Ej pidana #1 muhammad muslih

Page 1

Analisis Yuridis Pembelaan Terpaksa (Nooweer) Oleh Korban Penganiayaan Oleh: Muhammad Muslih, SH Lulus Tanggal 19 Juli 2013 di Bawah BimbinganDr. H. Abdullah Gofar, S.H., M.H dan Hj. Nashriana, S.H.,M.H


Analisis Yuridis Pembelaan Terpaksa (Nooweer) Oleh Korban Penganiayaan Oleh: Muhammad Muslih, SH Lulus Tanggal 19 Juli 2013 di Bawah BimbinganDr. H. Abdullah Gofar, S.H., M.H dan Hj. Nashriana, S.H.,M.H

Abstrak: Pembelaan terpaksa (Noodweer), dalam hal ini sebenarnya pelaku atau terdakwa sudah memenuhi semua unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam peraturan hukum pidana.Adapun permasalahan yang diteliti melalui penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang melakukan pembelaan terpaksa tidak dapat dihukum dan bagaimana batasan pembelaan terpaksa (noodweer) yang dapat dikatakan sebagai upaya pembelaan dari oleh korban penganiayan. Kesimpulannya adapun yang menjadi syarat-syarat dan batasan pembelaan terpaksa secara tegas telah ditentukan secara limitatif dalam pasal 49 ayat (1) dan (2) KUHP. Kata Kunci: Korban, Penganiayaan, Pembelaan Terpaksa.

Hal | 1


A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana ada beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar bagi hakim untuk tidak menjatuhkan hukuman/pidana kepada (para) pelaku atau terdakwa yang diajukan ke pengadilan karena telah melakukan suatu tindak pidana. Alasan-alasan tersebut dinamakan alasan penghapus pidana. 1 Alasanalasan tersebut dinamakan alasan penghapus pidana.2 KUHPidana yang sekarang ini meskipun mengatur tentang alasan penghapus pidana, akan tetapi KUHPidana sendiri tidak memberikan pengertian yang jelas tentang makna dari alasan penghapus pidana tersebut. Pengertiannya hanya dapat ditelusuri melalui sejarah pembentukan KUHPidana (WvS Belanda). Menurut sejarahnya yaitu melalui M.v.T. (Memorie van Toelichting) mengenai alasan penghapus pidana ini, mengemukakan apa yang disebut “alasan-alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang atau alasanalasan tidak dapat dipidananyaseseorang”. Dalam ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) tentang asas legalitas menyatakan :“Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan ketentuan perundangundangan pidana yang telah ada.” Negara hukum yang berasas legalitas, menjelaskan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan

1

Penyebutan atau penamaan dari istilah ini tidak seragam. Ada yang menyebutnya dengan istilah “alasan-alasan yang mengecualikan dijatuhkannya hukuman” misalnya Utrecht,Hukum Pidana I: Penerbit Universitas,Jakarta, 1960, hlm 344. Ada yang menyebutnya dengan istilah “dasar peniadaan pidana”, seperti A.Zainal Abidin Farid,Hukum Pidana I. Sinar Grafika, Jakarta, 1995, hlm 189. Yang lain menyebutnya dengan istilah “alasan yang menghapuskan pidana”, seperti Roeslan Saleh,Perbuatan dan Pertanggungjawaban Pidana Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana,Aksara Baru,Jakarta, 1983, hlm 125. Sudarto, Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto. Semarang, 1990, hlm 138.Dalam tulisan ini selanjutnya digunakan istilah alasan penghapus pidana. 2 Penyebutan atau penamaan dari istilah ini tidak seragam. Ada yang menyebutnya dengan istilah “alasan-alasan yang mengecualikan dijatuhkannya hukuman” misalnya Utrecht,Hukum Pidana I: Penerbit Universitas,Jakarta, 1960, hlm 344. Ada yang menyebutnya dengan istilah “dasar peniadaan pidana”, seperti A.Zainal Abidin Farid,Hukum Pidana I. Sinar Grafika, Jakarta, 1995, hlm 189. Yang lain menyebutnya dengan istilah “alasan yang menghapuskan pidana”, seperti Roeslan Saleh,Perbuatan dan Pertanggungjawaban Pidana Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana,Aksara Baru,Jakarta, 1983, hlm 125. Sudarto, Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto. Semarang, 1990, hlm 138.Dalam tulisan ini selanjutnya digunakan istilah alasan penghapus pidana.

