Ej pidana #1 maulana ibrahim

Page 1

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Seksual Oleh: Maulana Ibrahim, SH Lulus Tanggal 19 Juli 2013 di Bawah BimbinganHj. Nashriana, S.H.,M.H dan Henny Yuningsih, S,H., M.H


Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Seksual Oleh: Maulana Ibrahim, SH Lulus Tanggal 19 Juli 2013 di Bawah BimbinganHj. Nashriana, S.H.,M.H dan Henny Yuningsih, S,H., M.H

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang DiIndonesia Fenomena yang baru dalam perlindungan anak, dimana permasalahan pelacuran komersial telah melibatkan sebagian anak-anak sebagai korbannya. Anak yang dilacurkan adalah anak korban dari sindikat kriminal yang memanfaatkan anak sebagai alat pemuas nafsu pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan industri seks. Keterlibatan yang mengikut sertakan anak-anak dalam kegiatan pelacuran adalah sebuah fakta dimana anak-anak tidak hanya di perdagangkan untuk dilacurkan semata, tetapi juga untuk kegiatan pornografi, pengemis, serta pembantu rumah tangga, maupun perdagangan narkoba dan pekerjaan eksploitatif lainnya seperti pekerjaan di jermal. Itu hanya sedikit dari betapa mirisnya kondisi anak–anak di Indonesia.1 Anak seyogyanya adalah sebuah gambaran dan cerminan masa depan, aset keluarga, agama dan bangsa, negara dan anak merupakan generasi penerus bangsa dan pembangunan di masa yang masih akan datang. Mereka itu berhak untuk mendapatkan kebebasan serta menikmati dunianya sendiri, dilindungi hak–hak mereka tanpa adanya pengabaian yang dilakukan oleh pihak manapun yang ingin memanfaatkan kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi.2 Dari berbagai gejala sosial yang muncul mengenai masalah anak merupakan permasalahan yang banyak dibicarakan.Keadaaan ekonomi yang terpuruk harus diakui mempunyai pengaruh terhadap munculnya masalah anak.sampai saat ini permasalahan pekerja anak, bukan lagi tentang pekerja anak itu sendiri, melainkan telah terjadi ekploitasi terhadap anak secara seksual dan menempatkan anak di lingkungan pekerjaan yang berbahaya. Dalam Undang– undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak supaya dapat hidup dan tumbuh 1

Anomim,-Abg-Penjajah-Seks-Diberi-Komisirp-50,http://Ideaguenews. com/2012/09/3 html. diakses hari Senin tanggal 29 Oktober 2012. 2 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 2011, hlm. 1.

Hal | 1


serta berkembang maupun berpartisipasi baik secara optimal sesuai dengan harkat maupun martabat kemanusiaan,serta dapat perlindungan dari kekerasan serta bentuk diskriminasi, demi terwujudnya kualitas anak Indonesia yang sangat berkualitas.3 Dalam Pasal 66 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa :4 ayat (1) : Perlindungan khusus bagi anak yang di eksploitasi secara ekonomi atau seksual sebagaimana di maksud dalam Pasal 59 merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. ayat (2) : Perlindungan khusus bagi anak yang di eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui : a) Penyebarluasan atau sosialisasi ketentuan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan seksual. b) Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi. c) Perlibatan berbagai instansi pemerintah dan perusahaan serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat dalam penghapusan eksploitasi anak secra ekonomi dan seksual. ayat (3) : Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1). Kasus eksploitasi anak secara seksual pada tahun 2011 terjadi 126 kasus yang melibatkan eksploitasi anak dan perempuan di Indonesia menurut Linda Gumelar Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak dalam acara konferensi pers perayaan pengesahan RUU Ratifikasi Protokol Konvensi Hak Anak.5 Pemerintah dan masyarakat sepakat tentunya para pelaku eksploitasi terhadap anak baik itu secara seksual harus diberikan sebuah sanksi baik itu eksploitasi tersebut dilakukan baik oleh orang tua maupun kerabat ataupun

3

Farhana,Aspek Hukum Perdagangan Orang Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 41. 4 Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak, Diva press,Jakarta, 2012, Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 2002. 5 Anomim, Indonesia.Pemasok.Psk.Anak.Terbesar.Di.Asia tenggara, http://female.kompas.com/read/2012/09/09/15304593/indonesia.diakses hari Jumat 19 Oktober 2012.

