Tajuk SERTA MULIA
MENANGGUNG DOSA
Delapan Ketua Sema Fakultas mengaku tidak puas dengan kinerja Sema U saat ini, padahal Senat Mahasiswa Universitas (Sema U) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (Dema U) memiliki keterkaitan yang erat. Bukan hanya dalam hal program kerja ataupun pengawalan isu di dalam ruang lingkup universitas, keduanya harus berperan aktif dan saling bekerjasama untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Sebagai representasi mahasiswa di kampus, Lembaga Kemahasiswaan (LK) Universitas bertanggung jawab mengawal aspirasi yang ada. Namun absennya LK Universitas menjalankan tugasnya, memaksa mahasiswa menanggung dosa mereka.
Kata mulia diartikan sebagai ke bermanfaatan. Pada bulan ke sebelas di tahun macan air ini, Washilah tetap konsisten menerbitkan informasi sebagai wujud keberman faatannya bagi sesama.
Ucapan syukur Alhamdulillah ke pada sang pemilik kehidupan, Allah SWT. Semoga keberkahan dan kelan caran selalu mengiringi aktivitas pem baca, dan juga kami.
Tabloid 120 edisi Milad UIN Alaud din ini hadir setelah melewati proses panjang. Dimulai dari kajian isu, rapat proyeksi, peliputan, editing naskah, layout, cetak putih, cetak, hingga pub likasi.
Kesulitan menembus narasumber, deadline yang mengejar, pola makan tidak teratur, hingga jam tidur yang seringkali terbengkalai. Selain itu, ter
dapat beberapa reporter yang sementa ra menjalankan tugas pengabdian mas yarakat atau sedang berkuliah kerja nyata. Semua itu membuat penggara pan tabloid lebih menguras energi dan emosi.
Tiada harapan yang lebih mulia, dari semoga tabloid yang ada di tangan pembaca memberi manfaat bagi pemb aca. Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada dewan pakar dan dewan senior yang telah berkontribusi dalam pengerjaan tabloid ini. Kepada dewan senior, pengurus, anggota biasa, bahkan anggota muda UKM LIMA Washilah. Terima kasih karena telah menemani dalam suka dan duka seh ingga tabloid ini dapat terselesaikan.
Kami sepenuhnya sadar jika tabloid ini masih jauh dari kata sempurna, bagaimanapun kami telah berusaha
dengan maksimal dan berusaha bekerja secara profesional. Maka dari itu, kami tiada henti meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Dengan asa yang senentiasa dirawat oleh seluruh elemen kader Washilah, tabloid ini hadir dalam bentuk cetak dan E-Paper. Sebuah upaya untuk se lalu mengabarkan berita aktual dan faktual di kampus yang memasuki usia 57 tahun ini. Pada laporan utama kami mengulik lembaga universitas yang dianggap belum melakukan ki nerja dengan baik. Pada rubrik sorot kami menyajikan bagaimana peralihan sistem pemilihan pejabat lembaga ke mahasiswaan. Sementara rubrik sos bud kami memberikan informasi sepu tar uang panai dari segi agama maupun budaya. Selamat membaca! Selamat Milad UIN Aladuddin Makassar!
Beberapa fakta menyatakan, Sema U tidak mengakomodir isu-isu yang berkembang di lingkungan mahasiswa dengan baik. Padahal, peran Sema U sangat dibutuhkan dalam proses penyelesaian masalah-masalah yang ada dalam personal kemahasiswaan tingkat universitas.
Setelah dikonfirmasi terkait keluhan-keluhan yang telah dijabarkan, Agung Setiawan menuturkan pengawalan isu kampus sudah disampaikan dalam rapat koordinasi antara Sema U dan Sema Fakultas.
“Hasil rapat koordinasi itu nantinya akan dibawa ke pimpinan untuk ditindaklanjuti,” tuturnya. Namun, pernyataan agung dibantah oleh Aswar selaku Ketua Sema Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Ia mengatakan hasil dari rapat koordinasi yang dilakukan, tidak ada yang terlaksana.
”Dari rapat koordinasi tersebut tidak pernah ada yang dilaksanakan,” pungkasnya. Hal ini membuktikan bahwa koordinasi dalam tataran Sema U dengan Sema F sejajaran, juga tidak berjalan dengan harmonis, yang kemudian berdampak pada mahasiswa yang diwakili suaranya oleh lembaga-lembaga yang berwenang.
Menanggung Dosa Lembaga Kemahasiswaan Universitas
ucap Demisioner Ketua Umum Dema Fakultas Adab dan Humaniora itu.
Selain kasus kekerasan seksual dan curanmor yang tidak dikawal sesuai dengan tupoksinya, beberapa kelu han-keluhan mahasiswa yang merasa dilalaikan oleh pengurus Sema dan tidak diberi solusi ataupun jalan keluar, seperti UKT/BKT. Pasalnya, ada beberapa ju rusan yang terbilang mendapat kategori UKT tinggi dan tidak sesuai dengan pendapatan orang tuanya. Bukan hanya mahasiswa terdampak yang mengeluh persoalan pengawalan Sema U dan Sema Fakultas, Ketua HMJ Manajemen Pendidikan Islam, Nur Badrun Zahir pun mengeluhkan hal tersebut.
“Karena pas peninjauan UKT pen gurus Sema tidak mengawal secara full sehingga hasilnya nihil,” keluhnya saat diwawancarai melalui whatsapp, Ming gu (16/10/2022).
Kurangnya pengawalan Sema U tidak hanya dirasakan oleh Dema sejajarann ya, di tingkat universitas terdapat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang juga berada dalam garis koordinasi dari Sema U. Salah satunya UKM Tapak Suci, sebagai ketua Yusniar mengaku berada dalam grup koordinasi lembaga kema hasiswaan tingkat universitas dengan Ketua Sema U namun tidak ada upaya untuk mengadvokasi masalah yang ia keluhkan.
juk pada aturan yang ada, Sema U ada lah wadah menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa. Lembaga pengawas tersebut juga berperan sebagai mitra kerja Dema U dalam melaksanakan kebijakan organisasi kemahasiswaan, menyerap dan mengakomodir aspirasi mahasiswa serta menyalurkan pada pi hak-pihak terkait, juga memperjuangkan hak-hak akademik dan kemahasiswaan.
Sema U sebagai tubuh untuk menyer ap dan mengakomodir aspirasi maha siswa ternyata tidak bekerja sebagaima na fungsinya. Ditambah lagi, informasi yang didapatkan Reporter Washilah bah wa Ketua Umum Sema U telah diwisuda sebelum masa bakti berakhir.
Pada kepengurusan periode 2022 terhitung sejak bulan Maret hingga saat ini, Sema U hanya melakukan dua kali rapat koordinasi bersama sema fakultas sejajaran. Dengan anggaran Rp 15 juta yang diberikan pihak kampus, seha rusnya lembaga legislatif tersebut bisa berjalan dengan baik
Menanggapi hal tersebut, Wakil Rek tor III, Prof Darussalam menilai kinerja Sema U sudah dijalankan sesuai dengan apa yang ada di buku pedoman UIN Alauddin Makassar.
“Kegiatannya Sema sesuai dengan apa yang dirapatkerjakan,” ucapnya.
Lima sema Fakultas mengaku tidak puas terhadap kinerja Lembaga Kema hasiswaan (LK) Universitas. Sebagai representasimahasiswa di kampus, LK bertanggung jawab mengawal aspirasi yang ada. Namun absennya LK Univer sitas menjalankan tugasnya, memaksa mahasiswa menanggung dosa mereka. Salah satu responden, Ketua Umum Sema Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Chandra Langit Putri Bangsawan mengatakan tidak dapat mengomentari kinerja Sema U, dikarenakan menurut nya selama satu tahun, pengurus Sema tidak terlihat.
