Tempat dan Waktu Tindak Pidana Serta Hubunganya Dengan Daluwarsa Dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Oleh: Ramawati Kemalasari, SH Lulus Tanggal 19 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Dr. H. Ruben Achmad, SH.,MH dan Henny Yuningsih, S.H., M.H
Tempat dan Waktu Tindak Pidana Serta Hubunganya Dengan Daluwarsa Dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Oleh: Ramawati Kemalasari, SH Lulus Tanggal 19 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Dr. H. Ruben Achmad, SH.,MH dan Henny Yuningsih, S.H., M.H
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kejahatan memang merupakan suatu gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap kelompok masyarakat yang ada dimuka bumi ini dan banyak sekali usaha-usaha manusia untuk menghapuskan kejahatan tersebut, akan tetapi kegiatan tersebut tidak dapat dihapuskan tetapi hanya dapat dikurangi intensitasnya maupuan kualitasnya. Kejahatan merupakan suatu peristiwa dimana terjadinya penyelewengan terhadap norma-norma atau prilaku teratur yang menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia. Sesuai dengan ketentuan yang terdapat didalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum. Dipandang dari sudut formil (menurut hukum) kejahatan adalah suatu perbuatan yang oleh masyarakat ( dalam hal ini negara) diberi pidana. 1 Sehubung dengan pengertian kejahatan tersebut diatas J.E Sahetapy dan B. Mardjono Reksodipuro menyatakan bahwa Kejahatan adalah setiap perbuatan (termasuk kelalaian) yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi hukum pidana karena melanggar norma-norma sosial masyarakat, yaitu harapan masyarakat menyangkut tingkah laku yang patut dari seseorang warga negaranya.2 Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan yang terjadi didalam masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring dengan perkembangan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Memang salah satu sifat dari hukum adalah dinamis. untuk itu hukum harus selalu ditegakan. Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara 1
JE. Sahetapy, Kejahatan Dalam Beberapa Analisa Kriminologi, Alumni, Bandung, 1981, hlm 91 2 JE. Sahetapy, Parados Kriminologi, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, hlm 81
Hal | 1
Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan yang terjadi didalam masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring dengan perkembangan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Memang salah satu sifat dari hukum adalah dinamis. untuk itu hukum harus selalu ditegakan. Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk 3 1. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, diserta dengan ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut 2. Menetukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaiman yang telah diancamkan 3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat di laksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Hukum pidana yang berlaku di Indonesia adalah yang telah dikodifikasi, yaitu sebagian terbesar dan aturan-aturanya telah disusun dalam kitab UndangUndang (Wetboek), yang dinamakan Kitab Undang-Undang Pidana, menurut suatu sistem yang tertentu. 4 Secara umun, hukum pidana berfungsi mengatur dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar tercipta dan dapat terpeliharanya ketertiban umun. Manusia hidup dipenuhi oleh berbagai kepentingan dan kebutuhan. Antara satu kebutuhan dengan yang lain tidak saja berlainan, tetapi terkadang saling bertentangan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentinganya ini, manusia bersikap dan berbuat, agar sikap dan perbuatanya tidak merugikan kepentingan dan hak seseorang, hukum memberikan rambu-rambu berupa batasan-batasan tertentu sehingga manusia tidak sebebas-bebasnya berbuat dan bertingkah laku dalam rangka mencapai dan memenuhi kepentinganya itu.5 Mengenai dilarang dan diancamnya suatu prilaku, yaitu tentang prilaku pidananya sendiri, mengenai criminal act, juga ada dasar yang pokok, yaitu asas legalitas (Principle of Legality). Asas ini menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Biasanya dikenal dengan dalam bahasa latin 3
Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm 1 Ibid, hlm, 17 5 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002,hlm, 15 4
Hal | 2
sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lage (tidak adanya delik, tidak adanya pidana tanpa peraturan lebih dulu)6 Dalam pasal 143 KUHAP, syarat materil surat dakwaan harus berisi secara teliti, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut tempat dan waktu perbuatan pidana dilakukan, yang jika syarat itu tidak dipenuhi maka surat dakwaan itu terancam batal demi hukum (143 ayat 3 KUHAP). Dalam Praktik hukum pidana perihal tempat dan waktu tindak pidana , juga penting bagi tersangka atau dakwaan dan penasihat hukum dalam hal menyiapkan dan atau melakukan pembelaanya dengan sebaik-baiknya, khusunya mengenai alibi, serta untuk mengetahui faktor yang dapat mengakibatkan timbulnya daluwarsa dalam kasus pidana.7 Daluwarsa (lewat waktu/ verjaring) dalam hukum dikenal secara teori maupun dalam prakteknya sebagai lewat waktu yang ditetapkan oleh UndangUndang sehingga jaksa kehilangan hak untuk menuntut suatu perkara pidana. Adapun jangka waktu dari daluwarsa yang telah ditetapkan dalam Pasal 78 KUHP yaitu sebagai berikut: 8 Ayat (1) untuk pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan dengan alat cetak, batas waktu daluwarsa adalah satu tahun, lewat dari satu tahun jaksa kehilangan hak menuntut, Ayat (2) untuk kejahatan yang diancam pidana dibawah 3 tahun, batas waktu daluwarsa adalah enam tahun, Ayat (3) untuk kejahatan yang diancam kejahatan yang diancam diatas 3 tahun, batas waktu daluwarsa adalah dua belas tahun, Ayat (4) untuk kejahatan yang diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, jangka waktu daluwarsa delapan belas tahun. Sedangkan menurut Pasal 84 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berbunyi :9 1. Kewenangan menjalankan pidana hapus karena lewat waktu 2. Tenggang lewat waktu mengenai semua pelanggaran lamanya dua tahun, terkait kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya lima tahun, dan menganai kejahatan-kejahatan yang lain 6
Moeljatno Op.cit, hlm 25 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1 PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm 137 8 http//www.tandjoeng,wordpress.com/2009/03/11/asas-daluwarsa-dalam-hukum-pidana.tanggal 5 februari 2013,pukul.14.30 wib 7
9
Andi Hamzah, Kitab Undang Undang Hukum Pidana Pasal 84 , Rieka Cipta, Jakarta, 2008
Hal | 3
lamanya sama dengan tenggang lewat waktu bagi penuntutan pidana, di tambah sepertiga 3. Bagaimana pun juga tenggang waktu tidak boleh kurang dari lamanya pidana yang dijatuhkan 4. Wewenang menjalankan pidana mati tidak lewat waktu 2. Permasalahan 1. Apa kegunaan penentuan tempat dan waktu tindak pidana dalam menyelesaikan suatu kasus tindak pidana? 2. Hal-hal apakah yang menjadi penyebab terjadinya daluwarsa dalam tindak pidana? 3. Kerangka Konseptual Berdasarkan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Dalam pasal 143 KUHAP, syarat materil surat dakwaan harus berisi secara teliti, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut tempat dan waktu perbuatan pidana. Pasal 78 Kitab Undang Undang Hukum Pidana : 1. Kewenangan menuntut pidana dihapus karena lewat waktu : a. Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun b.Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda,pidana kurungan,atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun; c. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun sesudah dua belas tahun d. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun. 2. Bagi orang yang pada saat itu, melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang lewat waktu diatas dikurangi sepertiga. Pasal 79 Kitab Undang Undang Hukum Pidana tenggang lewat waktu mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal berikut : 1) Mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai waktu berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang rusak digunakan; Hal | 4
