 18 ). Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) sendiri masih menolak sebagian tuntutan dari para pekerja/buruh yang disampaikan oleh dewan pengupahan dikarenakan perusahaan merasa belum sanggup atau tidak mampu memenuhi tersebut. Upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp1.630.000 perbulan yang baru diputuskan berdasarkan SK Gubernur Sumatera Selatan No.107/KPTS/DISNAKERTRANS/2013 tentang Upah Minimum Provinsi Sumatera Selatan. Namun ini sudah memunculkan kontra bagi pengusaha, sudah banyak sekali perusahaan yang mengajukan penangguhan dengan keberatan dari UMP. Dominan yang banyak diajukan perusahaan-perusahaan besar yang 16
Soedarjadi, 2009, Hak dan Kewajiban Pekerja-Pengusaha, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, hlm 112. 17 Hasil wawancara bersama Pengusaha PT. SUNAN RUBBER sebagai perwakilan APINDO, Bapak Sumantri Wiranegara, tanggal 11 April pada pukul 10.00 WIB. 18 Outsourcing adalah pengalihan sebagian atau seluruh pekerjaan dan wewenang kepada pihak lain guna mendukung strategi pemakai jasa Outsourcing baik pribadi, perusahaan, divisi ataupun sebuah unit dalam perusahaan., Serikat Pekerja versus outsourcing, hlm 12.
mempekerjakan karyawan ratusan orang, ini berbanding terbalik dengan perusahaan kecil. Apindo menilai angka UMP senilai Rp.1.271.000 kemarin merupakan Keputusan Gubernur yang lama berdasarkan No.841/KPTS/DISNAKERTRANS/2011 tentang Upah Minimum Kota Palembang Tahun 2012 bahwa angka tersebut cukup wajar oleh sebagian Pengusaha baik itu Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Ketika Gubernur Sumatera Selatan sepakat menetapkan kenaikan upah minimum provinsi dari Rp. 1.300.000 juta menjadi Rp. 1.630.0000 per bulan setelah melalui perundingan dengan lima perwakilan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia. Diungkapkan Dodi, bahwa puluhan tahun ia bekerja sebagai buruh di salah satu perusahaan perkebunan dan baru kali Gubernur menyepakati kenaikan upah meskipun tidak sesuai tuntutan awal. Hasil ini didasarkan pertimbangan yaitu Indek Harga Konsumen (IHK)/Inflasi, pertumbuhan ekonomi, upah yang berlaku sekarang, kebutuhan hidup layak (IHL) serta hasil musyawarah dan mufakat Dewan Pengupahan ini diharapkan tidak terjadinya kerugian dari dua belah pihak baik dari perusahaan maupun pekerja sendiri dapat sama-sama saling menguntungkan. Tuntutan awal untuk memenuhi kehidupan layak upah minimum Provinsi sebesar Rp. 1.870.000 per bulan tetapi setelah negosiasi tercapai kesepakatan Rp. 1.630.000 per bulan. Angka ini memang belum mampu memenuhi kebutuhan hidup di atas layak tetapi sudah sangat luar biasa karena dibandingkan tahun lalu upah minimum Provinsi Sumatera Selatan hanya Rp. 1.300.000 juta. Kenaikan upah ini tentunya sangat disyukuri karena perjuangan bersama ribuan buruh berbagai sektor di daerah selama ini tidak sia-sia. Diungkapkan Ipit, salah seorang buruh perusahaan mengatakan bahwa sangat bersyukur perjuangan tuntutan mereka selama ini berhasil. Tidak jarang pula ada pengusaha yang terpaksa berhenti untuk memproduksi dikarenakan tidak sanggup membayar gaji para pegawainya terutama untuk perusahaan kecil dan menengah. Akibatnya perusahaan lebih tertarik menjual barang impor untuk pasar domestik dibanding memproduksi barang sendiri untuk pasar ekspor, ini juga yang menyebabkan ekspor menurun karena pengusaha lebih tertarik mengambil barang impor saja dan mengakibatkan pasar kita dibanjiri produk-produk impor. Akan tidak menutup kemungkinan usaha padat karya mengalami kerugian dan melakukan pengurangan tenaga kerja atau PHK.