Hal | 2


orang lain, dapat diberikan sanksi dengan ancaman pidana terhadap pelaku eksploitasi diatur dalam Pasal 88 UU No.23/2002 yang berbunyi :6 “Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)�. Dari penjelasan di atas, sangat jelas bahwa ekploitasi anak secara seksual merupakan suatu tindak pidana kejahatan terhadap perlindungan anak, terlebih lagi korbannya mayoritas adalah anak-anak karena anak merupakan orang yang usianya belum mencapai 18 belas tahun. Data kasus menurut Women Crisis Center (WCC) Palembang menerima pengaduan dari masyarakat terkait perdagangan anak untuk di ekploitasi seksual yang terjadi dalam berbagai bentuk disegala tingkat kehidupan. Berikut adalah tabel jumlah kasus eksploitasi anak yang terjadi di Sumatera Selatan : Tabel 1: Jumlah Kasus Eksploitasi Anak No

Tahun

1 2 3 4

2009 2010 2011 2012

Jumlah 30 kasus dengan persentase 8,02 % 21 kasus dengan persentase 5,37 % 11 kasus dengan persentase 2,85 % 30 kasus dengan persentase 8,02 %

Jenis kelamin Laki-laki dan perempuan Laki-laki dan perempuan Laki-laki dan perempuan Laki-laki dan perempuan

2. Rumusan Masalah 1) Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban eksploitasi seksual ? 2) Bagaimana hambatan-hambatan dalam perlindungan hukum terhadap anak korban eksploitasi seksual ? B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Perlindungan Anak Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi pertumbuhan dan perkembangan anak yang secara wajar meliputi fisik, mental, dan sosial. Perlindungan anak masuk dalam wujud perwujudan adanya keadilan berupa suatu di dalam masyarakat, jadi dengan 6

Anomim, Awas-Eksploitasi-Terhadap-Anak, http://www.facebook.com/notes/tecky/ 189891864357301.diakses hari Senin tanggal 29 Oktober 2012.

Hal | 3


demikian suatu perlindungan anak harus diusahakan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.7 Menurut Pasal 1 Ayat 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya supaya bisa hidup, tumbuh dan berkembang maupun berpartisipasi, baik secara optimal sesuai dengan ketentuan harkat dan martabat kemanusiaan, serta pula mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.8 2. Dasar-Dasar Perlindungan Terhadap Anak Dasar pelaksanaan perlindungan terhadap anak adalah: a) Dasar Filosofis, pancasila dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga maupun bermasyarakat dan bernegara serta berbangsa, di dalam dasar filosofis ketentuan pelaksanaan perlindungan anak. b) Dasar Etis, pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika profesi yang dimiliki, untuk digunakan demi mencegah perilaku menyimpang di dalam pelaksanaan kewenangan, kekuasaan, dan kekuatan dalam pelaksaan perlindungan anak. c) Dasar Yuridis, pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan pada UUD 1945 dan berbagi peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku di dalam masyarakat. Dalam penerapan dasar yuridis harus secara integratif, yaitu penerapan yang terpadu menyangkut suatu peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang berkaitan.9 3. Pengertian Anak Secara umum anak adalah generasi muda penerus bangsa dan penerus pembangunan di masa yang akan datang, yaitu generasi yang akan dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia dan juga perlindungan anak Indonesia berarti bagaimana melindungi potensi sumber daya 7

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan PidanaAnak Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 33. 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Diva Press, Jakarta, 2012, Pasal 1 Ayat 2, Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 2002. 9 Maidin Gultom, Op, cit,hlm. 37.

Hal | 4


insani dan membangun manusia Indonesia yang seutuhnya, menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, materiil spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945.10 4. Pengertian Eksploitasi Eksploitasi anak adalah suatu kegiatan penyalahgunaan anak yang dilakukan oleh orang dewasa dengan cara paksa, pemberian uang atau sejenisnya kepada anak yang bersangkutan ataupun kepada pihak ketiga dengan anak dijadikan sebagai media untuk mencari uang.11 5. Pengertian Eksploitasi Seksual Anak a. Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang eksploitasi seksual anak adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korbannya yaitu anak demi mendapatkan keuntungan termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan pencabulan.12 b. Kathryn E. Nelson mengartikan ekploitasi seksual anak atau perdagangan seks sebagai suatu keadaan di man perempuan dan anakanak tidak bisa mengubah secara cepat, tidak bisa keluar dari keadaan itu, dan mereka di jadikan subjek eksploitasi dan kekerasan seksual.13 c. Menurut Meril Anugence Anthes, ekploitasi seksual anak merupakan bentuk yang paling banyak digunakan oleh pelaku untuk mendapatkan perempuan dan anak-anak setelah penjeratan utang. eksploitasi seksual ini merupakan bisnis yang haram yang paling banyak mendatangkan keuntungan materi dibandingkan dengan bentukbentuk perdagangan orang yang lain di perkirakan lebih dari 1.000.000 anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual.14