2) Mengenai kejahatan dalam pasal 328,329,330,dan 333 tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia 3) Mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a, tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register-register catatan sipil harus dipindah ke kantor panitera suatu pengadilan,dipindah ke kantor tersebut B. PEMBAHASAN 1. Kegunaan Penentuan Tempat dan waktu tindak pidana dalam menyelesaikan suatu kasus tindak pidana a) Kegunaan penentuan tempat dalam tindak pidana Telah di uraiankan pada bab-bab sebelumnya bahwa tempat dan waktu dalam suatu tindak pidana merupakan salah faktor yang sangat penting dalam menunjang proses pengungkapan dalam tindak pidana.Tempat dalam tindak pidana manfaatnya sangat penting dan besar artinya dalam menunjang keberhasilan proses pengungkapan tindak pidana. Tempat dari pada tindak pidana berguna untuk :10 1. Menentukan berlakunya undang-undang hukum pidana dari suatu negara 2. Untuk menetapkan di wilayah hukum manakah terjadinya tindak pidana yang bersangkutan, sehingga dapat di tentukan pula pengadilan yang berwenang untuk mengadili pelakunya 3. Untuk mengetahui apakah suatu tindak pidana dilakukan di tempat umum atau tidak 4. Untuk mengetahui dapat tidaknya suatu hukum pidana diberlakukan terhadap suatu perkara. 5. Sebagai salah satu syarat mutlak sahnya surat dakwaan Secara umum jika kita mempelajari tentang hukum pidana kita sudah pasti akan berhadapan langsung dengan sejumlah kasus yang beragam macamnya terjadi didalam masyarakat dan kehidupan keseharian kita. Hukum Pidana sebagai hukum yang bersifat Ultimum Remidium ( jalan terakhir atau 10
Gerson W Bawengan, Hukum Pidana Dalam teori Dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta,1983 hlm 178
Hal | 5
pilihan terakhir ) sudah barang tentu memiliki konsekuensi yang lebih berat dari hukum yang lain karena dalam hukum pidana dikenal dengan pengenaan sanksi (Straf).11 Hukum Pidana adalah jenis hukum yang sangat detail dalam pelaksanaannya karena dalam setiap dakwaan dan penuntutan jaksa penuntut harus dapat menguraikan dengan jelas cermat dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan serta harus menyertakan atau menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan atau lebih familiar dengan kata Locus dan Tempus Delictinya. Tempat dan waktu ini sangat perlu dalam surat dakwaan karena jika tidak maka dakwaannya batal demi hukum. Untuk menentukan Locus dan TempusDelicti ini secara pasti tidaklah mudah karena pada hakikatnya tindak pidana merupakan tindakan manusia, dimana untuk melakukan tindak pidana itu sering digunakan alat yang dapat membantu orang tersebut melakukan tindak pidana yang tentunya hal ini susah dilacak. Selain itu pengaturan tentang Locus dan Tempus ini tidaklah diatur dalam kitab Undang - Undang Hukum Pidana melainkan ajaran ini hanya dapat di pelajari dari doktrin. Sehingga perlu pemahanan secara holistik untuk mengaitkan antara doktrin dan hukum positif yang telah ada dan diatur dalan KUHP yang berlaku.12 Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana ada beberapa pasal yang mengatur ketentuan tentang tindak pidana menurut waktu terdapat di dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Locus Delicti berhubungan dengan Pasal 2 sampai Pasal 9 KUHP yaitu menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana atau tidak. Selain itu juga, locus delicti akan menetapkan pengadilan mana yang memiliki wewenang terhadap kasus tersebut dan ini berhubungan dengan kompetensi relative.13 Sesuai yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang mengatakan bahwa “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang sudah ada�. Maka bila perbuatan tersebut telah dilaksanakan orang setelah suatu ketentuan pidana menurut undang-undang itu benar-benar berlaku, pelakunya itu dapat dihukum dan dituntut berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam ketentuan 11
I Gede Widhiana Suarda, Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.1998 hlm.8-11 Tongat, Dasar–Dasar Pemidanaan Dalam Persepektif Pembaharuan. Refika Aditama, Bandung.2001, hlm 146 13 Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto UNDIP, 1990 hlm 19 12
Hal | 6
pidana tersebut. Ini berarti bahwa orang yang telah melakukan suatu tindak pidana dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang itu hanya dapat dihukum dan dituntut berdasarkan undang-undang pidana atau berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang yang telah berlaku, pada waktu orang tesebut telah melakukan tindakannya yang terlarang dan diancam dengan hukuman. 14 Sedangkan untuk konsep KUHP lebih memperinci perubahan undangundang pidana tersebut. Pasal 1 ayat (2) KUHP merupakan pengecualian terhadap berlaku surut (retroaktif) undang-undang pidana. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) KUHP dimungkinkan suatu peraturan pidana berlaku surut, namun demikian aturan undang-undang tersebut haruslah yang paling ringan atau menguntungkan bagi terdakwa.15 Dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP mempunyai 2 peraturan pokok, yaitu: a. Sesudah perbuatan dilakukan ada perudahan dalam perundangundangan. b. Dipakai aturan yang paling menguntungkan atau meringankan. Menurut Bambang Poernomo, 2 (dua) ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP itu menimbulkan pandangan dan masalah, sehingga perlu dilihat kembali atas kemanfaatan dari hukum peralihan yang perumusannya seperti itu akan ditiadakn sama sekali dengan pertimbangan tidak ada hukum yang berdiri sendiri tanpa pengaruh dari lapangan hukum yang lain sehingga hukum pidana akan tetap memperhatikan perkembangan lapangan hukum yang lain.16 a. Dasar perubahan undang-undang yang baru adalah karena bahan perasaan/keyakinan/ kesadaran hukum rakyat, yang melewati badan pembentuk undang-undang dalam membentuk undang-undang yang baru, untuk perbuatan pidana yang terjadi akan datang, sehingga pembaharuan undang-undang yang karena sifatnya berlaku sementara tidak termasuk perubahan di sini. b. Perubahan undang-undang yang menyangkut berat atau ringannya ancaman pidana tidak akan memiliki arti, karena didalam prakteknya hakim tetap memiliki hak asas kebebasan di dalam menjatuhkan pidana yang diancam.
14
A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Jakarta, Sinar Grafika 1995 ,hlm 128 Ibid,hlm, 129 16 E. Utrecht, Hukum Pidana I, Surabaya, Pustaka Tinta Mas, 1994, hlm 241 15
Hal | 7
c.
Asas lex temporis delicti yang berlaku secara tertulis maupun tidak tertulis adalah asas yang menjamin kepastian hukum serta keadilan hukum.
b) Kegunaan penentuan waktu dalam tindak pidana Selain tempat dalam terjadinya tindak pidana, kita perlu juga mengetahui tentang waktu yang dianggap terjadinya suatu tindak pidana atau tempus delict yang artinya, perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang oleh aturan hukum akan menimbulkan kesulitan apabila perbuatan dan akibat yang terjadi pada dua saat yang berbeda, sehingga kapan perbuataan pidana itu dapat dilakukan, ditentukan (Tempus Delicti). Adapun kegunaan diketahuinya waktu tindak piadana / tempus delicti dalam suatu kejadian tindak pidana adalah untuk :17 1. Untuk mengetahui usia pelaku (Pasal 47 KUHP) dan usia korban untuk delik susila (Pasal 287 ayat(2), Pasal 290 dan Pasal 291) pada saat peristiwa pidana itu terjadi. 2. Untuk mengetahui keadaan jiwa pelaku (Pasal 44 KUHP) 3. Daluwarsa dalam penuntutan dan menjalani hukuman (Pasal 78-85 KUHP) 4. Asas legalitas (Pasal 1 ayat 1 KUHP) 5. Perubahan suatu undang-undang pidana (Pasal 1 ayat 2 KUHP) Tempus Delicti ditimbulkan karena : 1. Berlakunya Pasal 1 ayat 1 KUHP. 2. Hukum transitur (Trantitoir Recht) yaitu Pasal 1 ayat 2 KUHP. 3. Adanya ketentuan lewat waktu (Verjaring) yaitu Pasal 78 dan 79 KUHP. 4. Pasal 45 KUHP. Dalam waktu tindak pidana atau tempus delict ada gugurnya hak menuntut yang di karenakan daluwarsa / verjaring. Penulis ingin menguraikan sedikit tentang beberapa sebab gugurnya hak menuntut dan sebab-sebab gugurnya hak untuk melaksanakan hukuman, sebagaiman yang di atur dalam Buku I KUHP mulai dari Pasal 76 sampai dengan Pasal 85 KUHP. Pembahasan hal ini dipandang perlu karena daluwarsa (lewat waktu) itu masuk dalam
17
Soeharto RM, Hukum Pidana Materiil, Sinar Grafika , Jakarta, 1993,hlm 99
Hal | 8
beberapa sebab gugurnya hak menuntut dan sebab gugurnya hak untuk melaksanakan hukuman. Gugurnya hak untuk menuntut diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang terdiri dari 4 (empat) jenis, sedangkan yang di atur di luar Kitab Undaang-Undang Hukum Pidana ada 3 (tiga) jenis yaitu :18 Yang diatur di dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana diantaranya adalah : a. Ne bis In Idem Arti dari kalimat tersebut adalah seseorang tidak boleh di tuntut terhadap sesuatu delict, apabila delict yang dilakukan itu telah diberi keputusan hakim dan keputusan mana mempunyai kekuatan terakhir atau dengan kata lain seseorang tidak dapat di tuntut kembali dengan delik yang itu juga, karena telah ada keputusan hakim sebelumnya. b. Tertuduh meningal dunia Apabila seorang tertuduh meninggal dunia setelah putusan penghukum dijatuhkan dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka menurut Pasal 38 KUHP gugurnya hak untuk menjalankan hukumanya, akan tetapi tak termasuk pula hukuman tambahan seperti denda dan ongkos perkara, hal tersebut dapat di tagih kepada ahli warisnya. c. Lewat waktu (daluwarsa) Hal ini di atur dalam Pasal 84 dan Pasal 85 Kitab Undang Undang Hukum Pidana dimana dalam Pasal 84 di tentukan bahwa : 1. Hak menjalankan hukuman hilang karena daluarsa 2. Tenggang daluarsa ini untuk pelanggaran adalah dua tahun, untuk kejahatan yang dilakukan dengan alat cetak 5 tahun, dan untuk daluwarsa hak menuntut hukuman. 3. Tenggang daluwarsa tidak boleh lebih sedikit dari lamanya hukuman yang telah di jatuhkan 4. Terhadap hukuman mati dan hukuman seumur hidup, tidak dikenakan tenggang daluwarsa. d. Penyelesaian di luar proses pengadilan (khusus untuk kejahatan pelanggaran saja) Sedangkan gugurnya hak melaksanakan hukuman adalah sebagai berikut: 18
Satochid Kertanegara, Hukum Pidana Bagian I, Balai lektur Mahasiswa, Jakarta,1983, hlm. 151
Hal | 9
Yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diantaranya 1. Matinya si terhukum 2. Lewat waktu (Daluarasa) Dalam waktu tindak pidana atau tempus delict ada gugurnya hak menuntut yang di karenakan daluwarsa / verjaring. Penulis ingin menguraikan sedikit tentang beberapa sebab gugurnya hak menuntut dan sebab-sebab gugurnya hak untuk melaksanakan hukuman, sebagaiman yang di atur dalam Buku I KUHP mulai dari Pasal 76 sampai dengan Pasal 85 KUHP. Pembahasan hal ini dipandang perlu karena daluwarsa (lewat waktu) itu masuk dalam beberapa sebab gugurnya hak menuntut dan sebab gugurnya hak untuk melaksanakan hukuman. 2. Hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya daluwarsa Daluwarsa (Veryaring) Yaitu Untuk menentukan saat berlakunya daluwarsa, maka perlu diketahui saat/waktu yang mana dianggap terjadinya suatu kejahatan, jadi disini waktu kejadian harus benar-benar diketahui, karena perhitungan daluwarsa mulai keesokan harinya setelah hari kejadiannya (Pasal 79 KUHP).Sehubung dengan pertanyaan dan penjelasan di atas serta menganalisa hasil wawancara penulis dengan aparat penegak hukum bahwa ada beberapa hal dan faktor yang mempengaruhi terjadinya daluarasa dalam suatu kasus pidana dan diantaranya:19 1. Jika seseorang melakukan suatu tindak pidana yang melanggar hukum tetapi tidak tertangkap oleh aparat hukum atau juga kasusnya tidak terselesaikan juga dalam kurun waktu tertentu yang telah tertera maka pelangaran itu akan menjadi daluwarsa sehingga gugur hak penuntutanya. 2. Apabila penyidik tidak bisa menemukan alat-alat bukti yang cukup untuk mengungkap suatu tindak pidana sehingga tidak dapat menentukan dan menjerat tersangka dalam pelaku tindak pidana tersebut maka kasus tersebut dalam daluwarsa sesuai dengan Pasal yang ada dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana. 3. Daluarsa atau gugurnya hak untuk menuntut juga bisa terjadi apabila terdakwa atau tersangka dalam suatu tindak pidana meninggal dunia 19
Hasil Penelitian Wawancara dengan Kasat Reskrim Poltabes Palembang Kompol. Djoko Djulianto tanggal 9 April, Pukul 10.00 wib
Hal | 10
seperti yang tercantum dalam Pasal 77 Kitab Undang Undang Hukum Pidana. 4. Daluarsa juga dapat terjadi apabila berhubungan dengan waktu terjadinya tindak pidana. Contohnya : Apabila seseorang di perkosa pada umur 6 tahun dan baru di ketahui ketika korban berumur 19 tahun maka, maka pelaku pemerkosaan tersebut tidak bisa di tuntut karena kasusnya telah daluarsa karena jarak waktu antara korban di perkosa yaitu umur 6 6 tahun dengan jarak korban melapor yang telah berumur 19 tahun telah lebih dari 12 tahun. Karena selama rentan waktu 12 tahun tersebut kasus tersebut telah di anggap daluarsa seperti yang tercantum dalam Pasal 78 Ayat 3 Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Daluwarsa yang dimaksud baik daluwarsa mengenai memalsukan pengaduan baik tindak pidana aduan, daluwarsa menjalankan hukuman maupun daluwarsa melakukan penuntutan terhadap si pelaku tindak pidana tersebut. Dengan adanya lewat waktu, ingatan masyarakat terhadap tindak pidana tertentu telah hilang, dengan adanya lewat waktu ada kemungkinan menghilangnya alat bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tertentu, dam juga untuk memberikan kepastian hukum bagi tersangka (vide Pasal 80 KUHP). Jangka daluwarsa bisa dihentikan, oleh karena si pelaku mengetahui bahwa perbuatannya sedang dituntut, atau oleh pejabat yang berwenang memberi tahu si pelaku bahwa perbuatannya hendak dituntut. Dengan begitu jangka daluwarsa dimulai dengan jangka waktu baru. Jangka waktu daluwarsa juga dapat ditunda, oleh karena adanya suatu masalah hukum yang perlu diselesaikan terlebih dahulu. Dengan adanya penundaan jangka waktu daluwarsa, maka jangka waktu daluwarsa yang telah berjalan masih tetap diperhitungkan.. Mengenai hal penetapan maksimum hukuman tiga tahun atau lebih dari tiga tahun sebagaimana tersebut di dalam uraian di atas terdapat perdebatan pendapat di kalangan para ahli hukum. Yakni manakah yang harus dipakai terhadap ukuran tiga tahun itu hanya mengenai maksimum biasa atau setelah dikurangai atau di tambah dengan adanya hal-hal yang meringankan dan memberatkan bagi terhukum. Kejadian misalnya, dalam hal percobaan tindak pidana dan dalam hal membantu melakukan tindak pidana dimana hukuman yang dapat dijatuhkan dapat dikurangi, sedangkan maksimum ditambah biasa terjadi dalam hal tindak pidana dilakukan oleh seseorang pegawai negeri, yang dengan perumusan secara material, hari terjadinya akibat yang di tuju. Hal ini Hal | 11
kiranya cukup penting sebab antara perbuatan dan dengan akibat yang di timbulkan seringkali harus melampaui suatu yg relatif lama waktunya. Adapun jangka waktu dari daluwarsa yang telah ditetapkan dalam Pasal 78 KUHP yaitu sebagai berikut:20 Pasal 78 Ayat (1) untuk pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan dengan alat cetak, jangka waktu daluwarsa adalah satu tahun, lewat satu tahun jaksa kehilangan hak menuntut, Pasal 78 Ayat (2) untuk kejahatan yang diancam pidana dibawah 3 tahun, jangka waktu daluwarsa adalah enam tahun, Pasal 78 Ayat (3) untuk kejahatan yang diancam kejahatan yang diancam diatas 3 tahun, jangka waktu daluwarsa adalah dua belas tahun, Pasal 78 Ayat (4) untuk kejahatan yang diancam dengan hukuman mati atau penjarn seumur hidup, jangka waktu daluwarsa delapan belas tahun C. PENUTUP 1. Kesimpulan 1. Tempat dan waktu merupakan hal yang sangat penting dalam proses pengungkapan suatu tindak pidana. Karena waktu dan tempat memiliki kegunanya masing-masing dalam suatu tindak pidana mulai dari proses penyidikan sampai dengan proses peradilan suatu tindak pidana. Tempat berguna untuk menentukan Undang Undang yang di gunakan dan aparat penegak hukum mana yang berwenang untuk menjalankan semua rangakaian proses peradilan dalam suatu kasus tersebut. Sedangkan waktu merupakan syarat mutlak dalam suatu tindak pidana. Untuk itu tempat dan waktu dalam suatu tindak pidana merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah proses penyidikan suatu perkara. 2. Daluarasa merupakan hapusya kewenangan untuk menuntut, hilangnya hak untuk menuntut bisa di timbulkan oleh beberapa faktor sesuai dengan yang ada di pembahasan pada Bab III. Daluarsa merupakan tenggang waktu yang di berikan untuk menentukan sampai kapan berakhirnya hak penuntutan dalam suatu perkara pidana. . 20
http//www.tandjoeng,wordpress.com/2009/03/11/asas-daluwarsa-dalam-hukumpidana.tanggal 5 mei 2013,pukul.14.30 wib
Hal | 12
2. Saran 1. Agar aparat penegak hukum lebih teliti dan cermat dalam menentukan unsur-unsur yang di perlukan dalam proses pidana seperti waktu dan tempat terjadinya tindak pidana agar tindak pidana tersebut dapat secara jelas di ungkap dapat segera dapat di selesaikan. 2. Agar aparat penegak hukum yang berperan serta dalam rangkaian proses penyidikan harus lebih bisa berkerja dengan maksimal dalam hal pengumpulan alat bukti yang cukup untuk mengungkap suatu kasus dan menjerat pelaku kejahatan, serta aparat hukum segera bergerak cepat untuk menangkap pelaku tindak pidana agar tidak menjadi buron dan tidak menyebabkan suatu kasus daluarsa karena tersangkanya melarikan diri.
Hal | 13
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Adami chazawi, Pelajaran Hukum PidanaI PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Andi Hamzah, Kitab Undang Undang Hukum Pidana , Rieka Cipta, Jakarta, 2008. A.Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Jakarta, Sinar Grafika 1995 E. Utrecht, Hukum Pidana I, Surabaya, Pustaka Tinta Mas, 1994, Gerson W Bawengan, Hukum Pidana Dalam teori Dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta,1983 Gede Widhiana Suarda, Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta. 1998 JE. Sahetapy, Parados Kriminologi, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, JE. Sahetapy, Kejahatan Dalam Beberapa Analisa Kriminologi, Alumni, Bandung, 1981 Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008 Moelyatno, Perbuatan Pidana dan Pertangungjawaban Pidana, Bina Aksara, Jakarta,1990, Satochid Kertanegara, Hukum Pidana Bagian I, Balai lektur Mahasiswa, Jakarta,1983, Soeharto RM, S.H, Hukum Pidana Materiil, Sinar Grafika , Jakarta, 1993,hlm 99 Tongat, Daasar–Dasar Pemidanaan Dalam Persepektif Pembaharuan. Refika Aditama, Bandung.2001, B. Internet http//www.tandjoeng,wordpress.com/2009/03/11/asas-daluwarsa-dalam-hukumpidana. http://tandjoeng.wordpress.com/2009/03/11/asas-daluwarsa-dalam-hukumpidana/ C. Perundang Undangan Undang-Undang Dasar 1945 Kitan Undang Undang Hukum Pidana D. Wawancara dengan Kompol Djoko Djulianto Selaku Kasat Reskrim Polresta Palembang berserta staff
Hal | 14