Ej pidana #1 nenty permata sari

Page 1

Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Korban Tindak Pidana di Bidang Medis

Oleh: Nenty Permata Sari, SH Lulus Tanggal 19 Juli 2013 di Bawah BimbinganHj. Nashriana, S.H.,M.H dan Vera Novianti, S.H., M. Hum


Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Korban Tindak Pidana di Bidang Medis Oleh: Nenty Permata Sari, SH Lulus Tanggal 19 Juli 2013 di Bawah BimbinganHj. Nashriana, S.H.,M.H dan Vera Novianti, S.H., M. Hum

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Hukum diartikan sebagai keseluruhan kumpulan-kumpulan peraturanperaturan tertulis atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat sebagai susunan sosial, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan memberikan sanksi jika dilanggar. Tujuan pokok dari hukum adalah menciptakan suatu tatanan hidup dalam masyarakat yang sejahtera dan tertib. Dengan terciptanya ketertiban didalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia dapat terlindungi.1 Perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia di bidang kesehatan terlihat jelas masih kurang. Di negara-negara maju yang lebih dulu mengenal istilah malpraktik medis ini ternyata tuntutan terhadap dokter yang melakukan ketidaklayakan dalam praktek juga tidak berkurang. Biasanya yang menjadi sasaran terbesar adalah dokter spesialis bedah (ortopedi, plastic dan syaraf), spesialis anestesi serta spesialis penyakit kandungan dan kebidanan.2 Hukum kesehatan termasuk hukum lex specialis yang melindungi secara khusus tugas dan profesi kesehatan dalam program pelayanan kesehatan manusia dan perlindungan secara khusus terhadap pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.3 Istilah “Malpraktek” tidak dijumpai dalam KUHP, karena memang bukan istilah yuridis, istilah “malpraktek” hanya digunakan untuk menyatakan 1

Soeparto, Pitono, dkk, 2008, Etik Dan Hukum Dibidang Kesehatan, Airlangga, Surabaya, hlm. 129. 2 DIR 1/ KAM & TRANNAS BARESKRIM POLRI JAKARTA, Jurnal Aspek Hukum Malpraktek Pelayanan Kesehatan, Edisi Tinjauan Kasus Kriminal, 4 Juli 2010, hlm 5. 3 Nusye Ki Jayanti, 2009, Penyelesaian Hukum Dalam Malapraktik Kedokteran, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hlm. 14.

Hal | 1


adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi, baik dibidang hukum maupun di bidang kedokteran. Dalam bidang kesehatan, malapraktik adalah penyimpangan penanganan kasus atau masalah kesehatan (termasuk penyakit) oleh petugas kesehatan, sehingga menyebabkan dampak buruk bagi pasien atau korban. Lebih khusus lagi bagi tenaga medis (dokter atau dokter gigi). Malpraktik medik dapat terjadi karena tindakan kelalaian ataupun suatu kekurang mahiran atau ketidakkompeten yang tidak beralasan. Untuk malpraktik medik yang dilakukan dengan sikap batin culpa hanya 2 Pasal yang biasa diterapkan yaitu Pasal 359 (jika mengakibatkan kematian korban) dan Pasal 360 KUHP (jika korban luka berat). Pada tindak pidana aborsi kriminalis (Pasal 347 dan 348 KUHP). Hampir tidak pernah jaksa menerapkan pasal penganiayaan (Pasal 351-355 KUHP) untuk malpraktik medis. Kasus korban usus hilang 35 sentimeter minta keadilan. Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) mengecam ketidakseriusan pihak kepolisian Polda Riau yang tidak menindaklanjuti kasus dugaan malpraktik yang menimpa Ellyna Fitri pasien dari Indragiri Hulu, Riau di RSUD Indra Sari. Menurut Tim Litigasi DKR, Royke Barce Bagalatu S.H, operasi usus buntu tanpa persetujuan keluarga adalah melanggar UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 45 ayat 5 yang menegaskan bahwa “ setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung resiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan�. Sedangkan infeksi yang disebabkan operasi usus buntu dan menyebabkan pemotongan usus sepanjang 35 sentimeter pada Ellyna Fitri yang hingga saat ini terganggu kesehatannya adalah kelalaian seperti tertera pada KUHP Pasal 360 ayat 1 Selama ini IDI melakukan proteksi berlebihan pada anggotanya dan meninggalkan nilai kemanusian. Ada ratusan kasus malpraktek terjadi di Indonesia namun hanya beberapa saja yang bisa masuk ke pengadilan dan belum tentu bisa memberi vonis yang pantas bagi dokter-dokter yang melakukan malpraktik. Seharusnya menurut Hadi Supeno, IDI meningkatkan kualitas dokter dengan tetap berorientasi pada perlindungan pasien bukannya dengan mengorbankan pasien, karena selama ini pelaku malpraktik selalu dilindungi IDI.4

4

Korban Usus Hilang 35 Sentimeter Minta Keadilan,http://www.tribunnews.com/2010/06/01/Korban. Usus. Hilang. 35. Sentimeter. Minta. Keadilan, diakses tanggal 02 Oktober 2012, Pukul 17.22 WIB.