Hal | 2


terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Asas-asas ini mengandung tiga pengertian, yaitu :3 1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan-aturan undangundang. 2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi. 3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut Pada hakikatnya, setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah atau fakta oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya. Keduanya memunculkan kejadian dalam alam lahir (dunia).4 Atas dasar pandangan yang demikian, maka secara umum pengertian penganiayaan merupakan kejahatan-kejahatan yang mempunyai sifat yang lain dari sifat utama penyerangan terhadap tubuh dan nyawa manusia tidak dimasukkan dalam pengertian kejahatan terhadap tubuh dan nyawa.5 Timbul permasalahan bagaimana jika dalam keadaan terpaksa yang melampaui batas melakukan pembelaan yang mengakibatkan luka. Apakah pelaku tindak pidana penganiayaan dapat dijatuhikan sanksi pidana? Sedangkan didalam proses pembuktian Hukum Pidana, sisi lain terdapat asas alasan pemaaf atau pembenar yang artinya ada orang-orang tertentu saja melakukan tindak pidana yang tidak bisa dihukum. Dalam teori hukum pidana biasanya dikenal asas alasan yang menghapuskan pidana.6 Berdasarkan pada Pasal 49 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) di atas, Pasal tersebut dalam kata �terpaksa melakukan pembelaan� ada termasuk 3 pengertian, yaitu :7 1. harus ada serangan atau ancaman serangan; 2. harus ada jalan lain untuk menghalaukan serangan atas ancaman serangan pada saat itu; dan 3

Feri Firmansyah, Pengertian AsasLegalitas, http://klik-fe.blogspot.com/2011/03/ pengertian-asas-legalitas.html, Diakses Tanggal 21 Oktober 2012 4 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm.64. 5 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm.7. 6 Alvi Syahrin, Alasan Penghapus Pidana, http://alviprofdr.blogspot.com/2010/11/alasan-penghapusan-pidana.html, Diakses Tanggal 21 Oktober 2012 7 Moeljatno, Op cit, hlm.158.

Hal | 3


3. perbuatan pembelaan harus seimbang dengan sifatnya serangan dengan ancaman serangan. 2. Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil beberapa permasalahan dalam penulisan skripsi ini yaitu : 1. Apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang melakukan pembelaan terpaksa tidak dapat di hukum? 2. Bagaimana batas pembelaan terpaksa (noodweer) yang dapat dikatakan sebagai upaya pembelaan dari oleh korban penganiayaan? 3. Pengertian Pembelaan Terpaksa Dari segi bahasa, noodweer terdiri dari kata “nood”dan “weer”. “Nood” yang artinya (keadaan) darurat.”Darurat” berarti: 1) Dalam keadaan sukar (sulit) yang tidak disangka-sangka yang memerlukan penanggulangan segera 2) Dalam keadaan terpaksa. Kata “Weer” artinya pembelaan yang berarti perbuatan membela, menolong, melepaskan dari bahaya. 8 Jika digabungakan kedua kata tersebut maka dapat diartikan melepaskan dari bahaya dalam keadaan terpaksa atau menolongdalam keadaan sukar (sulit).9 Noodweer adalah pembelaan yang diberikan karena sangat mendesak terhadap serangan yang mendesak dan tibatiba serta mengancam dan melawan hukum.10 Pembelaan terpaksa merupakan alasan menghilangkan sifat melanggar hukum (wederrechtelijkheid atau onrechtmatigheid), maka alasan menghilangkan sifat tindak pidana (strafuitsluitings-grond) juga dikatakan alasan membenarkan atau menghalalkan perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana (rechtvaardigings-grond) disebutfait justificatief.11 Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP, Merupakan penghapus pidana berdasarkan alasan pembenar melihat dari sisi perbuatannya (obyektif). Pada alasan pembenar, suatu perbuatan kehilangan sifat melawan hukumnya, sehingga menjadi legal/diperbolehkan dan pelakunya tidak dapat disebut sebagai pelaku tindak pidana. Sebagai mana diatur dalam KUHP 8

Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ke-2, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hlm. 156. 9 Pengertian tersebut muncul karena undang-undang tidak memberi pengertian dari pada “noodweer”. Doktrin memberikan kata “noodweer” bagi Pasal 49 ayat (1) KUHP. 10 Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hlm. 200. 11 Wirjono Prodjodikoro, Asa-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung: Eresco, 1989, hlm. 75.

