Isi Iklan Sebagai Dasar Untuk Mengajukan Gugatan Terhadap Pelaku Usaha Oleh: Sainah Anggun Kumala Sari, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan H. Amrullah Arpan, SH.,SU dan H. Albar Sentosa Subari, SH.,SU
Isi Iklan Sebagai Dasar Untuk Mengajukan Gugatan Terhadap Pelaku Usaha Oleh: Sainah Anggun Kumala Sari, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan H. Amrullah Arpan, SH.,SU dan H. Albar Sentosa Subari, SH.,SU
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tiada hari tanpa iklan, memang inilah kenyataan yang kita hadapi dewasa ini. Ketika terbangun dari tidur dini hari hingga ketempat tidur hingga larut malam, telinga, maupun mata kita pasti akan dihadapkan pada berbagai bentuk iklan dengan warna-warni dan kalimat-kalimat yang serba menjanjikan. Aneka ragam bentuk dan gaya iklan menawarkan berbagai kemudahan, kesenangan, kenikmatan dan gaya hidup mewah dengan janji didapatkan dalam sekejap, seakan-akan menjadi menu yang mau tidak mau, suka tidak suka harus dilahap mata dan telinga kita.1 Lebih lanjut, Liliweri mengemukakan bahwa perkembangan iklan dari masa ke masa telah merefleksikan dunia kehidupan manusia. Iklan surat kabar, majalah, radio, televisi dapat menunjukkan seberapa jauh relasi sosial, ekonomi, bisnis dari media dengan pemasang iklannya dan juga hubungan media dengan masyarakat. Iklan ini sekaligus memberikan gambaran tentang hasil kebudayaan serta peradaban umat manusia yaitu budaya ekonomi, pemasaran, konsumsi, maupun persaingan dan sebagainya. Apalagi pemasang iklan berusaha mengikuti perubahan dan perkembangan teknologi suatu media. Penggunaan media yang biasanya dipilih para pemasang iklan itu biasanya dipertimbangkan media mana yang memiliki kemampuan menyampaikan informasi kepada khalayak secepat-cepatnya dengan harga yang semurah-murahnya dengan teknik dan daya penampilan iklan yang berkualitas tinggi.2 Periklanan adalah suatu alat penting yang digunakan oleh badan usaha untuk melancarkan komunikasi persuasif terhadap pembeli dan masyarakat yang menjadi sasaran. Komunikasi persuasif terhadap iklan itu sendiri bersifat tidak langsung. Susanto mengemukakan bahwa iklan adalah setiap penyampaian 1
Haryo S Martodirdjo, Dampak Periklanan Terhadap Kehidupan Masyarakat, Jakarta: CV.Bupara Nugraha, 1997., hlm 2 2 Ibid hlm 6
informasi tentang barang ataupun gagasan yang menggunakan media nonpersonal yang dibayar3. Pengertian seperti ini menerangkan bahwa kegiatan periklanan mengandung unsur penyewaan ruang atau waktu dari suatu media massa karena ruang dan waktu memang dipergunakan oleh periklanan untuk menyebarkan informasi itu pada umumnya harus dibeli. Penyebaran informasi melalui media itulah yang membawa sifat iklan yang non personal atau tidak bertatap muka yakni dalam suatu iklan melibatkan media massa ( TV, radio, majalah, koran) yang dapat mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok individu pada saat bersamaan. Sehingga dapat disimpilkan bahwa sifat non personal dari iklan tersebut berarti pada umumnya tersedia kesempatan untuk mendapatkan umpan balik yang segara dari penerima pesan (kecuali dalam hal direct response advertising). Sebelum pesan iklan dikirimkan, pemasangan iklan harus betul-betul mempertimbangkan bagaimana audiensi akan menginterpretasikan dan memberikan respons terhadap pesan iklan yang dimaksudkan.4 Untuk mengiklankan suatu produk, kini bisa dilakukan hampir segala cara, lewat media cetak (surat kabar, majalah, tabloid, selebaran) maupun media elektronik (televisi nasional maupun swasta, radio, film layar lebar, atau dengan cara paling canggih dewasa ini yakni lewat tele-shopping yang menungkinkan terjadi transaksi jarak jauh dengan terlebih dahulu dilakukan penayangan iklan produk tertentu). 