Hal | 2


Tindakan malpraktik menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil di pihak pasien atau keluarga pasien sebagai korban. Oleh karena itu perlu dikaji bagaimana upaya untuk memberikan perlindungan hukum bagi pasien. Di dalam KUHAP juga mengatur hak korban tindak pidana kejahatan dalam Pasal 98-101, yang mengatur tentang penggabungan gugatan ganti kerugian dengan perkara pidana. 2. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap Korban tindak pidana di bidang medis ? 2. Bagaimana menentukan kesalahan Pelaku tindak pidana di bidang medis ? 3. Kerangka Teoritis Merupakan suatu tindakan malpraktek apabila telah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :5 1. Adanya duty (kewajiban) yang harus dilakukan. 2. Adanya dereliction of that duty (penyimpangan kewajiban). 3. Adanya damage (kerugian). 4. Adanya direct causal relationship (berkaitan langsung) Kelalaian dapat terjadi dalam 3 (tiga) bentuk yaitu:6 1. Malfeasance yaitu melakukan tindakan yang melanggar hukum. 2. Misfeasance yaitu melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat. 3. Nonfeasance yaitu tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. 4. Metode Penelitian a) Bahan Hukum Bahan Hukum yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari :7 - Bahan hukum primer, yaitu antara lain : 5

Soerjono Soekanto dan Herkutanto, 1987, Pengantar Hukum Kesehatan, Remaja Karya, Jakarta, hlm. 157. 6 Eka Julianta Wahjoepramono, 2012, Konsekuensi Hukum Dalam Profesi Medik, Karya Putra Darwati, Bandung, hlm. 89. 7 Ibid, hlm. 106.

Hal | 3


-

-

a. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; b. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; c. Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); d. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Bahan hukum sekunder, seperti Keputusan Presiden Nomor 56 tahun 1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK), makalah-makalah dan Hukum kesehatan dan lain-lain. Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus kesehatan

b) Pengumpulan Bahan Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, publikasi, dokumen resmi, buku-buku dan juga membutuhkan informasi dan wawancara dengan tenaga medis atau instansi yang berkenaan dengan objek penelitian yang diperlukan sebagai data penunjang penelitian ini.8 c) Analisa Bahan Penelitian dan Penarikan Analisa data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap bahan Hukum primer dan bahan Hukum sekunder. Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur Hukum positif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi dan makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian. 9 Selanjutnya penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan yang bertolak dari suatu proposal umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan yang lebih khu 8

Ibid, hlm. 107. Ibid

9

Hal | 4


B. PEMBAHASAN 1. Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Korban Tindak Pidana di Bidang Medis a) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Tabel: Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Kesalahan Atau Kelalaian Di Bidang Medis Yang Terdapat Dalam KUHP(Pasal 346, 347, 348, 359, 360, 386) Pasal

TindakPidana

346

menggugurkan ataumematikankandungannya atau menyuruhorang lain untuk itu. 1. Menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya 2. Jika perbuatanitu mengakibatkanmeninggal nya wanitatersebut.

347

348

Pertanggungjawaban Pidana Dengan sengaja

Dengan sengaja

AncamanPidana Pidanapenjara palinglama 4 tahun

Penjara paling lama 12 tahun

Penjara palinglama 15 tahun 1. menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya 2. jika perbuatan itu mengakibatkan meninggalnya wanita tersebut.

359

360

Dengan sengaja

Kerena kesalahannya (kealpaanya) menyebabkan oranglain meninggal 1.karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka berat 2.karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara, atau tidak dapat menjalankan jabatan atau pekerjaannya sementara

Penjara 5 tahun 6 bulan

Penjara 7 tahun

Penjara 5 tahun atau pidana kurungan 1 tahun Kesalahan (kealpaannya)

Penjara 5 tahun atau pidana kurungan 1 tahun Kesalahan (kealpaannya)

1.menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan, minuman, atau obat-obatan yang di ketahuinya bahwa itu di palsukan.