“Sangat tidak puas. Sema U yang harusnya mengakomodir aspirasi maha siswa di setiap fakultas, namun nyatanya tidak menjalankan tugasnya sebagaima na mestinya,” pungkasnya.
Data Litbang Washilah yang men
kampus. Diketahui pengurus Dema U telah memasukkan surat ke birokra si mengenai kasus tersebut, namun tidak terkoordinasi dengan Sema U. Hal tersebut menjadi salah satu alasan, beberapa kasus tidak terkawal dengan baik. Dikarenakan tidak selarasnya gerakan antara Sema U dan Dema U. Ketua Komisi Aspirasi Sema U, Agung Setiawan mengakui belum menindak lanjuti terkait kasus pencurian motor (curanmor).
‘Terkait curanmor kami belum sampaikan ke pimpinan,” ungkap Agung saat dihubungi melalui pesan Whatsapp.
Kasus lainnya, misal kekerasan seksual yang mencapai 32 kasus dari tahun 2019 sampai sekarang. Salah satu penggerak dari Solidaritas Perlawanan Kekerasan Seksual (SPeKS), Suci Rah mayani mengatakan pengurus dari Sema U tidak pernah membahas atau mem
“Kami sering mengikuti lomba di luar daerah, sehingga dana yang dibutuhkan juga banyak. Namun, sejauh ini Sema U tidak menindaklanjuti meski sudah disampaikan di grup jajaran pengurus lembaga internal kampus,” tegas Maha siswa Jurusan Bimbingan dan Penyulu han Islam itu.
Terdapat pula kasus bentrok yang terjadi di Fakultas Kesehatan dan Ilmu Kedokteran (FKIK) sampai seka rang belum ada kejelasan persoalan pengawalan terhadap kasus tersebut. Terbukti, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Farmasi, sudah beber apa kali melapor namun tidak pernah dikawal oleh Sema Fakultas, bahkan untuk berita yang diterbitkan di web Washilah, Sema masih enggan untuk angkat bicara.
Beberapa fakta menyatakan bahwa, Sema U tidak mengakomodir isu-isu yang berkembang di lingkungan maha siswa dengan baik. Padahal, peran
Setelah dikonfirmasi terkait kelu han-keluhan yang telah dijabarkan, Agung Setiawan menuturkan penga walan isu kampus sudah disampaikan dalam rapat koordinasi antara Sema U dan Sema Fakultas.
“Hasil rapat koordinasi itu nantinya akan dibawa ke pimpinan untuk ditinda klanjuti,” tuturnya.
Namun, pernyataan agung dibantah oleh Aswar selaku Ketua Sema Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Ia menga takan hasil dari rapat koordinasi yang dilakukan, tidak ada yang terlaksana.
“Dari rapat koordinasi tersebut tidak pernah ada yang dilaksanakan,” pung kasnya.
Hal ini membuktikan bahwa koordi nasi dalam tataran Sema U dengan Sema F sejajaran, juga tidak berjalan dengan harmonis, yang kemudian berdampak pada mahasiswa yang diwakili suaranya oleh lembaga-lembaga yang berwenang.
Penulis: Astiti NuryantiDugaan Pelarangan Cadar Mahasiswi Cederai Hak Asasi
Washilah – Sekitar 10.00 Wita pagi. Ini kali pertama salah satu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunika si (FDK) UIN Alauddin Makassar, Faisal (bukan nama sebenarnya) men gajar di hadapan kurang lebih 40 Mahasiswa FDK, Kamis (8/9/22).
Hari itu tak ada pem berian teori, melainkan hanya pemaparan kontrak kuliah. Di sela pemba hasannya, tetiba, Faisal menegur dua mahasiswa yang mengenakan cadar. Mereka adalah Lisa (Bu kan nama sebenarnya) dan Ros (Bukan nama sebe narnya).
Faisal diduga menyuruh mereka untuk membu ka cadar selama mereka mengikuti kelas ini, namun mereka bergeming. Kendati Ros sempat ingin membuka cadarnya, na mun ia bersikukuh mem pertahankan sehelai kain tetap menutupi separuh wajahnya.
“Kalau masih pakai cadar minggu depan, tidak usah ikut kelas,” kata saksi Nur (Bukan nama sebenarnya), menirukan Faisal.
Pada pertemuan selan jutnya, Lisa yang menjadi salah satu mahasiswa yang lakukan presentasi makalah tak diizinkan untuk naik. Lisa gamang. Kendati demikian, ia mempertahankan cadarn ya untuk dikenakan.
Berbeda dengan Ros yang miliki jadwal untuk presentasi di pertemuan selanjutnya sama sekali tak menerima teguran. Kasus pelarangan ini kata Nur, memang sudah disampaikan ke Dosen Penasehat Akademik oleh Ketua tingkat. Kuat dugaan Nur, penerimaan Faisal karena dia sudah menerima teguran.
“Ros langsung naik dan dinilai kelompoknya, serta tugas individu makalahn ya. Teman-teman jadi bingung mengapa ia tidak dilarang naik presentasi padahal Lisa dilarang,” jelas Nur saat ditemui di Gedung C, Selasa (28/10/22).
Saat mengajukan keber atan usai jam mata kuliah selesai, Faisal menjawab tidak menerima per tanyaan jika perkuliahan selesai.
Terkait pelarangan ca dar, Saat ditemui pada Se lasa (11/10/2022), Dosen Penasehat Akademik, Dr Nur Syamsiah, dengan tegas mengatakan tak ada pelarangan.
“Jadi disuruh buka cadarnya karena dosen nya mau lihat ekspresi wajahnya. Bukan pela rangan cadar hanya sistem mengajar dosennya,” tegasn ya.
Mantan Wakil Dekan III FDK ini menuturkan, tin
dakan itu dikembalikan kepada dosen dan maha siswanya. Meski begitu, dosen yang akrab dipanggil Bun da Anci merasa prihatin
membukanya. Rosma mengaku keputusan itu ia ambil, karena merasa itu adalah aturan kelas.
Praktisi Hak Asasi Manusia, pak Fadli Andi
aturan dalam UUD Pasal 28 I, di dalamnya tertulis jelas tujuh item yang ma suk kategori hak asasi.
“Hak untuk hidup, untuk tidak disiksa, kemerdekaan pikiran dan hati nurani, beragama, tidak diperbudak, diakui di depan umum, dituntut dan tidak dituntut, atas dasar berlaku adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun,” jelas Dosen Ilmu Hukum FSH UIN Alauddin Makassar ini.
*Laporan di atas merupakan revisi berita yang dimuat pada tanggal 16 November 2022. Kami minta
dirugikan dan bebera pa orang narasumber karena telah:
1. Tidak melakukan upaya konfirmasi ke pihak yang dituding melakukan pelarangan cadar.
2. Tidak membangun persetujuan terhadap beberapa korban pelarangan cadar atas penulisan nama lengkap.
3. Tidak menerapkan asas praduga tak bersalah dalam pemberitaan kami. Untuk itu, kami menyampaikan permintaan maaf secara sadar dan mendalam kepada beberapa pihak atas kesalahan kami. Kami memahami ke beratan pihak yang dimaksud, untuk itu kami telah melakukan upaya memberi hak jawab dan hak koreksi kepada pihak yang diduga melakukan pelarangan cadar sejak tanggal 18 November 2022. Kami juga meminta maaf kepada pembaca atas kelalaian kami. Berita itu kami buat dengan per timbangan mendukung hak-hak korban, dan tidak ada itikad buruk mencoreng nama baik pihak manapun. Namun, kejadian ini tetap akan menjadi pembelajaran bagi Washilah untuk lebih profesional dalam kerja-kerja kami selanjutnya.
