Tanggung Jawab Pidana Pemilik Senjata Api Berizin yang Disalahgunakan Oleh Orang Lain Karena Kelalaian Oleh: M. Angga Prayogi, SH Lulus Tanggal 19 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Rd. Muhammad Ikhsan, SH.,MH dan Henny Yuningsih, S.H., M.H
Tanggung Jawab Pidana Pemilik Senjata Api Berizin yang Disalahgunakan Oleh Orang Lain Karena Kelalaian Oleh: M. Angga Prayogi, SH Lulus Tanggal 19 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Rd. Muhammad Ikhsan, SH.,MH dan Henny Yuningsih, S.H., M.H
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat sering ada permasalahan yang timbul dan dapat mengancam keselamatan maupun kehidupan manusia itu sendiri.Oleh karena itu manusia mempunyai kemampuan untuk membela dan melindungi diri dari gangguan-gangguan dan permasalahan yang dimaksud di atas. Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum sebagai norma dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang tertentu serta kehormatan dan kemerdekaan juga terhadap jiwa dan harta serta benda, dan juga sebagainya terhadap hal merugikannya. 1 Sebagai norma, hukum mempunyai karakteristik yang membedakan dengan norma-norma lain. Perbedaan antara norma-norma lainnya adalah sebagai berikut: 1. Suatu norma hukum itu bersifat heterenom, dalam arti bahwa norma hukum itu datangnya dari luar diri seseorang. Contohnya dalam hal melakukan pembayaran pajak maka kewajiban itu datangnya bukan dari diri seseorang, tetapi paksaan itu dating dari negara, sehingga seseorang harus memenuhi kewajiban tersebut senang atau tidak suka. Normalainnya yang bersifat otonom, dalam pengertian bahwanorma itu hadir dari dalam diri seseorang, contohnya apabila seseorang akan menghormati orang tua atau seseorang atau seseorang akan melakukan doa, maka hal tersebut dilakukan karena adanya kehendak dan keyakinan seseorang tersebut, seseorang menjalankan norma-norma tersebut karena kesadarannya sendiri, sehingga tindakan tersebut tidak dapat dipaksakan dari luar. 2. Suatu norma hukum itu dapat dilekati dengan sanksi pidana maupun sanksi pemaksa secara fisik sedangkan norma lainnya tidak dapat didekati oleh sanksi pidana maupun sanksi pemaksa secara transparan. Contohnya apabila seseorang telah melanggar norma hukum, misalnya 1
L. J. Van Apeldoorn, diterjemahkan oleh Oetarid Sadino, Pengantar Ilmu Hukum, PT 1 Pradnya Pramita, Jakarta, 2009, hlm, 23.
Hal | 1
menghilangkan nyawa orang lain maka ia akan dituntut dan dipidana, tetapi apabila seseorang melanggar norma lainnya ia tidak dapat dituntut dan dipidana. 3. Dalam norma hukum sanksi pidana atau sanksi pemaksa itu dilaksanakan oleh aparat negara (sepertikepolisian, kejaksaan, kehakiman) sedangkan terhadap pelanggaran norma-norma lainnya sanksi itu datangnya dari diri sendiri misalnya adanya perasaan bersalah dan perasaan berdosa, serta terhadap pelanggaran norma-norma moral atau dalam norma adat tertentu maka para pelanggarnya akan dikucilkan dari masyarakat.2 Penegakan hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum tetapi terdapat unsur penilaian pribadi. Dengan mengutip pendapat Roscoe Pound maka LaFavre menyatakan bahwa pada dasarnya diskresi berada di antara hukum dan moral (etika dalam arti sempit). Atas dasar uraian tersebut dapatlah dikatakan bahwa adanya gangguan bagi aparat penegak hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara “tritunggal� nilai, kaidah dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup.Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dalam penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundangundangannya walaupun di dalam kenyataan di indonesia kecenderungannya adalah demikian sehingga dalam pengertian law enforcement begitu sangat terkenal. Selain itu terdapat kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan majelis hakim. Perlu dicatat bahwa pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan apabila dalam pelaksanaan perundang-undangan atau suatu keputusankeputusan hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi suatu penegakan hukum yaitu:3 1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-undang saja. 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 2