5 Sehingga untuk memasarkan produknya perusahaan akan melakukan berbagai macam cara dan salah satunya adalah lewat jalur promosi dan Promosi merupakan bagian dari suatu aktivitas pemasaran yang sebenarnya bertujuan untuk mengkomunikasikan mengenai keunggulan produk sehingga menarik minat konsumen untuk membeli sehingga lewat jalur promosi inilah perusahaan dituntut untuk kreatif sehingga produk yang dijual memiliki merek (Brand) yang kuat dibenak konsumen. Ada banyak sekali cara yang digunakan dalam promosi dan salah satunya adalah periklanan karena iklan adalah bagian dari promosi.6 Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga menimbulkan berbagai dampak termasuk keadaaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat 3
Susanto S Astrid, Komunikasi dalam Teori dan Praktek, Bandung: Binacipta, 1977.,
hlm 18 4
Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jakarta:Kencana, 2010., hlm
18 5
Haryo S Martodirdjo, Dampak Periklanan Terhadap Kehidupan Masyarakat, Jakarta: CV.Bupara Nugraha, 1997., hlm 2 6
Kasali,Rhenald, Manajemn Periklanan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1992., hlm 10
negatif bahkan tidak terpuji yang berawal dari itikad baik.Para produsen mempunyai peran melakukan aktivitas produksi. Produksi dimaknai sebagai upaya menghasilkan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap berbagai sumber daya yang ada di lingkup alam sekitarnya 7. Kita dapat pula mengartikan produksi sebagai proses untuk menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada. Dalam hal kualitas produk, para produsen harus dapat menjamin bahwa mutu yang dijanjikan dalam informasi atau iklan tentang produk itu memang sesuai dengan kenyataan. Produk yang sudah tidak layak dan bahkan mungkin membahayakan keselamatan, misalnya makanan, minuman, serta obat yang telah kedaluwarsa tidak boleh dijual kepada konsumen. Begitupun bahan-bahan baku yang digunakan haruslah dipilih dari materi yang tidak menimbulkan bahaya. Jika tidak mungkin akan menimpulkan suatu bahaya sehingga upaya untuk memperkecil ataupun meniadakan harus diupayakan sebisa mungkin. Dampak buruk yang lazimnya terjadi, yakini menyangkut suatu kualitas atau mutu barang, suatu informasi yang tidak jelas bahkan yang dapat dikatakan menyesatkan, pemalsuan dan sebagainya. 8 Sehingga tidak dapat disangka lagi bahwa produk (baik barang maupun jasa) dapat juga mengandung dampak negatif sebagaimana yang disebutkan di atas, baik karena perilaku produsen maupun sebagai akibat dari perilaku konsumen itu sendiri, misalnya karena perilaku dari produsen ataupun karena ketidaktahuan dari konsumen. Karena itu persoalan perlindungan konsumen bukan hanya pada pencarian siapa yang bersalah dan apa hukumannya jika terjadi hal demikian, melainkan juga menyangkut hal pendidikan terhadap konsumen dan penyadaran kepada semua pihak tentang perlunya keselamatan dan keamanan di dalam berkonsumsi, seperti cacat, terkena penyakit, ataupun bahkan meninggal atau dari kerugian yang menimpa harta bendanya9. Dalam rangka untuk melindungi terhadap konsumen, pengawasan kualitas mutu produk yang diiklankan di media televisi baik oleh produsen atau pelaku usaha, pihak stasiun televisi ataupun pemerintah harus dilakukan secara seksama. Oleh karena itu kita harus mengetahui iklan yang baik menurut teori AIDCA yakni Menurut Kasali Terdapat beberapa pendapat mengenai iklan yang 7
