Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Melalui Transaksi Elektronik (E-Commerce) Oleh: Widya Septianingsih, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan H. Amrullah Arpan, SH.,SU dan Hj. Yunial Laili Mutiari, SH.,M.Hum
Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Melalui Transaksi Elektronik (E-Commerce) Oleh: Widya Septianingsih, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan H. Amrullah Arpan, SH.,SU dan Hj. Yunial Laili Mutiari, SH.,M.Hum
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini tidak dapat lagi dipisahkan dalam praktek kehidupan sehari-hari, pengaruhnya menyentuh setiap sisi kehidupan internal dan eksternal baik terhadap kehidupan pribadi perseorangan maupun kehidupan bernegara sekalipun. Perkembangan teknologi sekarang ini sudah berperan penting dalam pengambilan keputusan dan menyentuh semua aspek kehidupan tanpa kecuali, termasuk bidang politik terlebih bidang ekonomi. Secara etimologis, kata� teknologi� berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu “techniqos� (yang bearti keterampilan atau kesenian dan logos (yang bearti ilmu atau asas-asas utama).1 Menurut Didik J. Rachbini, teknologi informasi dan media elektronikasi dinilai sebagai pelopor yang akan mengintegrasikan seluruh sistem dunia baik dalam aspek social, budaya, ekonomi, dan keuangan.2 Dewasa ini sangat banyak sekali para pelaku usaha yang memanfaatkan teknologi internet sebagai media untuk menawarkan atau mempromosikan produk atau barang dagangannya baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Dengan meningkatnya pengunaan internet, khususnya di indonesia maka secara tidak langsung berdampak besar bagi perkembangan dunia bisnis. Dalam bidang perdagangan, internet mulai banyak dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Aktivitas atau transaksi perdagangan melalui media internet ini dikenal dengan istilah e-Commerce (Elektronik Commerce). Kebaikan dan kemudahan praktis media elektronik yang demikian tentu nya lebih banyak memberikan nilai lebih bila dibandingkan dengan cara biasa. Maka
1
Periksa Indonesia, Undang-undang tentang Informasi dan transaksi eletronik, UU No.11 tahun 2008, LN Tahun 2008 Nomor 58, TLN Nomor 4843 ( selanjutnya disebut UU ITE) 2 Didik J.Rachbini dalam Didik Didik M. Arif Mansyur dan Elisatiris Gultom, Cyber law: Aspek Hukum Teknologi Iformasi, cet-2, Bandung : PT.Refika Aditama, hlm.1
dari itu, hingga saat ini sangat banyak sekali situs-situs internet yang dipergunakan sebagai media melakukan bisnis. Dalam melakukan transaksi bisnis melalui media internet ada pula hal yang sangat penting yang harus dan wajib diketahui yaitu syarat sahnya suatu perjanjian, karena dalam melakukan transaksi perdagangan para pelaku perdagangan mesti memenuhi syarat sahnya perjanjian tersebut dimana hal itu dilakukan agar suatu perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, adapun syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam pasal 1320 BW, yaitu sebagai berikut : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Kata “Sepakat� tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan (Dwaling) mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri para pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat, terutama mengikat diri orang tersebut. Adanya paksaan (Dwang) dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 BW). Adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu musihat (Bedrog) (Pasal 1328 BW). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat�berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat dimintakan pembatalan(Vernietigbaar). 2. Cakap untuk membuat perikatan Para pihak mampu atau cakap (Bekwaam) membuat suatu perjanjian. Kata mampu dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undnag dilarang membuat suatu perjanjian. Pasal 1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan : a. Orang-orang yang belum dewasa b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Namun berdasarkan Fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempun tidak lagi digolongkan sebagai yang tdak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap adalah batal demi hukum (Nietigbaar) (Pasal 1446 BW). 3. Suatu hal tertentu
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan, jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum (Nietigbaar). Pasal 1332 BW menentukan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi objek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi ojek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas. 4. Suatu sebab atau kausa yang halal. Sahnya kuasa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa kausa yang halal memiliki akibat batal demi hukum (Nietigbaar), kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif. Terdapatnya cacat kehendak (kekeliruan, paksaan, penipuan) atau tidak cakap (Onbekwaam) untuk membuat perikatan (Verbintenisen), mengenai subyek mengakibatkan perjanjian dapat dimintakan pembatalan (Vernietigbaar). Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai obyek tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum (Nietigbaar).3 Selain itu, Perdagangan melalui media internet memang memberikan keuntungan, kemudahan, dan kelebihan bagi para pihak, baik pengelola bisnis, konsumen maupun manajement, seperti tabel dibawah ini : Tabel Keuntungan e-commerce ( transaksi elektronik).4 Bagi Pengelola Bisnis
Bagi Konsumen Bagi Manajemen
Keuntungan Perusahaan dapat menjangkau pelanggan di seluruh dunia Efisiensi, tanpa kesalahan dan tepat waktu Harga lebih murah Belanja cukup pada satu tempat Peningkatan pendapatan dan loyalitas pelanggan.