Hal | 4


pembelaan terpaksa pembelaan terpaksa dari serangan atau ancaman yang melawan hukum, yang dilakukan untuk diri sendiri atau orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain.12 Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP, Merupakan penghapus pidana berdasarkan alasan pemaaf yang melihat dari sisi pelakunya (subyektif). Pada alasan pemaaf, maka suatu tindakan tetap melawan hukum, tetapi terdapat hal-hal khusus yang menjadikan si pelaku tidak dapat dipertanggung jawabkan, atau dengan kata lain menghapuskan kesalahan nya karena pembelaan terpaksa yang melampaui batas dikarenakan kegoncangan jiwa yang hebat.13 Ada persamaan antara pembelaan terpaksa (noodwer) dan pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer exces), yaitu keduanya mensyaratkan adanya serangan yang melawwan hukum, yang dibela juga sama yaitu tubuh, kehormatan kesusilaan, dan harta benda baik diri sendiri maupun orang lain, akan tetapi perbedaannya ialah:14 1) Pada pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer exces), pembuat melampaui batas karena keguncangan jiwa yang hebat, oleh karena itu maka perbuatan itu tetap melawan hukum, hanya orangnya tidak dipidana karena keguncang jiwa yang hebat. 2) Lebih lanjut maka pembelaan terpaksa yang melampaui batas menjadi dasar pemaaf, sedangkan pembelaan terpaksa merupakan dasar pembenar, karena melawan hukumnya tidak ada. B. PEMBAHASAN 1. Syarat-Syarat Yang Harus Dipenuhi Oleh Seseorang Yang Melakukan Pembelaan Terpaksa Tidak Dapat Di Hukum Undang-undang No. 1 Tahun 1964 tentang KUHP telah merumuskan dan mengatur pembelaan terpaksa dalam Pasal 49.15 Dimana dalam rumusan Pasal 12

, http://antoni-mitralaw.blogspot.com/, Aspek Hukum Pidana Dalam Penyelenggaraan Negara, Diakses Tanggal 10 Desember 2012. 13 Aspek Hukum Pidana Dalam Penyelenggaraan Negara, Op.Cit. 14 Ringkasan Buku Asas-asas Hukum Pidana Aandi Hamza, http://kazamashuriken.blogspot .com/2011/03/ringkasan-buku-asas-asas-hukum-pidana.html, Diakses Tanggal 10 Desember 2012. 15 Bandingkan dengan Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas Menurut Hukum Pidana Islam.Pengertian Pembelaan Terpaksa Menurut Hukum Pidana Islam a.Pengertian difa asy-syari (pembelaan syari khusus) atau dafu as-sail (menolak penyerang atau pembelaan diri) Menurut istilah yang dinamakan dafu as-sail (menolak penyerang/pembelaan diri) adalah kewajiban manusia untuk menjaga dirinya atau jiwa