10

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 2011, hlm. 1. 11 Anomim,Eksploitasi-Seksual-Komersial-Mengintai-AnakKita/,www.Djpp.Depkumham.go.id/2012/09/. diakses hari Selasa tanggal 15 Januari 2013. 12 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, Tentang penghapusan perdagangan orang, Pasal 1 Ayat 8, Lembaran Negara Nomor 58 Tahun 2007. 13 Mahrus Ali dan Bayu Aji Pramono, Perdagangan Orang Dimensi, Instrumen Internasional Dan Pengaturannya Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm. 24. 14 Ibid, hlm. 25.

Hal | 5


6. Karakteristik Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Eksploitasi Seksual Karakteristik anak yang menjadi korban eksploitasi seksual yaitu:15 a. Anak yang putus sekolah atau yang baru tamat sekolah dan ingin mencari pekerjaan. b. Anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu. c. Anak yang baru habis kontrak kerjanya dan membutuhkan pekerjaan kembali. 7. Dampak Yang Dialami Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Eksploitasi Seksual Dampak yang dialami korban yaitu :16 a. Dampak Nonfisik : merasa bersalah, rasa takut terutama pada keluarga, sering mengalami kesepian dan kebingungan, merasa kehilangan harapan hidup dan harga diri terutama karena ia merasa tak ada laki-laki yang akan menikahinya, dan dalam beberapa kasus ada yang berprinsip sudah kepalang basah, lebih baik melacur. b. Dampak Fisik : mengalami luka lecet, robek atau cacat pada bagian tubuh akibat pemukulan/penganiayaan di daerah tubuh. c. Dampak Secara Seksual : rasa nyeri, pembengkakan, pendarahan dan atau dischange dari vagina, memar pada payudara, pinggul, perut bagian bawah atau paha, infeksi vagina atau penyakit kelamin terutama infeksi menular seksual (IMS) paling sering infeksi gonococcus dan HIV/AIDS, sakit perut yang berulang, kehamilan tak diinginkan pada usia dini, aborsi atas kemauan sendiri. 8. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Seksual Kewajiban dan tanggung jawab negara dan pemerintah terhadap penyelenggaaraan perlindungan anak, ditegasakan dalam Pasal 21 sampai Pasal 26 dan Pasal 59 serta Pasal 64 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang No 23

15

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan, Refika Aditama, Bandung, 2012, hlm. 34. 16 Ibid.

Hal | 6


Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang meliputi beberapa kewajiban dan tanggung jawab pemerintah.17 Untuk anak-anak korban perdagangan manusia yang khususnya untuk di eksploitasi secara seksual, mengingat karateristik kejahatannya sangat khas bentuknya, perlu diberikan suatu perlindungan secara khusus yaitu sebagai berikut:18 a. Perlindungan berkaitan dengan identitas pada diri korban, terutama selama proses persidangan berlangsung. Tujuan dari perlindungan ini adalah agar korban dapat terhindar dari berbagai ancaman atau intimidasi dari pelaku yang mungkin terjadi selama proses persidangan berlangsung. b. Jaminan keselamatan dari aparat yang berwenang, korban harus dapat diperlakukan dengan hati-hati oleh aparat penegak hukum agar keselamatannya terjamin sehingga dapat memberikan kesaksian. c. Bantuan medis, hukum, psikologis, dan sosial, terutama untuk dapat mengembalikan kepercayaan pada dirinya serta mengembalikan kepada keluarga dan komunitasnya. d. Kompensasi dan restitusi. Korban memperoleh kompensasi dan restitusi karena penderitaan korban juga merupakan tanggung jawab negara. Secara teoritis, bentuk perlindungan terhadap korban kejahatan termasuk korban eksploitasi seksual dapat diberikan dalam berbagai cara. Oleh sebab itu dengan mengacu pada beberapa kasus kejahatan yang pernah terjadi sebelumnya, ada beberapa bentuk perlindungan yang dapat diberikan terhadap korban kejahatan yang lazimnya diberikan, antara lain sebagai berikut:19 1. Pemberian Restitusi Dan Kompensasi Penjelasan Pasal 35 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 memberikan pengertian kompensasi yaitu ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan restitusi yaitu ganti kerugian yang diberikan