Uraian dari pandangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dengan keberadaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) ini membantu Asosiasi Pengusaha Indonesia dalam hal adanya perusahaan-perusahaan anggota APINDO yang bermasalah dengan karyawan/pekerja. Dengan demikian Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) ini ialah organisasi yang melindungi kepentingan pengusaha sementara Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang melindungi kepentingan pekerja/buruh. c.
Serikat Pekerja/Serikat Buruh Menurut Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang
Kepala Bidang Syarat Ketenagakerjaan dari Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang menjelaskan bahwa Disnaker guna membina, mendata juga mengawasi setiap perusahaan dan serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) untuk menciptakan perlindungan bagi tenaga kerja dan pembinaan hubungan industrial sesuai Misi Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang19). Serikat Pekerja/Serikat Buruh sebagai wujud atau bentuk aspirasi masyarakat yang membantu Pemerintah khususnya Dinas Tenaga Kerja dalam menginformasikan keluhan, tuntutan, ataupun sebagai media penyalur suara kecil untuk mengangkat masalah yang rakyat hadapi sekarang ini. Selain organisasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh berperan demi melindungi kesejahteraan rakyat, Disnaker juga sebagai pihak yang mendukung seluruh aspek kegiatan pekerja/buruh baik untuk membentuk Serikat Pekerja/Serikat Buruh atau melaksanakan kegiatan yang bersifat sosial demi terciptanya kemakmuran yang adil dan beradab sesuai dengan Sila Kelima. Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang sebagai media penengah antara pengusaha dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam menyelesaikan perselisihan perburuhan baik itu mencakup upah dan PHK melalui proses penyelesaian dengan pola tripartid. Instansi pemerintah yang siap untuk membantu melindungi hak pekerja yang tidak dipenuhi, disnaker juga banyak menerima kasus atau pengaduan mempersoalkan hak pekerja/buruh yang diabaikan oleh pihak terkait baik itu Perusahaan. Mengetahui akan sebab diperbolehkannya Serikat Pekerja/Serikat Buruh berdiri didalam satu perusahaan, pihak Disnaker menaggapi bahwa pemerintah memberikan izin untuk hal tersebut. Karena pemerintah sendiri tidak dapat ikut campur dalam pembentukan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di dalam suatu 19
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Syarat Ketenagakerjaan dari Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang, tanggal 20 Mei 2013.
perusahaan, asalkan Serikat Pekerja/Serikat Buruh tersebut didaftarkan di Disnaker sebagai Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang sah dengan memuat AD/ART20). Contoh yang sangat nyata dijelaskan oleh pihak Disnaker PT. Pusri dan Carefour merupakan perusahaan yang memiliki dua Serikat Pekerja/Serikat Buruh, ini biasanya dikarenakan adanya rasa ketidakpuasan akan kinerja dari masing-masing pihak baik itu pekerja/buruh dan perusahaan yang tidak mencapai titik temu.21) Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang telah menerima kasus PHK sebanyak 162 orang oleh satu perusahaan (yang tidak disebutkan namanya). Selain dari kasus PHK juga perselisihan mengenai upah minimum. Selanjutnya, perkara mengenai hak gugat atau tuntutan pekerja/buruh terhadap Serikat Pekerja/Serikat Buruh selama ini belum pernah ada yang mempersoalkan gugatan pekerja terhadap Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Data menunjukkan dari pihak Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh juga berkata demikian, tetapi diungkapkan oleh narasumber ini pihak terkait kontra atau konflik internal antara pekerja/buruh dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh sering pula terjadi dengan ketidaksenangan seseorang terhadap pihak lain. Namun hal ini tidak pernah mencuat sebagai suatu konflik yang timbul di permukaan. d.
Pandangan Lembaga Bantuan Hukum Palembang terhadap Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Tamsil, Kepala Internal dari Lembaga Bantuan Hukum bahwa Penyelesaian Perburuhan sudah sejak dulu menjadi pusat perhatian dari Lembaga Bantuan Hukum Palembang, seperti pada tahun 2002 yang menjadikan titik puncak dari peran penting Lembaga Bantuan Hukum Palembang menyangkut kasus perburuhan ini dikarenakan banyaknya pekerja/buruh melakukan pengaduan, sehingga kasus yang masuk pada kantor Lembaga Bantuan Hukum Palembang memberikan wajah baru bagi Lembaga Bantuan Hukum demi menjaga eksistensi untuk membela serta melindungi masyarakat yang membutuhkan bantuannya termasuk sengketa perburuhan. Dua tahun terakhir Lembaga Bantuan Hukum Palembang menerima pengaduan secara perseorangan tentenag kasus perburuhan yang harus didampingi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 20
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Syarat Ketenagakerjaan dari Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang, tanggal 20 Mei 2013. 21 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Syarat Ketenagakerjaan dari Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang, tanggal 20 Mei 2013.