Hal | 5


49 ditegaskan bahwa barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain, terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri ataupun orang lain tidak dipidana.16 Berdasarkan rumusan tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa syaratsyarat pembelaan terpaksa adalah sebagai berikut : a. Pembelaan tersebut diperlukan karena ada serangan atau ancaman seketika yang bersifat melawan hukum ; b. Pembelaan tersebut diperlukan untuk melindungi kepentingan diri sendiri atau orang lain ; c. Pembelaan tersebut diperlukan untuk melindungi kehormatan kesusilan atau harta benda sendiri maupun orang lain ; Pembelaan diri hanya terdapat pada orang yang diserang, bukan yang menyerang. Tetapi jika melebihi batas dalam melakukan pembelaan dirinya, kemudian orang yang pada mulanya sebagai penyerang mengadakan pembelaan diri juga, karena balasan serangan dari orang yang diserang semula sudah melampaui batas maka tindakan itu dapat dibenarkan.17 Memperhatikan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila perbuatan seseorang tersebut telah memenuhi ketentuan sebagaimana dirumuskan di atas, dan pembelaan tersebut harus dalam keadaan terpaksa, maka terhadap perbuatan tersebut tidak dapat dipidana. 18 Namun demikian semula Pasal 49 ini hanya ditentukan “serangan secara mendadak” saja. Ketentuan ini sama dengan KUHP Belanda. Tetapi kemudian ditambah dengan “mengancam secara langsung” dengan alasan karena sebagian besar daerah di orang lain, atau hak manusia untuk mempertahankan hartanya atau harta orang lain dari kekuatan yang lazim dari setiap pelanggaran dan penyerangan yang tidak sah. Penyerangan khusus baik yang bersifat wajib maupun hak bertujuan untuk menolak serangan, bukan sebagai hukuman atas serangan tersebut sebab pembelaan tersebut tidak membuat penjatuhan hukuman atas penyerang menjadi tertolak. Dasar pembelaan diri dan menolak penyerangan, berdasarkan firman Allah SWT :“Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.”Disarikan dari buku Muhyati, Pembelaan Terpaksa Dalam Hukum Pidana Islam, Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm 119-123. 16 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta : 2006, hal 8 17 M. Sudradjat Bassar, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. ke-2, 1986, hlm. 122. 18 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta : 2006, hal 8

Hal | 6


Indonesia sangat jauh dari alat kepolisian, sehingga rakyat akan harus selalu waspada dan diberi kesempatan membela diri yang lebih luas dan membela diri dari serangan yang sedang dipersiapkan orang.19 Memperhatikan dasar atau alasan yang dapat dilakukan oleh seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa, menurut peneliti salah satu dari alasan tersebut wajib dipenuhi sehingga perbuatan pembelaan tersebut tidak dipenuhi. Artinya secara normatif Pasal 49 KUHP telah memberikan alasan atau dasar secara limitatitf, sehingga ketentuan tersebut tidak dimungkinkan ditafsirkan secara luas. Untuk memudahkan pemahaman dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 49 KUHP yang mengatur pembelaan terpaksa tersebut, peneliti akan menjelaskan dan mengalisis syarat-syarat pembelaan terpaksa yang terdapat dalam putusan Pengadilan Negeri kelas IA Palembang, sebagaimana dapat dilihat dalam uraian dibawah ini. 2. Kasus Posisi Pada hari sabtu tanggal 3 april 2004 berkisar kira-kira pukul 03.30 terdakwa berkeinginan untuk ke kamar mandi untuk cuci muka, setelah dari kamar mandi terdakwa lalu secara tiba-tiba di telanjangi oleh Yudistira (Korban I), dan terdakwa disuruh korban membuka bajunya di kamar mandi. Setelah berapa lama terdakwa tidur kembali kekamar tidurnya dan korban pun mendatangi terdakwa lalu meraba-raba kemaluan dan mencium serta memegang kemaluan dari terdakwa, merasa kehormatanya terancam lalau terdakwa marahmarah dan kepala terdakwa didorong-dorong, akan tetapi korban tetap memegang kemaluan terdakwa. Dan pada akhirnya terdakwa memukul korban 2 (Dua) kali tepat dibagian dada korban dengan tangan kosong korban pun marah-marah dan terjadi perang mulut antara korban dan terdakwa. Kemudian korban mengambil pisau kecil yang berada disamping rak meja kecil dan mengancam terdakwa. Pisau tersebut ditepis oleh terdakwa dan pisau tersebut terpelental, dan terdakwa pun lari. Pada saat ingin berlari korban menarik baju terdakwa, dan terdakwa pun terjatuh, pada saat terjatuh terjadi 19

Serangan itu harus wederrechtelijk.Oleh karena itu serangan orang gila atau binatang tidak termasuk.VOS mengemukan tentang dua macam tentang serangan binatang, yaitu serangan binatang karena diasut orang atau tidak karena diasut.Pembelaan atas serangan binatang karena diasut orang menimbulkan noodweer, sedang kalau tidak dihasut bukan noodweer.Menurut H.R. 11 Mei 1903 pembelaan terhadap serangan binatang yang dihasut orang itu adalah overmacht.Ini sesuai dengan pendapat Simons.Tetapi Van Hamel tetap menggolongkannya kedalam noodweer.