Agustrijanto, Seni Mengasah Kreatifitas dan Memahami Bahasa Iklan, Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2001., hlm 2 8 Sri Redjeki Hartono, makalah�Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen� dalam buku Hukum Perlindungan Konsumen, ibid., hlm 6 9 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.2006.hlm 5
bagus. Iklan yang bagus paling tidakmemenuhikriteriarumus yang disebut AIDCA. AIDCA itumerupakansingkatandarirumusanelemen-elemen10: 1. Attention (perhatian) 2. Interest (minat) 3. Desire (kebutuhan) 4. Conviction (keinginan) 5. Action (tindakan) Berdasarkan teori di atas maka berdasarkan pengamatan penulis pada tanggal 05 Maret 2013 pada iklan acara Go Spot Jam 06.30 Wib dengan kategori Acara gosip pada siaran TV Nasional RCTI didapatkan iklan kosmetik yang yang ditayangkan di TV yakni Pon’s Clear Solusion Anti Bakteri Facial Scrub, di dalam iklan tersebut mengatakan bahwa “ Pon’s Clear Solusion Anti Bakteri Facial Scrub 99% menghilangkan bakteri penyebab jerawat seketika, ga ada lagi jerawat, bye-bye jerawat dengan Clear Solusion Anti Bakteri Facial Scrub”. Dalam Isi iklan Ini terkesan berlebihan karena menggunakan kata “seketika”, namun dengan itulah salah satu cara untuk mempengaruhi dan membujuk para konsumen untuk membeli dan memakai produk yang diiklankan tersebut. Sehingga para konsumen lebih dituntut untuk lebih pintar dalam menggunakan produk iklan. Selain itu juga memberikan edukasi pada pengguna kosmetik untuk berhati-hati memilih kosmetik. Iklan yang baik adalah iklan yang dapat diterima oleh masyarakat, sesuai dengan nilai budaya masyarakat. Kode Etik dalam Periklanan dan Undangundang tentang perlindungan konsumen merupakan kesepakatan yang memcerminkan kepentingan seluruh masyarakat. Kode etik periklanan antara lain menyatakan : “Apabila diminta oleh konsumen, maka naik Perusahaan Periklanan, Pengiklan, maupun media harus bersedia untuk memberikan penjelasan mengenai suatu iklan tertentu”. Kode etik tersebut tampak bahwa suatu konsumen berada pada posisi yang terhormat dan memiliki hak untuk bertanya atau mempertanyakan sesuatu, baik media, produsen ataupun biro ikla dan pihak ditanya wajib memberikan jawaban.11
10
Kasali, Rhenald. “Manajemen Periklanan”. Jakarta:Pustaka Grafiti. 1995., hlm:
83:86 11
Kasali,Rhenald, Manajemn Periklanan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1992, hlm 35
Hal-hal penting dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang menyatakan bahwa Perusahaan iklan dilarang memuat iklan : a. yang berakibat merendahkan suatu martabat agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama dan bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat; b. minuman keras, psikotropika, narkotika dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok. Oleh karena itu, dengan adanya hal tersebut maka para pihak produsen yang melakukan periklanan memberikan perhatian lebih kepada konsumen. Dalam hal ini para pihak periklanan haruslah jujur. Dalam pasal 8 ayat (1) huruf (f) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam, label, etiket, iklan, keterangan dan promosi penjualan barang dan/jasa tersebut.12 Atas dasar itu timbullah keinginan untuk meneliti dan mengkaji secara mendalam serta membahas dalam tulisan skripsi yang berjudul ISI IKLAN SEBAGAI DASAR UNTUK MENGAJUKAN GUGATAN TERHADAP PELAKU USAHA.
2. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas,yang menjadi permasalahan pada penulisan skripsi ini adalah 1. Apakah Pelaku Usaha dapat digugat atau mempertanggungjawabkan apabila konsumen dirugikan akibat dari pemakaian benda yang tidak sesuai dengan isi iklan di media? 2. Apakah Pelaku Usaha yang demikian telah melakukan wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum bilamana isi iklan tersebut tidak sesuai dengan yang diiklankan? 3. Kerangka Teori 1. Pengertian Iklan
12
Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
sarana yang sering dilakukan oleh suatu perusahaan. 13 Perusahaan itu akan membeli ruang, jam tayang ataupun korang/majalah. Tentu biaya yang digunakan sangat tergantung dari jam berapa ditayangkan, di halaman berapa ditempatkan, durasi, luas/jumlah kata, serta adanya suatu warna atau tidak. Iklan jelas membutuhkan biaya yang besar. Tidak saja dari penayangan dan pemuatannya saja, tetapi juga proses pembuatannya 2. Jenis Iklan Secara teoritis iklan terdiri atas dua jenis iklan yakni iklan layanan masyarakat dan iklan standar. Yang dimaksud dengan Iklan standar adalah iklan yang dapat ditata secara khusus untuk keperluan memperkenalkan suatu barang maupun jasa pelayanan untuk konsumen melalui sebuah media dan Iklan layanan Masyarakat yaitu suatu jenis iklan yang bersifat nonprofit, jadi iklan layanan masyarakat ini tidak mencari keuntungan akibat pemasangan suatu iklan kepada masyarakat. 3. Tujuan iklan Tujuan langsung periklanan yakni :14 a. Menarik perhatian masyarakat untuk membeli barang barang dan/atau jasa yang dijual ( Capture attention ) b. Mempertahankan perhatian yang telah ada (=hold attention ) c. Menggunakan atau memakai perhatian yang telah ada untuk menggerakkan calon konsumen agar bertindak (make useful lasting impressions)
B. PEMBAHASAN 1. Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Kepada Konsumen Terhadap Isi Iklan Yang Tidak Benar Pemasaran sangat besar peranannya dalam meningkatkan penjualan produk barang dan jasa. Apalagi dalam era perdagangan bebas, kita dituntut untuk memproduksi barang dan jasa yang kompetitif terutama di pasaran nasional. Itu berarti para pengusaha ataupun produsen sangat dituntut agar lebih 13
Nurudin., Ibid., hlm 23 Phil Astrid S.Susanto, Komunikasi dalam teori dan praktek, jilid I, Bandung: PT Rindang Mukti, 1974, hlm 23 14
bersikap kreatif dalam meningkatkan penjualan produknya baik barang maupun jasa. Dalam mewujudkan produk yang kompetitif di pasaran tersebut, peranan periklanan akan semakin besar. Menurut Yusuf Sofie, Produk yang dihasilkan perusahaan periklanan berupa iklan, diharapkan mampu memberikan kepuasaan bagi pengusaha pengiklan (produsen, distributor, supplier, retailer), sekaligus juga bagi para konsumen (akhir) suatu produk barang/jasa yang diiklankan.15 Beberapa hal penting yang berkaitan dengan tata krama periklanan di turunkan di bawah asas-asas periklanan sebagai berikut: 16 a. Iklan harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku; b. Iklan tidak boleh menyinggung perasaaan dan/atau merendahkan martabat agama, tata susila, adat, budaya, suku, dan golongan; c. Iklan harus dijiwai oleh persaingan yang sehat. Perusahaan iklan maupun produsen/ pengiklan harus bertanggungjawab dengan apa yang diiklankan. Menurut M. Erwin dan Amrullah Arpan Mengutip pendapat Emmanuel Leunas ( 1906-1995) dengan ungkapan “ Respondeo Ergo Sum� (aku bertanggung jawab) yang artinya aku ada dengan adanya tanggung jawab. Dengan demikian, orang bertanggung jawab yaitu kewajiban untuk memikul akibat dari perbuatan hukumnya.17 Seperti yang dikemukan Oermar Seno Adji yang dikutip oleh Yusuf Sofie, dalam kata : “tanggung jawab� terkandung dua aspek, yaitu aspek etik dan aspek hukum.18 Orang bertanggung jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya. Jadi tanggung jawab dapat diartikan sebagai metode atau prosedur agar seseorang/badan hukum tidak dapat mengelak diri dari akibat perilaku/perbuatannya. Dalam pengertian hukum, tanggung jawab menimbulkan konsekuensi pemberian kompensasi/ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan akibat perilaku tertentu. Khususnya untuk pelaku usaha periklanan, Pasal 17 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, menetapkan larangan sebagai berikut (1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang : 15