Di samping itu, perdagangan melalui e-commerce atau transaksi elektronik, juga mempunyai kelebihan, yaitu :5 1. Otomatisasi, yaitu mengantikan proses manual; 3
Lista Kuspriatni, Aspek Hukum dan Ekonomi, Jakarta: PT Intermasa, 2008, hlm.1 http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=*kelebihan e-commerce*&source, diakses tanggal 23 Oktober 2012 5 Ibid. 4
2. Integrasi, yaitu menigkatkan efisiensi dan efektitas proses perdagangan 3. Publikasi, yaitu memberikan jasa promosi dan komunikasi atas produk dan jasa yang dipasarka; 4. Interaksi, yaitu dapat melakukan pertukaran data atau informasi antar pihak, dan dapat meminimalkan “human error�. 5. Transaksi, yaitu Kesepakatan antara dua pihak untuk melakukan transaksi yang dapat melibatkan institusi lain. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahn dalam skripsi ini adalah: 1. Kapan dianggap telah terjadi perjanjian jual beli melalui transaksi elektronik? 2. Apakah mungkin pembatalan perjanjian jual beli tersebut dapat dilakukan padahal sudah di sepakati melalui e-commerce ? 3. Kalau diperkenankan untuk dibatalkan, bagaimana tanggung jawab para pihak ? 3. Kerangka Teori Tujuan Penelitian 1. Untuk menjelaskan syarat sahnya perjanjian dalam KUHPERDATA dalam praktek kapan berlaku nya perjanjian jual beli melalui transaksi eletronik itu dianggap 2. Untuk mengetahui terjaminnya barang konsumen yang telah melakukan transaksi pembelian suatu barang melalui media elektronik 3. Memberikan gagasan kepada setiap konsumen dalam melakukan transaksi melalui media eloktronik Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis Hasil penelitian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi civitas akademika mengenai hukum perjanjian bisnis internasioanl, prsetujuan khusus, hukum perikatan, dan hukum kontrak. 2. Secara praktis Hasil penelitian dalam skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi praktisi mengenai hukum perjanjian bisnis internasional, hukum perikatan, hukum
kontrak dan hukum persetujuan khusus. Metode Penelitian 1. Pendekatan penelitianPembahasan Permasalahan dalam skripsi ini mempunyai tipe pendekatan Yuridis Normatif. 6 Pendekatan yuridis nomatif selain mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang dalam masyarakat, juga melihat hubugan suatu aturan dengan aturan lainnya secara hierarki 7, pendekatan ini pun dilakukan dengan cara menginterventarisasi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku-buku literatur yang berkaitan dengan penelitian. Hal ini penting untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang permasalahan penelitian. Dengan digunakan tipe penelitian yuridis normatif ini maka penulis akan mempelajari dan menelaah serta menganalisis keberlakuan asas-asas hukum, teori-teori, konsep-konsep, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya terkait dengan PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI MELALUI TARNSAKSI ELEKTRONIK ( ELECTRONIC COMMERCE)�. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data yang terdiri dari:8 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, bahan hukum tersebut terdiri dari literatur-literatur dan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan juga sumber hukum lainnya yang terkait. 2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mngenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil peelitian, hasil karya dari kalangan hukum yang berhubungan dengan permsalahan. 3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer atau sekunder yang 6
Prof.Dr.Zainuddin Ali, M.A., Metode Penelitian Hukum, Jakarta:Sinar Grafika, 2009,
hlm. 175 7
Hierarki adalah Penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahw peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081025015622AAvYTR5 diakses tanggal 25 oktober 2012 8 Prof. Dr .Zainuddin Ali, M.A., Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 175-176
berhubungan dengan permsalahan berupa kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia, ensiklopedia, dan media cyber( Internet ).9 B. PEMBAHASAN 1. Saat Terjadinya Perjanjian Jual Beli Melalui Instrument E-Commerce Jual beli sebagai sebuah transaksi yang menimbulkan akibat hukum telah mendapatkan porsi tersendiri dalam hukum positif Indonesia. Jual beli dimaksud diatur melalui KUHPerdata khususnya dalam buku ke III, antara lain sebagaimana pasal 1457 KUHPerdata menyatakan bahwa, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan . 10 Dari ketentuan pasal tersebut diketahui bahwasanya jual beli merupakan kesepakatan antara dua pihak yang mengikatkan dirinya untuk sepakat melakukan transaksi pertukaran barang dan uang. Unsur-unsur pokok perjanjian jual beli adalah barang dan harga , sesuai dengan asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian KUHPerdata, perjanjian jual beli itu sudah ditafsirkan sejak pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga . Begitu kedua belah pihak sudah setuju tentang barang dan harga maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. 11 Sifat Konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 KUHPerdata yaitu bahwa “ Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga , meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar” . Konsensualisme berasal dari kata “konsensus” yang bearti kesepakatan, dengan kesepakatan dimaksud bahwa diantara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak artinya apa yang dikehendaki oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain, kedua kehendak itu bertemu dalam “sepakat” tersebut . Tercapainya sepakat ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan perkataan-perkataan, misalnya “setuju”. “oke”dan lainlain sebagainya ataupun dengan bersama-sama menaruh tanda tangan dibawah pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda bukti bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera diatas tulisan itu.