Hal | 7


perebutan pisau dan pada akhirnya terdakwa yang mendapat pisau tersebut dan menusukanya dibagian leher, dada, lengan, dan punggung korban secara membabi buta dan pada saat tersebut korban berposisi tiduran. 3. Dakwaan Jaksa No.Reg.Perk.PDM.874/Plg/EP/2/06/2004 Terhadap kejadian tersebut di atas, selanjutnya peneliti akan menguraikan dan menjelaskan terhadap surat dakwaan jaksa selaku penuntut umum yang memuat kronologis kejadian. Dalam hal ini Jaksa mendakwa terdakwa dengan dakwaan sebagai berikut : a. Primer, Terdakwa Deni diancam pidana Pasal 338 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) kec (-1) KUHP, Pasal 338 menerangkan bahwa; “Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama 15 Tahun.” Pasal 55 ayat (1) ke (-1) menerangkan bahwa “Meraka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbutan” b. Subsider, Terdakwa diancam pidana Pasal 351 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke(-1) KUHP Pasal 351 ayat (1) ke (1) “penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda tiga ratus rupiah” Berdasarkan dakwaan tersebut peneliti tidak sependapat dengan dakwaan jaksa baik primer maupun subsidder dimana dalam kasus tersebut terdakwa didakwa berdasarkan Pasal 338 yang unsur-unsurnya yaitu : Barang siapa, sengaja merampas nyawa orang lain”. Terhadap uraian dalam surat dakwaan penuntut umum sebagaimana dikemukakan di atas, penulis berbeda pandangan di dalam memahami antara perbuatan yang ditudukan kepada terdakwa berdasarkan Pasal 338 karena terdapat unsur yang termasuk di dalam Pasal 49 (1) dan (2) yaitu perbuatan terdakwa yang dilakukan karena atas dasar pembelaan kehormatan dan guncangan jiwa pada saat terjadinya perbuatan. 4. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap putusan tersebut di atas, hakim telah membuat pertimbanganpertimbangan hukum (yuridis) terhadap perbuatan terdakwa dalam pembelaan terpaksa. Untuk mempermudah pemahaman berikut ini peneliti akan menganalisis dan menjelaskan pertimbangan hukum hakim dalam putusannya sebagaimana dapat dilihat dalam uraian dibawah ini: a. Unsur Adanya Serangan Atau Ancaman Serangan Seketika Hal | 8


b. Untuk Mengatasi Adanya Ancaman Serangan Atau Serangan Yang Sifat Melawan Hukum c. Harus Seimbang Dengan Serangan Yang Mengancam d. Pembelaan Terpaksa Itu Hanya Terbatas Dalam Hal Mempertahankan 3 (Tiga) Macam Kepentingan Hukum 5. Analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Pertimbangan hukum ini menurut penulis sudah tepat, jika dilihat dari syarat-syarat untuk adanya pembelaan diri yang melampaui batas (noodweer exces) menurut Pasal 49 ayat (2) KUHP. Akan tetapi seharusnya hakim dalam hal ini harus mempertimbangkan, apakah tidak ada cara lain yang dapat dilakukan oleh terdakwa untuk menghindar dari serangan yang melawan hukum yang dilakukan oleh korban ketika itu. Sehingga perbuatan terdakwa memang benar-benar terpaksa harus dilakukannya. Oleh karena bagaimanapun syaratsyarat noodweer exces yang ada dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP tidak terlepas dari syarat-syarat noodweer yang ada dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP. Pembelaan diri yang dilakukan terhadap serangan yang melawan hukum merupakan suatu keharusan, apabila tidak ada cara lain, cara itulah satu-satunya yang dapat dilakukan. Jadi harus tetap memperhatikan asas subsidiaritas. Jika orang masih dapat menghindarkan diri dari serangan, maka pembelaan tidak menjadi keharusan; bantahan atas dasar pembelaan terpaksa (dan yang melampaui batas) harus ditolak. Dalam kasus ini menurut penulis, masih ada cara lain yang dapat dilakukan terdakwa untuk menghindar. Oleh karena peristiwa ini terjadi di lapangan terbuka (di luar kedai kopi), terdakwa masih dapat berbuat lain, misalnya lari/pergi dari tempat itu, atau ia masih dapat minta bantuan orang lain yang ada di sekitar tempat kejadian, orang-orang yang ada di kedai kopi, dan lain sebagainya. Dengan kata lain masih ada pilihan lain yang dapat dilakukan terdakwa selain membalas serangan dari korban. Oleh karena itu Pasal 49 ayat (1) maupun ayat (2) tidak dapat digunakan untuk dijadikan alasan penghapus pidana dalam kasus ini. 6. Batas Pembelaan Terpaksa (Noodweer)Korban Penganiayaan Sumber hukum pidana terdiri dari undang-undang, pendapat para ahli (doktrin) dan yurisprudensi. Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebagai undang-undang telah mengatur pembelaan terpaksa dalam Pasal 49 ayat (1) dan (2) yang secara eksplisit. Hal | 9