Yusuf Sofie, Perlindungan Konsumen dan instrumen-instrumen hukumnya, Yogyakarta: PT. Citra Aditya Bakti., 2003., hlm141 16 Ibid., hlm 250 17 M. Erwin dan Amrullah Arpan. Filsafat Hukum, Renungan untuk Mencerahkan Kehidupan manusia di bawah Sinar Keadilan. Palembang: Balai Peneribitan Unsri. 2007., hlm 184 18 Yusuf Sofie., opcit.,hlm 153
a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa, serta ketetapan waktu penerimaan barang dan/atau jasa; b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa; c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa; d. tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang dan/atau jasa; e. mengeskploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa yangberwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
seizin
f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan; (2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1). Tanggung jawab pelaku usaha sebagaimana yang diatur dalam pasalpasal di atas adalah tanggung jawab sehubungan dengan adanya hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumennya dan tanggung jawab berdasarkan hubungan hukum yang lahir kemudian. Dengan kata lain, tanggung jawab yang dimaksud di sini adalah tanggung jawab keperdataan, baik yang bersifat kontraktual maupun di luar hubungan kontraktual. Dalam hukum, setiap suatu tuntutan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan seseorang harus (wajib) bertanggung jawab. Dasar pertanggungjawaban itu menurut hukum perdata adalah kesalahan dan risiko yang ada dalam setaip peristiwa hukum yang jauh berbeda di dalam pemenuhan tanggung jawab yang secara teoritis pertanggungjawaban itu terkait dengan hubungan hukum yang timbul antara pihak yang menuntut pertanggungjawaban dengan pihak yang dituntut untuk bertanggung jawab. Dalam hal ini adanya suatu komponen dalam periklanan yaitu harus adanya pengiklan, pengusaha periklanan dan media periklanan yang masing-masing mempunyai suatu komposisi terhadap tanggungjawab yang diberikan ketika menyiarkan suatu pesan-pesan iklan, antara lain : a. Pengiklan yakni bertanggungjawab atas benarnya suatu informasi terhadap produk yang akan diberikan kepada pihak perusahaan iklan, termasuk juga memberikan suatu arahan; batasan; dan saran
atas iklan tersebut sehingga tidak terjadi pesan atau janji yang berlebihan terhadap produk tersebut; b. Perusahaan periklanan yakni bertanggungjawab ketepatan unsur persuasif yang dimasukkan kedalam pesan iklan, melalui adanya suatu pemilihan suatu informasi yang diberikan pengiklan dengan menggali suatu kreativitas; c. Media periklanan yakni bertanggungjawab kesepadanan antara pesan-pesan iklan yang disiarkan dengan nilai-nilai sosial budaya yang ditujukan kepada masyarakat. Bila dilihat dari pertanggung jawaban dari ketiga komponen suatu pemasaran, maka pertanggungjawaban tersebut dilihat dari bobot keterlibatannya. Pengilan bertanggungjawab terhadap produk, barang dan/atau jasa yang ditawarkan sehingga pertanggungjawabannya itu berbentuk produk liability dan profesional liability. Jika dilihat dari perusahaan periklanan yang hanya membantu membuat suatu iklan sehingga pertanggungjawabannya hanya berbentuk profesional liability. Begitu pula jika lihat dari media periklanan yang hanya sebagai penyedia jasa untuk menayangkan iklan tersebut,sehingga tanggungjawaban media periklanan tersebut berbentuk tanggungjawab profesional liability. Tanggung jawab pelaku usaha sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen Pasal 20 yang menyatakan bahwa “ Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diklankan tersebut�. Bertanggung jawab disini maksudnya adalah bertanggung jawab atas isi iklan. Isis iklan ini haruslah atas dasar apa yang diminta oleh pemasang iklan. Dengan kata lain, tidak ada kewajiban bagi perusahaan yang mengiklankan untuk menilai kualitas produk. Jadi pelaku usaha periklanan itu harus bertanggung jawab atas kebenaran isi dari iklan tersebut mengenai suatu produk yang dipromosikan untuk kepada konsumen. Perusahaan iklan juga harus bertanggung jawab terhadap iklan yang telah menjadi hasil dari kreatifiatsnya itu dan media periklanan juga bertanggung atas penayangannya ke media. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik suatu analisi bahwa dalam hal ini yang bertanggungjawab atas isi iklan yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya merupakan satu tanggung jawab semua pihak yang terlibat.