9
Ibid, hlm.176 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet-27, Jakarta Pradnya Paramita, 1995. 11 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, Hlm. 2. 10
Sebagaimana diketahui, hukum perjanjian dari KUHPerdata menganut asas konsensualisme artinya ialah hukum perjanjian dari KUHPerdata itu menganut suatu asas bahwa melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan dengan demikian “perikatan� yang ditimbulkan karenanya sudah dilahirkan pada saat tercapainya konsensus sebagaimana dimaksudkan diatas . Pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat. 12 Jual beli dapat dilakukan dengan cara konvensional atau dengan melalui perjanjian tertulis, serta dapat melalui alat media elektronik seperti menggunakan bantuan internet yang dikenal dengan sebutan e-commerce. ECommerce sebagai suatu jenis transaksi jual beli modern yang menjanjikan kemudahan yang banyak diminati para pelaku bisnis. Sekalipun tidak PerUndang-undangan tertulis yang mengatur transaksi e-commerce akan tetapi Indonesia memiliki peraturan-peraturan yang dapat dijadikan acuan UU ITE No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, hukum kebiasaan yang mempuyai kekuatan sebagai suatu aturan hukum, hal ini diatur dalam pasal 1339 ayat 1 KUHPerdata. Lebih lanjut, isi perjanjian dibuat dan dilaksanakan oleh para pihak dengan itikad baik. Sehingga, dengan adanya para pihak yang mengikatkan diri dan telah tercapainya kata sepakat maka perjanjian e-commerce telah sesuai dengan apa yang diatur didalam KUHPerdata.
2. Analisis Tentang Kemungkinan Pembatalan Perjanjian Jual-Beli Melalui E-Commerce Kemungkinan Pembatalan perjanjian jual beli melalui e-commerce ini dilihat juga dari kesepakatan antara kedua pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Bila akan melakukan pembatalan dalam perjanjiannya, cukup dengan melalui email, telpon, atau berupa pesan ke website penjual untuk pemberitahuan pembatalannya, akan tetapi apabila uang sudah ditransfer tidak mungkin lagi dilakukan pembatalan. Hal ini disebabkan perjanjian telah terjadi serta pembayaran telah dilakukan, seperti yang diketahui secara normatif menurut hukum perubahan perjanjian kembali ke pihak yang melakukan perjanjian itu. Mereka dengan awalnya mempunyai kesepakatan ada yang mau melakukan pembelian dengan penyerahan uang dan sebaliknya ada yang menyerahkan barang. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Suatu kesepakatan selalu 12
Ibid, Hlm. 3.