7. Duduk perkaranya I Made Rana dan Wayan Locong sebagai warga satu dusun sudah saling mengenal, suatu waktu duduk santai di warung Desa di Kabupaten Gianyar Bali. Saat itu, Wayan Locong yang badannya tegap tinggi meminta uang Rp.1000,kepada I Made Rana untuk membayar minuman di warung tersebut. Permintaan itu dituruti. Setelah itu Wayan Locong minta lagi, cincin yang sedang dipakai oleh I Made Rana. Permintaan ini pun dipenuhi. Tanpa suatu sebab, Wayan Locong memukul kepala I Made Rana, sambil menantang agar I Made Rana bersedia berkelahi dengannya untuk mengukur kesaktiannya. Tantangan ini tidak ditanggapi oleh I Made Rana. Pada malam harinya, Wayan Locong memberitahukan kepada isterinya (NiMade Sambereg) bahwa ia akan pergi berkelahi habis-habisan dengan seorang pria. Setelah memberitahukan hal tersebut kepada isterinya, Wayan Locong segera pergi keluar rumah dengan membawa senter lampu dan kayu pemanggal buaya (kayu berduri) sebesar lengan. Wayan Locong pergi ke rumah I Made Rana dan sesampainya di halaman rumah tersebut, Wayan Locong berteriak menyuruh I Made Rana keluar rumahnya, untuk berkelahi dengan dia disertai pukulan keras pada bambu pagar rumah I Made Rana. Wayan Locong dengan berlumuran darah pada perutnya pulang ke rumah yang disambut dengan tangisan istrinya. Setelah dirawat beberapa waktu lamanya, malam itu juga Wayan Locong meninggal dunia. Sementara (setelah kejadian) itu I Made Rana kembali pulang ke rumahnya. Saat di rumahnya ia baru mengetahui bahwa sabitnya berlumuran darah dan setelah dilihat halaman rumahnya juga ada ceceran darah. Melihat hal ini, akhirnya ia melapor kepada Kepala Dusun dan selanjutnya dilaporkan ke Kepolisian. 8. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah sebagai berikut: Primer : terdakwa bersalah melakukan perbuatan dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain (pembunuhan) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP, yaitu dengan cara mengayun-ayunkan (menyabetkan) sabitnya ke tubuh korban. Subsider: terdakwa bersalah melakukan penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang lain sebagaimana yang diatur dalam Pasal 351 ayat (3), yaitu dengan cara mengayun-ayunkan sabitnya kepada orang lain sehingga mengakibatkan orang lain itu meninggal dunia. Berdasarkan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum tersebut Pengadilan Negeri telah menjatuhkan putusannya sebagai diuraikan dibawah ini. Hal | 10