Washilah - Jarum jam
tepat di angka 14.30 Wita. Aktivitas perkuliahan rehat sejenak. Sembari menunggu dosen pengampu mata kuliah keperawatan komunitas satu, Ayu––bukan nama sebenarn ya––mengisi waktu luang dengan berbincang dengan temannya. Sesekali jarinya memainkan telepon geng gamnya berselancar di media sosial.
Tak berselang lama, dari arah pintu masuk, salah satu teman angkatannya di Juru san Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu kese hatan (FKIK) UIN Alauddin Makassar menghampirinya.
Bunga––bukan nama sebenarnya––antas menarik jilbab hitam yang dikenakan Ayu. Bunga bahkan menda ratkan tamparannya di pipi kiri Ayu. Ayu merekam aksi itu menggunakan gawainya.
Tak berhenti di situ, Bunga bahkan tak segan melontar kan kalimat makian.
“Teman bangsat,” teriak nya.
Perundungan itu terjadi pada Rabu (19/10/22). Sebel umnya, Ayu mengaku kerap menerima ancaman melalui pesan Whatssapp dan Insta gram dari Bunga. Beberapa bukti Voice Note (VN) dan pesan Ayu tunjukkan ke Reporter Washilah.
“Saya tidak pernah cer itaiko, tapi banyak kudengar cerita dari temanku yang lain kau sering ceritaika Tung guma nanti, “ kata pelaku melalui VN.
Setelah kejadian siang itu, Ayu memberanikan diri melapor ke salah satu dosen, Rasdiyanah. Pelaku naik pitam setelah mendengar Ayu melaporkan dirinya. Ia lalu mengadang Ayu di luar
Fakultas FKIK. Adu mulut tak terelakkan, beruntung teman Ayu melerai.
Kejadian itu kata Ayu, membuat dirinya berpikir hendak bunuh diri. "Saya selalu mengurung diri dan tidak bisa akrab sama temanteman kampus karena takut," ujarnya saat ditemui, Kamis (24/10/22).
"Saya juga merasa selama ini sering ada serangan pan ik. Kalau tiba-tiba banyak pikiran dadaku tiba-tiba sakit. Mual, muntah, dan pusing,” lanjutnya.
Menanggapi kasus kekerasan yang menim pa mahasiswanya, Ketua Jurusan Keperawatan, Dr Muh Anwar Hafid, telah mengambil langkah tegas kepada pelaku berupa sanksi tertulis. “Saat ini telah keluar surat pernyataan oleh pelaku untuk tidak mengulangi
Ingin
perbuatannya,” pungkasnya saat ditemui di ruangannya, Selasa (25/10/22).
Ditelisik dari buku saku UIN Alauddin Makassar, perundungan masuk dalam kategori pelanggaran berat, tertuang dalam pasal 10 ayat 22, memuat:
"Meneror, mengancam, menghina, memfitnah, dan/ atau menyakiti secara fisik dan psikis dosen, karyawan, sesama mahasiswa, dan orang-orang yang ditugaskan khusus dalam lingkungan kampus".
Sementara pasal 13 menjabarkan pelanggaran kategori berat dijerat sanksi berupa, adanya pencabutan gelar akademik, hingga pemberhentian status sebagai mahasiswa.
Namun, saat dihubungi kembali melalui Whatsapp, Jumat (04/11/22), Ayu
menuturkan berencana akan pindah universitas segera mungkin.
Salah satu Psikolog, Riski Isnaeni, membenar kan perundungan memiliki dampak negatif bagi korban secara fisik maupun psikis. “Dampak yang ditimbulkan berupa kecemasan yang ting gi, harga diri yang rendah, bahkan depresi,” jelasnya.
Perundungan lanjut Per empuan yang sedang men gambil studi profesi psikolog di Universitas Hasanuddin ini, menegaskan tidak bisa dianggap remeh. Apalagi korban yang tak dibekali kemampuan regulasi emosi lebih rentan mengalami kes ulitan menghadapinya.
Tekan Pernikahan Dini, Pihak Puskesmas Bangkala Paparkan Dampak Terhadap Reproduksi
Washilah – Kepala Kan tor Urusan Agama (KUA), Rostam S Ag, membahas pencegahan pernikahan usia dini dalam kegiatan sosial isasi “Dampak Pernikahan Usia Dini,” diselenggara kan oleh Mahasiswa Kuli ah Kerja Nyata (KKN) An gkatan 69 UIN Alauddin Makassar Desa Bontomanai, Kecamatan Bangkala, Ka bupaten Jeneponto di Aula SMKN 04 Jeneponto, Jumat (21/10/2022).
Rostam mengungkapkan kasus pernikahan usia dini meningkat setiap tahunnya di wilayah Kecamatan Bangka la.
“Mereka sering datang
Manfaatkan Lahan Kosong, Mahasiswa KKN Desa Awo Ajak Masyarakat Budidaya Cabe
Washilah – Mahasiswa
Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Angkatan 69, Desa Awo, Kecamatan Cina, Kabupaten Bone Berkolaborasi dengan Komunitas Green House Nur K Farm serta kelompok wanita tani ajak masyarakat budidaya cabe sebagai upa ya manfaatkan lahan kosong, Kamis (13/10/2022).
Kegiatan diawali dengan menyediakan media tanam. Bibit direndam selama dua jam lalu ditanam selama tiga minggu. Bibit yang berusia tiga minggu ini lalu disebar ke Desa Awo.
Koordinator desa KKN, Il
ham Bima Sakti Ismail, me ngungkapkan gerakan mena nam cabe dilakukan untuk memanfaatkan pekarangan rumah warga.
“Masyarakat juga tidak usah ke pasar hanya untuk beli cabe,” ungkapnya.
Tak hanya memberikan bibit, kata Ilham pihaknya juga memberikan pemaha man mengenai cara tanam dan perawatannya.
Sementara itu, Ketua Ko munitas Green House Nur K Farm, Kaharuddin, menga takan kesediaan Mahasiswa KKN dalam membantu ger akan tersebut dapat meng
ingatkan masyarakat secara luas mengenai pemanfaatan ruang lahan. Lanjut, Alumni mahasiswa Pertanian UMI tersebut menilai, kegiatan ini tak melulu melakukan bu daya konsumtif, tapi melalui gerakan ini dapat mem bangkitkan semangat mas yarakat untuk bertani cabe.
“Jadi bisa juga memenuhi kebutuhan dapur masyarakat dengan mulai membudiday akan tanaman di pekaran gan,”tutupnya.
Penulis: Tritia Kurniati Editor: Nadia Hamrawa ti Hamzah
ke kantor KUA, tapi tidak memiliki alasan yang tepat kenapa memilih menikah muda,” ungkapnya.
Sementara itu, pihak kese hatan Puskesmas Bangkala, dr Juleha, di awal pemaparan nya menjelaskan kasus per nikahan usia dini yang terjadi di Bulukumba dan Jeneponto rata-rata berusia 13 sampai 14 tahun.
Perempuan kelahiran Je neponto tersebut menjelas kan, kasus pernikahan anak merupakan praktik berbaha ya yang seharusnya segera dihentikan. Pasalnya, per nikahan dini berdampak bagi kesehatan. Rahim yang be lum siap untuk hamil, kata
Juleha bisa menimbulkan kematian, “Termasuk peningkatan risiko kekerasan dalam ru mah tangga, gizi buruk, dan reproduksi,” tegasnya.
Sebagai penutup, ia me nilai sosialisasi sebagai salah satu upaya untuk mengurangi kasus pernikahan usia dini.