Penjara 9 bulan atau pidana kurungan 6 bulan atau pidana denda empat ribu lima ratus rupiah. Kesalahan (kealpaannya)

Hal | 5


2.barang makanan, minuman atau obat-obatan itu dipalsukan jika nilai faedahnya menjadi berkurang karena sudah dicampur dengan bahan lain. 386

Penjara 4 tahun Dengan sengaja

b) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.10 Ketentuan pidana yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dirumuskan dalam Pasal 190 sampai dengan pasal 199. c) Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Untuk memberikan Perlindungan dan Kepastian Hukum kepada penerima Pelayanan Kesehatan, Dokter, dan Dokter gigi, diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan Praktik Kedokteran. Ketentuan Pidana yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun2004 tentang Praktik Kedokteran dirumuskan pada Pasal 75-80. Hak dan kewajiban dokter atau dokter gigi:11 a. Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak: 1) Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. 2) Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional. 3) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dan pasien atau keluarganya dan, 4) Menerima imbalan jasa.

10

Lihat Pembukaan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Lihat Ketentuan Pasal 50 Dan Pasal 51 Undang-Undang Nomor. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. 11

Hal | 6


b. kewajiban: 1) Membenikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. 2) Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan lebih baik, apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan atau pengobatan. 3) Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. 4) Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya dan, 5) Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Hak dan kewajiban Pasien :12 a. Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: 1) Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3). 2) Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain. 3) Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis. 4) Menolak tindakan medis dan, 5) Mendapatkan isi rekam medis. b. kewajiban: 1) Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya. 2) Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi. 3) Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan. 4) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. d) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang No.8 Tahun1981 Tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Bab XIII Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian pada Pasal 98-101. 12

Lihat Ketentuan Pasal 52 Dan Pasal 53 Undang-Undang Nomor. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

Hal | 7


Hak-hak pasien adalah hal-hal yang bisa dituntut dari petugas kesehatan atau dokter yang melayani. Sedangkan kewajiban pasien adalah hal-hal yang harus diberikan pasien kepada petugas kesehatan atau dokter. Seorang petugas kesehatan atau dokter tidak seharusnya mengutamakan kewajiban pasien terlebih dahulu sebelum memenuhi hak-hak pasien.13 Secara garis besar kewajiban-kewajiban masyarakat atau pasien antara lain sebagai berikut:14 a. Memeriksakan diri sedini mungkin pada petugas kesehatan atau dokter. b. Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang penyakitnya. c. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter. d. Menandatangani surat-surat pernyataan persetujuan tindakan (inform concent). e. Yakin pada dokternya dan yakin akan sembuh. f. Melunasi biaya perawatan, biaya pemeriksaan dan pengobatan serta honorarium dokter. Hak-hak dan kewajiban petugas kesehatan, terutama dokter: a. Kewajiban Dokter a) Kewajiban umum. b) Kewajiban terhadap penyakit atau pasien. c) Kewajiban terhadap teman sejawat. d) Kewajiban terhadap diri sendiri. b. Hak-hak Dokter a) Melakukan praktik dokter. b) Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien atau keluarga tentang penyakitnya. c) Bekerja sesuai standar profesi. d) Menolak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan etika, hukum, agama, dan hati nurani. e) Mengakhiri hubungan dengan seorang pasien, jika menurut penilaiannya kerja sama pasien dengannya tidak ada gunanya lagi, kecuali dengan keadaan darurat. 13

Cecep Triwibowo, 2012, Perizinan Dan Akreditasi Rumah Sakit, Nuha Medika, Yogyakarta, hlm. 45. 14 Ibid.

Hal | 8


f) Menolak pasien yang bukan bidang spesialisasinya, kecuali dalam keadaat darurat atau tidak ada dokter lain yang mampu menanganinya. g) Hak atas “privacy� dokter. h) Ketenteraman bekerja. i) Mengeluarkan surat-surat keterangan dokter. j) Menerima imbalan. k) Menjadi anggota perhimpunan profesi. l) Hak membela diri. Rumusan sengaja pada norma Hukum Pidana dimuat dengan kata-kata, antara lain:15 a. Dengan maksud b. Dengan sengaja c. Mengetahui atau diketahuinya d. Dengan rencana terlebih dahulu Secara umum, pakar Hukum Pidana telah menerima adanya tiga bentuk kesengajaan, yaitu :16 a. Kesengajaan sebagai maksud, adalah dimana akibat dari perbuatan itu diharapkan timbul atau agar peristiwa pidana itu sendiri terjadi. b. Kesengajaan dengan keinsyafan pasti, ialah si pelaku mengetahui pasti atau yakin benar bahwa selain akibat dimaksud, akan terjadi suatu akibat lain. c. Kesengajaan sebagai kemungkinan, adalah seseorang melakukan perbuatan dengan tujuan untuk menimbulkan suatu akibat tertentu, akan tetapi si pelaku menyadari bahwa mungkin akan timbul akibat lain juga dilarang dan diancam oleh Undang-undang. rkealpaan itu memuat tiga unsur:17 1) Pelaku berbuat lain dari apa yang seharusnya diperbuat menurut Hukum tertulis maupun tidak tertulis, sehingga sebenarnya ia telah melakukan suatu perbuatan yang melawan Hukum. 2) Pelaku telah berlaku kurang berhati-hati, ceroboh, dan kurang berpikir panjang.