9. Putusan Pengadilan Negeri Pertimbangan Pengadilan Negeri dalam putusannya, secara ringkas adalah sebagai berikut: Tentang dakwaan primer: yaitu melanggar Pasal 338 KUHP; yang unsurunsurnya adalah: 1. Dengan sengaja 2. Menghilangkan jiwa orang lain. Mengenai dakwaan subsider: terdakwa telah didakwa melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1. penganiayaan 2. perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang. Majelis hakim berpendapat, Seyogianyaterdakwa masih dapat menghindar serangan dari korban tersebut dengan jalan lain, misalnya dengan cara menangkis atau menghindar daripada mengambil tindakan mengayunkan sabitnya yang tajam itu ke arah badan korban. Berdasarkan hal tersebut hakim berpendapat perbuatan terdakwa bukan merupakan pembelaan terpaksa(noodweer) dan oleh karenanya terdakwa terbukti sebagai orang yang mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan harus dipidana. C. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap masalah syaratsyarat dan batas pembelaan terpaksa sebagaimana telah dikemukakan dalam bab III, peneliti menyimpulkan sebagai berikut : a) Syarat harus dipenuhi sehingga termasuk dalam lingkup pembelaan terpaksa sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 49.Dalam praktiknya penerapan Pasal 49 sangat bergantung dari fakta yuridis dan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dimana dalam putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Palembang No. 994/PID.B/2004/PN.Plg. Dalam pertimbangan hukumnya ditemukakan bahwa perbuatan terdakwa Deni Triokta Als Bin Edi Nuryadi tidak terbukti melakukan pembunuhan dalam dakwaan primer, karena salah satu unsur dalam Pasal 338 jo 55 KUHP menurut hakim tidak terbukti. Namun demikian, perbuatan terdakwa Deni Triokta Als Bin Edi Nuryadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penganiayaan yang mengakibatkan kematian korban. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan terdakwa melakukan Hal | 11


perbuatan tersebut karena korban telah melakukan serangkaian perbuatan yang telah menyerang kehormatan terdakwa seperti mencium, meraba-raba kemaluan terdakwa bahkan akan membunuh terdakwa sekalipun terdakwa telah berusaha melarikan diri guna menghindari perbuatan korban tetapi tidak berhasil, sehingga telah memnuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 49 KUHP, akan tetapi fakta-fakta yang terungkap dipersidangan tersebut justru bukan dijadikan pertimbangan hukum dalam membuat putusan. b) Batas pembelaan terpaksa secara tegas telah ditentukan secara limitatif dalam Pasal 49 KUHP, namun dalam penerapannya hakim pengadilan negeri, hakim pengadilan tinggi maupun putusan hakim mahkamah agung, justru tidak memiliki pola yang sama dalam pertimbangan hukumnya, seperti dalam putusan pengadilan negeri No. 579 K/Pid/1990 tanggal 11 Juli 1990 dan Putusan MARI No. 1897-K/Pid/1992, tanggal 20 Juli 1994, menunjukkan bahwa batas penerapan Pasal 49 KUHP terhadap tindak pidana penganiayaan tidak memiliki perbedaan dalam pertimbangan hukumnya, sehingga sulit difahami apakah Pasal 49 ayat (1) yang terbukti secara dan menyakinkan terhadap perbuatan terdakwa dalam tindak pidana penganiayaan atau Pasal 49 ayat (2) KUHP, karena kedua ayat itu secara tegas dibedakan baik dalam KUHP maupun dalam doktrin hukum pidana. Artinya sangat mungkin batasan penerapannya dapat menimbulkan ketidakadilan bagi korban penganiayaan yang justru menjadi terdakwa. 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut di sarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Penerapan Pasal 49 KUHP secara yuridis normatif jelas berbeda, sehingga dalam pemeriksaannya diperlukan hakim baik ditingkat pertama, banding dan kasasi wajib diperiksa oleh hakim yang mengerti dan memahami hukum pidana khususnya berkaitan dengan perkara pembelaan terpaksa ; 2. Perlu adanya teguran bagi hakim yang mempunyai putusan yang berbeda-beda dalam kasus yang sama, karena undnag-undang telah menentukan secara limitatif, artinya tidak perlu mencari penafsiran lain ; Hal | 12


3. Perlu pembenahan sumber daya manusia dalam memahami substansi hukum pidana khususnya dalam perkara pembelaan terpaksa.