“Mensosialisasikan un dang–undang terkait per nikahan anak di bawah umur serta menjelaskan dampak terburuk akibat pernikahan anak di bawah umur kepada masyarakat,” pungkasnya.
Penulis:
Wujudkan Pemimpin Integritas Melalui Kegiatan LDK
Washilah – Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Angkatan 69, Desa Kan reapia, Kecamatan Tombo lo Pao, Kabupaten Gowa mengadakan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) bagi siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Tombolo Pao, berlangsung di Aula SMPN 02 Tombolo Pao, Sabtu (22/10/2022).
LDK dengan Konsep di skusi ini, memaparkan materi di antaranya, Metode persi dangan, Kepemimpinan, dan pendidikan.
Koordinator desa KKN, Tawaf Tabrani, mengatakan materi pendidikan diusung karena permintaan aparat desa setempat.
Lanjut Tawaf menjelas kan materi yang dipaparkan
dalam LDK ini disesuaikan dengan standar dan Pengeta huan peserta forum.
“Sebelumnya, kita lihat dan sesuaikan dengan ting kat pengetahuannya,”jelas nya
Mahasiswa Jurusan Ilmu Falak UIN Alauddin, Ismail HM, berkesempatan mem bawakan materi kepemi mpinan. Ia menjelaskan pentingnya penyajian ma teri ini sebagai upaya dalam menumbuhkan jiwa kepemi mpinan.
“Melalui Forum LDK ini semoga dapat mencetak kader yang memiliki jiwa kepemimpinan,” tutupnya.
Penulis: Tritia Kurniati Editor: Nadia Ham rawati Hamzah
Sistem Keterwakilan: Demokrasi yang Tidak Demokratis
Washilah – Peralihan sistem
Lembaga Kemahasiswaan (LK)
UIN Alauddin Makassar dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ke Dewan Mahasiswa (Dema) pada ta hun 2015 jadi babak baru demokrasi kampus. Pasalnya, hal itu turut memberi dampak bagi berubahn ya sistem Pemilihan Mahasiswa (Pemilma).
Perubahan pemilu raya ke sistem keterwakilan sebelumnya telah diatur dalam Buku Pedoman Ma hasiswa UIN Alauddin Makassar. Berlandas pada Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Nomor 4961 Tahun 2016 Tentang Pedoman Umum Organisa si Kemahasiswaan pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
Wakil Rektor III Bidang Kemaha siswaan dan Alumni UIN Alauddin Makassar, Prof Darussalam, men jelaskan peralihan sistem pemilma tersebut juga buntut konflik yang terjadi saat pemilu raya silam hingga berakibat pada pembekuan Dema.
Sekarang, kata Prof Darussalam, mekanisme pemilma jelas dari berb agai aspek.
“Jika pemilu raya siapa yang bisa menjamin pemilih bisa hadir 15 ribu lebih. Karena harus 50 persen plus satu,” imbuh Mantan Dekan Fakul tas Syariah dan Hukum itu.
Lebih lanjut, Guru Besar Politik Islam ini, mengatakan pemilihan tingkat Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dipilih Ketua dan Sekretaris kelas.HMJ terpilih lanjut Darusalam, memilih Dema tingkat fakultas. Dema fakultas inilah nan tinya memilih Dema Universitas
“Sistem pemilihan ini sifatnya demokratis berdasarkan perwakilan. Ada SK rektornya. Demokrasi itu harus berjalan dengan aturan, kalau tanpa aturan itu bukan demokrasi tapi otokrasi,” tambahnya.
Meski begitu, banyak pihak me nilai sistem pemilihan keterwakilan
Filsafat, dan Politik, Ria Mentari, saat pemilihan HMJ ia tak melaku kan musyawarah dengan teman kelasnya.
"Saat itu masih tidak tauka saya apa-apa. Saya ikuti apa yang nabilang senior,” kata Mahasiswi semester tiga itu.
Sekretaris HMJ Ilmu Falak, Rahmat Ady Ullang, menilai pemi lihan keterwakilan ini tidak cukup mewakili semua mahasiswa. Meski kata dia, Ilmu Falak sudah ada kultur Musyawarah Besar (Mubes). Pelaksanaannya tiap tahun, pemili han ketua baru dilakukan di forum itu.
“Tapi pemilihan (periode 2022) kemarin terjadi perbedaan hasil Mubes dengan hasil LPP Lembaga Penyelenggara Pemilihan. Perbe daan itu terjadi, karena adanya in tervensi harus memilih bakal calon di luar kesepakatan Mubes,” terang Mahasiswa semester tujuh tersebut.
”Lawan kandidat saya saat itu sebenarnya dia tidak siap maju. Tapi dia dipaksa pimpinan saja untuk maju jadi calon,” tuturRahmat.
Berbeda di Ilmu Falak, lain halnya di Lembaga Kemahasiswaan (LK) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI). Semua HMJ mene tapkan satu nama di Mubes, kata Ketua Senat Mahasiswa FEBI, Aswar, untuk dibawah mendaftar ke LPP sebagai calon tunggal dalam pemilma nantinya.
“Pemilihan teman-teman secara demokratis di Mubes, ” tutur Maha siswa Jurusan Manajemen itu.
Dia beranggapan, sistem keter wakilan kurang representasi dan mudah diintervensi dari pihak yang tak bertanggung jawab.
“Cukup ideal ketika semua maha siswa himpunan yang memilih kare na bukan hanya ketua tingkat dan sekretaris kelas yang dipimpin tapi himpunan. Jadi, perlu semua terlibat dalam pemilihan,” kata dia.
Senada dengan itu, kata Ketua
Senat Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Chandra Langit Putri, pemi lihan dengan sistem keter wakilan masih jauh dari kata demokratis.
Seharusnya kata dia, kampus kembali memberlakukan sistem pemilu raya sebagaima na negara saat melakukan pemilu. Mengingat dari tahun ke tahun, lanjut dia, pemilma selalu menghadirkan konflik karena sistem keterwakilan.
“Kalau melihat dari sisi demokratisnya, sistem keter wakilan adalah satu hal yang harus kita tolak bersama,”tegas Mahasiswa semester sembilan tersebut.
Meski sama-sama kampus Islam, sistem pemilihan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memakai sistem pemilu raya berbeda dengan UIN Alauddin Makassar yang masih memakai sistem keterwakilan.
Demisioner Ketua Komi
si
Syarif Hidayatullah Jakarta 2022, Muhammad Sabilul Aslam, menyayangkan sistem pemilihan yang masih keter wakilan. Menurutnya, berada di negara yang menganut sistem demokrasi, seharusnya kampus menjadi tempat belajar berdemokrasi.
“Sistemnya masih ket erwakilankan menyalahi demokrasi. Seharusnya, pemilu raya bisa menjangkau semua mahasiswa untuk memilih,” pungkas Aslam saat menjadi narasumber diskusi umum yang diadakan Washilah melalui Google meet, Kamis ( 22/09/2022).
Pencapaian UIN Alauddin Makassar di Usia ke 57 Tahun
Pada November 2022, Universitas Islam
Negeri (UIN) Alauddin Makassar genap berumur 57 tahun. Universitas yang memiliki julukan kampus peradaban tersebut telah menorehkan ragam penca paian di berbagai bidang, dengan kolaborasi apik dari mahasiswa, dosen, staf, pimpinan dan seluruh civitas akademiknya.
Sejak Mei 2019, kampus yang beralmamater hijau tersebut dipimpin oleh Prof Hamdan. Setelah dilantik sebagai Rektor, pria kelahi ran kabupaten Bone tersebut telah mengusung pancac ita dalam memimpin UIN Alauddin Makassar, antara nya di bidang akademik dan non akademik.