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Dengan demikian pengaduan ini tidak mengunakan organisasi pekerja/buruh. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa organisasi ini tidak efektif dalam mendampingi pekerja/buruh yang berhadapan dengan pihak pengusaha. Keuntungan bila gugatan diajukan atau dikuasakan oleh Serikat Pekerja/Serikat Buruh maka putusan mengenai perselisihan itu mengikat seluruh angota Serikat Pekerja/Serikat Buruh tersebut. Tidak demikian halnya kalau diajukan oleh pekerja/buruh secara perseorangan / individual. Putusannya hanya mengikat pihak yang mengajukan gugatan, padahal persoalan yang diajukan juga merupakan persoalan secara menyeluruh anggota. Adapun yang menjadi pokok pangaduan kasus secara personal mengenai pelanggaran hak yang dilakukan oleh pihak pengusaha seperti kekurangan pembayaran upah, tidak diikutsertakan menjadi peserta JAMSOSTEK, tidak dibayarnya upah lembur. Demikian pula pekerja/buruh mengajak beserta keluarga untuk melakukan pengaduan guna memperjuangan hak kemerdekaan dan kesejahteraan pekerja/buruh22). Hal lain dikemukakan responden bahwa Lembaga Bantuan Hukum sendiri tidak dapat menjadi mediator dalam penyelesaian perburuhan dikarenakan keberadaan atau posisi Lembaga Bantuan Hukum yang sangat jelas berada di pihak pekerja/buruh atau berada di pihak klien, artinya posisi Lembaga Bantuan Hukum tidak bisa menengahi karena bukan sebagai mediator. Terkecuali apabila adanya permintaan secara khusus dari seseorang yang tidak memiliki hubungan dengan Lembaga Bantuan Hukum sebelumnya misalnya ikatan surat kuasa atau ikatan pendampingan. Tetapi selama ini apabila adanya kasus yang ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum Palembang tidak bertindak sebagai mediator melainkan sebagai pendamping antara klien dengan kuasa hukum23). Secara organisatoir, maka Tamsil mengatakan lebih jelas, bahwa sanksi tersebut kembali kepada aturan internal dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh itu sendiri yang mempunyai AD/ART organisasi. Apabila Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang lalai dan tidak menjalankan tugas serta melindungi para
22
Wawancara bersama Kepala Internal Lembaga Bantuan Hukum Palembang bapak Tamsil, tanggal 24 April 2013. 23 Wawancara bersama Kepala Internal Lembaga Bantuan Hukum Palembang bapak Tamsil, tanggal 24 April 2013.
pekerja/buruh maka dapat dimintakan pertanggungjawaban melalui mekanisme organisasi dalam Rapat Umum atau Rapat Luar Biasa24). Demikian di dalam AD/ART tersebut terdapat mekanisme penyelesaian atau pengambilan keputusan aturan dalam kelalaian Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang dihasilkan dari kongres ataupun musyawarah besar, maka disinilah dapat diambil sanksi bagi pengurus. Dalam hal ini bukan Serikat lagi yang bertindak tetapi telah kembali pada pengurus Konfederasi dan Federasi, kata Tamsil25). Para anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam sebuah organisasi yaitu pekerja/buruh merupakan perwujudan tertinggi dalam organisasi, maka anggota juga berhak untuk memberikan sanksi. Sanksi terberat juga dapat dilakukan pemecatan dan pergantian pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh terkecuali di dalam AD/ART diatur untuk membayar ganti rugi26). Lembaga Bantuan Hukum Palembang disini hanya sebagai fasilitator, untuk memfasilitasi terbentuknya Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Peran Lembaga Bantuan Hukum guna memberikan masukan, usulan dan juga pemahaman mengenai persoalan kajian hukum serta dasar pengertian undang-undang nomor 21 tahun 2000 yang belum dimengerti oleh Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan pekerja/buruh, dikatakan Tamsil
C. PENUTUP Seseorang akan menjadi anggota organisasi bilamana yang bersangkutan berkeyakinan bahwa organisasi tersebut dapat melindungi kepentingannya. Demikian halnya dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) yang dibentuk oleh para pekerja/buruh didasarkan pada kehendak untuk melindungi kepentingan pekerja/buruh. Perlindungan ini merupakan kewajiban dari organisasi, dan kewajiban ini merupakan kewajiban hukum yang artinya setiap pekerja/buruh dapat menuntut Serikat Pekerja/Serikat Buruh apabila Serikat Pekerja/Serikat Buruh melalaikan kewajibannya. Kewajiban hukum ini adalah kewajiban hukum yang didasarkan pada perjanjian antara para pekerja/buruh dan organisasi.Serikat Pekerja/Serikat Buruh (melalui pengurus inti harus
24
Wawancara bersama Kepala Internal Lembaga Bantuan Hukum Palembang bapak Tamsil, tanggal 24 April 2013. 25 Wawancara bersama Kepala Internal Lembaga Bantuan Hukum Palembang bapak Tamsil, tanggal 24 April 2013. 26 Wawancara bersama Kepala Internal Lembaga Bantuan Hukum Palembang bapak Tamsil, tanggal 24 April 2013.