Hal | 13


DAFTAR PUSTAKA A. Buku A.Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika, 1995. ---------, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika, 2007 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001. --------, Pelajaran Hukum Pidana, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2002. Andi hamzah, Asas-Assa Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2007. Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Bambang Poernomo, Azaz-azaz Hukum Pidana,Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994. Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Djambatan, Jakarta, 1998. Didik M.Arief Mansyur dan Ellisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007. Jhonny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2006. Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, dan Kesehatan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010. M. Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP (Hukum Pidana Dalam Kodifikasi), BP Universitas, Palembang, 2007. Mardjono Reksoputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI, Jakarta, 1994. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008. ---------, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 2011. B. Perundang-undangan Molejatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 2011 Roeslan Saleh, Kitab Undang-undang Hukum pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1987. ---------, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Politeia, Bogor, 1996. C. Internet dan Kamus Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, www.jimly.com/pemikiran/ getbuku/12, Diaskes Tanggal 21 Oktober 2012 Feri Firmansyah, Pengertian AsasLegalitas, http://klikfe.blogspot.com/2011/03/ pengertian-asas-legalitas.html, Diakses Tanggal 21 Oktober 2012. Alvi Syahrin, Alasan Penghapus Pidana, http://alviprofdr.blogspot.com/2010/11/alasan-penghapusan-pidana.html, Diakses Tanggal 21 Oktober 2012. Hal | 14


Syarat-syarat Pembelaan Diri yang Dibenarkan Hukum, http://www.hukumonline.com /klinik/detail/lt5057343d8ada9/syaratsyarat-pembelaan-diri-yang-dibenarkan-hukum, Diakses Tanggal 05 Desember 2012. H.M. Hamdan, Alasan Penghapus Pidana, (makalah), 2009, hlm 8. diakses tanggal 6 April 2013. http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-kejahatan. html, Diakses Tanggal 09 Desember 2012. http://balance04.blogspot.com/2010/03/perbedaan-pelanggaran-dengankejahatan.html, Diakses Tanggal 09 Desember 2012. Kejahatan Terhadap Tubuh, http://anggijuve.blogspot.com/2009/03/ kejahatanterhadap-tubuh.html, Diakses Tanggal 10 Desember 2012. http://id.scribd.com/doc/39802104/1/A-Pengertian-Viktimologi, Diakses Tanggal 10 Desember 2012. Ruang Lingkup Viktimologi, http://raypratama.blogspot.com /2012/02/ruanglingkup-viktimologi.html, Diakses Tanggal 10 Desember 2012. Viktimologi,http://fauzysroom.blogspot.com/2012/01/viktimologi.html, Diakses Tanggal 10 Desember 2012. ---------,http://wwwgats.blogspot.com/2008/12/victimologi.html, Diakses Tanggal 10 Desember 2012. H.M. Hamdan, Alasan Penghapus Pidana, Tidak Dipulikasikan, 2010. Peniadaan Pidana, http://makalah-hukum-pidana.blogspot.com/2012_ 09_01 archive. html, Diakses Tanggal 10 Desember 2012. Lahirnya Alasan Penghapus Pidana, http://tutorq.blogspot.com /2012/06/lahirnyaalasan-penghapusan-pidana-di.html, Diakses Tanggal 10 Desember 2012. Aspek Hukum Pidana Dalam Penyelenggaraan Negara, http://antonimitralaw.blogspot.com/, Diakses Tanggal 10 Desember 2012. Alasan Peniadaan Pidana, http://henrik-blog2.blogspot.com/2012/06/ alasanpeniadaan-pidana.html, Diakses Tanggal 10 Desember 2012. Rangkuman Asas-asas Hukum Pidana, http://andruhk.blogspot.com/2012 /07/asas-asas-hukum-pidana.html, Diakses Tanggal 10 Desember 2012. Ringkasan Buku Asas-asas Hukum Pidana Andi Hamzah, http://kazamashuriken.blogspot .com/2011/03/ringkasan-buku-asas-asashukum-pidana.html, Diakses Tanggal 10 Desember 2012. Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ke-2, Jakarta: Balai Pustaka, 1989,

Hal | 15


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.