Prof Hamdan berharap di
usia yang cukup dewasa ini, UIN Alauddin mampu ber saing dengan berbagai uni versitas terkemuka lainnya.
"Saya ingin menyam paikan selamat Dies Na talis Ke-57 UIN Alauddin Makassar, semoga UIN Alauddin semakin sukses dan jaya, mampu bersanding dan bersaing dengan univer sitas-universitas terkemuka, baik dalam lingkup PTKIN maupun dalam konteks PTN," ungkapnya.
Untuk mewujudkan cita tersebut Hamdan tidak beker ja sendiri, terdapat empat bagian yang membantunya menjalankan kampus yang berlabel islam tersebut. Mulai dari Wakil Rektor I yang menaungi bidang akademik dan pengembangan lemba ga, Wakil Rektor II bidang
administrasi umum dan perencanaan, Wakil Rektor III bidang kemahasiswaan, serta Wakil Rektor IV bidang kerja sama dan pengemban gan lembaga.
Berikut ini berbagai penca paian yang telah berlangsung di UIN Alauddin hingga tahun 2022.
Bidang akademik yang dibawahi oleh Wakil Rektor I, Prof Mardan, hingga tahun ini UIN Alauddin telah men catatkan 51 Guru Besar aktif yang tersebar di beberapa fakultas. Jumlah terbanyak dimiliki oleh Fakultas Syari ah dan hukum serta Fakultas Tarbiyah dan Keguruan yang masing-masing memiliki 12 orang guru besar.
Fakultas lainnya yang memiliki guru besar dengan jumlah paling sedikit adalah
fakultas Sains dan Teknolo gi serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam yang masing-masing memiliki 3 orang guru besar.
Selain guru besar, di tahun 2022 UIN Alauddin telah memiliki 66 Program Studi, dari jenjang diploma, strata satu, dua, tiga dan profesi. Dengan persentase 20.3 persen telah meraih akreditasi A, akreditasi B 33.5 persen, baik sekali sebanyak 4.6 persen, baik sebanyak 7.11 persen, dan terakhir 1.2 persen menyan dang akreditasi unggul. Di bidang Administrasi, umum dan perencanaan yang dinaungi oleh Wakil Rektor II Prof Wahyudin Naro, UIN Alauddin telah membangun berbagai in frastruktur penting, seperti pengaspalan di setiap ruas jalan kampus, pembangu nan Masjid Agung UIN Alauddin dan pembangu nan Rumah Sakit Umum Pendidikan yang berada di Kampus I.
Di bidang kemahasiswaan yang dinaungi oleh Wakil Rektor III, Prof Darussalam Syamsuddin, untuk menyal urkan bakat dan kreativitas mahasiswaan UIN Alauddin Makassar telah memiliki 12 lembaga kemahasiswaan yang masuk dalam Unit Kegiatan Mahasiswa. Masing-masing memiliki fokus pada bidang kesenian, bela diri, bela negara, riset, ekonomi kreatif, dakwah, palang merah dan jurnal istik.
Di tahun 2022 berbagai prestasi pun telah ditoreh kan mahasiswa UIN Alaud din Makassar, antaranya delapan kali juara di ajang internasional dan 16 kali juara di ajang nasional. Sep erti yang diraih oleh Edysul
Isdar, mahasiswa jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi, yang mendapat peringkat satu pada ajang kompetisi Internasional Penemuan Seni Penelitian, Race icon 2022.
Sementara di tingkat nasional, Nuraini Shaleha, Mahasiswa Jurusan Pendi dikan Bahasa Inggris juga pernah meraih juara satu pada ajang Pekan Seni dan Olahraga Nasional (Pesona) di bidang tenis meja.
Dalam bidang kerja sama dan pengembangan lembaga yang dipimpin oleh Wakil Rektor IV, Dr Kamaluddin Abunawas. UIN Alauddin Makassar telah melakukan kerja sama dengan berbagai instansi swasta maupun pemerintahan. Seperti Bank Nasional Indonesia dalam hal pembayar Uang Kuliah Tunggal mahasiswa strata satu dan Perusahaan Listrik Negara yang membangun taman elektrik untuk berak tivitas. Total di tahun 2022, UIN Alauddin Makassar tel ah meneken 64 kerja sama dengan berbagai pihak.
Selain bekerja sama dengan perusahaan, kampus yang dulunya bernama IAIN Alauddin tersebut telah bekerja sama dengan pemerintahan daerah untuk menunjang perkembangan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah. Misal nya dengan Pemkab Gowa dalam program mahasant ri yang bertujuan untuk melahirkan satu hafidz Quran dalam setiap desa di kabupaten Gowa. Dalam implementasinya, UIN Alauddin Makassar meny iapkan Pendidikan Kelas Khusus Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir yang memiliki kualifikasi hafiz Al-Quran.
Dies Natalis UIN
Alauddin Makassar yang ke 57 tahun diperingati pada November 2022, Dekan Fakultas Ush uluddin Filsafat dan Politik juga turut memeriahkannya dengan merefleksi perkem bangan pembangunan yang terus berlangsung.
Pria kelahiran Polewali Mandar tersebut menilai dalam tiga tahun terlahir UIN Alauddin Makassar telah mengalami peningkatan yang cukup baik di ranah akade mik dan non akademik.
"Mulai dari layananlayanan publik yang semakin terintegrasi, kampus asri, penopang kenyamanan dalam kampus, dan meningkatnya akreditasi pada setiap prodi yang telah terakreditasi B hingga Unggul," pungkasnya. Namun dibalik banyaknya perkembangan di UIN Alaud
din Makassar, Dr Muhsin turut berkomentar terkait banyaknya persoalan yang perlu diperbaiki.
"Internet kita terbilang lambat, sehingga perlu untuk ditingkatkan, walau dibu tuhkan anggaran yang besar untuk memperbaiki hal itu.
Selain akses internet, kam pus UIN Alauddin Makassar juga perlu untuk menciptakan dan mengembangkan atmos fer akademik yang mumpuni. Agar dapat membentuk karakter Mahasiswa sebagai makhluk intelektual yang berkualitas akademik," ucap pria Asal Polewali Mandar tersebut.
Lebih lanjut, Ia berpandan gan untuk memperbaiki berb agai kekurangan diperlukan fasilitas yang menunjang.
"Upaya membentuk karak ter Mahasiswa yang berkual itas juga perlu didukung
dengan fasilitas penunjang kuliah yang mumpuni. Sebab hal ini merupakan keluhan Mahasiswa yang selalu bergema dimana-mana seh ingga dibutuhkan perhatian lebih," tutur pria kelahiran tahun 1971 tersebut.
Dr Muhsin juga menam bahkan perlunya penyediaan fasilitas difabel atau ruang aman dan nyaman bagi pen yandang disabilitas di kam pus UIN Alauddin Makassar sehingga mahasiswa berke butuhan khusus mendapatkan kenyamanan berkuliah di kampus ini.
Di akhir pembicaraann ya, ia berharap kedepannya perlu diwujudkan reformasi digital di semua lini dalam kehidupan kampus.
"Perlu adanya reformasi dig ital, baik sistem perkuliahan, pelayanan, dan akses-akses kampus lainnya," tutupnya.
Tragedi hingga Pergeseran Mak na Panai
Washilah – Uang panai dulunya dikenal dengan istilah uang be lanja. Uang belanja hadir dari kesepakatan kedua bela pihak antara mempelai pria dan perempuan setelah prosesi lamaran. Namun di kemudian hari terjadi pergeseran nilai, peran, dan posisi uang panai melampaui mahar.
Salah satu warga Kabupaten Gowa, Dg Siriwa mengatakan uang panai dapat mempersulit kedua pihak mempelai. Jika la ki-lakinya tidak mampu memenuhi uang panai maka berpotensi men gambil jalan lain.