17

Pasal 21-26, 59, 64 Ayat 1, 2, Dan 3, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 2002. 18 Muhadar, Edi Abdullah dan Husni Thamrin, Perlindungan Saksi Dan Korban DalamSistem Peradilan Pidana, Putra Media Nusantara, Surabaya, 2009, hlm. 76. 19 Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban KejahatanAntara Norma Dan Realita, Raja Grasindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 166.

Hal | 7


kepada korban atau keluarganya oleh pelaku maupun pihak ketiga. Restitusi itu dapat berupa: a. Pengembalian harta milik b. Pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan maupun penderitaan c. Penggantian biaya untuk tindakan tertentu Pengertian Restitusi dan Kompensasi merupakan istilah yang dalam penggunaannya sering dapat dipertukarkan (Interchangeable). Namun, menurut penjelasan Stephen Schafer, perbedaan antara keduanya itu adalah kompensasi lebih pada bersifat keperdataan, Kompensasi timbul dari permintaan korban sendiri, dan dibayar oleh masyarakat yang merupakan suatu bentuk pertanggungajawaban masyarakat atau negara (the responsible of the society), sedangkan restitusi lebih pada bersifat pidana, yang timbul dari suatu putusan pengadilan pidana dan dibayar oleh terpidana atau merupakan wujud pertanggungjawaban terpidana (the responsibility of the offender). Lebih lanjut Schafer menyatakan bahwa terdapat empat sistem pemberian restitusi dan kompensasi kepada korban dari kejahatan, yaitu sebagai berikut: a. Ganti rugi (damages) yang lebih bersifat keperdataan dan diberikan melalui proses perdata, Sistem ini memisahkan suatu tuntutan ganti rugi korban dari proses pidana. b. Kompensasi yang bersifat keperdataan diberikan melalui proses pidana. c. Restitusi yang bersifat perdata dan bercampur dengan sifat pidana diberikan melalui proses pidana. Walaupun dalam restitusi di sini tetap bersifat keperdataan, tidak diragukan suatu sifatpidana(punitif) nya. Salah satu dalam bentuk restitusi menurut sistem ini adalah “denda kompensasi “(compensatoryfine). Denda ini merupakan suatu “kewajiban yang bernilai uang “(monetaryobligation) yang dikenakan kepada terpidana sebagai suatu bentuk pemberian ganti rugi kepada korban di samping pidana yang seharusnya diberikan. 2. Konseling Pada umumnya perlindungan ini diberikan kepada korban sebagai akibat munculnya dampak negatif yang sifatnya psikis dari suatu bentuk tindak pidana. Pemberian bantuan dalam bentuk konseling ini sangat cocok diberikan kepada

Hal | 8


korban kejahatan yang menyisakan trauma berkepanjangan seperti kasus-kasus menyangkut kesusilaan.20 3. Pelayanan/Bantuan Medis Diberikan kepada korban yang menderita secara medis akibat suatu tindak pidana khusunya korban eksploitasi seksual. Pelayanan medis yang dimaksud dapat berupa pemeriksaan kesehatan dan laporan tertulis (visum atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama dengan suatu alat bukti). Keterangan medis ini sangat diperlukan terutama apabila korban hendak melaporkan kejahatan yang menimpanya ke aparat kepolisian untuk ditindaklanjuti. 4. Bantuan Hukum Bantuan hukum merupakan suatu bentuk pendampingan terhadap korban kejahatan. Pemberian bantuan hukum terhadap korban kejahatan haruslah diberikan baik diminta maupun tindak diminta oleh korbannya. Hal ini sangat penting, mengingat masih rendahnya suatu tingkat kesadaran hukum dari sebagian besar korban yang menderita kejahatan ini. Sikap membiarkan korban kejahatan tidak memperoleh bantuan hukum yang layak dapat berakibat pada semakin terpuruknya kondisi korban kejahatan. 5. Pemberian Informasi Pemberian informasi kepada korban atau keluarganya berkaitan dengan proses penyelidikan dan pemeriksaan tindak pidana yang dialami oleh diri korban. Pemberian informasi ini sangat memegang peranan yang sangat penting dalam upaya menjadikan masyarakat sebagai mitra aparat kepolisian karena melalui informasi inilah diharapkan fungsi control masyarakat terhadap kinerja kepolisian dapat berjalan dengan efektif. 9. Hambatan-Hambatan Dalam Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Seksual Hambatan-hambatan dalam perlindungan hukum terhadap anak korban eksploitasi seksual yaitu kendala-kendala atau masalah-masalah yang muncul bahwa korban kejahatan atau tindak pidana khususnya korban eksploitasi seksual belum memperoleh perlindungan yang memadai. Hambatan-hambatan untuk memberikan perlindungan terhadap anak korban eksploitasi seksual dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:21 20