diawali dengan adanya suatu penawaran oleh suatu pihak dan dilanjutkan dengan adanya tanggapan berupa penerimaan oleh pihak lain. Jika penawaran tersebut tidak ditanggapi atau direspon oleh pihak lain maka dengan demikian tidak akan ada kesepakatan. Karena itu diperlukan dua pihak untuk melahirkan suatu kesepakatan. Pada perjanjian jual beli secara langsung, kesepakatan dapat dengan mudah diketahui. Tetapi dalam transaksi melalui e-commerce, kesepakatan dalam perjanjian tersebut tidak diberikan secara langsung melainkan melalui media elektronik dalam hal ini internet. Dalam transaksi e-commerce, pihak yang memberikan penawaran adalah pihak penjual yang dalam hal ini menawarkan barang-barang dagangannya melalui website yang dirancang agar menarik untuk disinggahi. Semua pihak pengguna internet dapat dengan bebas masuk untuk melihat-lihat barang-barang tersebut atau untuk membeli barang yang mereka butuhkan serta minati. Jika pembeli tertarik untuk membeli suatu barang maka ia hanya perlu mengklik barang yang sesuai dengan keinginannya. Biasanya setelah pesanan tersebut sampai ditempat penjual maka penjual akan mengirim e-mail atau melalui telepon untuk mengkonfirmasi pesanan tersebut kepada konsumen. Proses terciptanya penawaran dan penerimaan tersebut menimbulkan keragu-raguan kapan terciptanya suatu kesepakatan. 3. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Hal Terjadinya Pembatalan Suatu perjanjian (termasuk perjanjian jual beli dengan istilah e-commerce) harapannya akan dapat terlaksana dengan baik hingga selesai. Selesainya perjanjian ini dibuktikan dengan diterima nya barang oleh pembeli dan diterimanya uang pembayaran oleh penjual. Namun demikian seperti diuraikan pada bab sebelumnya ada kemungkinan pihak pembeli atau penjual ingin mebatalkan. Sebagai suatu perjanjian bertimbal-bali, perjanjia jual beli dengan e-commerce hanya dapat dibatalkan atau diubah bila disepakati atau disetujui oleh para pihak. Kalau terjadi pembatalan yang sedemikian ini (disetujui pihak penjual dan pembeli) maka tidak dipermasalahkan tentang tanggung jawab. Lain halnya bila pihak penjual atau pembeli tidak setuju dengan pembatalan, sebagai contoh setelah penawaran diterima oleh pembeli, pihak penjual tahu harga barang tersebut mengalami kenaikan sehingga pihak penjual merasa dirugikan. Pada sisi lain pihak pembeli (karena membutuhkan barang tersebut merasa keberatan untuk tindakan pembatalan oleh penjual). Dalam keadaan yang sedemikian ini perjanjian harus dilaksanakan (pembayaran harus dilakukan melalui transfer dan barang harus diserahkan kepada pembeli). Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 bahwa perjanjian itu mengikat sebagai suatu
hubungan hukum maka pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut pemenuhan prestasi atas dasar perjanjian. Contoh kemungkinan lain yang kedua; setelah terjadi kesepakatan dalam transaksi e-commerce pembeli merasa tidak perlu akan objek jual beli (barang) tersebut atau karena pembeli mengetahui bahwa barang yang sama dijual oleh pihak lain dengan harga yang relatif lebih murah, sehingga pembeli ingin membatalkan. Dalam keadaan yang sedemikian ini penjual dapat menutut pihak pembeli untuk membayar harga yang telah disepakati. Tanggung jawab pembelilah untuk membayar harga transaksi tersebut. Tanggung jawab ini dapat dituntut atas dasar wanprestasi oleh pembeli. Dari uraian-uraian diatas tanggung jawab para pihak dalam hal terjadi pembatalan transaksi e-commerce akan muncul apabila salah satu pihak tidak menyetujui pembatalan tersebut, kalau tidak terjadi kesepakatan maka tidak boleh adanya pembatalan.
C. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Saat terjadinya Perjanjian Jual Beli melalui Instrument E-Commerce, adalah pada saat pembeli melakukan “klik� sebanyak 3 kali pada website atau situs yang mereka gunakan. Hal ini merupakan penjabaran dari ketentuan Pasal 20 ayat 1 UU ITE yang menyatakan sepanjang tidak ditentukan lain secara khusus, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim oleh pengirim telah diterima dan disetujui oleh penerima. 2. Pembatalan Perjanjian Jual Beli melalui E-Commerce, bila akan melakukan pembatalan perjanjian dalam hal ini cukup dengan melalui email, telepon, atau berupa pesan langsung ke website (situs) penjual untuk pemberitahuan pembatalannya. Akan tetapi, apabila uang pembayaran transaksi yang telah disetujui tersebut sudah ditransfer, tidak boleh lagi dilakukan pembatalan. Hal ini disebabkan perjanjian telah terjadi serta pembayaran telah dilakukan. Menurut Hukum suatu perjanjian jual beli telah terjadi sejak adanya kesepakatan. Pembayaran ataupun penyerahan barang merupakan pelaksanaan dari isi perjanjian jual beli. Oleh karena itu, seperti dikemukakan diatas bila telah dilakukan transfer uang yang pada hakekatnya merupakan pembayaran maka telah selesailah perjanjian jual beli dan kewajiban penjual dalam menyerahkan barang serta kewajiban pembeli untuk menerima penyerahan barang tersebut.