“Kalau dia saling mencintai dan diberatkan dengan uang panai, bisa saja mereka kabur. Istilah orang Makassar silariang (kawin lari),” ujarnya.
Dg Siriwa menambahkan, melakukan pinjaman uang sebagai jalan pintas untuk penuhi panai akan menyusahkan setelah me nikah bahkan rentan timbulkan perceraian.
“Harus membayar hutang, inilah yang menjadi salah satu penyebab rumah tangga tidak bertahan lama karena gajinya itu hanya untuk bayar hutang,” lanjutnya.
Berkaitan dengan itu, terdapat kasus silariang dan bunuh diri aki bat uang panai yang ditolak keluar ga. Ramli dan Isa adalah pasangan asal Jeneponto, Sulawesi Selatan yang memilih untuk silariang. Itu dikarenakan Ramli hanya mam pu memberikan Rp 10 juta dari patokan Rp 15 juta sebagai syarat memperistri sang kekasih.
Calon mempelai pria, Ramli mengatakan ia nekat mengajak Isa kawin lari, karena mereka saling menginginkan. Lanjut, ia mem beberkan pernah meminta kepada keluarga Isa untuk rujuk, tetapi kembali ditolak dikarenakan mahar yang ia bawa tidak cukup.
Akibat dari lamaran Ramli yang
kembali ditolak, Isa memutus kan untuk mengakhiri hidupnya dengan meminum racun rumput. Kasus yang lain terjadi di Kabu paten Paser, Kalimantan Timur. Seorang pria dengan inisial MM nekad menyebarkan video syurnya bersama calon istri AE. Hal terse but dengan sengaja MM lakukan, karena pernikahannya dibatalkan oleh keluarga calon mempelai wanita. Nominal uang panai yang tidak sesuai permintaan, menjadi alasan gagalnya MM memperistri AE yang telah ia pacari selama satu tahun.
Direktur Metologi Bumi Sulawe si, Ihwal Achmady, menuturkan nikah bukan hanya soal budaya atau adat.
“Dalam agama secara jelas dan tertulis tidak ada aturan uang panai, yang ada hanya syarat dalam sebuah pernikahan itu mahar,” tuturnya.
Uang panai, kata Ichwal, berbeda dengan mahar. Mahar adalah kewa jiban agama yang menjadi mutlak dalam prosesi nikah. Menurutnya, uang panai bukan tidak ada dalam agama, tetapi hal tersebut men jadi bagian dari rangkaian acara pernikahan.
“Dijadikan sebuah kewajiban dan syarat mutlak untuk menikah, pada hal sebenarnya peran dan posisinya itu hanya bagian dari rangkaian
dalam pernikahan. Berdasarkan penjelasan Majelis Ulama Indo nesia (MUI) yang mengacu pada hadits menyampaikan bahwa uang panai itu dijabarkan sebagai biaya untuk memeriahkan acara pernika han,” lanjut pria kelahiran Sunggu minasa itu.
Dilihat dari perspektif adat budaya, Ihwal menjelaskan tidak ada bedanya dengan agama. Syarat mutlak dalam sebuah pernikahan itu mahar (passikko) emas atau benda-benda yang nilainya penting atau besar.
“Tidak ada secara spesifik yang dijelaskan berapa nilainya. Dalam adat Bugis-Makassar cincin passik ko menjadi syarat mutlak sebuah pernikahan. Setelah cincin passik ko ini dirangkaian dengan prosesi panai leko caddi Panai leko caddi inilah ada beberapa bagian yakni ada uang, ada perhiasan (bisa baju), dan erang-erang. Dia memang semacam sebuah pemberian khusus untuk perempuannya dalam ritual panai leko caddi, situ ada uang tapi tidak dinyatakan uang panai,” jelasnya.
Uang panai merupakan pembe rian uang dan materi lainnya yang bersumber dari pihak mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita sebagai bentuk penghargaan untuk prosesi pesta pernikahannya.
“Di panai leko caddi ini yang
jadi nilai materil paling besar, jadi di kemudian hari uang ini menjadi fungsi mewujudkan bahwa leb ih bagus kal uang saja. Uang ini menjadi sebuah tolak ukur bahwa seberapa matang lelaki, seberapa mampu dia, bahkan menjadi ajang prestise padahal kita harus mema hami bahwa kedudukan uang panai hanya sebagai rangkaian dari proses pernikahan,”tutupnya.
Sebelumnya, MUI mengeluarkan fatwa uang panai sebagai adat yang hukumnya mubah (boleh) selama tidak menyalahi prinsip syariah. Ketentuan ini ditetapkan di Makas sar pada tanggal 1 Dzulhijjah 1443 H / 1 Juli 2022.
Adapun prinsip syari’ah yang dimaksud dalam fatwa MUI yakni, mempermudah pernikahan dan tidak memberatkan bagi laki-laki, memuliakan wanita, jujur dan tidak dilakukan secara manipulatif, jum lahnya dikondisikan secara wajar dan sesuai dengan kesepakatan oleh kedua belah pihak, bentuk komit men dan tanggung jawab serta kesungguhan calon suami, sebagai bentuk tolong-menolong (ta’awun) dalam rangka menyambung sila turahmi.
Penganut Ajaran Tolotang dan Masa Lalu Diperkusi Negara
Washilah - “Pernah dikatai kafir, tapi itu kan diperun tukkan untuk orang islam yang tidak salat. Kami kan tidak percaya. Jadi, biasa saja sebenarnya.”
Begitu kata Uly (18), salah satu penganut keper cayaanTolotang di Keca matan Cempa Kabupaten Pinrang, kala saya berbin cang di kediamannya, Ahad (2/10/22).
Ruang tamu 4 x 5 meter itu tampak sederhana, dind ingnya dicat ungu, dengan lantai keramik putih. Di sisi kiri ada sofa minimalis warna merah. Bangunan ini tampak berbeda dari kediaman Pusat Tolotang yang pernah saya jumpai di Amparita, Kabupaten Sidrap. Orang Sulawesi Se latan menyebutnya Rumah Batu.
Jauh sebelum saya bertan dang ke kediaman Uly, saya memang lebih dulu melesat jauh ke pedalaman Sidrap di Kecamatan Tello Lim poe. Sekitar 198 kilometer dari arah Makassar. Di sana berderet rumah panggung yang terbuat dari kayu. Tak ada bangunan yang terbuat dari kombinasi batu, semen, dan pasir.
Saat itu, Sabtu, 1 Okto ber 2022, ekor mata saya juga menangkap beberapa perempuan berpakaian baju adat tolotang: kebaya dipadupadankan dengan sarung. Satu diikat di ping gang dan lainnya diselam pangkan bagi perempuan. Sementara laki-laki men genakan baju kemeja. Ping gang mereka dibungkus dengan sarung. Bedanya, mereka mengenakan kopiah hitam di atas kepala.
Namun, yang saya temui di Wilayah Uly dan Mas yarakat Tolotang Cempa lainnya amat berbeda. Di Desa Mattunru Tunrue den gan hamparan teras sawah ini, di sana bermukim lebih dari 2.017 penduduk di antaranya menganut Keper cayaan Tolotang, Semuanya berbaur tanpa ada sekat dengan masyarakat lainn ya. Saat Uly menunjukkan pakaian adatnya, saya men gernyit keheranan, karena cuma ada satu sarung yang melilit di pinggangnya.
“Orang tua duluji itu kak yang pake dua sarung,” katanya.
Uly merupakan anak pertama dari dua bersauda ra. Keluarganya menganut kepercayaan Tolotang turun-temurun, sejak leluhur.