2. Dasar Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Atas Iklan Yang Tidak Benar (Kemungkinan Penerapan Ketentuan Wanprestasi/ Perbuatan Melanggar Hukum) Penjual atau pengecer yang berhubungan langsung dengan pembeli adalah salah salah satu bagian dari produsen/ pelaku usaha sebab selain penjual masih ada lagi pihak-pihak yang dapat digolongkan sebagai pelaku usaha, yaitu pengusaha pabrik (pembuat), agen dan distributor-dostributornya. Sebaliknya, produk yang dibeli oleh seseorang tidak hanya semata-mata dipakai/dikonsumsi oleh pembeli itu sendiri, tetapi ada kemungkinan dipakai/dikonsumsi juga oleh orang lain yang bukan pembeli, misalnya oleh sanak saudaranya atau orang lain yang bukan pembeli. Mereka ini adalah orang-orang yang tidak ada hubungan dengan perjanjian jual beli tersebut dan tidak ada keterikatan ( hukum) dengan produsen penjual. Dalam hal ini pelaku usaha mempunyai suatu tanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan ataupun yang diperdagangkan. Biasanya tanggung jawab itu akan timbul apabila adanya suatu kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat produk yang cacat, adanya kekurang hati-hatian dalam memproduksi suatu produk, tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, sehingga menimbulkan suatu kesalahan yang dibuat oleh pelaku usaha itu sendiri. Dengan kata lain, pelaku usaha melakukan kesalahan ingkar janji ataupun melakukan perbuatan melawan hukum. Gambaran di atas menunjukkan bahwa dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen, khususnya mengenai tanggung jawab pelaku usaha masih banyak pihak terkait yang berada diluar hubungan perjanjian (kontrak) jual beli, bahkan sama sekali tidak terkait secara hukum, sedangkan yang diuraikan berkaitan dengan kewajiban penjual di atas merupakan salah satu bentuk pertaggungjawaban pelaku usaha (penjual) berdasarkan penanggungan/penjamin terhadap cacat tersembunyi ( sales warranty against laten defects) yang didasarkan pada hubungan kontraktual.19 Jika ditemukan adanya suatu hubungan kontraktual antara produsen dan konsumen, maka langkah berikutnya adalah mencari suatu bagian-bagian dari kontrak/perjanjian yang mungkin tidak dipenuhi sehingga menimbulkan suatu kerugian pada konsumen. Sedangkan, jika ternyata dalam hal ini tidak ada hubungan kontraktual antara produsen dan konsumen, harus dicari saluran lain,
19
ibid
yaitu dengan mengonstruksikan fakta-fakta pada peristiwa itu ke dalam suatu aturan hukum mengenai perbuatan melawan hukum.20 Kedua kontruksi ini (Wanprestasi dan Perbuatan Melanggar Hukum) akan diulas sebagai berikut: a. Perbuatan yang Merugikan Konsumen Sebagai Wanprestasi Dalam hal ini Mencari dan menemukan ada tidaknya suatu hubungan kontraktual anatara produsen dan konsumen kadang-kadang tidak mudah untuk dilakukan. Jika dalam hal ini ternyata adanya suatu kontrak/perjanjian, naik itu dalam bentuk suatu yang sederhana sekalipun antara produsen dan konsumen, dengan mudah dapat disimpulkan bahwa mereka terikat secara kontraktual. Namun, jika dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Maka langkah berikutnya adalah mencari dan mengumpulkan suatu fakta-fakta sekitar terjadinya peristiwa yang menimbulkan suatu kerugian itu lsu merekontruksikannya menjadi sebuah perjanjian atau kontrak.21 Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestadi merupakan akibat tidak dipenuhinya suatu kewajiban utama atau kewajiban tambahan yang berupa kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban atas prestasi utama atas kewajiban jaminan/garansi dalam perjanjian. Bentuk-bentuk wanprestasi ini dapat berupa 22 a) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali; b) Debitur terlambat dalam memenuhi prestasi; c) Debitur berprestasi tidak sebagai mestinya.