3. Tanggung Jawab para pihak dalam hal terjadinya pembatalan transaksi ecommerce akan muncul bila pembatalan itu tidak disetujui pihak lain (pihak penjual atas pembatalan yang dilakukan oleh pembeli atau pada pihak pembeli atas pembatalan oleh pihak penjual) kalau terajdi hal yang sedemikian ini perjanjian harus dilaksanakan atau dapat dituntut pemenuhan prestasinya melalui ketentuan hukum yang menyangkut wanprestasi. 2. Saran Untuk Perusahaan (penjual) yang akan menggunakan fasilitas media Internet seharusnya memberitahukan atau menginformasikan kepada para calon pembeli (pada saat melakukan penawaran melalui internet) agar mengetahui hal-hal sebagai berikut : a. Bagaimana mengoperasikan atau menggunakan website (situs) dalam melakukan transaksi tersebut b. Kapan dianggap telah terjadinya perjanjian tersebut atau kapan dianggap mulai mengikatnya perjanjian tersebut c. Kapan barang atau objek perjanjian tersebut harus dikirim d. Kapan dan bagaimana pembayaran harus dilakukan e. Kewajiban-kewajiban lain yang dibebankan kepada pembeli f. Hal-hal yang dianggap sebagai penyebab pembatalan perjanjian.
DAFTAR PUSTAKA A. Sumber Buku : Ali, Zainuddin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika: Jakarta. Baum, David, 2009, Mengenal E-Commerce, Elexmedia Komputindo: Jakarta. Chairandi, Ridwan, 2003, Itikad Baik dalam kebebasan berkontrak, Pasca sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia: Jakarta. Fuady, Munir, 2001, Hukum Perbankan Modern, PT. Citra Aditiya Bakti: Bandung. ________, 2005, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, PT. Citra Aditiya Bakti: Bandung. Halim, Abdul, Teguh Prasetyo, 2006, Bisnis E-Commerce, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Kuspriatni, Lista, 2008, Aspek Hukum Dan Ekonomo, PT. Intermassa: Jakarta. Meliala, A. Qirom, 1985, Pokok-pokok Hukum Perikatan Beserta Perkembangannya, Liberty: Yogyakarta. M. Arief Mansur Dikdik, Elisatris Gultom, 2009, Aspek Hukum Teknologi Informasi, PT. Refika Aditama: Bandung. Panjaitan, Saut P, 1998, Dasar-dasar Ilmu Hukum: Asas, Pengertian, dan Sistematika, Universitas Sriwijaya: Inderalaya. Purbo, W Onno, 2000, Teknologi Warung Internet, Elexmedia Komputindo: Jakarta. ________, 2009, Mengenal E-coomerce, Elexmedia Komputindo: Jakarta. Prodjodikoro, R. Wirjono, 2001, Azas-azas Hukum Perjanjian, CV.Mandar Maju: Bandung. Salim, Peter, Yenny Salim, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern English Pers: Jakarta. Salman, M. Fikri, 2006, Bahan Ajar Hukum Dagang, Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya: Inderalaya. Sanusi, M. Arsyad , 2001, Hukum dan Solusinya, Mizan Grafika: Jakarta. Suparni, Niniek, 2009, Problematika dan Aspek Pengaturannya, Sinar Grafika: Jakarta. Setiawan, Edmon Makarim, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Subekti, R, 1990, Hukum Perjanjian, Intermassa: Jakarta. ________, 1995, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti: Bandung. ________, 2009, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita: Jakarta. Widiono, Try, 2006, Aspek Hukum Operasionalisasi Transaksi Produk Perbankan di Indonesia: simpanan, jasa, dan kredit, Ghalia Indonesia: Bogor.
Yuan, Gao, 2005, Encyclopedia Of Information Science and Technologi. B. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Terjemahan R. Subekri, penerbit Pradnya paramita, jakarta, tahun 2009) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi elektronik ( UU ITE) C. Website http://www.a-bong.blogspot.com/2010/08/aspek-hukum-perdaganganmelalui16.html. http://www.bungasitianessya.blogspot.com/2010/05/e-commerce-sementaraitu-kalakota-dan.html. http://www.binushacker.net/definisi-e-commerce-www-kotadingin-cc.html. http://www.google.co.id/Kelebihan e-commerce. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/c14141/pembatalan-perjanjianyang-batal-demi-hukum. http://www.Ikht-Fhui.com. http://www.Marpaung.tripod.com/elektroniccommerce.doc. http://www.Reagansatyawira.Blogspot.com/2008/11/tiga-keunggulankompetitif-e-commerce. http://www. Sellonline. My/kelebihan e-dagang.