Meski demikian, Uly mengaku sewaktu sekolah
tak pernah mendapatkan pelajaran Tolotang. “Saya pelajari Hindu,” katanya. Sekolah tak menyediakan pelajaran kepercayaan To lotang, tapi mewajibkannya mengikuti agama lain— yang diakui negara sebagai “agama resmi”.
Diskriminasi yang dirasakan Uly tidak hanya sampai di situ. Di KTPnya bahkan tertulis Hindu sebagai agama Uly. Bukan cuma dia, seluruh kelurga Uly juga bernasib serupa.
“Waktu urus KTP sendiri, pas ditanya, langsung bil ang agama Hindu. Karena tahu Tolotang tidak masuk agama resmi,” katanya.
Tolotang, PKI, Hingga Perkusi oleh Negara Kepercayaan yang menyebut Deawauta Sea wae (Tuhan) dengan gelar Patoto E ini memang hadir dari sejarah panjang penuh persekusi. Uly menjadi salah satu dampak nyata dari peristiwa kelam itu.
Dimulai dari sekitar abad ke 17, saat agama Islam masuk ke Sulawesi selatan. Tepatnya tahun 1610 saat Raja Waji Agung Matoa Wajo ke-12, La Sangku ruPatau Ulajaji menerima Islam.
“Maka saat itu Wajo telah menjadi Kesultanan Islam pada tahun 1966 dan menekankan masyarakat menganut agama Islam,” kata Dr Wahyuddin dilansir dari laman Youtube Mitolo gi Bumi Sulawesi Antara Adat, Agama dan Keper cayaan, diakses pada Rabu, 12/10/22.
“Salah satu di antara masyarakat yang belum siap menerima Islam waktu itu,” lanjut Guru Besar Fakul tas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar tersebut, adalah masyarakat Wani yang ada di Wajo.
“Hal itu menyebab kan Arung Matoa Wajo meminta mereka untuk meninggalkan Wajo karena tidak bersedia memeluk Islam,” jelasnya.
Karena ini perintah raja, maka mereka meninggalkan Wilayah Wani yang terdiri dari dua kelompok. Satu dipimpin oleh sang istri, I pabbere menuju Amparita dan sang suami, I Galiga menuju Bacukiki Pare-pare.
Kedatangan I Pabberedi Sidrap dengan Masyarakat Tolotang tidak serta-merta diterima oleh Adatuang Sidenreng.
”Dia boleh tinggal di sana, tapi harus ada syarat yang dilakukan. Pertama, dalam upacara pernikahan
dan kedua prosesi pemaka man, keduanya harus mereka lakukan dengan syariat Is lam,” kata Wahyuddin.
Proses ini berlangsung da lam beberapa dekade. Dalam penelitian yang dilakukan Samsul Rijal, Eleminating Local Religion: Reason Of Violance in The Regulation Which Regulate Towani-Tol itang Belief, puncak diskrim inasi terhadap mereka terjadi pada tahun 1965-1967.
Pada titik ini komunitas Towani memasuki babak baru nelangsa kehidupannya.
Pada tahun-tahun tersebut Rijal mencatat, ada beberapa aturan dan peristiwa penting. Misalnya pada tanggal 27 Januari 1965 keluarlah pene tapan presiden RI atau PNPS No.1/1965 tentang Pence gahan dan Penyalahgunaan Penodaan Agama.
“Keluarnya aturan tersebut jelas ditujukan kepada para penganut agama lokal (le luhur) aliran kebatinan atau aliran kepercayaan,” tambah Rijal, yang juga merupakan Ketua Lembaga Ta’lif wa Nasyr Nahldatul Ulama (LTN-NU) Sulawesi Selatan, 2019-2024.
Dengan adanya aturan ini, agama lokal tidak bebas melaksanakan praktik agama mereka.
Tidak hanya itu, pada 1965 terjadi peristiwa G 30S, salah satu genosida paling besar dalam sejarah manusia.
Hari itu aktivitas kebu dayaan terhadap praktik keagamaan yang dilakukan penganut lokal diawasi den gan ketat, dikekang, bahkan dipersekusi.
“Penangkapan bahkan pembunuhan terhadap penga nut agama lokal berlangsung masif, kendati dengan alasan sebagai bagian dari penump asan PKI,” lanjut Rijal.
Merespon munculnya aturan perkusi terhadap agama dan juga gejolak politik nasional pasca G 30S, pemerintah daerah Kabupaten Sidrap yang kala itu dipimpin Sada Mangile, tepat pada 4 Februari 1966, mengeluarkan empat keputusan penting
yakni:
1) Tidak mengakui To lotang sebagai Agama sendiri di kabupaten Sidrap
2) Setiap penganut To lotang yang akan melakukan perkawinan, rujuk dan talak, harus mendaftarkan diri di Kantor Urusab Agama setem pat sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1964 dan UU No. 23 Tahun 1954 dilakukan secara Islam atau menurut pen catatan yang berlaku dalam negeri Republik Indonesia:
3) Dilarang melakukan perkawinan, talak, dan rujuk secara liar dan tidak didaft arkan
4) Memerintahkan pada seluruh kecamatan sidrap untuk melakukan hal-hal tersebut.
Kepemimpinan lantas beralih ke Arifin. Meski begitu, jelas Rijal dalam tulisannya, persekusi ini tetap dilanggengkan. Ia mengelu arkan aturan No AGAL21/1/ VIIL1966 tentang larangan adanya kepercayaan ini. Disusul surat Bupati Sidrap ditujukan kepada Kecamatan Tellu Limpo agar mengin truksikan ke penganut keya kinan Tolotang agar seluruh menikah dan talak meruju pada UU No. 22 /1946/ Jo UU No 32.1954/MTR melalui AGA 2/II/IIL14 Mei 1966 dilakukan secara Islam.
Menghadapi situasi ini, komunitas Towani Tolotang berunding untuk keluar dari kisruh mereka.
“Mereka sepakat untuk ber juang mempertahankan ek sistensi mereka. Surat yang berisi diskiriminasi mereka terhadap mereka dikirimkan ke DPRGR/MPRS Jakarta,” papar Rijal.
Surat tersebut kemudian disusul dengan surat DEP AG/B/IIIL3/151 22 JULI 1966 dengan tegas melarang adanya unsur paksaan dalam memilih Agama mengobati luka Towani.
Hasil kajian departemen agama lantas menetapkan agama ini sebagai agama Hindu. Lalu, mengeluarkan Keputusan No.6 Tahun 1966 yang mengatur Towani To lotang beragama Hindu.
Hal itu mendapati banyak penolakan,salah satunya dari Kesatau Aksi Pemuda Pelajar Indonesia Sidrap. Sementara Bupati serta DPR GR men girimkan surat pembatalan surat tersebut, dengan alasan membangkitkan sisa PKI.
Karena tekanan ini, banyak masyarakat yang beralih ke Islam. Di sinilah muncul Tolotang benteng.
Pada akhirnya, di masa kepemimpinannya, Gusdur mengusulkan pencabutan TAP MPRS XXV/1966 men etapkan tentang pembubaran PKI (Partai Komunis Indone sia) dan Pelarangan Menye barkan Paham Komunis, Marxisme, dan Leninusme. . Dengan fakta tersebut tidak berlebihan jika mun cul pendapat yang menya takan bahwa TAP MPRS XXV/1966 tentang pem bubaran PKI dan pelarangan penyebaran seluruh agama terkuat dengannya adalah dalang sumber diskriminasi dan kekerasan terhadap pen ganut lokal.
Di Sulawesi Selatan sendiri, pasca keluarnya TAP MPRS XXV/1966 memicu lahirnya operasi Sipakainge atau Malilu Sipakainge yang menyapu para penganut ag ama lokal Towani Tolotang.