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan I, Kanisius, Jakarta, 2007, hlm 25. Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm 8. 3
Hal | 2
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni ebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Dalam rangka penegakan sistem peradilan pidana(criminal justice system) harus dilihat sebagai jaringanpengadilan danpengadilanyang berhubungan denganhukum pidana danpenegakannya. Pemahaman pengertian sistem dalam hal ini harus dilihat dalam konteks baik sebagai Physical System dalam arti seperangkat unsure atau elemen yang secara terpadu bekerja untuk mencapai sebuah tujuan, maupun sebagai Abstract System dalam hal ini gagasan-gagasan yang merupakan susunan yang teratur yang satu sama lain berada dalam ketergantungan.4 Dikehidupan seperti sekarang ini sering terjadi suatu perbuatan pidana yang dilatar belakangi oleh unsur kesengajaan dan kealpaan(kelalaian) sehingga terjadinya suatu tindak pidana yang merugikan serta bisa ampai menghilangkan nyawa orang lain. Kesengajaan dalam hukum pidana adalah merupakan bagian dari suatu kesalahan. Kesengajaan pelaku mempunyai suatu hubungan kejiwaan yang lebih erat terhadap suatu tindakan (yang terlarang) dibanding dengan kealpaan (culpa). Karenanya ancaman pidana pada suatu delik lebih berat, apabila adanya unsur kesenggajaan daripada dengan kealpaan. Bahkan terdapat beberapa tindakan tertentu, apabila dilakukan dengan kealpaan tidak merupakan tindakan pidana, yang pada hal jika dilakukan dengan sengaja, maka merupakan suatu kejahatan seperti misalnya penggelapan (pasal 372 KUHP). Merusak barang-barang (Pasal 406 KUHP) dan lain sebagainya.5 Pengertian kealpaan(culpa) , seperti juga kesengajaan adalah salah satu bentuk dari kesalahan. Kealpaan merupakan bentuk yang lebih rendah derajatnya dari pada unsur kesengajaan. Tetapi dapat juga dikatakan bahwa kealpaan itu adalah kebalikan dari kesengajaan karena apabiladalam kesengajaan, sesuatu akibat yang telah dikehendaki, walaupun pelaku bisa memperaktikkan sebelumnya. Di sinilah merupakan letak salah satu kesukaran untuk membedakan antara kesengajaan bersyarat (dolus eventualis) dengan kealpaan berat (culpa lata). Alasan mengapa culpa menjadi salah satu unsur kesalahan adalah bilamana suatu keadaan, yang dapat membahayakan keamanan
4
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, BP Universitas Diponegoro, 1995,
hlm 15. 5
Mr. E. Utrecht, Hukum Pidana II, Pustaka Tinta Mas, Jakarta, 1986, hlm 120.
Hal | 3
orang atau barang, atau mendatangkan suatu kerugian terhadap seseorang yang sedemikian besarnya dan tidak dapat diperbaiki lagi.6 Senjata api adalah alat yang boleh digunakan sebagai senjata yang ditembak sama ada satu atau berganda projektil yang ditujahkan pada kelajuan tinggi oleh gas yang dihasilkan melalui kecepatan, pembakaran dibataskan dari suatu pendorong. Proses yang dihasilkan dari kecepatan pembakaran secara teknikalnya dikenali sebagai nyahflagrasi. Pada senjata apizaman dulu, pendorong ini pada dasar serbuk hitam, tetapi senjata api modern menggunakan serbuk tanpa asap, kordit, atau pendorong lain. Kebanyakan senjata api moden (dengan pengecualian yang penting dari senapangberlaras licin) mempunyai laras berpilin untuk memberikan putaran kepada projektil untuk menambah kestabilan semasa dalam penerbangan.7 Dalam Perpu Nomor 20 tahun 1960 ini menjelaskan bahwa apabila masyarakat ingin memiliki senjata api, maka harus mengajukan permohonan