Ibid, hlm. 169. Ibid, hlm. 173.

21

Hal | 9


1. Faktor Undang-Undang Keberadaan suatu perundang-undangan dalam suatu sistem hukum merupakan faktor yang sangat menentukan bagi tercapainya suatu tertib hukum karena untuk itulah salah satu tujuan dibentuknya perundang-undangan. Terlebih utama undang-undang merupakan sumber hukum yang utama, yang mana kaidah-kaidah hukum yang banyak itu memang berasal dari pengundangundang yang menuliskan hukum dalam berbagai undang-undang dan memberlakukannya dalam kitab undang-undang. Dalam kehidupan masyarakat, bagaimana praktik penegakan hukum menjadi tidak berdaya disebabkan oleh undang-undang yang seharusnya menjadi landasan yuridis belum terbentuk dan sekalipun undang-undang perlindungan korban sudah dibentuk namun karena peraturan pelaksanaannya belum ada, maka undang-undang yang ada hanyalah sekedar peraturan tertulis yang sukar untuk di operasionalisasikan. 2. Kesadaran Hukum Korban Dalam penerapan perlindungan hukum terhadap korban kejahatan khususnya korban eksploitasi seksual, banyak dijumpai korban atau keluarganya menolak untuk melaporkan kekerasan yang menimpanya dengan berbagai alasan seperti takut adanya ancaman dari pelaku atau ketakutan apabila masalahnya dilaporkan akan menimbulkan aib bagi korban maupun keluarganya. Padahal, dari segi yuridis sikap pembiaran ini dapat merugikan korban sendiri, berupa penderitaan yang sepanjangan. Begitu pula, tidak adanya laporan atau pengaduan dari korban atau keluarganya akan membuat proses peradilan pidana terhadap pelaku kekerasan tidak akan berjalan. Munculnya perasaan yang takut terjadi upaya balas dendam dari pelaku menjadi penyebab korban tidak mau melapor ke pihak kepolisian, terlebih apabila pelaku sudah memberikan biaya ganti kerugian kepada korban atau keluarganya, perkara dianggap sudah selesai. 3. Fasilitas pendukung Kurangnya sarana dan prasarana pendukung dalam upaya perlindungan korban kejahatan yang paling nyata dirasakan adalah pada perlindungan korban ekspolitasi seksual dan korban akibat kekerasan dalam rumah tangga. Sebagai contoh, untuk dapat memenuhi standar minimal suatu ruang pelayanan khusus, perlu adanya beberapa fasilitas pendukung, seperti berikut ini:22

22

Ibid, hlm. 177.

Hal | 10


a. Ruangan pelayanan khusus ini letaknya harus terpisah dari ruang pemeriksaan yang biasa dipergunakan untuk pemeriksaan kejahatankejahatan pada umumnya, sekalipun letaknya masih dalam kompleks kantor kepolisian setempat. b. Ruangan pelayanan khusus harus terasa nyaman dan familiar, tidak seperti ruangan pemeriksaan untuk kejahatan-kejahatan pada umumnya sehingga pada saat korban diperiksa atau dimintai keterangan oleh petugas tidak seperti sedang diperiksa di kantor polisi melainkan seperti di rumahnya sendiri. c. Ruangan pelayanan khusus harus memilik ruangan relaksasi yang dapat dipergunakan oleh korban untuk beristirahat guna memulihkan kondisi fisik dan mentalnya sehingga pada tahap berikutnya korban siap untuk dimintai keterangan berkaitan dengan kekerasan yang menimpa dirinya. 4. Sumber Daya Manusia Keterbatasan sumber daya manusia baik secara kuantitas maupun kualitas turut mempengaruhi kualitas pemberian perlindungan hukum terhadap korban kejahatan khususnya korban eksploitasi seksual. Sebagai contoh di lingkungan institusi kepolisian, terdapatnya kesenjangan yang sangat lebar antara aparat kepolisian dengan masyarakat, berdampak pula pada kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparat kepolisian kepada korban, apalagi jumlah personil ini dikaitkan dengan jumlah (kuantitas) personil polisi wanita.23 C. PENUTUP 1. Kesimpulan a) Perlindungan hukum terhadap anak korban eksploitasi seksual dapat diberikan dengan cara perlindungan secara khusus antara lain sebagai berikut: 1. Perlindungan berkaitan dengan identitas pada diri korban, terutama selama proses persidangan berlangsung. Tujuan dari perlindungan ini adalah agar korban dapat terhindar dari berbagai ancaman atau intimidasi dari pelaku yang mungkin terjadi selama proses persidangan berlangsung.