b. Perbuatan yang Merugikan Konsumen Sebagai Melanggar Hukum Dalam kaitanya dengan perlindungan konsumen, khususnya dalam hal ini menentukan suatu tanggung jawab produsen kepada konsumen yang menderita suatu kerugian karena produk cacat, maka konsumen sebagai penggugat harus dapat membuktikan adanya suatu perbuatan melanggar hukum baik itu berupa pelanggaran terhadap hakhak konsumen, atau produsen telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, melanggar kesusilaan, ataupun telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kepatutan dalam pergaulan hidup masyarakat dalam menjalankan suatu 20
Sidabalok, Janus., ibid., hlm 112 Ibid., hlm 112 22 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo. 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada., hlm 128 21
usahanya. Khususnya kepatutan hidup masyarakat dalam menjalankan usahanya, khususnya kepatutan dalam hal berproduksi dalam mengedarkan produknya. 23 Di dalam Kitap Undang- undang Hukum Perdata, ketentuan mengenai Perbuatan Melanggar Hukum ini dari pasal 1365-1380 KUHPerdata. Dalam suatu iklan banyak suatu ditemukan adanya jaminan/janji yang menyatakan bahwa konsumen akan mendapatkan kemanfaatan/kegunaan tertentu lebih dari produk yang lainnya Misalnya, iklan kecantikan, seperti sejenis cream pemutih kulit, yang menyatakan bahwa tampak putih berseri dalam enam minggu. Iklan yang berbunyi seperti ini mengandung janji atau jaminan bahwa kalau produk tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan dan dengan cara/petunjuk yang tersedia, akan diperoleh hasil seperti yang disebutkan dalam iklan tersebut.24 Berkaitan dengan ini hendaknya produsen berhati-hati dalam memberikan suatu janji atau jaminan. Pemberian janji atau jaminan melalui iklan juga perlu diperhatikan jangan sampai mendiskreditkan produk yang sejenis. Misalnya mengemukakan kekurangan dari produk lainnya yang sebaliknya menjadi keunggulan/kelebihan dari produk yang diiklankan. Janji seperti ini segi hukumnya mengikat sehingga harus dipenuhi. Manakala produsen tidak dapat memenuhi janjinya, dengan kata iklannya tidak sesuai dengan kenyataannya, berarti produsen telah bertindak wanprestasi (ingkar janji). Jika ternyata janji/jaminan itu hanyalah janji kosong, tidak benar, produsen dapat dituntut ganti rugi. Pasal 9 ayat (1) huruf b Undang-undang Perlindungan Konsumen mengatakan bahwa:“Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti�. Penulis berkesimpulan sebagai suatu Perbuatan Melanggar Hukum karna Undang-undang, Perlindungan Konsumen melarang. Jika larangan itu dilanggar berarti melanggar Undang-undang ( hukum ).Hak untuk mendapatkan informasi yang benar adalah salah satu hak konsumen yang paling mendasar. Melalui informasi yang benar dan lengkap inilah konsumen kemudian menentukan/memilih produk untuk memenuhi kebutuhnanya. Karena itu, memberi informasi yang salah, menyesatkan, dan
23
Sidabalok, Janus., Op.ciy., hlm 114 Ibid., hlm 249
24
tidak jujur melalui iklan adalah melanggar hak konsumen. Melanggar hak konsumen lain berarti pula melakukan perbuatan melawan hukum. Jika menggunakan alasan wanprestasi , maka harus dibuktikan adanya kesepakatan ( kesesuaian antara penawaran dan penerimaan ) kepada pihak- pihak tertentu. Pihak produsen atau penjual yang menawarkan barang harus mengetahui siapa pembelinya dan harus mengetahui pembeli itu cakap. Hal ini sulit untuk dibuktikan/ dipenuhi karna produsen menawarkan pada siapa saja dan konsumen tidak harus sebagai orang yang dewasa. Karena itu, menurut penulis dengan menggunakan Perbuatan Melanggar Hukum, alasan lain Undang-undang Perlindungan Konsumen adalah Undang-Undang Khusus, sementara KUH Perdata ini Undang-undang