15

Leden Marpaung, 2005, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta,

hlm. 22. 16

Leden Marpaung, Opcit, hlm. 15. Ibid, hlm. 44.

17

Hal | 9


3) Perbuatan pelaku tidak dapat dicela, oleh karenanya pelaku harus bertanggung jawab atas akibat perbuatannya tersebut. Hukum Pidana termasuk Hukum yang berlaku umum, artinya setiap orang wajib tunduk dan taat serta pelaksanaan sanksinya dapat dipaksakan juga terhadap seorang Dokter. Contohnya, Hukum Kedokteran harus memenuhi Azas Praduga Tak Bersalah. Jika perbuatan Malpraktik yang terjadi dilakukan oleh Dokter dengan kasus yang ada karena Kelalaian, maka Dokter dapat dikenakan sanksi Pidana karena kesengajaan atau kelalaian telah melakukan perbuatan melawan Hukum yakni menghilangkan nyawa orang lain dan mengancam keselamatan jiwa pasien. Jika terbukti melakukan tindakan medis yang tidak memenuhi standar operasi praktik yang digunakan, melanggar kode etik kedokteran Indonesia (KODEKI), dan Undangundang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, maka Dokter itu dapat dikenakan tuduhan malpraktik dan sanksi Pidana.18 e) Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) Nomor. 1438/MENKES/PER/IX/2010 Tentang Standar Pelayanan Kedokteran dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 43/MENKES/SK/X/1993 Tentang Kode Etik Kedokteran Indonesia. Pada dasarnya PERMENKES dan KEPMENKES RI ini merupakan suatu pedoman yang dibuat untuk dijadikan landasan bekerja ketika interaksi terjadi antara Dokter, Perawat, dan Pasiennya, sehingga pedoman itu wajib diikuti oleh Dokter atau Dokter Gigi yang melakukan Praktek Kedokteran, sebagaimana ketentuan Pasal 1 butir (1) PERMENKES Nomor. 1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran. C. PENUTUP Perlindungan hukum bagi korban tindak pidana bidang medis dalam hukum pidana positif di Indonesia saat ini dilakukan dengan mengenakan sanksi bagi pelaku tindak pidana berdasarkan KUHPidana, UU No. No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU. No. 29 Tahun 2004tentang Praktik Kedokteran, 18

Putra Jaya Nyoman, Kapita Selekta Hukum Pidana, PenerbitUniversitas Diponegoro, Semarang, hlm. 34.

Hal | 10


Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan peraturan-peraturan berlaku yang mendukung. Pada dasarnya yang prtugas kesehatan termasuk Dokter tugas utamanya adalah melayani masyarakat atau pasien. Tugas seorang pelayan hendaknya mendahulukan kepentingan atau hak yang dilayani yakni pasien. Hak-hak masyarakat atau Pasien harus diimbangi dnegan kewajiban-kewajiban mereka terhadap petugas pelayanan kesehatan atau Dokter. Maka, masyarakat atau pasien yang baik pasti akan melakukan atau memenuhi kewajibannya setelah hak-haknya dipenuhi oleh petugas kesehatan atau Dokter yang sudah

Hal | 11


DAFTAR PUSTAKA Buku : Eka Julianta Wahjoepramono, 2012, Konsekuensi Hukum Dalam Profesi Medik, Karya Putra Darwati, Bandung. Leden Marpaung, 2009, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. Nusye Ki Jayanti, 2009, Penyelesaian Hukum Dalam Malapraktik Kedokteran, Pustaka Yustisia, Yogyakarta. Putra Jaya Nyoman, 2005, Kapita Selekta Hukum Pidana, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Soeparto, Pitono, dkk, 2008, Etik Dan Hukum Dibidang Kesehatan, Airlangga, Surabaya. Soerjono Soekanto dan Herkutanto, 1987, Pengantar Hukum Kesehatan, Remaja Karya, Jakarta. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. PeraturanMenteri Kesehatan (PERMENKES) Nomor.1438/MENKES/PER/ IX/2010 Tentang Standar Pelayanan Kedokteran. Website Korban Usus Hilang 35 Sentimeter Minta Keadilan, http://www.tribunnews.com/2010/06/01/Korban. Usus. Hilang. 35. Sentimeter. Minta. Keadilan, diakses tanggal 02 Oktober 2012, Pukul 17.22 WIB. Jurnal DIR 1/ KAM & TRANNAS BARESKRIM POLRI JAKARTA, Jurnal Aspek Hukum Malpraktek Pelayanan Kesehatan, Edisi Tinjauan Kasus Kriminal, 2010. melayaninya.

Hal | 12


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.