23

Ibid, hlm. 178

Hal | 11


2. Jaminan keselamatan dari aparat yang berwenang, korban harus dapat diperlakukan dengan hati-hati oleh aparat penegak hukum agar keselamatannya terjamin sehingga dapat memberikan kesaksian. 3. Bantuan medis, hukum, psikologis, dan sosial, terutama untuk dapat mengembalikan kepercayaan pada dirinya serta mengembalikan kepada keluarga dan komunitasnya. 4. Kompensasi dan restitusi. Korban memperoleh kompensasi dan restitusi karena penderitaan korban juga merupakan tanggung jawab negara. Secara teoritis, bentuk perlindungan terhadap korban kejahatan termasuk korban eksploitasi seksual dapat diberikan dalam berbagai cara. Oleh sebab itu dengan mengacu pada beberapa kasus kejahatan yang pernah terjadi sebelumnya, ada beberapa bentuk perlindungan yang dapat diberikan terhadap korban kejahatan yang lazimnya diberikan, antara lain sebagai berikut: 1. Pemberian Restitusi Dan Kompensasi 2. Pemberian Konseling 3. Pelayanan/Bantuan Medis 4. Bantuan Hukum 5. Pemberian Informasi b) Hambatan-hambatan yang terjadi dalam memberikan perlindungan terhadap anak korban eksploitasi seksual dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut : 1. Faktor Undang-Undang 2. Kesadaran Hukum Korban 3. Fasilitas Pendukung 4. Sumber Daya Manusia 2. Saran a) Diharapkan agar pemerintah dan aparat penegak hukum dapat memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban eksploitasi seksual dengan memberikan perlindungan hukum sebagaimana yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan. b) Diharapkan agar aparat penegak hukum dalam menyelesaikan perkara eksploitasi seksual yang melibatkan anak sebagai korban, agar lebih memperhatikan hak-hak anak sebagai korban eksploitasi seksual. Hal | 12


DAFTAR PUSTAKA Muhadar, Edi Abdullah dan Husni Thamrin, Perlindungan Saksi Dan Korban DalamSistem Peradilan Pidana, Putra Media Nusantara, Surabaya, 2009. Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 2011. Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan, Refika Aditama, Bandung, 2012. Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban KejahatanAntara Norma Dan Realita, Raja Grasindo Persada, Jakarta, 2007. Mahrus Ali dan Bayu Aji Pramono, Perdagangan Orang Dimensi, Instrumen Internasional Dan Pengaturannya Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011. Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010. Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan PidanaAnak Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2008. Peraturan Undang-undang Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, Tentang Penghapusan Perdagangan Orang, Lembaran Negara Nomor 58 Tahun 2007. Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 2002. Website Anomim,-Abg-Penjajah-Seks-Diberi-Komisirp-50,http://Ideaguenews. com/2012/09/3 html. diakses hari Senin tanggal 29 Oktober 2012. Anomim, Indonesia.Pemasok.Psk.Anak.Terbesar.Di.Asia tenggara, http://female.kompas. com/read/2012/09/09/15304593/indonesia. diakses hari Jumat 19 Oktober 2012. Anomim, Awas-Eksploitasi-Terhadap-Anak, http://www.facebook.com/notes/tecky/ 189891864357301. diakses hari Senin tanggal 29 Oktober 2012. Anomim,Eksploitasi-Seksual-Komersial-Mengintai-AnakKita/,www.Djpp.Depkumham.go.id/2012/09/. diakses hari Selasa tanggal 15 Januari 2013.

Hal | 13


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.