kepemilikan senjata api kepada pejabat yang diberikan wewenang oleh undangundang yaitu Polisi Republik Indonesia maupun Tentara Nasional Indonesia di atur oleh masing-masing departemen angkatan perang sendiri. Melihat berbagai kasus pelanggaran dan peredaran serta penyalahgunaan senjata api yang akhirakhir ini, tentu cukup memprihatinkan kita semua. Penyalahgunaan senjata api yang makin marak, baik untuk tindakan kriminal maupun untuk tindakan yang dapat membahayakan nyawa seseorang. Oleh karenanya, kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan dan perlu penataan kembali peraturan perundang-undangannya. Salah satu pelanggaran senjata api yang paling menonjol adalah untuk tindakan kriminal. Tindakan kriminal ini tidak lagi menggunakan senjata api yang diizinkan dimasyarakat, tetapi juga menggunakan senjata api standar aparat keamanan. Sebenarnya peraturan perundang-undangan tentang senjata api sudah ada sejak zaman kolonial belanda dan ada beberapa yang masih berlaku. Namun dengan melihat kondisi perkembangan saat ini, baik itu perubahan secara organisasi dan perkembangan senjata api yang makin canggih, maka peraturan perundang-undangan itu banyak yang sudah tidak relevan lagi, sehingga mengakibatkan terjadinya pelanggaran dan penyalahgunaan senjata api yang
6
Ibid , hlm 122. http//www.Ms.wikipedia.org/wiki/Senjata_api. Diakses pada tanggal26 November
7
2012
Hal | 4
sangat membahayakan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa serta bernegara.8 Pada kehidupan manusia sehari-hari banyak sekali terjadi pelanggaranpelanggaran, seperti terjadi nya kepemlikan senjata api legal yang disalah gunakan oleh orang lain karena kelalaian. Berikut adalah contoh kasus pemilik senjata api legal yang disalahgunakan oleh orang lain karena kelalaian : Palembang – Bermula pada hari senin tanggal 21 September 2009 sekira jam 14.00 WIB terdakwa Carisma Progresto Bin Teguh Progresto menelpon saksi ibrohim alias Boim bin Mas Cek dengan alasan untuk bersilahturahmi lebaran dan saksi Ibrohim mempersilahkan terdakwa dating kerumah saksi, selanjutnya pada jam 12.30 WIB datang korban Rossi Bambang kerumah saksi ibrohim yang mana memang korban berteman dengan saksi ibrohim, tidak lama kemudian dtang terdakwa dan melihat korban Rossi Bambang sudsh ada di rumah saksi Ibrohim tersebut terdakwa yang memang telah lama berteman dengan korban Rossi Bambang langsung menodongkan senjata api yang dibawa terdakwa kearah saudara Rossi Bambang sambil mengatakan “kamu membohongi saya, saya menyuruh kamu menagih dan setelah dapat tagihan kamu tidak laporan lagi dengan saya, HP kamu matikan. Saya malu dengan orang yang saya tagih katanya sudah dibayar dengan kamu�. Kemudian korban Rossi Bambang dibawa oleh terdakwa ke Polsek SU I. Selanjutnya sesampainya di Polsek SU I, terdakwa menyuruh korban masuk kedalam ruang patroli untuk diinterogasi. Kemudian sambil menginterograsi korban terdakwa pun melakukan tindakan penganiayaan dengan memukul bagian kepala korban Rossi dengan menggunakan kayu bekas kaki meja lalu menembak kaki kiri korban Rossi bambang dengan senjata api jenis revolver 38 merk S&W warna putih Laras pendek caliber 22 dan 5 silinder sehingga korban Rossi Bambang berteriak. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyataterdakwa menggunakan senjata apimilik rekannya yaitu AKP Bambang WG yang merupakan Kapospol Muara Kumbang yang juga mantan Kanit Reskrim Polsek SU I Palembang. Akibat kasus tersebut, terdakwa yang merupakan anggota polisi republic Indonesia dikenakan pasal berlapis dan pemecatan secara tidak hormat, saksi lain yang terlibat yaitu AKP Bambang WG dimintai keterangan terkait kasus
8
www.indopos.co.id/index.php/nasional/34-berita-nasional 1087-penyalahgunaan senjata api memprihatinkan. html. Diakses pada 26 november 2012, pukul 22.30 wib.
Hal | 5
tersebut dan apabila terlibat dalam kasus tersebut maka AKP Bambang WG akan dikenakan sidang kode etik.9 Kepemilikan senjata api pada dasarnya dapat di kenakan sanksi tindak pidana Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yaitu pada pasal 1 ayat 1, yang berbunyi :“Barang siapa yang tanpa hak memasukan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba, memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau hukuman penjara selama-lamanya 20 Tahun� Dari latar belakang yang telah diuraikan tersebut maka dikaji penelitian dalam bentuk skripsi ini yang berjudul : “Tanggung Jawab Pidana Pemilik Senjata Api Berizin yang Disalahgunakan oleh Orang Lain Karena Kelalaian�. 2. Rumusan Masalah Dari uraian-uraian singkat tersebut telah dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pemilik senjata api berizin yang disalahgunakan oleh orang lain karena kelalaian di wilayah kota Palembang? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang ditemukan dalam penegakan hukum terhadap pemilik senjata api berizin yang disalahgunakan oleh orang lain di wilayah kota Palembang? 3. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah Yuridis Empiris.Yuridis yaitu menggunakan undang-undang ataupun bahan-bahan yang berkaitan dengan permasalahan, sedangkan empiris yaitu keberlakuan hukum dalam masyarakat dengan mencari data ke lapangan.10 Sedangkan jenis penelitian lebih ditekankan 9
http://www.forumbebas.com/thread-81364.html. diakses pada tanggal 29 Juni 2013 pukul 14.00 Wib. 10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm 10
Hal | 6
kepada deskriptif analisis yang mengabarkan mekanisme sebuah proses, menciptakan seperangkat katagori atau pola. Penulisan skripsi ini juga ditunjang dengan pendekatan yuridis normative yaitu pendekatan dengan menggunakan atau meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. 11Serta mengumpulkan data yang dilakukan melalui data kepustakaan dan data lapangan di wilayah hukum Polresta Palembang. 2. Jenis dan Sumber Data a. Jenis data dalam penelitian ini adalah kualitatif, yang diperlukan untuk mengetahui sejauh mana penegakan pertanggung jawaban pidana pemilik senjata api legal khususnya dalam wilayah hukum kota Palembang yaitu: 1. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung melalui wawancara dan atau survey di lapangan yang berkaitan dengan perilaku masyarakat.12 2. Data sekunder, yaitu data dari penelitian kepustakaan dan Pada umumnya data sekunder dalam studi dokumen b. Sumber Data Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu.Dalam wawancara ada 2 pihak, yaitu interviewer (pewawancara) dan interviewee (yang diwawancara).Wawancara ini menggunakan sistem terbuka kepada narasumber yang berkompeten dibidangnya, dimana yang diwawancara dalam hal menjawab pertanyaan mempunyai kebebasan dengan kata-katanya sendiri serta menyatakan ide-ide yang dianggapnya tepat. 3. Teknik Pengumpulan Data Data yang berasal dari bahan-bahan hukum sebagai data utama yang diperoleh dari pustaka ,antara lain : a. Data Primer Merupakan data yang diperoleh langsung dilapangan melalui wawancara dengan narasumber / informan yang dianggap mengetahui permasalahan mengenai pertanggung jawaban pidana pemilik senjata api berizin. Data primer didapat atau bersumber dari kegiatan penelitian pada kepolisian Republik Indonesia daerah Sumatera Selatan. 11
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali press, Jakarta, 2003, hlm
13 12
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafis, Jakarta, 2009, hlm 23
Hal | 7
b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum yang mempunyai otoritas ( autoritatif ) yang terdiri peraturan perundang-undangan, antara lain : 1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 mengenai Senjata Api 2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang cara pendaftaran dan pemberi izin pemakaian senjata api 3) Pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Tentang Kelalaian c. Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder meliputi kamus, ensiklopedia, dan indeks.13 4.Analisis Data Data dianalisis secara Kualitatif yaitu tidak menggunakan perhitungan angka-angka, tetapi menggunakan cara berpikir deduktif yaitu kerangka berpikir dengan cara menarik kesimpulan dari data-data yang bersifat umum kedalam data yang bersifat khusus dan dengan metode induktif yaitu kerangka berpikir dengan cara menarik kesimpulan dari data-data yang bersifat khusus kedalam data yang bersifat umum. 4. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian a) Pengertian Senjata Api Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 Pasal 1 ayat (2) memberikan pengertian senjata api dan amunisi yaitu termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 (1) dari peraturan senjata api 1936 (Stb 1937 Nomor 170) yang telah diubah dengan ordonantie tanggal 30 Mei 1939 (Stb Nmor 278) tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata "yang nyata" mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat di pergunakan. b) Jenis Senjata Api Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin kepemilikan senjata api pada Pasal 9 dinyatakan, bahwa setiap 13
Ibid hlm 13.
Hal | 8
orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memiliki senjata api harus mempunyai izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh kepala kepolisian negara. Adapun senjata-senjata yang boleh dimiliki antara lain adalah : 1. Selain senjata api yang memerlukan ijin khusus (IKHSA), masyarakat juga bisa memiliki senjata genggam berpeluru karet dan senjata genggam gas, cukup berijinkan direktorat Intel Polri. 2. Jenis senjata yang bisa dimiliki oleh perorangan adalah senjata genggam hanya kaliber 22 dan kaliber 33 yang bisa dikeluarkan izinnya. 3. Untuk senjata bahu (laras panjang) hanya dengan kaliber 12 GA dan kaliber 22. (jumlah maksimurn dapat memiliki dua pucuk per orang) 4. Senjata api berpeluru karet atau gas (IKHSA) dengan jenis senjata api antara lain adalah Revolver, kaliber 22/25/32 dan Senjata bahu Shortgun kaliber 12mm. 5. Sedangkan untuk kepentingan bela diri seseorang hanya boleh memiliki senjata api genggam jenis revolver dengan kaliber 32/25/22, atau senjata api bahu jenis Shotgun kaliber 12 mm dan untuk senjata api klasifikasi (IKHSA) adalah jenis yakni Hunter 006 dan Hunter 007. B. PEMBAHASAN 1. Tanggung Jawab Pidana Pemilik Senjata Api Berizin Yang Disalahgunakan Oleh Orang Lain Karena Kelalaian Bentuk PertanggungJawaban terhadap pelaku kelalaian dalam kepemilkan senjata api yang berizin dikalangan kepolisian akan diberi sanksi yang tegas baik menurut Undang-undang darurat Nomor 12 tahun,Kode Etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu pada Pasal 4 huruf F dan pada huruf G, serta Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2012 tentang pengawasan dan pengendalian senjata api, serta Pasal 359 KUHP tentang kelalaian. 2. Hambatan-Hambatan Dalam Proses Penegakan Hukum Pemulik Senjata Api Berizin yang Disalhgunakan Oleh Orang Lain Menurut Briptu Denny, ada pula hambatan yang ditemukan dalam penegakan hukum terhadap pemilik senjata apiberizin yang disalahgunakan oleh
Hal | 9
orang lain karena kelalaian. Berikut adalah beberapa hambatan yang ditemukan:14 1. Senjata api tidak dikembalikan setelah bertugas, maka hal tersebutlah yang dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak kelalaian. 2. Tidak ada undang-undang yang mengatur secara khusus mengenai kepemilikan senpi terhadap anggota polri khususnya dalam hal tindak pidana baik itu pembunuhan, pencurian, dan lain-lain yang apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh masyarakat sipil akibat peminjaman senjata api itu sendiri oleh anggota polri. 3. Dalam undang-undang Nomor 12 tahun 1951 hanya mengatur tentang kepemilikan senjata api oleh anggota polri hanya untuk bidang olahraga. Didalam undang-undang ini pun tidak ada pasal yang mengatur secara signifikan tehadap anggota polri apabila meminjamkan senpi kepada masyarakat umum (sipil), sehingga dapat memungkinkan terjadinya tindak pidana (dolus evantualis). 