umum. Apapun menjadi objeknya tidak menjadi masalah. Berkaitan dengan ini, adanya asas Lex Specialis de Rogan Legge Generale25 C. PENUTUP 1. Kesimpulan 1. Pelaku usaha yang menghasilkan suatu barang yang digunakan oleh konsumen haruslah merupakan barang-barang yang tidak merugikannya, jika terjadi kerugian akibat dari penggunaan barang tersebut, maka pelaku usaha harus bertanggungjawab. Pelaku Usaha disini ialah Pengiklan, Perusahaan Periklanan dan Media Iklan. Hal ini Sesuai dengan Ketentuan Pasal 20 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 2. Pelaku Usaha dalam hal ini telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata karena dalam hal ini uraian tentang suatu kejadian mengenai isi iklan yang tidak sesuai dengan senyatanya ini merupakan suatu penjelasan duduknya suatu perkara, hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis daripada tuntutan. Di sini konsumen sebagai penggugat menguraikan dengan jelas mengenai hubungan hukum antara produsen dan konsumen. Hubungan hukum ini dapat berupa hubungan yang timbul karena adanya suatu perjanjian( kontrak) atau dapat pula berupa hubungan hukum yang timbul karena terjadinya peristiwa melanggar hukum. Jadi, dalam hal mengenai isi iklan yang tidak sesuai dengan apa yang diiklankan tersebut merupakan peristiwa yang tanpa suatu perjanjian (kontrak) kepada 25
AsasLex Specialis de Rogan Legge Generale adalah Hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum. Atau segala undang-undang ataupun peraturan yang khusus mengabaikan atau mengesampingkan undang-undang yang umum
pelaku usaha. Sehingga peristiwa ini dapat diajukan sebagai dasar hak konsumen untuk mengajukan dengan perbuatan melawan hukum. 2. Saran 1. Dalam hal ini, hendaknya produsen berhati-hati dalam memberikan suatu janji atau jaminan terhadap produk yang diiklan itu, jangan sampai terjadinya kerugian yang diakibatkan oleh produk yang membahayakan bagi konsumen. Karena dalam memberikan suatu informasi kepada konsumen sudah diatur dalam ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7 huruf (b) 2. Konsumen sebagai pengguna produk dituntut untuk lebih pintar dalam menggunakan atau mengkonsumsi produk yang diiklan itu. Jangan sampai terbujuk terhadap iklan dimedia yang belum jelas kebenarannya itu.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku: Alo Liliweri, 1992, Dasar-dasar Komunikasi Periklanan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Agustrijanto, 2001, Seni Mengasah Kreatifitas dan Memahami Bahasa Iklan,Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya. Ahmadmiru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada, Haryo S Martodirdjo, 1997, Dampak Periklanan Terhadap Kehidupan Masyarakat, Jakarta: CV.Bupara Nugraha, 1997 M. Erwin dan Amrullah Arpan. 2007, Filsafat Hukum, Renungan untuk MencerahkanKehidupan manusia di bawah Sinar Keadilan. Palembang: Balai Penerbitan Unsri Morissan, 2010, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu, Kencana, Jakarta. Phil Astrid S.Susanto, 1999, Komunikasi dalam teori dan praktek, jilid I, Bandung: PT.Rindang Mukti. Rhenald Kasali, 1992,Manajemen Periklanan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti Sidabalok, Janus, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti Sri Redjeki Hartono, 1997, makalah�Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen� dalam buku Hukum Perlindungan Konsumen.
Yusuf Sofie, 2003, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undnag-undang Perlindungan konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukum, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti B. Perundang-Undangan: Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers