DAPUR REDAKSI
02
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | November 2015
Amunisi Baru Assalamualaikum Wr Wb Euforia penyambutan mahasiswa baru telah usai. Kini, tiap lembaga kemahasiswaan berlomba-lomba membuka pendaftaran untuk merekrut anggota. Tak terkecuali, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Informatika Mahasiswa Alauddin (LIMA). Seperti UKM lainnya, lembaga yang kini berusia 30 tahun ini juga melakukan regenarasi. Mencari generasi penerus untuk menjalankan roda organisasi. Berbeda dengan UKM lain, lembaga pers mahasiswa ini sangat akrab dengan kegiatan tulis menulis, fotografi, dan desain grafis. Oleh karenanya, untuk menguji mahasiswa sejauh mana ilmu yang dimilikinya tentang dunia jurnalistik tersebut, maka UKM LIMA melakukan proses screening yang tiap tahun digelar turun temurun. Setelah screening, calon ang-
gota baru akan mengikuti pelatihan jurnalistik yang disebut “In House Training Journalistic”, dimana mereka akan menerima ilmu-ilmu baru tentang dunia kejurnalistikan. Tak hanya itu, keluar dari pelatihan, mereka akan terus dibimbing hingga menjadi reporter-reporter handal. Hasilnya, mereka mampu membuat naskah-naskah berita berdasarkan fakta lapangan yang dapat menjadi kiblat para pembaca dalam mengemukakan interpretasinya. Yang nantinya akan dituangkan di media UKM LIMA, baik elektronik maupun tabloid seperti yang sedang pembaca pegang kali ini. Tabloid UKM LIMA edisi November 2015 kali ini menghadirkan bacaan menarik. Diantaranya tradisi parcel yang nampaknya mulai digugat oleh civitas akademika UIN Alauddin. Tersaji juga perkemban-
gan Character Building Training (CBT) serta gambaran peta rencana kawasan UIN Alauddin. Selain itu, kami menyajikan rubrik baru –lifestyle- yang membahas fenomena instagram yang berdampak pada kehidupan sehari-hari. Menjadi mahasiswa sekaligus menjadi reporter bukan hal yang mudah. Berbagai kendala dan hambatan terus menerus datang silih berganti. Namun, itulah resiko yang harus dihadapi. Meski begitu, tabloid UKM LIMA akan tetap hadir setiap bulannya dan berusaha menyajikan fakta yang menarik. Untuk itulah, dengan segala hormat kami memohon maaf apabila terdapat kekeliruan atas penerbitan edisi kali ini. Terakhir, menjadi reporter kampus tidak membutuhkan bakat, tapi dibutuhkan kerja keras, loyalitas, dan kerjasama untuk membangun kualitas diri. Selamat membaca!*
Bersama. Kebahagiaan terlihat di wajah keluarga kecil UKM LIMA saat berfoto bersama di Malino tombolo pao. Sabtu (5/9).
Tajuk
Mengubah Kebiasaan “Rektor, dosen itukan termasuk penyelenggara negara. Jadi menerima hadiah apapun itu dilarang,” kata Plt Pimpinan KPK, Johan Budi dalam seminar ‘Langkah Cerdas Cegah Korupsi’ di Auditorium UIN Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan, Rabu (9/9/2015), seperti dikabarkan detik.com. Dalam seminar itu Johan Budi menyinggung pemberian parcel/parcel atau apapun bentuknya yang tidak ubahnya sebuah gratifikasi. Tapi apa lacur, pada sebagian besar universitas, pemberian parcel yang biasanya diberikan pada saat ujian mahasiswa tingkat akhir sudah menjadi hal yang lumrah, termasuk UIN Alauddin. Perkara aturan tertulis yang mewajibkan mahasiswa untuk membawa makanan memang tidak ada, pun demikian dengan larangan. Hanya saja, kebiasaan yang turun temurun diwariskan secara tidak sadar dari generasi yang satu ke generasi selanjutnya adalah alasannya. Bagi mahasiswa berkantong tebal tentu ini bukan perkara besar. Beda cerita dengan mahasiswa dengan finansial serba pas-pasan. Dia yang termakan kebiasaan pendahulunya akan menyiapkan parcel disamping skripsinya. Meski sadar itu memberatkannya. Kendati demikian, ada juga mahasiswa yang setuju-setuju saja dengan pemberian parcel. Mereka bilang makanan itu menjadi ucapan terima kasihnya untuk pembimbing. Tapi tidak sedikit juga yang merasa kalau hal itu menambah beban mahasiswa yang akan menjalani ujian. Bukan mahasiswa, namun sejumlah dosenlah yang berpandangan demikian. Para dosen ini bahkan terlibat diskusi panjang mengenai faedah pemberian parcel ini di sosial media Facebook. Mereka menilai kalau hal ini memberatkan mahasiswa yang seharusnya ‘berjibaku’ dengan Skripsinya bukannya mengurusi makanan. Gayung bersambut, wakil rektor bidang akademik juga punya penilaian serupa. Ia pun berinisiasi untuk mengumpulkan para pimpinan fakultas yang membidangi akademik. Sebagai ucapan terima kasih barangkali wajar saja, hanya saja jika diniatkan untuk memuluskan ujian tentu ini harus menjadi perhatian.(*)
Diterbitkan sesuai SK Rektor UIN Alauddin Makassar No. 104 tahun 2015 | Pelindung dan Penasehat: Rektor UIN Alauddin Makassar | Penanggung Jawab: Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar | Dewan Pembina: Wakil Dekan III sejajaran UIN Alauddin Makassar, Waspada Santing, Muhammad Yusuf AR, Muh Sabri AR, Arum Spink, Sopian Asy’ari, Muh. Arif Saleh, Muh. Hasbi Assiddieqy Muddin Wael, Rokiah M Lehu, Irfan Wahab, Muh. Ruslan, Syaiful Syafar, Edy, Hamjan el-Barkah, Hasbi Zainuddin, Agus, Islamuddin Dini, M Srahlin Rifaid | Dewan Pakar: Luqman Zainuddin, Asrul, Ahmad Safrudin, Alfathriawan, Fathuddin. Pimpinan Umum: Junaiddin | Sekretaris Umum: Muh Saifuddin| Bendahara: Esy Sartiah S | Direktur Pemberitaan: Nurfadhilah Bahar | Direktur Litbang: Rahmawati Idrus | Direktur Operasional: Astrid Rosalina | Direktur Artistik: Asrullah | Direktur Sirkulasi dan Periklanan: Haerani M | Divisi Cetak: Kartika | Divisi Online: Andriani| Divisi Fotografi : Indra Ahmad F | Divisi Vidiografi: Fadli Al Kamal | Divisi Riset: Baiq Niqte Anniza Khaliq | Divisi Grafis dan Layout: Saefullah | Reporter: Nurhadi Shadiqin, Zulfina Eka Putri, Andi Sahi Al-Qadri, Muhaimin, Afril Cahya Putri, Ridha Amalia, Nur Zahra Fadhilah Aziz, Muhaimin, Azhari Prawira Negara, Siti Hasnah, Sri Wahyu Diastuti, | Alamat Redaksi: Jln. Sultan Alauddin samata No. 63, Ged. PKM Lt. 3 | Layanan Informasi: 085396015781/085255209087 | washilahonline@gmail.com
Ilustrasi: N Shadiqin
PERSEPSI
03
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | November 2015
S
etengah abad UIN Alauddin mewarnai dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Civitas akademika kampus Eks IAIN ini jelas punya harapan banyak diusia kampusnya kini. Tidak terkecuali lembaga kemahasiswaan, dalam hal ini Dema. lalu seperti apa harapan mereka, berikut petikan wawancaranya dengan reporter washilah, Afrilian Cahaya Putri.
Ahmad Zaky Malik Dema Fak Tarbiyah Banyak hal yang perlu di benahi. Mulai dari fasilitas kampus yang kurang memadai, kemudian regulasiregulasi yang berkaitan tentang aktivitas mahasiswa dan lembaga-lembaga kemahasiswaan yang perlu ditingkatkan supaya mahasiswa punya ruang berekspresi dan mengaktualisasikan diri. Karena sekarang yang agak dibatasi oleh brokrasi. Semoga UIN Alauddin bisa lebih menampakkan identitasnya sebagai kampus islami.
Rusman
Dema Fak Syariah Jika betul-betul ingin membentuk suatu kampus peradaban dimana aturannya dijunjung tinggi, seharusnya aturan itu tidak berat sebelah. Sekarang, tidak ada lagi ruang-ruang diskusi, yang seakan-akan dipotong. Membuat kesenjangan antara senior dan junior. UIN Alauddin juga harus memberikan perhatian khusus kepada para Alumninya”
Taufiqurrahman Rasyid
Dema Fak Dakwah
“UIN itu kampus islam yang seharusnya mencetak fasilitasi keislaman, keilmuan, serta berkarakter akhlaqul qarimah. Sesuai apa yang ada di Alquran dan Hadist. Semoga di Milad Emas UIN yang ke 50 ini dapat jauh lebih baik dari sebelumnya. Bisa memberikan yang terbaik buat civitas akademika.
Sahiruddin Ali
Dema Fak Ekonomi “Setengah abad perjalanan UIN Alauddin Makassar bukanlah waktu yang singkat, tetapi cukup panjang hingga bisa sampai pada kondisi saat ini. Pikiran dan tenaga ikut pula mewarnai proses perubahan tersebut, sangatlah disayangkan apabila perhelatan 50 tahun hari jadi kampus kita hanyalah menjadi sebuah acara seremonial belaka. Sebaiknya kita banyak melakukan introspeksi diri dan banyak menganalisa setiap peristiwa-peristiwa yang ada disekitar kita guna kemajuan kampus kita yang kita cintai ini. Kalaupun ada penemuan ataupun inovasi baru dari sebuah kajian pengetahuan ilmiah, maka yang menjadi pertanyaan adalah mau diapakan penelitian tersebut dan kalau memang ilmiah kenapa tidak pernah di wujudkan pada setiap tatap muka antara dosen dengan mahasiswa. Harapan kami sebagai bagian dari civitas akademika adalah : seharusnya fungsi pendidikan tinggi sebagai wadah penyadaran ilmu, Dosen harus tenaga professional dalamdisiplin ilmunya bukan interpreneur, Pemerintah harus bertanggung jawab dalam penyediaan kualitas pendidikan tinggi dan Jadikan Ilmu pengetahuan sebagai objek kajian dalam upaya menjawab setiap permasalahan-permasalahan keummatan.”
Ilham Ashari Said
Dema Fak Sains
“Saya lihat UIN itu Luar Biasa. Saya dari saintek, kita adalah calon saintis dan calon teknokrat yang dipadukan dengan nilai keislaman. Tapi, saya pikir masih cukup jauh dari kata emas. Masih banyak persoalan-yang perlu dibenahi. Terkahir itu ada masalah bentrok. Saya pikir masalah itu tiap tahun terjadi. Saat dimediasi oleh pimpinan dan ditanyakan kenapa bisa seperti itu? ya karena tenaga seharusnya disalurkan ke hal yang positif malah disalurkan ke hal-hal negatif karena tidak ada wadahnya. Bagaimana kemudian kegiatankegiatan kemanusiaan dikebiri, anggaran yang saya pikir teman-teman washilah juga tahu seperti apa. Kalau kita lihat fenomena kampus sekarang dengan diluar, lebih kreatif lembaga kemasyarakatan daripada lembaga kemahasiswaan. Ini karena orang dilembaga kemasyarakatan memang didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan sedangkan lembaga kemahasiswaan baru buat acara besar saja dikira mau apa. Pernah tidak ada dosen mengikutkan itu dalam kontrak perkuliahan? Saya pikir ini yang masih menjadi tanya besar di UIN.”
Nasrullah
Misbah Mubarak
Dema Fak Ushuluddin “Yang perlu diperbaiki itu adalah yang pertama bagaimana UIN itu tidak hanya mencetak mahasiswa yang intelek, namun juga UIN itu mampu memfasilitasi semua mahasiswa bukan hanya dalam bidang akademik tetapi dalam bidang seni dan olahraga punjuga di fasilitasi, termasuk lapangan diperbaiki, kenapa dana yang seharusnya dari pihak kampus tapi malah mahasiswa yang menanggung dana tersebut. Padahal ini juga demi kepentingan kampus sendiri. Termasuk juga masjid dan parkiran kampus. Tiga harapan saya untuk UIN kedepannya. Pertama, UIN yang berprestasi, adanya pembinaan terhadap para Atlet-Atlet UIN Alauddin Makassar, pengadaan sarana dan fasilitas yang memadai,serta adakan yang belum pernah ada di kampus kita. Kedua, UIN yang beradab, dimana mahasiswa dan pimpinan kampus sinergitas, tidak semena-mena mengambil keputusan sendiri. Ketiga, UIN yang berkerahmatan, menjadi contoh bahwa kampus UIN ada keterwakilan semua Lembaga.”
Seorang buruh mengecat atap perpustakaan kampus II UIN Alauddin Makassar, Senin (09/11/2015). Pemberian warna biru pada atap tersebut sebagai simbol warna langit. Nantinya, di area yang diberi cat biru akan diberikan sesuatu yang menyurapai awan agar mahasiswa seolah-olah bisa melihat awan tanpa harus keluar ruangan. Foto dan Teks: Muhaimin
Dema Fak Adab “Sejak awal hingga 50 tahun UIN sekarang , ketika kita bercerita mengenai milad emas belum sampai dititik kemasan. Sebab, masih banyak yang perlu diperbaharaui dan ditingkatkan mulai dari kualitas mahasiswanya. Kalau kita mengadakan perbandingan antara UIN dengan UMI dari segi lapangan kerja, orang lebih memilih UMI. Karena kualitas keluaran mereka itu bisa dibilang lebih berbobot, sedangkan UIN hanya segelintiran orang yang mungkin bisa dipakai dilapangan kerja. Tak usahlah kita berpandang terlalu jauh ke UMI mungkin baru-baru ini adanaya pemanasan antara mahasiswa, itu mungkin salah satu efek dari sekian lama mahasiswa mulai bosan. Dimana kegiatankegiatan mahasiswa mulai dikurangi, terlalu banyak menerima pelajaran, sedangkan jika kita berbicara seberapa banyak atau berapa persen yang diterima mahasiswa tidak terlalu banyak, ini tidak sebanding antara penerimaan materi dengan pengaplikasiannya. Karena kebanyakan teman-teman mahasiswa menganggap kegiatan merupaka ajang represi. Mungkin orang akademisi memandang ini adalah suatu kesibukan, tapi orang lembaga memandang ini adalah ajang represi dan in mulai ditekan dengan adanya normalisasi versi kampus yang menjadi tekananan bagi mahasiswa. Ketika kita ingin kampus UIN lebih baik coba berikan mahasiswa ruang untuk berkarya. Kampus yang ideal, kita gambarkan mungkin lebih kecilnya ke fakultas. Contoh di fakultas Adab hubungan antara birokrasi dan mahsiswa itu bagus karena kita saling menerima dan memahami. Itu tidak bisa dibangun oleh orang-orang yang berada diatas kita, bahwa kita tidak bisa diterima. Semua aturan-aturan yang keluar hanya diperuntukkan bagi mahasiswa, lantas kapan mereka punya aturan tersendiri untuk mengatur orang-orang diatas yang seenaknya menindas orang-orang yang dibawah. Yang perlu diperbaharuai ialah terlalu banyak aturan yang mengkerdilkan mahasiswa seperti larangan keluar semester awal, membuat balai-balai. Itu tidak masuk akal, kenapa ada aturan larangan membuat balai-balai di kampus. Dari sistem akademik ada satu cerita dari temanteman mahasiswa bahwa ketika mereka terlambat masuk kuliah, mereka disuruh keluar, dan ketika dosen terlambat itu tidak masalah dan tidak ada sanksi karena tidak ada aturan. Karena kampus adalah negara kecil, mahasiswa adalah masyarakatn dan birokrat adalah pemimpin. Harapan saya, berikan kami ruang untuk tetap berkarya, karena yakin segala yang kami lakukan itu hanya untuk UIN. Bagaimana kami bisa memberi dan menjaga nama baik UIN karena hanya itu yang dapat kami berikan, kami tak bisa menyumbangkan materi tapi mungkin kami dapat menyumbangkan pikiran.”
04
SAJIAN SPESIAL Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | November 2015
Menakar Golden Age UIN Alauddin
Washilah--Setengah abad UIN Alauddin mengarungi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Jika diibaratkan seorang tokoh, pemikirannya telah sangat matang, begitu kata pimpinan. Mereka manamainya golden age (umur emas).
P
erkembangan sebuah kampus, mulai dari bibit hingga tumbuh berkembang tak lepas dari kerja keras para pimpinan universitas. Awal mula kampus UIN Alauddin ini berdiri sejak 10 November 1965 yang dipimpin Haji Aroepala, Walikota Makassar yang menjabat saat itu. Lalu muncullah rektor-rektor setelahnya. Tahun 1968 digantikan oleh Drs H Muhyiddin Zain, Prof H Abdurrahman Syihab, Drs H Moerad Oesman, Prof Dr Hj Rasdiyanah, Drs H M Saleh Putuhena, Prof Dr H Abd Muin Salim, Prof Dr Azhar Arsyad MA, Prof Dr H A Qadir Gasing HT MS, dan Prof Dr Musafir MSi. Dalam perjalanan setengah abad, beragam historis baik akademik dan administratif sudah yang dialami lembaga ini. Semua jejak sejarah itu menjadi “takaran karat” golden age UIN Alauddin. Pasang surut kelembagaan, mulai dari pergantian pimpinan dari periode ke periode menjadi penanda bahwa perguruan tinggi ini menjadi sangat dinamis. Belakangan, lembaga ini sekaligus menjadi barometer pendidikan tinggi di Indonesia timur. Hal ini dipaparkan lebih detail oleh Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Dr Barsihannor. Pada tahan awal, lembaga ini masih dalam tahap pertumbuhan di masa perintisan Muhyiddin Zain. Kemudian dilanjutkan Abdurrahman Syihab mulai dalam tahap perkembangan. Moerad Oesman dan Andi Rasdiyanah telah mencapai masa kemajuan. “Sudah masa ekspansi istilahnya, membuka cabang-cabang diberbagai daerah,” ujar Barsihannor. Pada masa Azhar Arsyad hingga Qadir Gassing, kata dia, sudah melalui masa-masa modernisasi. Yakni sudah lebih canggih daripada masa sebelumnya baik secara fisik maupun secara administrasi pelayanan. “Hanya mungkin perbedaannya adalah kita ini masih analog. Analog sebenarnya adalah secara mindset. Dahulu, fisiknya masih sederhana buildingnya masih sederhana, tapi cara pandangnya
sudah visioner mungkin karena mereka sudah dewasa. Nah, pada hari ini, buildingnya besar, wifinya bagus, internetnya dimana-mana, tapi cara mindsetnya itu mungkin sangat pendek atau relatif pendek,” jelasnya. Sembilan rektor yang disebut di atas, tentu memberikan kontribusi dalam perjalanan UIN Alauddin. “Selemah-lemahnya rektor itu pasti ada sumbangsihnya. Dan saya lebih melihat secara umum bahwa rektor siapa pun karena empat tahun, itu pasti ada yang ia lakukan selama itu,” kata Dr Salehuddin Yasin, Mantan Wakil Rektor III pada masa jabatan Prof Dr Arsyad Azhar. Kamis (05/11) Kendati demikian, di tempat lain, salah seorang guru besar Prof Dr Qasim Mathar dalam sebuah forum dialog menyebutkan secara gamblang empat rektor yang menurutnya paling berpengaruh. Diantaranya Drs Muhyiddin Zain, Drs H Moerad Oesman, Prof Dr H Rasdiyanah, dan Prof Dr Azhar Arsyad. Bukan tanpa alasan Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat ini berkata demikian. Ia memaparkan lebih rinci tentang keistimewaan para rektor yang dianggap fenomenal ini. Muhyidin Zain Pada masa Muhyidin Zain, IAIN Alauddin saat itu masih menyatu dengan Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Jl. Kakatua. Secara historis, keberadaan IAIN Alauddin tidak bisa dipisahkan dari UMI. Tahun 1958, terjadi tarik menarik kalangan mahasiswa. Ada yang setuju fakultas Agama “dinegerikan”, sebagian lagi menginginkan tetap dipertahankan sebagai perguruan tinggi swasta. Tahun 1962, Fakultas Syari’ah adalah fakultas yang pertama dinegerikan dibanding fakultas lainnya. Karena mahasiswanya terdiri atas mahasiswa murni dan sebagian berstatus sebagai pegawai. Setelah itu menyusul Fakultas Tarbiyah tahun 1964. Kedua fakultas tersebut masih berstatus cabang dari IAIN
Sunan Kalijaga. Secara operasional, perkuliahan telah dipindahkan dari kampus lama di Jl. Kakatua ke kampus baru di Jl Sultan Alauddin, Gunung Sari. Inilah yang dimaksud Qasim Mathar. Upaya yang dilakukan Muhyidin Zain bersama para koleganya yakni peralihan sebuah kampus sehingga IAIN mempunyai kampus sendiri.
memudahkan mahasiswa yang ingin menempuh pendidikan pada jenjang S2 dan S3, tapi juga menjadi salah satu kunci dan ikon UIN sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam. Hal itu dipaparkan Mantan Rektor IAIN Alauddin Abd Muin Salim periode 1998-2002 dalam buku biografi Refleksi 75 Tahun Prof Dr H Rasdiyanah “Mengukuhkan Eksistensi Alauddin”.
Moerad Oesman Setelah wafatnya Muhyiddin Zain, IAIN Alauddin kekurangan pimpinan. Untuk menjaga kekosongan pimpinan ketika itu, pihak Departemen Agama kemudian mendrop pejabat dari luar, dengan merekrut seorang militer aktif yakni Kolonel Moerad Oesman. Sebagai seorang kolonel, ia rektor pertama yang mampu membenahi kantor rektor dan dekan yang necis.
Azhar Arsyad Prof Bahaking Rama bercerita. Tahun 2002, ia menjadi Pembantu Dekan III IAIN Alauddin atas permintaan sahabatnya, Azhar Arsyad yang waktu itu menjabat sebagai rektor ke tujuh. “Saya terima meskipun saya sebenarnya lebih mau ke Tarbiyah jadi Dekan waktu itu. Tapi karena Pak Azhar mengatakan ‘jangan saya ditinggalkan bantulah saya’, maka saya setuju menjadi pembantunya dia,” jelas Bahaking Rama. Sosok Azhar Arsyad dimata guru besar ini, begitu berbeda dibanding teman terdekatnya yang lain. Katanya, apa yang dilakukan Azhar Arsyad selalu ingin sempurna. “Dia itu prinsipnya mau yang baik. Mau yang terbaik. Makanya kampus ini jauh lebih cantik, indah. Meski tidak terlalu luas, tapi inilah kampus
Andi Rasdiyanah PPs IAIN/UIN Alauddin adalah salah satu wujud dari kegigihan perjuangan Andi Rasdiyanah. Kehadiran PPs tidak hanya
yang terindah,” katanya. Dalam dua periode kepemimpinannya, Azhar Arsyad mewujudkan dua proyek raksasa yang telah dirancang oleh rektor-rektor sebelumnya. Yang pertama adalah mengubah nama lembaga IAIN menjadi UIN. “Bukan pak Azhar sendiri, tetapi kita bentuk tim. Salah satunya saya tergabung dalam tim itu. Berubah dari I menjadi U itu banyak sekali usaha yang dilakukan,” kata Bahaking Rama. Proyek kedua ialah mendirikan kampus dua, Samata. Setelah menjadi UIN, syarat selanjutnya harus memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Maka Azhar Arsyad bersama timnya berjuang untuk mendapatkan dana sekitar empat ratus milyar. Maka diperolehlah dana Islamic Development Bank (IDB) yang syarat untuk memperoleh dana itu tidaklah mudah. Diibaratkan kereta api, Azhar Arsyad ialah lokomotif yang menggerakkan sementara gerbong di belakangnya adalah orang-orang yang turut berjuang bersamanya. “Waktu itu pak Kamaruddin Amin datang dar Jerman. Saya pikir beliau belum punya tugas tetap, maka pak Azhar meminta bantuannya untuk menangani itu. ada pak Kamaruddin Amin datang dari Jerman, Doktor Baru, saya pikir beliau belum punya tugas tetap, maka Pak Azhar meminta bantuannya untuk menangani itu. Masuklah pak Kamaruddin terakhir itu mengusahakan agar IDB bisa terwujud,” jelasnya. *Nurfadilah Bahar
SAJIAN SPESIAL
05
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | November 2015
Refleksi 50 Tahun UIN Alauddin
Butuh Inovasi Wujudkan Kampus Peradaban
Foto: Nurhadi Shadiqin “Kampus peradaban harus memenuhi tiga aspek penting. Diantaranya, gedung, lingkungan, dan Sumber Daya Manusia (SDM)-nya harus lengkap,” ungkap Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Dr Barsihannor. Kamis (29/10)
M
estinya, di usia ke 50 Tahun, UIN Alauddin sudah melengkapi bagian-bagiannya yang cacat. Baik secara fisik maupun dari dalam organ-organ tubuhnya. Soal konsep, UIN Alauddin memiliki konsep peradaban. Namun, orang-orang di dalamnya dinilai belum mampu menampakkan realita serta realisasi dari konsep yang telah digagas bertahun-tahun itu. Begitu kata Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Dr Abd Rasyid Masri SAg MPd MSi MM. Kamis (18/10). “Kalau tahun ini sama saja dengan tahun yang akan datang, itu kerugian besar. Waktu berjalan, tapi tidak ada perubahan baik secara fisik maupun secara mental dan juga ide, gagasan, dan sebagainya,” ujar Rasyid. Menurut Rasyid Masri, jika rektor sebelumnya Prof Qadir Gassing sudah menjual konsep peradaban itu, maka periode selanjutnya harus mampu mewujudkannya. Tantangan Keberadaan tenaga pengajar merupakan satu dari sekian unsur wajib yang ada di universitas. Standar kompetensi, jumlah tenaga pengajar
pun sudah ada. Hanya saja di UIN Alauddin, rasio perbandingan dosen dan mahasiswa masih timpang. Menurut Wakil Rektor Bidang Akademik Prof Dr Mardan MA, perbandingan rasio untuk exact 1:38 dan social 1:49. Sementara beberapa jurusan di UIN Alauddin melebihi batas rasio. Tak hanya sistem perkuliahan yang menjadi sorotan, namun keadaan lingkungan tentu saja menjadi masalah utama. Sebab, sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar mahasiswa dan dosen. Mulai dari kebersihan–kurangnya tempat sampah—, berkeliarannya binatang-binatang ternak –kambing dan anjing— di lingkungan belajar, sempitnya lahan parkir mengakibatkan parkir liar, kurangnya penataan lingkungan—tanaman yang kering, gersang—serta tidak ketatnya pengamanan kampus. “Bayangkan sekarang, orang-orang luar dengan mudah akses keluar masuk di kampus kita. Karena tidak ada pengawasan yang bagus,” ujar Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Muhammad Amri. Ditambah lagi infrastruktur yang kurang memadai. Kurangnya
gedung perkuliahan menjadi masalah yang berlarut-larut. Meski akan dibangun beberapa gedung, tidak cukup untuk menampung mahasiswa yang semakin membeludak tiap tahun. Sementara itu, lembaga kemahasiswaan pun kurang mendapat perhatian dari pihak birokrat. Menurut Dewan Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora Nasrullah, akhir-akhir ini kegiatan-kegiatan mahasiswa mulai dikurangi. Itulah sebabnya banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan dan merusak citra kampus. Menurut Barsihannor, kekurangan-kekurangan UIN Alauddin saat ini menjadi tantangan bersama. “Artinya kita mencoba menyeimbangkan antara kemajuan builiding dan kemajuan cara berpikir. Sehingga kita harapkan ini, bukan hanya fisiknya yang modern, tetapi cara berpikirnya juga modern,” jelas Barsihannur. Inovasi Dalam menghadapi tantangantantangan tersebut inovasi–inovasi jelas dibutuhkan. Dekan fakultas Dakwah dan Komunikasi, Rasyid Masri, punya beragam usulan untuk menghadapi sejumlah permasalah ini. Utamanya terkait perbandingan rasio mahasiswa dan dosen yang tidak seimbang. Misalnya, birokrasi mengedepankan kualitas dan pros-
edur daripada administrasi. Selain itu, menerima dan meluluskan mahasiswa harus melalui proses yang ketat. Inovasi kedua adalah usaha dalam penataan lingkungan yang menjadi tantangan Bidang Administrasi dan Keuangan. UIN Alauddin sebagai universitas berperadaban harus menghadirkan suasana lingkungan yang nyaman bagi seluruh mahasiswa dan dosen. Ditandai dengan tamantaman asri yang muncul diberbagai koridor antar fakultas satu dan lainnya. Selain dibuatnya koridor antarfakultas, fungsi Satuan Pengamanan (Satpam) harus dimaksimalkan. “Sangat penting sekali bagaimana melakukan pemagaran secara utuh agar kita berdaulat di kampus sendiri,” lanjut Rasyid. Sementara untuk lembaga kemahasiswaan, birokrasi harus memberikan porsi yang cukup banyak dibandingkan lainnya. Ruang-ruang bagi mahasiswa diperluas agar mereka dapat melakukan banyak kreativitas. Menurut Rasyid, jika semua wadahwadah mahasiswa disajikan, maka potensi-potensi mereka akan tersalurkan pada hal-hal yang produktif dan positif. Langkah-langkah Wakil Rektor Bidang Administrasi dan Keuangan Prof Dr Lomba
Sultan MA tetap berusaha melakukan pembenahan baik secara fisik maupun non fisik. Ia mengatakan, penataan lingkungan akan segera direalisasikan pada tahun 2016. Lahan yang digunakan untuk parkir akan diubah menjadi taman, sehingga mampu menciptakan kondisi lingkungan bersih dan nyaman. Disamping itu, akan diberlakukan pula sistem parkir. Banyaknya pencurian motor menjadi pertimbangan agar dihadirkannya tukang parkir. Tentu saja tukang parkir akan diberi imbalan dari uluran tangan mahasiswa sendiri. Untuk menanggulangi terbatasnya ruang perkuliahan, tak ada jalan lain selain menunggu anggaran tahun 2016 mendatang. Saat ini, anggaran yang diberikan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) sangat terbatas. Apalagi, anggaran tersebut mengalami pemotongan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 3.4 Triliun. Akibatnya, Gedung baru yang dibangun saat ini –Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam dan Pascasarjana—masih tersedak. “Semoga ditahun 2016 anggaran untuk pembangunannya keluar sebesar Rp. 5.5 miliar,” harap Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum ini. (Nurfadhilah Bahar dan Sri Wahyudi Astuti)
Advetorial
Prof Dr Arifuddin Ahmad: Kuatkan Integrasi Keilmuan Lewat Islam dan Sains “Islam dulu pernah jaya. Kejayaan itu ditopang oleh penguatan dibidang Sains dan Teknologi. Namun, karena selama masa itu terjadi dikotomi, Kajian-kajian islam sudah lepas dari Sains,” jelas Prof Dr Arifuddin Ahmad MAg. Enam narasumber terkemuka berlatarbelakang sains menghadiri acara seminar nasional yang digelar Fakultas Sains dan Teknologi (FST) di Gedung Auditorium UIN Alauddin. Kamis (05/11). Diantaranya, Prof Taslim Ersam MS, Dr Lily Tambunan MT, AM Iqbal Parewangi SSi MM, Dr Wilkan Danar Sunindyo, Prof Dr HM Mansyur Ramli SE MSi, dan Prof Dr Arifuddin Ahmad MAg. Dekan FST Arifuddin Ahmad mengatakan, kegiatan bertajuk “Islam, Sains, dan Teknologi” ini tidak semata-mata untuk memperdalam dan memperkuat integrasi keilmuan yang menjadi visi kampus peradaban. Namun, juga sebagai rangkaian perayaan Milad Emas ke-50 Tahun UIN Alauddin. “Saya sebagai narasumber terakhir itu menutup integrasi keilmuan sebagai pondasi
utama dalam rangka membangun peradaban islam sesuai dengan visi universitas kita,” kata Arifuddin. Integrasi keilmuan yang dimaksud tak lepas dari kombinasi ilmu-ilmu islam dengan ilmu-ilmu umum, dalam hal ini sains dan teknologi. Penjelasan Arifuddin menggambarkan tentang temuan ilmu umum dan ilmu alqur’an yang saling melengkapi. “Dan temuan itu juga memang ada dalam Al-Qur’an. Ilmu ini harus saling melengkapi. Al-Qur’an itu tidak kurang. Tapi bagaimana kita mengkaji penemuan-penemuan kemudian dihubungkan dengan Al-Qur’an. Karena salah satu cara membuktikan kebenaran sains dan teknologi yaitu dengan mengkaji Al-Qur’an. Dan karena Islam, Sains dan Teknologi adalah subjek,” tambahnya. Sangat jelas pembuktian yang diciptakan Taslim Ersam sebagai salah seorang guru besar dibidang kimia Organik. Dia mampu membuat produk dengan mengkaji aspek kimiawi dari kulit manggis. “Dia bisa menciptakan seperti itu lalu jadi minuman sehat
atau menjadi suplemen bahkan menjadi obat, juga merupakan sumber amal saleh dia,” terang Arifuddin. Dalam materi Quantum Qur’anic alumnus fisika Universitas Gadjah Mada (UGM), AM Iqbal Parewangi, membahas tentang sebuah kombinasi antara konsumsi berpikir seorang saintik muslim dengan realita sosial yang sedang terjadi pada bangsa Indonesia. “Bagian prolog saya akan berbicara tentang dua semesta ayat, lalu pola membaca dua semesta ayat, ketiga kondisi realita sekarang, kemudian pertanyaannya dengan realitas, itu tanggung jawab siapa,” papar senator Indonesia asal Sulawesi Selatan ini. Ia menjelaskan pemahaman dua semesta ayat ini adalah iqra dalam pengertian membaca dua semesta ayat sekaligus. Dikatakan, relatifitas Albert Einstein dapat dibaca dengan menggunakan pendekatanpendekatan Al-qur’an. Keajaiban angka nol yang digagas AlKhawarijmi, seorang ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi yang be-
rasal dari Persia itu, mengkombinasikan tentang peradaban global. “Apa yang metarbelakangi seorang Alkhawarizmi sehingga memunculkan angka nol adalah sebuah keajaiban yang berbasis laa ilaahaa illallah. Dan basis laa ilahaa illallah ini kemudian menjadi fundamental paling pokok terhadap peradaban. Tanpa ada gagasan Al khawarijmi, maka tidak akan pernah ada peradaban,” jelas Anggota DPDR RI ini. Arifuddin menawarkan tiga aspek di dalam model integrasi keilmuan. Aspek pertama, memposisikan Al-qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan atau sumber sains. Kedua, memposisikan Al-qur’an sebagai pembuktian kebenaran hasil sains. Ketiga, memposisikan Al-qur’an sebagai tolok ukur. Terakhir, Arifuddin berharap dari orientasi integrasi ini, dengan belajar islam, sains, dan teknologi, dapat memperkuat iman, akhlak, dan akidah seseorang. *Nurfadhilah/Afrilian/Ridha
04
PENGABDIAN Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | November 2015
KKN Profesi: Mengenang Malu
KKN Kebangsaan Pulau Miangas Oleh: Rafiuddin Anwar Senin, 13 Juli 2015. Pada hari itu kami berangkat dari pelabuhan Makassar menuju pelabuhan Bau-Bau, salah satu pelabuhan tempat persinggahan sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan utama kami, Pulau Miangas. Kami adalah mahasiswa yang tergabung dalam Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Gelombang 90 Universitas Hasanuddin. Selain mahasiswa Universitas Hasanuddin, juga ada mahasiswa dari kampus lainnya seperti Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh), Universitas Muslim Indonesia (UMI), dan Universitas Fajar (Unifa). Di Miangas, kami bertemu dengan beberapa mahasiswa dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta yang juga melaksanakan pengabdian disana. Saat menulis catatan ini, kami sedang menuju pelabuhan Tamaruna. Setelah beberapa hari melewati pelabuhan-pelabuhan tempat persinggahan lainnya. Sesudah pelabuhan Bau-Bau, kami melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Namlea,
Kegiatan KKN Kebangsaan
Ambon, Ternate, dan Bitung. Dengan menggunakan kapal Sinabung, perjalanan kami dari Makassar menuju Bitung menghabiskan waktu 4 hari perjalanan. Setelah beberapa hari di Bitung, kami melanjutkan perjalanan menuju Pulau Miangas, tempat KKN kami. Waktu yang ditempuh untuk sampai di tujuan kami itu 4 hari perjalanan, waktu yang sama lamanya saat kami bertolak dari Makassar menuju Bitung. Setelah transit di satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya, akhirnya kami tiba di pulau Miangas, disambut hangat oleh warga setempat. Mereka bahkan ikut membantu kami mengangkat barang-barang bawaan, dijamu dengan makan malam, saling mengenal satu sama lain. Malam itu menjadi penanda kalau kita diterima dengan baik oleh warga. Walau selama perjalanan, beberapa teman mahasiswa sempat merasakan mual, juga kekhawatiran kami karena ombak yang cukup tinggi, tapi sebuah kesyukuran kami bisa sampai dengan selamat di tempat tujuan. Esok harinya, kami memulai tugas pengabdian di pulau Miangas. Dari 97 orang yang mengikuti KKN, semua melebur ke setiap divisi yang telah ditetapkan sebelumnya. Saya pribadi memilih divisi Lingkungan Hidup. Den-
gan program seperti Island Clinic (Kerja Bakti Terpusat Pesisir, Pemukiman dan Perkebunan), Tong Ajaib (Pengolahan Limbah menjadi Pupuk Organik), Apartemen Ikan (Dibuat melalui sabuk kelapa sehingga berfungsi selain rumah ikan laut, dapat berfungsi juga sebagai pemecah ombak dan Substrat terumbu karang), Sosialisasi Pencemaran Air, Perbaikan Infrastruktur Pulau Miangas (Pengecakan PLTS dan PLTA), Pembagian Bibit (Sayur dan Pohon Sukun) dan Papan Informasi tentang Lingkungan Hidup. Kami berusaha secara konsisten merealisasikan semua program dalam kurung waktu sebulan penuh. Tentang pulau Miangas, berada di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara (di titik 82). Miangas merupakan wilayah 3T (Terdepan, terluar, tertinggal). Pulau ini menjadi pulau terluar paling utara Indonesia, berjarak 48 mil laut dengan Filiphina dan 320 mil laut dengan kota Manado. Itu berarti jarak pulau Miangas dengan Filiphina lebih dekat daripada dengan Indonesia sendiri. Mayoritas umat Kristiani menempati pulau ini. Dari kurang lebih 700 jiwa, umat Islam menjadi minoritas di pulau Miangas. Tapi bagaimanapun, nilai-nilai toleransi beragama tetap dijunjung masyarakat di sana. Dengan adanya gereja dan musholla menjadi simbol kalau tak ada konflik yang mengatasnamakan agama. Di Miangas, laki-laki dan perempuan tidak di perbolehkan jalan berduaan, jika di dapati, maka akan dikenakan sanksi oleh Mangkubumi sebagai pemangku adat. Salah satu sanksi yang saya tahu adalah mereka akan digiring mengelilingi pulau sebagai pertanggungjawaban melanggar aturan adat yang berlaku. Masih banyak lagi adatadat yang harus dipatuhi masyarakat maupun tamu-tamu yang datang dan tinggal di pulau ini. Bagi kami pengalaman ini sangat berharga, kita belajar tentang kebersamaan, pengabdian, toleransi. Kami belajar tentang kehidupan.
Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu persyaratan mahasiswa yang ingin memperoleh sarjana (S1). Beberapa jenis KKN seperti KKN Profesi, Kebangsaan, maupun KKN Reguler. Penulis memilih KKN Profesi. Awalnya, jurusan Menejemen Dakwah (MD) Semester VII direncanakan bekerjasama dengan perusahaan Yayasan Kalla, namun karena medannya yang jauh akhirnya kerjasama pun dibatalkan sehingga harus bergabung dengan mahasiswa KKNP lainnya. Lokasi KKN-P yang penulis tempati bersama 28 mahasiswa lainnya terletak di Desa Tamaona Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa. Selain itu beberapa beberapa mahasiswa lainnya tersebar di kecamatan tersebut antara lain Pao, Kanrepia, Balassuka, dan Erelembang. Sedikit tentang Desa Tamaona atau disebut Kelurahan Tamaona ini memiliki enam lingkungan yaitu Lingkungan Datarang, Bonto Panno, Tompo Allu, Mappadang, Tombolo, Bonto Balang, serta objek wisata yang terkenal di Tamaona, air terjun bantimurung gallang. Posko yang penulis tempati berada di Lingkungan Datarang tepatnya di rumah Bapak Kepala Lingkungan. Teman mahasiswa yang lain ada yang berada di Posko Bonto Panno, Tompo Allu, dan Mappadang. Bukan perjalanan namanya jika tak menemukan rintangan di dalamnya. Sebelum memasuki kediaman kepala lingkungan, kedatangan rombongan KKN-P ternyata tidak diketahui oleh masyarakat apalagi Kepala Lingkungan Datarang, serta tak mendapat sambutan pula dari Bapak Kecamatan atau Bapak Lurah. Menurut informasi dari Koordinator Desa, hal ini terjadi karena adanya miskomunikasi antara Badan Penyelenggara KKN (BP-KKN) yang berpusat di Lembaga Penelitia Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN Alauddin dengan Kepala Desa tersebut. Beberapa hari berselang, kegiatan
pun mulai terus dilaksanakan. Salah satunya, kegiatan seminar desa. Koordinator Desa mulai berkoordinasi dengan Lurah Tamaona untuk meminta izin melaksanakan kegiatan tersebut. Akan tetapi, Lurah Tamaona belum menerima keberadaan Mahasiswa KKN-P UIN karena tidak adanya pemberitahuan sebelumnya. Setelah berbincang cukup panjang, akhirnya rombongan pun bisa diterima. Selama dua bulan penulis mengabdi. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Menahan hawa dinginnya udara desa, kulit kering kerontang dengan suhu yang amat mencekam di kala malam tiba. Masalah demi masalah datang silih berganti, mulai dari dibatalkannya perjanjian dengan suatu instansi perusahaan, terjadinya miskomunikasi, terkendalanya beberapa kegiatan, serta terjadinya insiden kecil yang memalukan saat pelaksanaan kegiatan. Namun, tak ada kata lelah dan menyerah untuk sebuah pengabdian. Seluruh program kerja yang dicanangkan telah selesai. Salah satu program kerja yang terlaksana yaitu Lomba Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) berkerjasama dengan Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Pao Tombolo. Macam-macam lomba Porseni yang diselenggarakan ialah Tilawah, Tadarus, Tahfiz Quran, Azan, Qasidah Rebana, Fashion Show Cilik, Rangking 1, Sepak Bola Mini, Futsal, Takraw, Bola Voli, Paduan Suara, Senam, Kebersihan Lingkungan dan Lomba Menu Tradisional. Sibuk dengan beberapa kegiatan mengajar, tak terasa dan tak memperhatikan perubahan pada kaleder, perayaan Idul Adha pun tiba. Berlebaran di tempat KKN lumayan menyenangkan. Masyarakat begitu antusias mengajak mahasiswa KKN untuk duduk bersama merayakan hari lebaran.
INSPIRASI
08
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | November 2015
Prof Dr Hj Andi Rasdiyanah,
Srikandi dari Selatan
Di usia UIN Alauddin ke 50 tahun, Prof Dr Hj Andi Rasdiyanah masih menjadi satu-satunya perempuan yang pernah menjabat rektor di kampus eks IAIN Alauddin. Sepak terjang perempuan yang kini berusia 81 tahun kala itu membuatnya dijuluki ‘Srikandi dari Selatan’.
S
ekira pukul 10 pagi, Jum’at (06/11) reporter Washilah berangkat menuju kediaman Prof Dr Andi Rasdiyanah. Berbekal sebuah peta yang dibuat seadanya oleh salah seorang staf Program Pascasarjana (PPs). “Saya tidak tahu alamatnya. Saya hanya bisa menggambarkan,” kata dia sehari sebelumnya. Kamis (05/11). Andi Rasdiyanah tinggal di Jl. Skarda N 1 No. 16 Makassar. Tak sulit menemukan tempat tinggal perempuan kelahiran Bulukumba 14 Februari 1935 ini. Sebab,
rumahnya mudah dikenali lewat ukurannya yang lebih besar dibanding rumah lainnya di komplek itu. Rumah yang apik. Bersih. Indah. Ia duduk santai diruang tamu saat reporter Washilah tiba dirumahnya. Senyumnya merekah, menghiasi wajah ibu beranak lima ini. Penampilannya sederhana dan bersahaja. “Silahkan duduk,” sapanya pelan dan lembut. Tidak banyak yang bisa diceritakan Andi Rasdiyanah. Faktor usia menjadi alasannya. Bagi seorang seumuran dia, menceritakan pengalaman hidup mungkin tak lagi mudah. Sebab, ingatannya pun sudah ikut menua. Apalagi dengan segudang prestasi yang telah tercatat dalam buku biografinya berjudul “Meneguhkan Eksistensi Alauddin”. Di dalam buku biografi yang disusun Prof Dr H Ahmad Sewang, Waspada Santing, dan Mohd Sabri AR merupakan kumpulan penilaian-penilaian terhadap sosok Rasdiyanah yang berasal dari kolega, birokrat, ulama, tokoh wanita, tokoh ormas, aktivis, ataupun murid-muridnya.
Wanita yang dijuluki sebagai ‘Srikandi dari Selatan’ oleh Mantan Gubernur Sulsel Ahmad Amiruddin ini merupakan satu dari sedikit perempuan pada masanya yang berani meninggalkan kampung halamannya untuk merantau ke kota Yogyakarta, menuntut ilmu. Seolah mematahkan mitos bahwa perempuan Bugis tak perlu sekolah jauh-jauh dan menempuh pendidikan tinggi, sebab ia akan kembali mengurus hal-hal domestik. Selama studi di Yogyakarta, ia dikenal sebagai seorang yang tekun membaca dan menulis. Ketekunannya itu kini menjadi kebiasaan dan terbawa sampai ke umur tuanya. Kemampuan kepemimpinan yang ditunjukkannya tidak dapat diragukan lagi. Sebelumnya ia sudah menunjukkan tipe kepemimpinan yang teladan dan bertanggungjawab sejak memimpin menjadi Dekan di Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin selama dua periode. Sehabis masa jabatannya menjadi dekan, ia diangkat sebagai Wakil Rektor III IAIN Alauddin.
Rektor Perempuan Pertama
S
ebelum namanya diusulkan kepada Menteri Agama untuk menjadi Rektor definitif, sebagian tokoh Islam di Sulsel mempersoalkan statusnya sebagai seorang wanita. Tokohtokoh itu mempertanyakan kepatutannya membawahi kaum pria. Bahkan, ada yang mengemukakan dalil-dalil Alqur’an dan hadis tentang kepemimpinan di dalam Islam yang harus ditempati oleh kaum pria. Tak hanya ulama yang mempersoalkan, sebagian civitas akademika IAIN Alauddin waktu itu tidak menyetujui akan kepemimpinannya. Kurangnya dukungan dari internal maupun eksternal, Rasdiyanah pun memunculkan calon dari luar, yaitu Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya Achmad Chotib, Mantan Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama A Wasit Aulawi, dan Moerad Oesman. Menteri Agama pun memilih Moerad Oesman menjadi Rektor IAIN setelah Prof H Abdurrahman Syihab, rektor ketiga. Meski beberapa diantaranya ada yang merasa kecewa karena rektor
yang dipilih adalah orang luar. “Saya sebagai rektor kelima pada waktu itu. Waktu itu masih terkendala perempuan menjadi rektor. Setelah Murad Usman baru bisa,” ucapnya kepada Washilah. Baginya, laki-laki maupun perempuan diciptakan Allah dengan kodrat dan keistimewaan masing-masing. Sehingga tak ada alasan baginya untuk tidak menjadi seorang pemimpin. Setelah masa jabatan Moerad Oesman berakhir, civitas akademika pun kompak memilih calon Rektor dari orang dalam. Terpilihlah Andi Rasdiyanah dan dilantik tahun 1985. Sehabis masa jabatannya, ia diangkat menjadi Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI (1993-1996). Yang patut diteladani, disamping kesibukannya menjadi Direktur, Andi Rasdiyanah berhasil menyelesaikan studi doktor (S3) pada PPs IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1996). Dalam hal ini, ia membuktikan bahwa jabatan formal tidak menjadi penghalang untuk terus
menimba ilmu ke jenjang lebih tinggi. PPs IAIN Alauddin juga dibuka ketika Andi Rasdiyanah menjabat jadi rektor. “Kala itu PPs penting didirikan, karena semua IAIN itu membutuhkan dosen yang berkualifikasi akademik, master minimal. Latar belakang pendidikan itu mengalami perubahan karena dunia akademik yang didukung oleh dunia menejemen yang berparadigma perubahan,” jelas wanita berdarah bangsawan Bugis (Keturunan Andi Paroddo dan Andi Sure) ini. Ia diangkat menjadi Direktur Pascasarjana IAIN Alauddin tahun 1996 sehabis masa jabatannya di Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI tahun 1993. Kini, orang-orang menyebutnya sebagai Maha Guru, cendekiawan, pemimpin formal, ulama wanita, pemimpin cekatan, Ibu sejati, serta tokoh pendidik yang patut dipuji dan menjadi teladan para guru dan murid. *Nurfadila Bahar/Ashari Prawira
Seorang Penyair Wanita “Ia memiliki nyali menembus tradisi sebagai penulis puisi, pada saat masih ada ulama yang melarang perempuan menulis puisi.” Begitu kutipan pengantar Ahmad Sewang dalam buku biografi yang disusunnya. Ya, perempuan alumnus IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini senang menulis puisi. Buktinya, karya-karyanya sering nangkring di Majalah Panji Masyarakat dan Gema Islam yang dipimpin Buya Hamka. Kultur akademik dan senimannya terbentuk saat melanglang buana di kota “pendidikan” ini. *Nurfadila Bahar/Ashari Prawira
Biodata Nama : Prof Dr Hj Andi Rasdiyanah Amir TTL : Bulukumba, 14 Februari 1935 Suami : Alm. Drs H M Amir Said (Pensiunan Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin Makassar) Pendidikan : • Syogakko (SR) Barabba, Bulukumba, 1946 • Wustha Muhammadiyah Bulukumba, 1950 • Muallimin Muhammadiyah, Bantaeng-Bulukumba, 1953 • Muallimat Muhammadiyah Jogyakarta, 1954 • IAIN Sunan Kalijaga Jogyakarta, 1963 Pekerjaan/Jabatan : • Guru Madrasah Tsanawiyah • Asisten Ahli Agama Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Cabang Makassar •Pembantu Dekan I Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin Makassar • Pembantu Rektor I dan III IAIN Alauddin • Rektor IAIN Alauddin Makassar • Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depertemen Agama RI • Direktur Pascasarjana IAIN Alauddin
MIMBAR
10
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | Oktober 2015 Masehi
Mahasiswa Era Modernisasi
M
ASDAR KHALIQ “Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan.” PRAMUDYA ANANTA TOER ...........................
iris rasanya melihat kondisi bangsa saat ini yang makin hari makin carut-marut. Bangsa besar yang harusnya bersatu justru kini bercerai-berai karena ambisi golongan yang tak bisa dikesampingkan. Rasa cinta tanah air tidak ada lagi dalam darah mereka. Para elit bangsa justru menjual bangsa ini ke tangan asing. Terlalu menyakitkan bagi pejuang bangsa ini. Bung Karno, Bung Hatta dan seluruh pejuang bangsa terdahulu saya pikir mereka menangis melihat bangsanya saling mencaci, saling mendorong dan saling membunuh. Segala bentuk ketidaksesuaian yang ada di bangsa ini harusnya bisa diperbaiki oleh generasi muda, terlebih bagi Mahasiswa Indonesia yang menyebut dirinya “agent of change” layaknya mahasiswa dan pemuda-pemudi bangsa terdahulu. Melihat sejarah perjuangan bangsa ini seringkali mahasiswa menjadi cikal bakal revolusi nasional yang mengakomodir seluruh elemen pemuda waktu itu. Diawali sumpah pemuda 1928, proklamasi kemerdekaan, sampai jatuhnya
presiden soeharto 1998, semua karena dorongan mahasiswa. Lantas dimana arah gerakan mahasiswa hari ini? Jawabannya Facebook, Twitter, Instagram dan sejenisnya. Minat untuk mengembangkan diri dalam sebuah wadah yang disebut organisasi tidak ada lagi, padahal untuk menata bangsa ini lebih baik dibutuhkan kecerdasan yang sejalan dengan kemampuan menejerial. Bangsa ini tidak membutuhkan IPK tinggi (karena IPK bukan penentu nasib), apalagi wanita yang gemar fashion dan laki-laki yang memiliki banyak wanita di kampus. Mahasiswa terdahulu berlomba membuat ide, gagasan, kegiatan-kegiatan yang bermanfaat yang tiada lain merupakan proses dalam pengembangan diri setelah kembali di masyarakat. Hasilnya, tanah yang kau pijak, udara yang kau hirup, dan kebahagiaan yang kau rasakan adalah pemberian dari mereka. Tapi tidak berbeda jauh mahasiswa-mahasiswi sekarang juga berlomba. Berlomba memperbanyak teman di facebook dan memperbanyak follower di twitter. Ketidakpekaan mereka ke-
pada bangsa ini disebabkan rasa cinta tanah air tidak ada lagi dalam darah mereka. Sebahagian mahasiswa sudah mulai melupakan identitasnya yang katanya adalah agent of change, control social dan moral of force. Hal ini tidak terlepas dari kehidupan kampus dan sikap yang lebih mengedepankan penampilan. Padahal nilaimu bukan pada baju yang kau pakai, merk motor yang kau bawa atau jenis handphone yang kau miliki. Nilai dirimu ada pada kesediaanmu untuk hidup apa adanya, berkorban untuk kepentingan yang melebihi kepentinganmu sendiri, dan mau membela siapa saja yang dilukai harkat kemanusiaanya. Ingat, nilai dirimu bukan diletakkan pada apa yang kau miliki tapi apa yang sanggup kau lakukan untuk dirimu sendiri, sesamamu, dan lingkunganmu! Maka menjadilah mahasiswa yang seutuhnya. Jangan engkau menjadi mahasiswa seadanya. Hanya menjalani kegiatan sekadarnya: kuliah, pulang dan bercanda.. Hiruplah udara petualangan dengan belajar untuk jadi dewasa. Ciri seorang dewasa adalah berani, punya
prinsip, dan tak ragu mencoba. Kalau kau bertemu orang sedang susah, bantu, dan belalah mereka. Kalau kau lihat ada kekejian maka lawanlah, dan hadapi takutmu. Sikap itu yang konon membuat mahasiswa dijuluki agen perubahan. Sikap itu yang membuat mahasiswa dianggap pendobrak kemapanan. Maka jika ada demonstrasi menentang kezaliman, jangan takut untuk terlibat. Tempa pengalaman, jawab keingintahuan, dan asah kepedulian dengan melawan tiap tindakan sewenangwenang. Hiasi nama dan tanda tanganmu, tak saja di kertaskertas administrasi perkuliahan, melainkan lembar-lembar petisi kemanusiaan. “Tuhan akan selalu menyertai siapa saja anak muda yang teguh memegang kebenaran dan berani memperjuangkannya.” Hidup Mahasiswa. Salam Justicia!
Penulis adalah mahasiswa jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan (HPK) Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH)
Refresh Yourself, Manusia yang “Segar” ADITYA PERMANA
K
ita adalah manusia dengan berbagai macam potensi besar yang terpendam. Potensi tersebut akan menjadi bibit bermutu yang akan memberikan warna dalam setiap langkah kehidupan dalam peran kita sebagai seorang manusia. Ke-manusia-an dalam diri kita didasarkan karena kita telah mendapatkan amanah dari Sang Khalik untuk menjaga kedamaian dan kebaikan yang senantiasa tumbuh di muka bumi ini. Akan tetapi, terkadang kita terlena akan sesuatu yang sangat sepele di dalam hidup ini. Kita lihat realita sekarang. Banyak orang yang kaya namun hati mereka miskin dan melarat. Banyak pejabat yang handal namun hatinya malah dikuasai oleh nafsu dan ketamakan. Banyak orang yang menampilkan ketampanan namun hatinya sungguh jelek dan buruk rupa. Itu mungkin sebagian contoh di dalam perjalanan hidup manusia. Ada per-
tanyaan yang muncul. Pantaskah kita menjadi seorang “Manusia”? Sungguh. Masalah demi masalah yang kita hadapi ini ada kaitannya dengan hati kita. “Hati” merupakan bagian terpenting dalam diri manusia. Karena hati-lah yang bisa membuat manusia menjadi baik atau tidak. Hati ibarat sebuah lentera yang senantiasa menerangi jalan disaat dalam keadaan kegelapan. Namun, terkadang hati kita tak cukup menerangi diri kita karena kita lebih mementingkan hal yang sesaat. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, niscaya Diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya. Mereka di dalam surga yang penuh kenikmatan, mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (Q.S. Yunus : 9) Hati yang baik akan diliputi oleh iman yang akan melindungi kita dari hal-hal yang melenakan kita. Allah subhanahu wa ta’ala memberikan makna yang sangat bijak kepada kita sebagai hamba-Nya, namun kita malah memilih sesuatu yang fana daripada hal yang lebih indah dan lebih indah daripada apa yang kita miliki sekarang.
Apakah hati kita sedang kotor? Apakah hati kita terluka? Apakah hati kita membatu? Kita harus menjawabnya. Hati kita tidak boleh dibiarkan kotor, terluka dan membatu. Kita harus membersihkan, membalut dan mencairkan hati kita dengan hal-hal yang baik. Mulai dari hal yang kecil. Karena dari yang kecil itu ada sebuah anugerah yang besar untuk kita raih. Kebaikan juga dinilai dari hal kecil. Ketika kita melihat serpihan kaca tergeletak di jalan, maka buanglah jauh-jauh dari jalan agar taka da yang terluka karena serpihan kaca itu. Terdengar kecil namun ada hikmah yang terkadang kita terlupakan. Perbanyak teman dan sahabat. Kegelisahan dan kegalauan manusia disebabkan karena kurangnya silaturahmi dan ketidakpedulian sesama. Akan tetapi, dengan memperkuat ukhuwah kita dalam satu kesatuan, maka hati akan lebih tentram dan damai. Sertakan mereka dalam banyak hal, karena dari hal itulah, mereka akan senantiasa bersama kita dan mewujudkan kebaikan bagi orang di sekitarnya. Jadilah teladan. Menjadi te-
ladan untuk manusia adalah manakala kita sangat dirindukan sosoknya dan mampu menghadapi segala masalah, baik dirinya maupun orang disekitarnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan sosok yang patut menjadi contoh bagi manusia “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (Q.S. AlAhzab : 21) Namun kalanya, walaupun menjadi orang yang penting (teladan) itu baik. Tetapi menjadi orang yang baik itu penting. Berserah dirilah kepada Allah. “Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat : 56) Wujud cinta kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala adalah senantiasa mengingat dan menghayati kemahakuasaan-Nya. Hubungan spiritualitas kita harus selalu memberikan kekuatan bagi kehidupan kita sebagai manusia. Kita sebagai
khasanah
hamba-Nya harus membuktikan sepenuhnya bahwa kita menjadi insan yang selalu berbagi kebaikan di dunia ini. Hal-hal seperti ini merupakan langkah awal dalam menapaki perjalanan kita sebagai seorang manusia yang “segar”. Yaitu manusia yang hatinya selalu tersucikan dengan kebaikan dan kemanfaatkan bagi lingkungan. Hati yang diliputi cinta yang tak terhingga agar dapat menikmati keindahan surgawi yang Allah berikan. Hati yang tenang oleh kedamaian ilahi yang terpancar dari setiap rupa yang tergambar setiap saat. Mulai dari saat ini. Mari bersama-sama kita susun kembali tatanan pribadi kita yang dulu berantakan. Kita rawat hati, jiwa dan pikiran kita dengan air kebaikan setiap hari. Kita sayangi dan cintai sekitar dengan anugerah yang Allah amanahkan kepada kita. In syaa Allah dunia bahagia, akhirat di depan mata. Aamiin. Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin & Filsafat
Redaksi menerima tulisan berupa artikel, opini, essai, khasanah, cerpen (4500-5000 karakter), puisi dan sajak. Naskah dikirim ke email: washilahonline@gmail.com, atau diantarkan langsung ke redaksi. Redaksi berhak mengedit tanpa mengubah substansi
BUDAYA
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | Oktober 2015 Masehi
Bosan
11
The Piece of Cake
Riswan Amir
Kata orang ini terjadi karena tidak ada kerjaan, toh mau diapa kita tidak tinggal di pemerintahan yang kerjanya tanpa bosan karena ada bawahan kita mau jajan tapi kurang uang karena dolar alami kenaikan, dampaknya rupiah alami penurunan barang dulunya murah kini kemahalan mahasiswa yang kos-kosan kini kewalahan uang sewa ada penambahan. Ekonomi semakin terpuruk derita rakyat alami penumpukan, apalagi cuaca di fase kemarau panjang uang hangus di persawahan (kekeringan), padi yang dulunya hijau bukannya menguning kecokelatan, apa yang ditunggu dari sektor pertanian?, toh bantuan juga tak kunjung datang, karena pemerintah juga lagi kesulitan Penulis pun semakin kebosanan, karena tarif kuota bergantung pada ketikan satu ketikan lewat kuota puluhan bahkan ratusan lebih-lebih yang sering pacaran tidak miliki modal untuk berduaan, apalagi smsan pulsa jadi konsumsi yang keseringan katanya demi pengorbanan walau dompet alami kekosongan, itu tak masalah demi nyenengin kesayangan Ibadah juga ikut jadi alasan, katanya tidak bisa ke mesjid untuk jum’atan, karena tdak pakai sandal yang trendi adanya cuma sendal made in japan Wah...semua sektor kayaknya tersengat wabah kebosanan, kebanyakan adanya cuma kritikan, tidak ada tindakan lanjutan dari pemerintah setelah dengar jeritan dari para aktivis yang di dampingi ribuan demonstran, berjuang hingga keringatan, sampai-sampai sebabkan kemacetan, ujungujungnya semua dilimpahkan pada Tuhan, katanya terlalu banyak cobaan Saya mah, cuma bisa tertawa kegelian karena saya bosan bukan karena itu semua, saya bosan karena kurang ketampanan, yang banyak cuma kejelekan. Tapi satu yang kusyukuri, saya masih disertai dengan kebaikan dan kemuliaan Setan pun tertawa jahat, katanya mereka yang ikuti jalanku kuhadiahkan, untuknya neraka jahannam *Penulis adalah mahasiswa jurusan hukum pidana dan ketatanegaraan Fakultas syari’ah dan hukum
ADAM SYAHRONI Cuaca yang seharusnya cerah menjadi gelap. Langit keruh oleh awan mendung. Kepulan awan tebal membentang diangkasa seakan menentang sang pencerah. Terjadi pergolakan hebat antara gelap dan terang. Membuat sang penerang menyerah dan memutuskan untuk bersembunyi sejenak. Sementara gelap membentuk payung hitam yang membentang menutupi kota daeng. Gelap menduduki tahta untuk sementara. Sebuah pertanda bagi hujan untuk segera bersenandung menghibur sang kegelapan. Perputaran jarum jam menunjukkan pukul satu. Dan hari ini adalah hari dimana aku akan bertemu dengan seorang wanita. Wanita yang selama beberapa hari ini mampu memikat paket hati dan logika. Melalui sebuah kotak tipis pintar yang memuat paket dunia baru. Dunia semu yang diciptakan sedemikian rupa. Dihiasi dengan warna-warni kehidupan nyata yang berjuta rasanya. Dunia yang bersampul kebohongan besar. Indah bukan? Dunia maya yang diciptakan untuk khalayak banyak manusia. Dunia dengan pesta bertopeng dalam sebuah ruang yang tak berdimensi. Dunia paralel yang sebentar lagi akan mengubah pola pikir manusia. Dunia yang membatasi kontak fisik kita secara langsung. Dunia munafik yang terselubung. Sebuah Virus anti sosial yang akan menjangkit umat manusia sebagai makhluk sosial. Hal ini perlu kita sadari untuk tidak terlalu aktif di dunia maya karna itu akan membuatmu kaku di dunia nyata. Siang itu aku berdiri menghadap ke timur. Memeluk badan dengan kedua tangan. Di depan sebuah kost yang aku tempati sekarang. Menunggu hujan yang belum menunjukkan tanda-tanda mandek. Hujan ini tampaknya memaksaku untuk sedikit bermain-main dengannnya. Sambil menunggu redanya hujan kubakar sebatang rokok sambil memandang ke arah langit yang gelap. Kotak pintar berdering berisi sebuah pesan yang menunjukkan bahwa kupu-kupu betina kini telah hinggap di tempat yang telah ditentukan. Aku semakin gelisah antara melawan atau menunggu redanya hujan. Sudah tidak ada waktu lagi untuk memang-
gil pawang hujan. Hati dan pikiranku berkecamuk untuk menentukan sebuah keputusan. Seorang lelaki tidak akan membiarkan wanita menunggu terlalu lama. Itu adalah perbuatan kriminal yang setara dengan kasus pembunuhan berantai. Keputusanku telah bulat. Aku akan melawan alutsista alam. Sebuah pesawat tempur bernama awan hitam. Dilengkapi senjata dengan ribuan amunisi buliran hujan yang siap menembaki seluruh tubuhku tanpa ampun. Aku rela berkorban melawan beban buatan alam. Semua ini demi wanita yang dari tadi menungguku. Aku tidak sendiri, karna aku mempunyai animal machine yang bernama shogun buatan Jepang. Dengan kecepatan 160 km/jam berwarna biru melambangkan warna langit. Kutekan tombol primordial shogun yang aku tunggangi. Bersiap melawan serangan hujan. Kuda shogun melaju dengan cepat. Tapi tetap saja pakaian tempurku telah ditembus hingga menyentuh dan menjalar ketubuhku bagaikan racun. Ini semua salahku karna tidak mempersiapkan pakaian tempur yang memadai. Aku tidak peduli lagi dengan ribuan peluru bulir hujan di tubuhku. Yang terpenting aku tidak membuatnya bosan, jenuh, serta kecewa menunggu kehadiranku. Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, aku akhirnya tiba ditempat yang telah ditentukan. Di sebuah ruko penjual aksesoris. Mataku sudah seperti kamera yang fokus terhadap satu objek. Dan tak lain adalah wanita yang sedari tadi menungguku untuk bertemu pertama kalinya. Tapi bola mataku tidak menemukan tanda-tanda keberadaan objek yang tertanam dalam otakku. Benakku gamang memperhatikan beberapa manusia yang berteduh karna takut melawan hujan. Lebih tepatnya takut basah. Aku tidak. Basah itu adalah pilihan. Sebuah pilihan pengorbanan. Berkorban demi seorang wanita. Seperti seorang ksatria romawi pada tahun 47 SM Julius Caesar dengan kalimat Veni Vidi Vici yang artinya Aku datang, Aku lihat, Aku pulang. Pulang dengan hadiah kebahagiaan. Kotak pintar berdering. Aku yakin itu adalah pesan darinya. Kubuka dengan tangan yang bergetar karena kedinginan. Aku kecewa dengan pesan yang berisi sekuel kalimat tak menyenangkan. Tak lama kemudian sosok wanita yang tak kukenal menghampiriku. Dia mengagetkan lamunan kekecewaanku. Wanita ini asing bagiku. Wanita berambut panjang sebahu itu menebarkan senyum manis dengan gigi yang berbaris rapi. Kulitnya putih kontras dengan t-shirt
putih berpadu dengan celana jeans biru muda yang ia kenakan. Akupun ikut tersenyum. Aku seperti dihipnotis olehnya. Kemudian menyodorkan tangan dan berkata “aku Widia teman rani”. Aku mengernyitkan kening. “Rani mana?” Dia kembali tersenyum. Ini bukanlah jawaban yang kuharapkan. Dia kemudian memberikan sebuah bingkisan yang entah apa isinya. Bingkisan yang berwarna merah bertuliskan R-CAKE. Beberapa saat setelah kuterima bingkisan tersebut dia pergi tanpa sepatah katapun. Aku semakin bingung. Apa maksud dan tujuan Rani membuat sebuah bingkisan yang dibawa oleh wanita asing tadi? Aku memutuskan untuk pulang tanpa hadiah kebahagiaan melainkan sebuah bingkisan kebingungan. Hujan yang dari tadi sudah reda mengantarku pulang dengan raut muka kecewa. Hingga akhirnya aku tiba dalam kamar kost sederhana dihiasi beberapa poster musisi besar dunia. Rasa penasaran terhadap bingkisan itu muncul dalam benakku. Kuberanikan diri untuk mencoba membuka bingkisan sialan yang seharusnya aku buang saja ditengah jalan. Hingga hancur terinjak oleh kendaraan yang berlalu-lalang. Ini bukanlah sebuah kekesalan. Tapi lebih dari itu. Aku membuka secara perlahan. Aku tak percaya pada apa yang kulihat. Aku tercekat tak bergerak melihat isi bingkisan itu. Sepotong kue yang bertuliskan I’m not the piece of cake yang artinya “aku bukanlah sepotong kue”. Wanita yang bernama Rani memang baru kukenal. Lima hari yang lalu di sebuah sosial media. Aku berkenalan dengannya. Dan setelah apa yang terjadi hari ini. Aku mulai menyadari bahwa menghargai sebuah proses adalah sebuah tabungan waktu yang sangat berharga melebihi permata di dunia. Tabungan waktu itulah yang akan menjadi modal tak ternilai atas apa yang telah kita perjuangkan dan korbankan. Pengorbanan melawan hujan serta ambisi dan afeksi yang berlebihan tak lebih dari sepotong kue (piece of cake). Dunia paralel bukanlah dunia yang kita harapkan untuk bisa mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Dunia ilusi yang bersifat klise. Sadar atau tidak kita akan kehilangan identitas yang melekat pada diri dan menggantinya dengan identitas baru. *Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora.
HIKAYAT
12
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | Oktober 2015 Masehi
1
2
Sejak berdirinya 50 tahun yang lalu, UIN Alauddin sudah memiliki 10 rektor pada masa yang berbeda-beda. Setiap rektor mengembangkan UIN Alauddin dengan gagasan masing-masing. Berikut gambaran kepemimpinan rektor dalam guratan pensil oleh Saifuddin/ washilah 1. Haji Aroeppala , pemimpin pertama IAIN tahun jabatan (1965-1968) 2. Drs.H Muhyiddin (1968-1973) IAIN telah memiliki kampus sendiri. 3. Prof. H.Abdurrahman Syihab (1973-1979) mengembangkan kampus yang identik dengan kampus hijau 4. Drs. H. A. Moerad Oesman (1979-1985) membenahi kantor Rektorat dan dekan 5. Prof. Dr Hj. A.Rasdiyanah 1985-1994 membangun Pasca sarjana
3
4
5
HIKAYAT
13
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | Oktober 2015 Masehi
10
9
6. Prof. Dr.M.Shaleh A.Putuhena (1994-1998) , memimpin UIN yang berstatus STAIN 7. Prof. Dr.H. Abd. Muin Salim (1998-2002) , memunculkan gagasan IAIN menjadi UIN 8. Prof.Dr. H. Azhar Arsyad, MA (2002-2010) , Mewujudkan IAIN menjadi UIN dan memperoleh dana IDB 9. Prof.Dr.A.Qadir Gassing H.T.,MS (2010-2014) , Gerakan seribu buku dan CBT 10. Prof. Dr. H.Musafir Pabbabari,M.Si.(2015-sekarang), menakhodai UIN Alauddin selanjutnya
8
6
7
14
CIVITAS
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | Oktober 2015 Masehi
Anggota Tae Kwon Do foto bersama usai menerima penerimaan hadiah pada kejuaraan Politeknik (Poltek) Cup 2015. Selasa (27/10)
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tae Kwondo UIN Alauddin Makassar
Dok pribadi
UKM Tae Kwon Do Raih Tujuh Medali
mempersembahkan prestasi melalui ajang kejuaraan Politeknik (Poltek) Cup 2015
yang diikuti oleh 12 Atlet. Selasa (27/10). Pada kejuaraan Poltek Cup ini, UKM Tae Kwondo meraih tujuh medali, tiga perunggu, dan empat perak. Para Atlet yang terdiri dari enam wanita dan enam pria masing-masing mendapatkan medali sesuai dengan kelas kejuaraannya. Atlet wanita meraih tiga perak dan satu perunggu, sedangkan Atlet pria meraih dua perunggu dan satu perak. “Tujuan kami mengikuti Poltekap sebenarnya adalah ajang uji coba untuk kejuaraankejuaraan yang akan datang,” tutur Ketua UKM Tae Kwondo Erlangga. Ia juga menambahkan
bahwa sebelumnya para Atlet akan mengikuti kejuaraan Polewali Mandar (Polman) yang sempat tertunda. Kejuaraan Polman sendiri di prediksi berlangsung pada akhir bulan November. Namun Tae Kwon Do UIN Alauddin masih belum memastikan untuk turun pada ajang tersebut. Pasalnya, kegiatan tersebut bertepatan dengan milad ke 50 UIN Alauddin. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam ini juga berharap agar birokrasi memberikan pernghargaan untuk atlet-atlet yang bertanding. “Tidak perlu penghargaan berupa finansial, cukup dengan ucapan selamat
Bakti Sosial UIN Alauddin Sebanyak 50 anak-anak mengikuti kegiatan bakti sosial sunatan massal di Poliklinik Asy Syifaa UIN Alauddin Makassar. Kegiatan ini diperuntukkan kepada anak yang kurang mampu. Selasa (20/10). Sosialisasi sunatan massal ini, diumumkan pada saat pembukaan milad jum’at (16/10). Selain itu, pihak poliklinik juga bersurat ke setiap Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) dan Sekolah Dasar (SD). “Panitia mi-
lad mengumumkan pada upacara pembukaan. Bersurat kepuskesmas untuk menginformasikan kepada pasien dan sekolah dasar juga,” kata Dr Nurhira Ketua Poliklinik. Kegiatan ini melibatkan seluruh dokter dan perawat UIN Alauddin sendiri. Pihak poliklinik tidak ingin mengambil tenaga dari luar UIN karena mereka ingin memanfaatkan sebaik mungkin Sumber Daya Manusia (SDM) UIN.
Dana dari pihak Universitas digunakan untuk menyiapkan obat-obatan, bingkisan, komsumsi panitia dan juga jasa perawat dan dokter yang bekerja dalam kegiatan ini. “Dana dari UIN, dialokasikan untuk obat, bingkisan, komsumsi dan jasa untuk panitia,” kata dia. Selain sunatan massal gratis, pihak poliklinik juga memberikan bingkisan berupa alat shalat. *Sri Wahyudi Astuti
Delapan anggota UKM Seni Budaya (SB) eSA melakukan teatrikan pada hari sumpah pemuda.
Foto: Muhaimin
Seru Perdamaian Dihari Sumpah Pemuda Washilah - Ada beragam cara yang bisa dilakukan untuk memeringati hari sumpah pemuda yang jatuh 28 Oktober lalu. Mulai dari unjuk rasa sampai aksi teatrikal seperti yang dilakukan UKM Seni Budaya eSA UIN Alauddin. Teatrikal ini dilakukan dengan berkeliling kampus II UIN Alauddin dengan meny-
uarakan aksi perdamaian di setiap fakultas. Rabu (28/10). Ketua SB eSa Muhammad Fachri mengatakan kegiatan ini untuk menyosialisasikan kepada seluruh fakultas di UIN Alauddin Makassar bahwa mahasiswa harus cinta damai dan membawa nama UIN menjadi lebih baik. “Damai itu indah. Dengan seni
kita bisa membawa perdamaian,” ujar mahasiswa jurusan Teknik Informatika ini. Dalam kegiatan ini tubuh beberapa anggota UKM SB eSA dilumuri cat berwarna sesuai warna fakultas yang ada di UIN Alauddin. Mereka juga menyanyikan himne UIN Alauddin. *Muhaimin
itu sudah berupa penghargaan buat kami. Lebih di perhatikan, bahwa inilah Tae Kwondo. Kami juga memberikan sumbangsi yang besar, dan di luar kami membawa nama UIN Alauddin Makassar,” sambungnya. Angga berharap, ada generasi Atlet dari anggota yang masih aktif. Karena yang mewakili Sulawesi Selatan dalam ajang Prapon saat ini ada dua orang dari UIN, hanya saja sudah berstatus alumni. “Jadi kami selalu genjot mereka untuk mengikuti pertandingan, event-event, sehingga mereka suatu saat bisa jadi nomor satu di Sulawesi Selatan mapun di tempat lain,” tutupnya. *Afrilian Cahaya Putri
Wajah Hukum dalam Bingkai Inagurasi Vinoatiocalala (21) nampak lesu, wajahnya datar, dingin tanpa ekspresi. Didepan Vinoaticalala duduk penasehat hukumnya dari lembaga dan klinik bantuan hukum tanpa suap. Disebelah kiri Vinoaticalala, duduk seorang perempuan yang merupakan jaksa penuntut umum. Perempuan itu membacakan surat dakwaan. Suaranya membahana mengisi ruang persidangan yang senyap. Membuat Vinoatiocalala menjadi tegang. Ia ditetapkan menjadi tersangka atas pencurian sebuah tas berisi laptop. Ia dijerat pasal 362 KUHP. Tidak lama berselang, sidang menjadi kacau. Hujan interupsi berdatangan dari peserta sidang, kekacauan ini tersulut atas permintaan Vinoatiocalala yang mengajukan permohonan pengampunan. Mengingat dirinya telah mendapatkan maaf dari korban. “Kalau kasus seperti ini mendapatkan pengampunan maka kejadian serupa akan terulang kembali,” kata salah seorang peserta sidang. “Yaaa… betulll,” suara gemuruh dari teiakan peserta sidang lainnya mengngisi celah ketenganan persidangan. Suasana persidanganpun berubah menjadi kacau dan tak terkendali. Tokk..tok..tok..tok…. dentuman palu sidang. “Peserta sidang harap tenang,” Seruan pimpinan sidang dengan nada keras dan lantang untuk menormalkan suasana persidangan. Inilah kisah yang dimainkan mahasiswa jurusan Ilmu Hukum (IH) Fakultas Syariah dan Hukum angkatan 2014 pada inagurasi yang diadakan di hotel Swiss Belinn Makassar. Rabu (28/10) Kegiatan ini mengangkat tema “Skizofrenia Hukum (Kegilaan hukum)” dengan beragam penampilan yang diperlihatkan mulai dari beatbox, tarian trasisional, musik akustik, standup comedy, sumpah mahasiswa dan puisi menambah kemeriahan inaugurasi tersebut. Sekretaris jurusan Ilmu Hukum Rahman Syamsuddin SH MH yang mewakili dekan fakultas Syariah dan Hukum mengapresiasi kegiatan yang dilakukan mahasiswanya tesebut. “Kegiatan yang seperti ini justru harus terus dikembangkan untuk mengganti kegiatan yang bersifat anarkisme,” katanya. Ia pun meminta agar persepsi hukum yang selama ini ada untuk dilanggar harus digantikan dengan persepsi baru, yakni hukum harus tetap dijunjung tinggi, ditegakkan dan dilaksanakan. *Syaifuddin JOSS
AKADEMIKA 15 Inovasi dari Fakultas Dakwah
Foto: Muhaimin
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | Oktober 2015 Masehi
Washilah--Tidak adanya ruang representatif yang cukup bagi mahasiswa untuk berdiskusi atau sekadar duduk beristirahat usai menjalani aktivitas membuat pihak fakultas Dakwah dan Komunikasi membangun gazebo multifungsi. Gazebo yang dibangun di sebelah utara FDK ini punya unsur yang paling dibutuhkan mahasiswa,
yakni soket listrik untuk mengisi ulang gadget. Rencana pembangunan gazebo ini dimulai seminggu setelah pelantikan dekan FDK Prof Dr Rasyid Masri. Ia merasa prihatin melihat mahasiswa yang tengah duduk disembarang tempat. Ia akhirnya berinisiatif membangun ruang representatif untuk mahasiswa. Tidak
hanya menjadi tempat duduk saja tetapi juga bisa menjadi tempat diskusi terbuka atau bahkan menjadi tempat kuliah (outdoor). Demi memenuhi kebutuhan tersebut, danapun bukan menjadi hambatan. Baginya, kenyamanan mahasiswa menjadi hal terpenting. “Mahasiwa butuh tempat duduk yang representatif, bahkan jika bisa mahasiswa bisa main laptop, menjadikan tempat ngumpul dan bahkan jika darurat menjadi tempat kuliah outdoor,” katanya. Anggaran yang diberikan pihak fakultas telah dibagi untuk keperluan tertentu. Makanya, anggaran dana yang dibutuhkan untuk membangun gazebo itu harus mendapat suntikan dana, termasuk dana pribadinya. Pembangunan gazebo ini pun menyentuh angka sebesar Rp30 juta. Sejumlah mahasiswa menilai fasilitas ini sangat tepat karena sesuai dengan kebutuhan mahasiswa seperti yang dikatakan Sitti Hardiyanti. Ia pun berharap kehadiran gazebo ini membuat
Pentingnya Praktek Lapangan
Pakar Ekonomi Iran Bahas “Ekonomi Islam Vs Ekonomi Kapitalisme” Wa s h i l a h - - A n g g o t a Parlemen Komisi Ekonomi Prof Dr Golam Reza Mesbahi Moghaddam dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Alauddin Prof Dr H Muslimin Kara Mag hadir menjadi pembicara dalam seminar internasional bertajuk “Islamic Economy”. Kegiatan ini berlangsung di Ruang Senat Rektorat lantai IV. Senin (12/10) Prof Mesbahi dalam materinya memaparkan tentang perbedaan antara ekonomi islam dan ekonomi kapitalisme baik secara ideologi maupun epistimologi. Ia menjelaskan bahwa Allah menginginkan umatnya untuk bahagia di dunia dan akhirat. Ekonomi Islam menyangkut kedua hal tersebut. “Islam menganjurkan
untuk menjadi orang kaya. Setelah kekayaan telah dimiliki, maka harus ada distribusi kekayaan itu secara adil dan menyeluruh,” ujarnya. Islam memiliki dua aspek yaitu individualisme dan sosialisme dan kedua hal tersebut ada dalam ekonomi islam. Sementara itu, ekonomi kapitalis menurut ulama agama ini, tujuan hidup yang menganut sistem ekonomi tersebut adalah hanya berorientasi pada keadaan dunia saja. Distribusi kekayaan tidak akan ditemukan pada sistem ekonomi kapitalis. “Yang menjadi pondasi pemikiran ekonomi kapitalis adalah manusia hanya hidup di dunia ini saja, setelah itu tidak ada lagi kehidupan selanjutnya,” katanya. Ia juga menyebutkan bahwa manusia yang men-
ganut ekonomi kapitalis dituntut sebanyak-banyaknya melampiaskan syahwatnya dan melupakan dunia. Menilik teori Adam Smith yang merupakan salah satu pelopor sistem ekonomi kapitalisme, ketika manusia mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, maka kepentingan umum juga akan terpenuhi. Prof Mesbashi mengatakan teori yang dikembangkan ini kemudian dibinasakan dengan munculnya teori-teori baru. “Dalam ekonomi kapitalis dan liberalis, dimensi spiritual itu tidak ada maknanya,” seru pakar ekonomi ini. Akhir-akhir ini, lanjut Prof Mesbahi, ada upaya untuk menyelamatkan dunia barat dari kondisi kemiskinan akibat dari sistem ekonomi
mahasiswa sadar. “Jika duduk jangan sembarangan duduk, buang sampah juga pada tempatnya,” kata dia. Bangunan ini menjadi satu-satunya bangunan yang ada di UIN Alauddin. Melihat hal tersebut, Wakil Rektor Bagian Keuangan Prof Dr Lomba Sultan MA memberikan apresiasi tinggi atas inovasi ini. “Jika semua dekan seperti itu, kan luar biasa. Yang rela mengeluarkan banyak uang untuk perbaikan menuju kampus yang berperadaban,” ujarnya. Selain itu, Rasyid Masri telah merencanakan beberapa sistem yang harus diubah. Ia mengatakan, “bukan hanya penambahan fasilitas tetapi ada beberapa yang harus diubah di dalam fakultas. Seperti, merombak ulang tata ruangan sesuai dengan ilmu manajemen terpadu sehingga semua kegiatan berlangsung secara efisiensi dan efektif,” jelasnya. Pada bulan oktober ini, dia mengusahakan agar semuanya selesai tepat waktu. *Sri Wahyudi Astuti
tersebut dengan mengemukakan teori pemerataan kekayaan untuk menyangkut hidup orang banyak namun belum dinilai berhasil. Selain menjelaskan secara ideologi, Prof Mesbahi menjelaskan perbedaan sistem tersebut secara epistimologi. Ia mengatakan ekonomi islam bersandar pada akal, wahyu (al-qur’an) dan hadis-hadis nabi. Ekonomi islam juga bersandar pada agama dan sains. Sementara itu, ekonomi kapitalis tidak bersandar pada wahyu dan bersandar pada sains tanpa agama. “Ekonomi kapitalis hanya bersandar pada akal. Akal yang dimaksud adalah akal yang tidak digunakan untuk menyembah Tuhan,” ujarnya. *Nurfadilah Bahar
Washilah--Praktek lapangan menjadi hal penting, utamanya untuk mengaplikasikan teori yang sudah didapatkan di bangku perkuliahan. Hal inilah yang diterapkan dosen mata kuliah Foto Jurnalistik Faisal Syamsuddin M Sn. Ia mengarahkan mahasiswanya untuk mengikuti perkuliahan di Pasar Segar, Pengayoman Makassar. Senin (26/10). Dosen alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini mengatakan bahwa Q mahasiswa tidak cukup jika dilihat di ruang kelas saja, namun praktek lapangan sangat penting dilakukan. Terlebih, banyak mahasiswa yang komplain mengenai kurangnya praktek lapangan. Salah seorang mahasiswa Firman mengungkapkan bahwa praktek lapangan seharusnya menjadi kegiatan yang dilakukan pada setiap mata kuliah. “Untuk mata kuliah apa pun, sebaiknya ada praktek yang dilakukan. Meski satu atau dua kali dalam 16 pertemuan yang diadakan,” kata dia. Pada dasarnya foto jurnalistik memiliki orientasi untuk terjun langsung ke lapangan. Dengan ini, mahasiswa tidak hanya mengetahui teori tetapi mampu mengaplikasikannya. Hal ini dinilai sangat efektif. *Sri Wahyudi Astuti
PBA Hadirkan Pemateri Dari Sudan Washilah--Jurusan dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Bahasa Arab menggelar Kuliah Umum dengan mengusung tema “Bagaimana belajar bahasa arab dengan baik?” di Gedung Auditorium UIN Alauddin Makassar. Selasa (27/10) Pemateri pada kegiatan kali ini berasal dari Sudan, yakni Syaikh Salih Yousif Sharaf. Ketua Panitia Abuzar Al-gifari Mpd mengatakan bahwa agar kegiatan ini dapat bermanfaat dan memicu mahasiswa
baru berbahasa arab dengan baik. Ketua Jurusan Hamka Ilyas MTHi menuturkan bahwa mahasiswa skripsi dengan Bahasa Arab. “Mereka paham dengan apa yang mereka tulis tetapi susah untuk mengucapkannya,” urainya. Ia juga menambahkan bahwa solusi permasalahan diatas yaitu dengan menggunakan Bahasa Arab dilingkungannya, baik didalam kampus maupun diluar kampus. “Tidak usah
fikir benar atau salahnya yang jelas diucapkan saja, salah itu hal belakangan,” paparnya. Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Dr Mulyono Damopoli’i MAg memaparkan bahwa bahasa itu hadir ketika bahasa itu dibahas. Ia juga menambahkan bahwa terdapat empat hal yang selalu muncul dalam lingkungan yakni, Bahasa lisan, tulis, tubuh, dan gesture (wajah). *Sahi Al-Qadri
16
KHAS REDAKSI Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | November 2015
Menolak Parcel
Meraih gelar sarjana bukan lagi tentang skripsi semata. Jelang ujian meja, parcel berupa bingkisan makanan menjadi barang wajib bawa bagi kebanyakan mahasiswa. Hanya saja, keberadaanya dinilai menjadi beban.
F
athul Khair Akmal memacu sepeda motornya membelah malam. Dari Tallo Antang menuju salah satu supermarket di bilangan Perintis Kemerdekaan. Disana, Fathul membeli minuman bersoda, biskuit, teh gula, serta panganan lainnya. Aneka belanjaan itu kemudian ia masukkan ke dalam keranjang. Malam itu Fathul menghabiskan tidak kurang dari Rp450 ribu. Sesampainya dirumah, Fathul kemudian mengemas belanjaan yang ia beli. Malam itu Fathul disibukkan mengurusi bingkisan makanan yang akan ia berikan ke penguji dan pembimbing pada ujian mejanya esok hari. Usai mengurusi makanan parcel, barulah ia manfaatkan waktu yang tersisa untuk mempelajari materi ujiannya. Keesokan harinya, Fathul kemudian membawa makanan yang ia persiapkan sedari malam. Mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi itu tak sendiri, ia harus dibantu sepupunya karena tidak bisa membawa bingkisannya sendiri. Belakangan ini, pemberian makanan paket saat ujian meja menjadi perbincangan hangat dalam lingkup UIN Alauddin. Keberadaan makanan paket ini dinilai sebagai tradisi non akademik. Belum lagi keberadaannya disebut-sebut memberatkan mahasiswa. Beberapa dosen bahkan mendiskusikan ini melalui media facebook. Adalah Wahyudin Halim MA PhD, dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) yang membuka kran diskusi mengenai keberadaan parcel ini dalam dunia akademik. Melalui akunnya, ia menuliskan kerisauannya mengenai parcel. “Bagaimana mungkin sebuah kampus bisa melahirkan sarjana dengan kualitas akademik yang tinggi jika mereka malah dibebani dengan urusan menyediakan makanan bagi raga (food for body) bukan makanan bagi pikiran (food for thought) seperti ini,” tulisnya. Tidak butuh waktu lama sampai status tersebut kemudian menarik beberapa komentar. Ungkapan tersebut rupanya mendapat banyak tanggapan
dari para pengguna sosial media lainnya baik sesama dosen maupun yang masih berstatus mahasiswa di UIN Alauddin Makassar. Tak hanya Wahyudin Halim yang merasa gelisah dengan tradisi parcel tersebut, Ketua International Office Dr Mustari Mustafa pun turut prihatin. Ia bercerita, kala menjadi mahasiswa di kampus eks IAIN Alauddin, ketika ujian meja yang dibawa hanya setumpuk buku, referensi yang digunakan dalam penyusunan skripsi, sehingga saat dikonfirmasi sumber buku yang digunakan dapat diperlihatkan ke penguji. Menurut dia, nuansa akademiknya sangat terasa saat itu. “Tapi sekarang mahasiswa bukannya membawa buku, tapi disibukkan menyediakan makanan,” ungkapnya saat ditemui beberapa waktu lalu di Training Center (TC). Menurut Wahyuddin Halim saat ditemui belum lama ini, ada beberapa motif dibalik pemberian parcel mahasiswa kepada penguji. Diantaranya, sebagai tanda gembira karena dapat menyelesaikan studinya, adapula mahasiwa yang sekadar ikut-ikutan karena melihat teman sebelumnya seperti itu dan merasa malu jika tidak melakukan hal yang sama. Tidak hanya itu saja, ia menilai ada mahasiswa yang bertujuan agar dimuluskan ketika ujian, alasannya karena merasa tidak akan mampu lulus dengan benar atau takut kelulusannya ditunda karena tidak mampu menjawab pertanyaan penguji. Untuk mengantisipasi itu, kata dia, mahasiswa sengaja menyediakan parcel ukuran besar dan makanan besar pula. “Saya dengar di program pasca sarjana. Tapi menurut saya presentasi seperti itu mungkin tidak banyak,” kata Kepala Pusat Kajian Islam, Sains dan Teknologi ini. Beberapa waktu lalu, seperti yang dilansir di Republika. co.id. Johan Budi Pelaksana tugas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi saat menjadi pembicara di UIN Syarif Hidayatullah mengingatkan
pemberian hadiah kepada dosen setelah lulus ujian skripsi bagian dari gratifikasi walaupun itu sebagai bentuk ucapan terima kasih, namun hal itu tidak boleh dilakukan. “Rektor, dosen, itukan termasuk penyelenggara negara. Jadi menerima hadiah apapun itu dilarang,” kata Johan Budi di Auditorium UIN Syarif Hidayatullah. Rabu (09/09) Wahyuddin Halim juga menilai, mahasiswa tidak memiliki keberanian untuk mengomunikasikan keluhan pemberian parcel saat ujian. Mereka baru bisa mengeluh ketika memosting status di facebook. Tak hanya itu, ia menuturkan Dewan Mahasiswa (Dema) sebagai penyalur aspirasi mahasiswa juga dinilai telah gagal mengantisipasi hal tersebut.
Menolak Parcel
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) melarang menerima bingkisan dalam bentuk apapun. Menurut salah seorang dosen Akuntansi Dr Wahyuddin Abdullah SE MAK, kebiasaan membawa parcel pada saat ujian meja bertentangan dengan konsep akuntansi yang selama ini dipelajari
dibangku perkuliahan. “Dalam konsep akuntansi, apapun yang diberikan sebelum dan sesudah bekerja dianggap sebagai sogokan. Dan hanya akan merusak independensi pekerjaan,” jelasnya. Baginya, membawa parcel atau tidak sama sekali, tidak akan mempengaruhi nilai apalagi disulitkan selama proses ujian. Selain itu, membawa parcel hanya akan menyulitkan mahasiswa yang tak mampu mengeluarkan biaya untuk membeli. Menanggapi persoalan parcel yang masih menjadi aturan tidak tertulis dikalangan mahasiswa semester akhir, Wakil Rektor bidang akademik dan pengembangan lembaga Prof Dr Mardan MAg punya penilaiannya sendiri. Menurut eks Dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) ini, tradisi parcel hanyalah beban yang semakin memberatkan mahasiswa dalam penyusunan tugas akhirnya. “Parcel itu beban tradisi,” ujarnya. Ada banyak sebab yang membuat tradisi ini seolah menjadi catatan hitam. Selain paradigma negatif sebahagian mahasiswa bahwa dengan membawa parcel bisa dimudahkan selama proses ujian,
Ilustrasi : Syaifuddin
juga konsentrasi mereka yang terpecah karena harus memikirkan kelengkapan parcel. “Bukan hanya satu, tapi dari seminar proposal, seminar hasil, sampai munaqasyah mahasiswa selalu bawa,” katanya lagi. Meski beberapa mahasiswa menganggap parcel hanyalah tanda terima kasih kepada dosen penguji dan pembimbing, menurutnya itu tetap saja bukan hal yang patut dijadikan tradisi. “Parcel itu lebih banyak dampak negatifnya daripada dampak positifnya,” lanjutnya. Dengan berbagai tunjangan dan gaji yang diberikan kepada dosen, juga sistem Uang Kuliah Tunggal/Biaya Kuliah Tunggal (UKT/BKT) yang sudah berjalan, dia menganggap tidak ada lagi alasan bagi pihak dosen untuk menerima parcel. Mengingat kebanyakan mahasiswa masih mendapat biaya dari orangtua. Terkait penanganannya, Prof Mardan menegaskan akan mengumpulkan para petinggi fakultas termasuk Dekan, Wakil Dekan, dan Kepala Sub Bagian (Kasubag) Akademik untuk menghimbau penolakan tradisi parcel yang diturunkan kepada mahasiswa berupa teguran. “Kalau pun mau mengucapkan terima kasih tidak di ruang lingkup kampus. Karena jangan sampai ada indikasi bahwa lembaga melegalkan,” tuturnya. *Asrullah/Fadilah Aziz/ Azhari Prawira
KHAS REDAKSI
17
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | November 2015
Foto: Sri Wahyudi Astuti
Dialog Interaktif
Foto: Muhaimin
Kekurangan kursi, mahasiswa jurnalistik kuliah sambil melantai. Senin (19/10).
UIN Alauddin Minim Ruang Kuliah Esensi Peradaban dari
(Dari kiri) Prof Dr Natsir Siola, Prof Dr Qasim Mathar, Prof Dr Mardan, menjadi narasumber pada dialog interaktif di Warkop Bundu, Senin (26/10).
Washilah--Ketimpangan rasio antar mahasiswa dan gedung kuliah berimbas pada penggunaan sejumlah bangunan yang fungsinya tidak untuk ruang perkuliahan. Salah satunya adalah bangunan Mah’ad Aly II. Fakultas yang kini menggunakan bangunan tersebut sebagai gedung perkuliahan yakni Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK). Gedung Ma'had Aly II yang terletak di sebelah utara bangunan FDK itu sedianya dijadikan asrama mahasiswa penghafal al-qur’an dan hadist yang mendapat beasiswa khusus dari pihak Kementerian Agama (Kemenag). Seperti mahasiswa tafsir hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF). Oleh Departemen Agama, pembangunan gedung ini dijadikan kegiatan prioritas untuk seluruh UIN di Indonesia. Hal ini lantaran bangunan tersebut ditujukan untuk memberikan bimbingan kepada mahasiswa yang memiliki kemampuan dalam bidang keagamaan. Meski sudah digunakan, serah terima bagunan yang dijadwalkan berlangsung pada bulan Desember 2014 lalu sesuai janji pimpinan Universitas sebelumnya, Prof Qadir Gassing, sampai saat ini belum ada. Akan tetapi, menurut eks Dekan FUF Prof Arifuddin Ahmad MAg secara tidak tertulis telah ada persetujuan bahwa mereka sudah bisa menggunakan gedung tersebut. “Belum digunakannya gedung ini, karena Fakultas Ushuluddin merasa bahwa mereka berada dalam naungan lembaga yang punya aturan. Tanpa surat izin tertulis maka itu belum bisa digunakan. Secara struktural ini merupakan wewenang dan tanggungjawab dekan,” ungkapnya saat di temui di ruang kerjanya. Kamis (17/09). Menanggapi hal tersebut,
Dekan FDK Dr Abd Rasyid Masry mengaku sudah jauh hari mengajukan surat permohonan peminjaman gedung ke pimpinan Universitas. Hal ini sebagai solusi sementara untuk menyiasati minimnya ruang kuliah di FDK Kendati demikian, sewaktuwaktu surat peminjaman yang diajukan FDK bisa saja kadaluarsa. Mengingat tidak adanya jadwal pasti penggunaan bangunan itu sesuai fungsinya sebagai asrama. Hal ini diakui Abdul Rasyid. “Apabila pihak universitas menginginkan gedung ini agar difungsikan sebagaimana mestinya maka peminjaman gedung tersebut telah berakhir,” ungkapnya. Meski begitu, ia memprediksi kalau gedung masih aman sehingga tak ada yang perlu dikhawatirkan. Solusi Solutif Gedung ini merupakan usaha intuisi yang mulai digarap Prof Arifuddin sejak menjabat sebagai Wakil Dekan I hingga menjadi Dekan FUF. Sekiranya kata Prof Arifuddin, pimpinan FUF saat ini menanyakan surat izin mengenai gedung ma'had tersebut, pengelola pun sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk keperluan mahasiswa. Adapun permasalahan FDK yang tak memiliki tempat selain gedung tersebut, maka ia menyarankan agar gedung Mah’ad Ali dipakai FDK untuk lantai satu, sementara lantai dua dan tiga untuk mahasiswa Tafsir Hadist. Menanggapi hal tersebut, Dekan FUF Prof Dr Natsir Siola MA mengusulkan agar hal tersebut harus dibicarakan bersama, terutama para pimpinan dan pemegang jabatan. "Kami akan koordinasi ke pimpinan internal dulu, kemudian kita lihat kondisi rilnya, lalu disampaikan ke pimpinan Universitas," ujarnya. *Sri Yusnidhar/Baiq Nickte
Warung Kopi Washilah-- Tahun 2015 menjadi tahun bahagia untuk UIN Alauddin Makassar. Kampus eks IAIN Alauddin ini bakal merayakan milad emasnya yang ke-50 tahun. Tema “Membangun budaya kerja sebagai wujud kampus peradaban” dipilih sebagai nawa cita pada milad kali ini. Soal peradaban memang sudah sejak lama diperkenalkan. Adalah Prof Dr Qadir Gassing yang menggagasnya kala menjabat rektor. Hingga kemudian dilanjutkan rektor selanjutnya. Lantas, sudahkah UIN Alauddin seperti itu saat ini. Untuk membahas hal tersebut, UKM LIMA sengaja mengadakan dialog dengan tema “Realitas Kampus Peradaban diusia 50 tahun” pada Senin (26/10) malam di Warkop Bundu jalan Aroepala. Dialog malam itu mengundang tiga guru besar UIN Alauddin. Mereka yakni Prof Dr H Moch Qasim Mathar M A, Prof Dr Mardan M Ag, dan Prof Dr H M Natsir Siola. Mereka melihat, esensi peradaban di UIN Alauddin masih belum tergambar. Lantaran, tiga unsur penunjang yakni, Civitas Akademika, Sistem, serta Pelayanan, Kenyamanan dan keamanan masih harus dibenahi. Mahasiswa Menjadi stakeholder yang mengurusi bidang kemahasiswaan sebagai wakil rektor selama tidak kurang dari 3 tahun lamanya Prof Dr Natsir punya banyak pandangan mengenai dunia kemahasiwaan. Untuk mewujudkan peradaban itu kata dia, dimulai dari Lembaga kemahasiswaan. Karena fungsinya yang dari dulu sebagai wadah mahasiswa dalam beraspirasi. Dekan Fakultas Usluhuddin dan Filsafat itu berpandangan bahwa mahasiswa itu harus memaknai peradaban sesuai hak dan kewajibannya. Walaupun berhak mendapatkan informasi di dalam kampus baik akademik ataupun non akademik, mahasiswa juga harus memperhatikan kewajiban menyelesaikan studinya. Disatu sisi, lembaga kemahasiswaan juga harus selalu menjaga kerukunan yang baik dan menjadi pengawal sesama mahasiswa . Jika tidak gesekan akan sangat mudah terjadi. Hal itulah yang dipercaya menjadi penyebab sejumlah kerusuhan di UIN Alauddin. Termasuk yang terjadi pada Selasa (20/10) lalu yang melibatkan mahasiswa Adab dan Sains. Makanya, Prof Dr Qasim Mathar menginginkan agar mahasiswa tidak membagi diri menjadi mahasiswa agama dan mahasiswa umum. “UIN itu satu. Pembagian agama dan umum itu cuma pembagian ilmu pengetahuan, bukan pembagian
kelompok kepentingan. Karena pembagian seperti itu hanyaada di zaman primitif yg tidak mengenal keadaan,” tuturnya. Prof Qasim mengajak mahasiswa untuk mejadikan kerusuhan kemarin sebagai pembelajaran dan mengajak untuk mendukung pihak yang benar dan memberi arahan pihak yang keliru. Sistem Terintegrasi Prof Dr Qasim Mathar menyebut sistem di perguruan tinggi seperti UIN Alauddin yang seharusnya saling berhubungan. Antara rektor, dengan dosen, mahasiswa, kurikulum dan seluruh yang ada di Universitas. Karena bisa menunjang tujuan dari perguruan tinggi itu sendiri. Menurutnya, kinerja rektor itu dipengaruhi oleh dua hal yaitu ideologi dan keterampilan yang dimilikinya. Hal ini ketika bersinergi, akan membentuk rektor yang fenomenal. Fenomenal karena fenomena yang mereka buat mengarahkan kampus menjadi kampus yang berperadaban. Kampus peradaban menurutnya adalah tentang kesanggupan seorang rektor menggiring warga civitas akademika untuk memiliki keputusan bersama dan dihormati bersama serta kehidupan kampus dilingkupi dengan fasilitas-fasilitas saintek yang mutakhir. Keamanan dan Kenyamanan Selanjutnya mengenai keamanan dan kenyamanan kampus, Prof Mardan menjelaskan mengenai hakekat dari kata peradaban itu. Mantan dekan Fakultas Adab dan Humaniora ini mengungkapkan bahwa hakekat peradaban adalah adanya sopan santun, budi pekerti yang baik serta pendidikan dan pengajaran yang bermanfaat. Selain itu kata peradaban ini juga bisa bermakna keteraturan, dan keteraturan ini tidak mungkin terwujud tanpa ada usaha yang ulet dari warganya untuk mengendalikan ego dan nafsunya. Dia juga memaparkan bagaimana cara membangun kampus yang damai dan nyaman yaitu dengan membangun kesadaran, punya inisiatif membangun kampus, kreatif dan produktif. Serta mendobrak keadaan yang bermasalah, dan mengikuti jika ada yang diperintahkan serta bisa mementori perintah dan meninjaunya. Hal-hal inilah yang jika diaplikasikan dengan baik akan menciptakan keamanan dan kenyamanan di dalam kampus. Ketiganya melihat kalau hal ini bisa diwujudkan dan dimaksimalkan maka esensi sebuah kampus peradaban akan terwujud. *Nurzahra Aziza
Perpustakaan Foto Modern
Platform media sosial saat ini sangat digandrungi masyarakat, khususnya Indonesia. Terbukti dengan penggunanya yang semakin meningkat. Beberapa aplikasi media sosial yang paling digemari saat ini dintaranya Facebook, Twitter, LinKedIn, Whatsapp, Google Plus, Tumblr, Ask.fm, Skype, dan Instagram.
S
alah satu media sosial yang sedang booming dan sedang digemari saat ini adalah instagram. Aplikasi album foto digital ini bahkan berada pada peringkat ketujuh pada website eBizMBA.com (perusahaan yang menyediakan data komersial terkait traffic web). Dengan pengguna tidak kurang dari 100 juta tiap bulannya dan selalu meningkat. Instagram merupakan media sosial berbasis foto yang diluncurkan Oktober lima tahun silam. Tak tanggung-tanggung, instagram dengan berbagai fiturnya yang lengkap, membuat penggunanya meningkat drastis. Adapun fitur-fiturnya antara lain: pengikut, unggah foto, kamera, efek foto, judul foto, arroba, label foto, geotagging, jejaringan sosial, tanda suka, popular, peraturan instagram, dan menandai foto dengan bendera. Salah seorang pengguna Instagram yang juga seorang Mahasiswi Jurusan Jurnalistik, Miftahul Khaeriyah melihat aplikasi yang diluncurkan 2010 silam ini sebagai perpustakaan foto. “Instagram itu perpustakaan gambar. Sama seperti facebook, tapi yang ini sensasinya beda. Terasa lebih dekat sama orang-orang karena visualnya jalan,” kata dia. Menurutnya, Intagram lebih mudah saat mengunggah foto. Setidaknya hanya butuh 6 langkah untuk mengunggah sebuah foto beserta filter-filternya. Tinggal ketuk tab camera, ketuk preview, memilih gambar, sesuaikan gambar (filter), beri caption, lalu share. Tak hanya Miftah, Dendi Tenri Ajeng yang mengaku tiada hari tanpa instagram ini menuturkan, “Kalau instagram lebih simpel ji kurasa. Beda kalau facebook, agak lama meng-upload. Kalau instagram tatkala satu kali upload, sudah bisa masuk fb dan twitter,” kata Mahasiswa Sosiologi Agama ini. Instagram juga suatu jejaring sosial yang dapat digunakan sebagai salah satu wadah penyaluran bagi orang-orang yang memiliki minat tentang foto. Karena mengandalkan media visual tersebut, orangorang akan lebih mudah menemukan informasi. “Instagram itu penting. Mengikuti perkembangan jaman. Apa yang tidak ada di instagram sekarang? Mudah jualan, mu-
dah belanja. Dapat informasi apapun. Lebih gampang dapat teman. Tinggal pasang hastag, dapat gambar yang dicari!” seru Miftah, perempuan yang hobi traveling ini. Ada lagi penikmat instagram lainnya, kali ini komentar datang dari Mahasiswi Ekonomi Islam Maudy Vena Melinda yang menyukai media sosial ini karena memiliki banyak efek untuk menyunting gambargambar yang diunggahnya. Dampak Keberadaan media sosial ini pun sedikit banyaknya sudah mengubah gaya hidup manusia. Menurut Steven M. Chaffe seorang guru besar ilmu komunikasi menyebutkan ada lima efek media sosial, diantaranya efek ekonomi, efek sosial, efek penjadwalan kegiatan, efek hilangnya perasaan tidak nyaman, dan efek menumbuhkan perasaan tertentu. Kehadiran instagram dinilai menumbuhkan peluang bisnis online yang sangat cepat. @priskyprojects salah satu akun instagram yang memuat foto-foto produk sepatu dan sandal yang dapat membuat orang tertarik untuk membeli barangbarang terbarunya. “Dengan adanya online shop di instagram, sangat membantu menghidupkan jasa jual beli online,” ujar Maudy. Selain efek ekonomi, pengguna instagram dapat mengetahui kejadian-kejadian yang belum pernah dilihat sebelumnya dalam bentuk foto maupun video. @wonderful_video merupakan akun instagram yang berbagi video-video mengenai tempattempat wisata menarik dan indah baik di dalam maupun di luar negeri. Salah seorang dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Dian Muhtadiah Hamna (34) mengaku sangat senang bermain instagram. Ia menuturkan, instagram merupakan media sosial yang sangat tepat untuk mengekspresikan dan mempromosikan sesuatu hal, baik secara personal maupun perusahaan. “Secara personal, melalui instagram itu, kita bisa membentuk citra positif diri kita. Orang punya sifat ingin mengetahui banyak hal. Jadi, meskipun kita bisa meng-upload aktivitas kita di instagram bukan berarti kita juga bebas mengupload gambar atau
video apa saja,” ungkap wanita yang biasa dipanggil Yayan ini. Selain menyediakan fasilitas private message, like dan komentar, terdapat pula follower dan following yang tentunya dapat menambah interaksi sosial dalam dunia maya. Dalam waktu singkat, Yayan mendapat followers instagram lebih banyak dibanding media sosial lainnya. Bahkan ia mempunyai target 200 followers per bulannya. Terkait dengan efek penjadwalan kegiatan sehari-hari, dahulu sebahagian orang tidak peduli untuk mengabadikan moment-moment yang dilaluinya, sementara saat ini dimanapun dan kapanpun orang lebih suka mengabadikan foto kemudian menshare di akun mereka. Seperti yang dilakukan @riaricis1795 salah seorang publik figur yang setiap hari mengunggah foto-foto unik miliknya di instagram, sehingga membuatnya naik daun. Orang-orang menggunakan instagram untuk memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu menghindari perasaan yang tidak menyenangkan seperti kesepian dengan mencari hal-hal unik. Dengan melihat foto-foto di akun milik artis atau idola, juga dapat menumbuhkan perasaan senang bagi sebahagian orang. Tak jarang pula, jejaring ini membuat penggunanya menumbuhkan perasaan tertentu, seperti gelisah dan membuat lupa diri sehingga mengurangi aktivitas keseharian. Hal ini diungkapkan Dendi, pemilik akun @cullumdendi ini merasa tidak cukup menggunakan instagram dalam sehari saja. “Sudah jadi kebutuhan kayaknya. Kecuali habis paket. Pernah dalam satu minggu, tiga kali habis paket dataku gara-gara sosmed. Itu dua giga, satu hari ji ku pake,” aku pria yang hobi nyanyi ini. Hal yang sama pula diungkapkan Yayan. Wanita kelahiran 29 Juli 1981 ini mengatakan, “Dikit-dikit gelisah pengen buka instagram,” ucapnya. Dampak terbesarnya, lanjut Yayan, bahkan saat tengah malam menjelang tidur ia masih saja membuka akun instagramnya. “Hubungan dengan anak sendiri kadang jadi ribut gara-gara emaknya lebih memperhatikan instagram daripada berkomunikasi secara langsung kepada dia,” uangkap dia. Mengenai dampak positif yang ditimbulkan media sosial ini, Yayan menuturkan dengan bermain instagram ia mampu menginspirasi anak muda agar lebih ber-
kreasi positif dalam menggunakan media sosial. “Saya nggak mau kalah lah dengan anak SMP SMA yang rajin upload,” serunya. Terakhir, ia berpesan agar dalam menggunakan instagram, seseorang harus pandai membagi waktu dan membatasi diri. Paling tidak, dalam sebuah foto terdapat ‘quote’ yang dapat menginspirasi dan memotivasi orang banyak. *Nurfadhilah Bahar
Fakta
1. Instagram didirikan dua pemuda lulusan Stanford University, Kevin Systrom dan Mike Krieger. Kevin Systrom pernah bekerja di Google dan ditawari bekerja di Facebook, namun dia tolak. 2. Instagram pernah dinobatkan sebagai App of The Year di Apple iTunes pada tahun 2015 3. Facebook membeli instagram senilai USD 1 Miliar. 4. Lebih dari 5 juta foto diunggah ke Instagram setiap harinya. 5. Applikasi bersahabat, satu untuk semua, semua untuk satu.
SOROT
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | November 2015
Kampus Jangan Libatkan Pihak Luar
19
Washilah--Akibat bentrok antar mahasiswa beberapa waktu lalu, pimpinan kampus diminta melakukan evaluasi. Tidak hanya kepada mahasiswa, tapi seluruh masyarakat UIN Alauddin, termasuk sistem pengelolaan kampus.
P
agi itu Hardillah sedang sibuk mengurusi kegiatan yang diamanahkan kepadanya sebagai ketua panitia seminar English For Tourism ‘Unity of Diversity’. Kegiatan tahunan itu digelar di gedung LT Universitas UIN Alauddin. Selasa (20/10). Kegiatan pagi itu berjalan sesuai rencana, tidak ada hambatan yang berarti hingga siang hari. Perkara mengurusi kegiatan, Hardillah memang sudah sangat mafhum. Mengingat tidak sekali ini saja dia menjadi ketua panitia. Sejumlah kegiatan yang dikelola lembaga eksternal atau internal kampus tempatnya berkecimpung pernah menjadikannya ketua panitia. Setelah kegiatan itu selesai, Hardillah kemudian melanjutkan aktivitasnya. Dari gedung LT ia beranjak menuju fakultasnya, Adab dan Humaniora (FAH). Ditengah perjalanan ia sempat bingung oleh puluhan orang yang berlarian menuju tempat yang sama dengannya. Satu dua dari wajah mereka tampak familiar dimata Hardillah, yang rupanya mahasiswa FAH juga. Belakangan, Hardillah akhirnya tahu kalau akan
terjadi bentrok yang melibatkan mahasiswa FAH dan Fakultas Sains dan Teknologi (FST). Tidak lama, bentrok itu akhirnya terjadi. Hardillah sudah tidak di FAH saat perang batu terjadi, ia menyaksikan kejadian itu dari Masjid, usai melaksanakan Salat Dhuhur. Hardillah tidak sendiri, puluhan orang juga menyaksikan perang batu itu dari plataran Masjid, yang kian dekat dengan FAH. Beberapa saat kemudian, perang batu sudah berlangsung di depan gedung FAH. Kerusakan fasilitas fakultas akibat lemparan batu tidak lagi terhindarkan. Suara pecahan kaca terdengar di sejumlah bagian fakultas. Hardillah sempat didera rasa cemas, khawatir kendaraan roda dua miliknya yang ia parkir di sebelah utara fakultas jadi korban. Benar saja, usai kericuhan reda, tampak dari masjid, motor shogun biru miliknya sudah tidak berdiri seperti terakhir ia melihatnya. Sejumlah bagian pada kendaraanya pun rusak tak berbentuk. “Kita tidak tahu apa-apa kodong, konflik apa yang terjadi dengan masalah apa yang memicu tapi kenapa mesti kita yang tidak tahu apaapa ini yang jadi dampak dan imbas,” kata Hardillah kecewa. Perang batu tersebut akhirnya berujung pada pembuatan surat penyataan damai antar
Perang batu. Suasana bentrok yang melibatkan dua kubu terjadi beberapa waktu lalu di Kampus II UIN Alauddin Makassar. Selasa (20/10). Kejadian serupa juga pernah terjadi Desember lalu.
dua fakultas. Didalamnya tertuang janji kalau kejadian serupa tidak akan terulang ke dikemudian hari. Jika terjadi, sejumlah sanksi sudah menanti. Tapi apa mau dikata, hitam diatas putih itu tidak lantas menghentikan emosi yang terlanjur panas. Puncaknya, bentrok kembali terjadi keesokan harinya. Boleh dikata, bentrok hari itu lebih awet ketimbang hari sebelumnya. Melihat situasi yang makin kacau, didatangkanlah pihak kepolisian untuk meredam emosi kedua belah pihak yang saling bertikai. Gas air mata ditembakkan, kerumunan dibubarkan, dan akhirnya kampus diliburkan. Hanya saja langkah memanggil pihak kepolisian untuk mengamankan kampus dikritik sejumlah kalangan, salah satunya Prof Dr Qasim Mathar. Hal itu ia sampaikan pada dialog interaktif UKM LIMA bertema “Realita Kampus Peradaban di Usia 50 tahun” di Warkop Bundu. Senin (26/10) Guru besar fakultas Ushuluddin ini bilang, UIN seharusnya tidak menghubungkan masalah kampus dengan masalah kepolisian. Karena jika setiap ada kejadian kampus melibatkan polisi lebih baik mengangkat pihak kepolisian sebagai wakil rektor bidang kemahasiswaan. Dari pada begitu, kata dia baiknya ketika terjadi kerusuhan langsung cari akar permasalahannnya. Beri peraturan untuk meminimalisir dan beri hukuman jika melanggar. Sebagaimana seharusnya kampus peradaban itu. Kampus peradaban menurut dia adalah tentang kesanggupan seorang rektor menggiring warga civitas akademika untuk memiliki keputusan ber-
sama dan dihormati bersama serta kehidupan kampus dilingkupi dengan fasilitas-fasilitas saintek yang mutakhir. Belakangan ia meminta mahasiswa untuk mejadikan kerusuhan kemarin sebagai pembelajaran dan mengajak untuk mendukung pihak yang benar dan memberi arahan pihak yang keliru. Hilangnya Esensi Orangtua Selain diliburkan, bentrok tersebut juga membuat pihak kampus memperketat penjagaan. Pihak keamanan kampus bersama pihak kepolisian Gowa juga menggelar razia pada Senin (26/10) lalu. Hasilnya empat mahasiswa terjaring razia karena membawa barang berbahaya kedalam kampus. Keempat mahasiswa tersebut kemudian diamankan Badan Reserse Kriminal Polisi Gowa. Masing-masing dari mereka yakni MT, PM dan, A yang membawa senjata tajam jenis badik. Salah seorang lainnya, SD membawa ketapel (pelontar). Prof Aisyah menegaskan bahwa pihak kampus tidak akan memberi pembelaan terhadap ketiga mahasiswa yang telah diamankan oleh pihak kepolisian. “Tidak ada hubungan dengan kampus kalau persoalan hukum menghukum. Itu kan kriminal. Membawa senjata tajam itu sudah terkena hukum,” jelasnya. Bahkan, apabila mahasiswa tersebut terbukti bersalah, pihak universitas juga akan mengeluarkan sanksi sesuai peraturan yang tercantum dalam buku saku. Kendati demikian, sikap yang diambil pimpinan kampus dengan melibatkan penegak hukum dianggap telah bertentangan dengan fungsi universitas. Salah seorang dosen yang menilai hal tersebut adalah Quraisy Mathar
SSos M Hum. Mantan ketua jurusan Ilmu Perpustakaan itu bilang, dengan mengundang pihak luar dalam proses hukum di kampus, berarti dosen maupun pimpinan telah kehilangan jiwa keorangtuannya. “Artinya kalau pun senakalnakalnya dia, dia berkelahi, dia tawuran, dia tetap anak-anak kita. Seharusnya kita memperlakukan seperti anak kandung kita yang nakal,” jelas PUT Perpustakaan ini. “Saya membayangkan itu anakanak kita sendiri. Kok kita biarkan polisi untuk masuk ke rumah kemudian kita tangkapi di rumah kita sendiri. Kampus ini kan diibaratkan rumah kita sebetulnya,” katanya. Sabtu (31/10). Bahkan kejadian itu menurut dia erat kaitannya dengan Penasehat Akademik (lantaran). Lantaran PA mengambil perwalian dalam bentuk struktur ketika mahasiswa dititip oleh orang tuanya di kampus. Makanya, sudah sepatutnya PA dimintai keterangan. Jika sudah seperti ini, ia menilai PA gagal menjalankan tugasnyas sebagai penasehat mahasiswa. Tidak Memperpanjang Hardillah sempat berfikir untuk melaporkan kejadian tersebut kepada birokrasi hingga komisi disiplin (Komdis), hanya saja Hardillah mengurungkan niatnya karena merasa percuma untuk melaporkan kejadian yang menimpanya tersebut. Hardillah hanya berharap UIN Alauddin Makassar di usianya yang telah menginjak angka 50 tahun agar tak hanya menyuarakan “Selamat datang di kampus peradaban”, namun juga mengaplikasikannya dalam bentuk tindakan. *Nurfadillah Bahar/ Haerani Mustawan
LIPUTAN KHUSUS
21
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | November 2015
Litbang Washilah belum lama ini melakukan survey kepada alumni CBT terkait pelaksanaan program yang sudah berjalan sejak 2012 lalu, 1. Setelah mengikuti CBT, apakah Anda merasa karakter Anda berubah?
3. Apakah menurut Anda, pelaksanaan CBT sudah maksimal?
2. Apakah CBT yang dilaksanakan selama tiga hari dapat mengubah karakter Anda?
Ket: survey dilakukan secara acak kepada alumni CBT berupa angket. angket yang disebar sebanyak 500 lembar.
Pendampingan Character Building Training (CBT)
Masih Setengah Hati Membangun karakter bukanlah perkara mudah. Selain durasi waktu yang lama, pendampingan serius nan intens juga sangat dibutuhkan. Di UIN Alauddin, program pembangunan serupa yakni Character Building Training (CBT) kini tengah disoroti sejumlah kalangan. Lantaran program ini disebut-sebut belum memiliki efek.
P
rogram andalan Rektor UIN Alauddin Makassar periode 2011-2014 Prof Dr Qadir Gassing ini dinilai masih sangat jauh dari harapan para peserta CBP. Alasannya karena perhatian mentor pasca kegiatan berlangsung. Tidak hanya peserta sejumlah dosen pun ikut menkritisi jalannya program ini. Termasuk Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan lembaga, Prof Dr Mardan. Mantan dekan Fakultas Adab dan Humaniora itu menyebut kalau program ini belum menunjukkan hasil yang cukup baik. Ia merujuk pada bentrok antar mahasiswa yang belakangan ini kerap terjadi. Yang terbaru bentrok mahasiswa yang melibatkan fakultas Adab dan Saintek, Senin (19/10) lalu. Hal ini ia sampaikan pada dialog interaktif “Realitas Kampus Peradaban di Usia 50 Tahun’ yang digelar UKM LIMA, Senin (26/10) lalu. “Buat apa mengeluarkan dana yang besar kalau tidak ada hasilnya, lebih baik diarahkan untuk kegiatan
kemahasiswaan lain,” kata dia. Program CBT sendiri merupakan bagian dari 3 program Character Building Program. Dua lainnya yakni PIBA (Program Intensifikasi Bahasa Asing), serta BTQ (Baca Tulis Quran). Ada 4 tahapan dari program ini yaitu Inisiasi, Konseptualisasi, Implementasi dan Evaluasi. Ditahap inisiasi dilakukan dengan mengumpulkan ide maupun gagasan, selanjutnya ditahap konseptualisasi untuk mengonsepkan program tersebut. Kemudian ditahap implementasi yaitu menjalankan program dan terakhir ditahap evaluasi ini dapat mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan dan diharapkan mendapatkan manfaat dari program tersebut. Sebagai wadah pengembangan dan pembentukan karakter bagi mahasiswa tentu membutuhkan waktu yang cukup panjang serta mendapat dukungan dari berbagai pihak. Wakil Direktur CBT Nurkhalis Ghaffar menjelaskan
untuk mengukur keberhasilan program ini belum sepenuhnya dapat dikatakan sukses ataupun gagal. Hanya saja, dari segi pengamatan sementara, ia menyebut ada beberapa pengaruh terhadap para alumni CBT seperti lebih banyak mengisi waktu luang di masjid dan perubahan sikap di kelas maupun di fakultas. Follow Up Kurang Maksimal Setelah mengikuti CBT, alumni diwajibkan mengikuti Follow Up selama 40 hari dan didampingi secara langsung oleh mentor. Hal ini dimaksudkan untuk mengevaluasi mahasiswa terkait perubahan yang telah dan sedang terjadi dalam tiap individu mereka. Namun beberapa mahasiswa mengeluhkan kurang maksimalnya pendampingan yang dijanjikan. Salah seorang mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Darmawati mengatakanbahwasaatberlangsungnya CBT, mentor jarang muncul dengan alasan, seperti ada pekerjaan lain. Hal serupa diungkapkan oleh mahasiswa jurusan Tafsir Hadis Masitha bahwa tidak ada follow up setelah CBT dan mentor seolah lepas tangan. Sahabuddin sebagai salah satu alumni CBT mengungkapkan bahwa program ini tidak membawa pengaruh yang begitu besar jika bukan dari pribadi masing-masing. “Contohnya jika waktu
shalat tiba, masih banyak mahasiswa yang berkeliaran di fakultas terutama laki-laki dan banyak yang masi berambut gondrong,” jelasnya. Ia juga menambahkan bahwa CBT yang dilaksanakan selama 3 hari 1 malam ini kurang memberi perubahan dan seperti tidak ada output yang tujuannya untuk membangun karakter atau pembentukan karakter. “Biasakah karakter itu terbentuk dalam waktu 3 hari dengan proses mahasiswa selama 16 tahun atau 17 tahun yang ada sebelumnya? Rasanya kurang maksimal,” keluhnya. Menjawab keluhan-keluhan tersebut, Ketua pelatih sekaligus mantan Direktur CBT Sabri AR menjelaskan bahwa sebenarnya ada yang terhambat dari konsep CBT ini yaitu konseptualisasi khusus pendampingan pasca training memang belum efektif dan ia mengakui bukannya tidak ada gagasan atau model namun kurang intensifnya para mentor dalam mendampingi. Awalnya program CBT bagi mahasiswa akan menginap selama tiga hari dua malam. Namun, terjadi perubahan menjadi dua hari satu malam karena permasalahan anggaran. Pimpinan pun sangat mengupayakan agar kegiatan
ini semakin berkembang sebab pengaruhnya sangat besar. Direktur CBT sebelumnya, Dr Mustari Mustafa menjelaskan bahwa untuk mengikutkan mahasiswa perlu pembicaraan khusus karena ada kuota per angkatan. Misalnya, pada tahun ini ada 5000 lebih mahasiswa, namun dibagi menjadi 250 per angkatan artinya jika mahasiswa ikut pada angkatan ini itu akan berpengaruh pada pembiayaan. “Padahal mahasiswa sudah dianggarkan pada tahun lalu. Ini adalah salah satu permasalahannya, Jadi ketika ada mahasiswa yang telah terdaftar namanya namun tidak mengikuti CBT, maka ia bisa ikut pada angkatan 2014 jika ia melapor dan mengajukan argumentasi yang rasional,” tegasnya Maksimalkan CBT CBT wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa seperti halnya PIBA dan BTQ, karena itu menjadi syarat saat mengurus beasiswa dan penyelesaian studi. Maka dari itu, mahasiswa harus sadar akan kewajibannya. Sabri AR berharap agar tahapan program tersebut dapat berjalan secara normal mulai dari inisiasi, konseptualisasi, implementasi, serta instusionalisasi-nya. Namun dilihat dari aspek pendampingan selama 40 hari setelah CBT yang kurang maksimal. Kala itu, Mustari Mustafa pun menyebut kalau pihak pengelola membutuhkan waktu untuk untuk membenahi semua itu. *Andriani
22
1 3
2 4
5 Beberapa waktu yang lalu, fotografer washilah mengabadikan suasana shalat Jum’at di Masjid kampus II UIN Alauddin. (Foto: Asrullah) 1. Dibawah terik beralaskan rumput 2. Sejadah alternatif 3. Memanjatkan doa 4. Menyiapkan alas 5. Sejadahku
NAMA
23
Edisi 94 | Muharram 1437 Hijriyah | November 2015
Burhan Dolah
Mencari Ilmu dari Mesir Sampai Makassar Dua tahun satu bulan tepatnya, 18 Agustus 2013 lalu Burhan Dolah seorang mahasiswa pasca sarjana UIN Alauddin Makassar yang berasal dari Thailand menginjakkan kaki di kampus peradaban. Pemuda kelahiran 01 Januari 1988 ini menyelesaikan gelar Sarjananya di Al-Azhar University Mesir pada tahun 2012. Setelah lulus dengan predikat nilai amat baik, ia kembali ke Thailand untuk mela-
mar pekerjaan di salah satu Madrasah Aliyah di Negara kelahirannya. Namun, saat itu ia diusulkan oleh Majelis Agama Islam (MAI) untuk tidak bekerja ataupun mengajar melainkan melanjutkan pendidikan Magisternya saja. Awal kedatangan anak dari pasangan Sa’laemae Dolah dan Nusiah ini ke Indonesia membuatnya sedikit bingung mendengar bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. “Bahasanya agak bingunglah dan kami seperti orang bodoh, kan sebenarnya kami punya asas bahasa malayu tapi bukan bahasa melayu baku melainkan bahasa melayu local.” Sesampainya di Makassar, ia kemudian meminta agar diajarkan bahasa Indonesia. Dan pihak UIN memilih Hasan, salah seorang dosen untuk mengajarkan bahasa Indonesia yang baik dan benar. “Setelah sampai di sini ada belajar bahasa Indonesia dengan satu dosen yang kami minta sama pengurus,” tuturnya. Mahasiswa jurusan Hukum Islam ini merupakan penggemar mata kuliah ushul fiqhi. Ia mengatakan bahwa keuntungan kuliah di Indonesia itu melatih membuka apa yang ada dipikiran serta mengungkapkan pendapat.
Ia juga mengungkapkan model pembelajaran saat belajar di Kairo dan di Indonesia. Katanya, di Kairo indeks prestasi dapat dinilai berdasarkan hasil ujian, sementara di Indonesia kadang keaktifan kelas lebih diperhitungkan. Selain aktif kuliah, ia juga aktif berorganisasi. Beberapa organisasinya yaitu Gerakan Pemuda Thailand, Himpunan Mahasiswa Thailand, dan Persatuan Mahasiswa Thailand. Sistem yang diterapkan dalam proses belajar-mengajar, ia mengatakan antara UIN Alauddin Makassar dengan Thailand sedikit berbeda. “Kalau suasana belajarmengajar di sini saya agak cenderung bahwa di sini itu sangat memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mencari ilmunya sendiri dengan diskusi dan berbagai cara lainnya, sedangkan di Thailand lebih berfokus dan belajar banyak dalam ruang,” ujarnya. Meski begitu, ia tetap nyaman belajar di negaranya sendiri. “Belajar di sini tidak susah, tidak pula gampang,” lanjutnya. Meski watak orang Makassar terkenal kasar dibandingkan orang-orang luar, namun ia mengaku senang berada di kota Makassar. “Kembali lagi pada individunya bagaimana ia akrab atau beradaptasi dengan orang-orang di sekelilingnya,” ungkap anak kedua dari lima bersaudara ini. Diakhir pembicaraan, Burhan menyampaikan harapan agar tidak ada perbedaan antara mahasiswa asing dengan mahasiswa Indonesia termasuk dalam pelayanannya.
”Bukanlah kami semua orang yang lebih, bukan juga orang yang kurang, kita semua sama. Kemudian jika ada sesuatu yang tidak dimengerti kami ditegur atau diajar, kan saling komunikasi dan saling diskusi tentang apa yang tidak dimengerti itu,” tuturnya *Ridha Amalia
BIODATA Nama : Burhan Dolah TTL : Songkla, 1 Januari 1988 Asal Negara : Thailand Jenjang pendidikan SD : Bantha SMP : Azizstan SMA : Azizstan S1 : Al Azhar University Nama orangtua Ayah : Sa’laemae Dolah Ibu : Nusiah Pengalaman organisasi -Anggota Gerakan Pemuda -Anggota Himpunan Mahasiswa Thailand -Ketua Persatuan Mahasiswa Thailand
Advetorial