4. Dalam undang-undang kepolisian tidak mengatur sanksi terhadap anggota Polri yang meminjamkan senpi kepada masyarakat sipil sehingga menimbulkan tindak pidana, namun di dalam undang-undang kode etik kepolisian pada Pasal 4 yakni huruf F hanya mengatur masalah penyalahgunaan wewenang yang berbunyi “ Tidak menimbulkan penderitaan akibat penyalahgunaan wewenang dan sengaja menimbulkan rasa kecemasan, kebimbangan, dan ketergantungan pada pihak-pihak yang terkait dengan perkara “. Kemudian pada huruf G mengatur mengenai penghargaan terhadap benda-benda yang berada dibawah penguasaannya yang berbunyi “Menunjukkan penghargaan terhadap semua benda-benda yang berada dalam penguasaannya karena terkait dengan penyelesaian perkara�. C. PENUTUP 1. Kesimpulan a) Bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pemilik senjata api yang telah lalai akan mendapatkan sanksi yang tegas apabila benar-benar terbukti melakukan kesalahan. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, kemudian dikenakan juga Pasa359 14
Hasil wawancara dengan Brigadir Denny Apriyanto, Selaku Sat reskrim Polresta Palembang pada tanggal 6 Februari 2013
Hal | 10
KUHP serta Undang-undang kode etik pada Pasal 4 huruf (f) dan (g). hal ini diterapkan dengayarat telah terpenuhinya unsure-unsur yang terkadang di dalam suatu peristiwa pidana, b) Dalam undang-undang kepolisian tidak mengatur sanksi terhadap anggota Polri yang meminjamkan senpi kepada masyarakat sipil sehingga menimbulkan tindak pidana, namun di dalam undangundang kode etik kepolisian pada Pasal 4 yakni huruf F hanya mengatur masalah penyalahgunaan wewenang yang berbunyi “ Tidak menimbulkan penderitaan akibat penyalahgunaan wewenang dan sengaja menimbulkan rasa kecemasan, kebimbangan dan ketergantungan pada pihak-pihak yang terkait dengan perkara “. Kemudian pada huruf G mengatur mengenai penghargaan terhadap benda-benda yang berada dibawah penguasaannya yang berbunyi “Menunjukkan penghargaan terhadap semua benda-benda yang berada dalam penguasaannya karena terkait dengan penyelesaian perkara�. 2. Saran a) Kepolisian hendaknya memperketat proses pengawasan kepemilikan senjata api malalui razia atau operasi gabungan dalam jumlah yang lebih besar dan lebih banyak dalam hal jumlah intensitas razia dan operasi tersebut. b) Harus adanya peraturan secara tegas dalam mengatur tentang pelaku yang telah lalai dalam kepemilikan senjata api.
Hal | 11
DAFTAR PUSTAKA A. Buku L. J. Van Apeldoorn, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT Pradnya Pramita, Jakarta. Maria Farida Indrati,2007, Ilmu Perundang-undangan I, Jakarta: Kanisius, Jakarta. Mr. E. Utrecht, 1987, Hukum Pidana II, Surabaya; Pustaka Tinta Mas. Mr. E. Utrecht, 1986, Hukum Pidana I, Surabaya:Pustaka Tinta Mas. Muladi,1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Surabaya:BP Universitas Diponegoro. Soerjono Soekanto, 2010, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafis.
B. Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 Tentang Senjata Api. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberi Izin Pemakaian Senjata Api. Pasal 359 kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kealpaan. Pasal 15 dan 16, Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta KUHAP C. Peraturan Pelaksana Skep Kapolri No 82/11/2004 tentang Buku Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Dan Pengendaliaan Senjata Api Non Organik TNI/POLRI Lembaran Negara Republik Indonesia, Pasal 48 Perkapolri Nomor 8 tahun 2009 D. Internet http://www.forumbebas.com/thread-81364.html. diakses pada tanggal 29 Juni 2013 pukul 14.00 Wib http://www.tempointeraktif.com, Karimun, Ada 18 Ribu Senjata Api Milik Perorangan, Artikel, Diakses 17 April 2013 pukul 13.00. wib.
Hal | 12