melaksanakan kewajibannya untuk menangkap aspirasi atau tuntutan yang riel dari para pekerja/buruh.
DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Budiardjo, Miriam. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Politik. PT. Gramedia Pustaka Umum : Jakarta Djumadi. 2005. Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh di Indonesia. Rajawali Pers : Jakarta Fathoni, Abbdurrahmat., 2006, Organisasi dan Manajemen SDM, Rineka Cipta : Jakarta Fuady, Munir. 2002. Perbuatan Melawan Hukum. Citra Aditya Bakti : Bandung Hartono Widodo dan Judiatoro. 1992. Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. CV. Rajawali : Jakarta Husni, Lalu. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta Simanjuntak, Payaman J. Pancasila.Himpunan [HIPSMI] : Jakarta
2005. Pembina
MasalahHubungan Industrial SumberDayaManusia Indonesia
Sinungan, Muchdarsyah. 2000. Produktivitas: apa dan bagaimana. Bumi Aksara : Jakarta Soedarjadi. 2009. Hak dan Kewajiban Pekerja-Pengusaha. Pustaka Yustisia : Yogyakarta Soedjatmoko. 1984. Pembangunan dan Kebebasan. LP3ES : Jakarta Soejadi. 1999. Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia. PT. Grafindo : Yogyakarta Subekti. 1980. Pokok-pokok Hukum Perdata. PT. Intermasa : Bandung Cet.XV ............, 1992. Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional. Intermasa : Bandung Lubis, T. Mulya. 1982. Hak Asasi Manusia dan Kita. Sinar Harapan : Jakarta Priambada, Komang. 2008. Outsourcing versus Serikat Pekerja. Alihdaya Media Network : Jakarta Usmawadi, Et.al. 2005. Materi Pokok Pendidikan dan Latihan Kemahiran Hukum. Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Unsri : Palembang Wijayanti, Asri. 2010. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Sinar Grafika : Jakarta Yusyanti, Diana. 2004. Himpunan Karya Tulis Bidang Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI : Jakarta
ZaeniAsyhadie. 2007. (HukumKetenagakerjaanBidangHubunganKerja). GrafindoPersada : Jakarta
HukumKerja Raja
Zainal Asikin. 2002. Dasar - dasar Hukum Perburuhan. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta Zulkarnain Ibrahim. 1997. Masalah-masalah Perburuhan di Indonesia. Program Studi Hukum Unsri : Palembang PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Universal Declaration of Human Right (UDHR). Undang - Undang Dasar 1945. Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang - Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang JaminanSosialTenagakerja. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Terjemahan Soedharyo Soimin, S.H., Sinar Grafika, 2008. JURNAL DAN SUMBER LAIN Japan Labor Review. 2009. Corporate Governancee by Investors and the Role of Women. Japan Labor Review. 2009. Japan Employment Rate of Person with Disabilities and Outcome of Employment Quota System. International Union of Food and Allied Worker’s Associations Hamish Mc. Donald. Soeharto’s Indonesia. Fontana Collins. 1980 www. Sripo/UMK Palembang.com, diakses pada tanggal 21 Januari 2013. www. Wikipedia.com/BeritAnda.com, diakses pada tanggal 3 Maret 2013.