Upaya Penerimaan
Saat saya paparkan rentetan peristiwa itu, Uly meng geleng tidak tahu. “Kalau ada yang tanyaka tentang agamaku saya bilang persis ceritanya Krisna, soalnya tidak pahamka juga jalan ceritanya cuma orang yang berumur saja.”
Setelah dari Uly, saya pu tuskan untuk bertolak menuju kantor desa setempat. Tak sengaja saya bertemu Jufri (63).
“Saya belum ada di sini, mereka sudah ada. Kan di sini ada empat dusun, yang paling banyak itu di Dusun Palabila dan Polewali,” katanya.
Persoalan konflik, kata pria yang menjabat sebagai Kepala Seksi masyarakat ini tak pernah terjadi. Pasalnya Selanjutnya...
orang-orang Tolotang amat menjaga solidaritas, “Kalau bicara Islam mereka pintar, tapi tidak tahu apakah dia pintar mengaji,” tawanya merekah.
Kendati demikian, dalam acara hajatan berupa pernika han Tolotang ,Jufri mengaku cukup berhati-hati dalam mengonsumsinya. “Kalau Uwa’nya (Ketua adat) yang potong (dagingnya) kita tidak makan. Kan kita tidak tau dia baca apa. Kita selalu waspada.”
Jufri cukup tau adat tolotang. Acara pernikah an, kata Jufri, orang-orang Tolotang akan membangun Sarapo. Sarapo di sini bukan yang ditafsirkan orang-orang Bugis sebagai bangunan yang bisa dipasang di sisi kiri rumah. Tapi, orangorang Tolotang membangun nya tepat depan rumah.
Teras rumah atau dalam bahasa Bugis disebut le go-lego disambung menggu nakan papan kayu menjorok ke depan. Di situlah prosesi pernikahan di langsungkan. Tamu hadirin akan duduk bersila di lantai papan. Khu
sus Uwata’ (pemangku adat) akan duduk di atas tikar daun lontara.
“Kalau akadnya Uwa’nya ji yang bisa lihat,” kata Jufri.
Jufri lantas mengarahkan saya ke salah satu masyarakat Tolotang.
Berbekal informasi yang saya kantongi. Saya memacu kendaraan motor yang saya tunggangi, sekitar satu KM dari bangunan putih terbuat dari papan kayu bertuliskan Kantor Desa Mattunru Tun rue.Menyambangi salah satu masyarakat Dusun Polewali yang menganut kepercayaan Tolotang, La Kanang (56).
Sembari duduk di balaibalai, ia mempersilahkan saya duduk bergabung bersaman ya, duduk bersila di atas balai-balai berlantai bambu di kolom rumahnya.
Sayangnya, La Kanang ini dengan tegas menolakmem beri keterangan lebih dalam mengenai kepercayaan yang ia anut.
“Saya tidak bisa ungkapkan masalah (kepercayaan) itu. Artian saya tidak bisa kasih keterangan karena saya tidak pernah melakukan sesuatu,”
tegasnya.
Saya mengerti bagaiamana sikap tertutup ini hadir dari banyak faktor. Salah satunya diskriminasi. Wajar belaka La Kanang protektif pada ajarannya. Mereka sudah ser ing dapat tindakan-tindakan diskriminatif dari orang-orang yang mengklaim mayoritas.
Darinya saya memperoleh pembenaran kalau Tolotang di bagi menjadi dua aliran, yakni Tolotang Benteng dan Tolotang Hindu.
Berbeda dengan Tolotang Benteng yang ajaran ag amanya mirip dengan agama Hindu meski tanpa Pura. Tolotang Benteng,ajarannya lebih condong ke Islam.
“Dia haji, puasa bahkan mereka juga salat,” kata La Kanang.
Tolotang Hindu, La Kanang tak ingin berkomen tar banyak. Kata dia, “Kalau di Amparita itu ada dibil ang Uwatta’ apa yang dia sampaikan di sana, kami di sini menuruti. Kalau di orang Islam dia itu Kyai,” La Kanang juga mengung kapkan masyarakat Tolotang tidak hanya bermukim di
Amparita, Bacukiki, Pinrang, tapi juga tesebar, di Kali mantan. Ia mengkalkulasikan setidakya ada 6000 Kartu Keluarga tersebar Sulawesi Selatan.
”Mungkin karena tempat di sana (Amparita) tidak memungkinkan jadi terse bar. Ada juga di kalimantan, kebanyakan di amparita pusatnya di situ, kebanyakan masyarakat amparita ke sini untuk cari berkah, karena di sana tidak ada dikerja.”
Di KTP serta Akta Nikah La Kanang tertulis Hindu. Ia tidak memusingkan hal itu. Baginya, Tolotang adalah se buah persoalan kepercayaan. “Bukan masalah Dewa, ini masalah kepercayaan saja beda dengan Hindu Bali yang percaya dewa. Kita tidak, tapi percaya orang tua dulu (leluhur), sebelum masuk Islam di Indonesia.”
Perayaan keagamaan terbesar orang Tolotang kata La kanang, adalah Sipulung. Dalam ritual ini, penga nut Tolotang dari seluruh wilayah akan berkumpul di makam I pabbere. Ritual tersebut cukup tertutup bagi
komunitas di luar Tolotang.
“Dalam ritual ini, orang tua akan mengenakan pakaian adat Tolotang “Satu malam kita duduk terus, orang tua ji pake baju adat.”
La Kanang memang men gakui, tak terlalu banyak tau masalah kepercayaan yang dianutnya, ia hanya mema hami agama ini turun dari leluhurnya. Pada perayaan keagamaan katanya, dia hanya ikut sebagai peserta saja untuk meramaikan. Hal itu diperparah dengan mus nahnya kitab Lontara-kitab Tolotang.
Sementara itu, di Cempa tak ada komunitas kepemu daan Tolotang. Tempat ibadah kata Uly, dilakukan di rumah pribadi Tantenya. Uly tak pernah diajarkan ten tang agama yang dianutnya begitupun La Kanang. Tiga sekolah di Cempa bahkan di Amparita sekalipun tak mengajarkan kepercayaan Tolotang.
I La Galigo, Literasi Manusia Bugis yang Perlu Dijaga
Sumber literasi manusia Bugis pada umumn ya terbagi dua yaitu Lontaraq dan Sureq. Lontaraq berisi informasi mengenai ilmu pengetahuan terdahulu dan kronik kerajaan (teks sejarah). Jenis-jenis Lontaraq memiliki jumlah yang banyak seperti, Lontaraq Attoriolong, Lontaraq Pananrang, Lon taraq Assikalabineng, dan masih banyak lagi.
Sedangkan Sureq berisi puisi, nyanyian, dan kisah-ki sah yang bersifat sastrawi. Seperti Sureq La hingga Sureq La Padoma.
Mengenai I La Galigo, merupakan jenis puisi yang bersifat mitologis dengan khas metrum. Terdapat dalam seluruh naskahnya ditentukan oleh jumlah suku kata dan papatokan.
Metrumnya terdiri lima suku kata. Namun, jika tekanan jatuh pada suku kata terakhir jumlahnya empat suku kata, contohnya : Kua mua ni soloq mal lari uae mata mabbalobona nyumparengngé.
Bagaikan arus deras yang mengalir bercucuran air mata inang pengasuh. (Syahruddin Fattah 2022)
Melihat kutipan di atas, dapat disaksikan tiga majas yang digunakan,tautologi, hiperbola, dan antonomasia.
Jika menengok ke be lakang, I La Galigo merupa kan kepercayaan masyarakat Bugis kuno.
I La Galigo pada awalnya merupakan budaya tutur yang dikembangkan oleh seorang penembang di depan khalay ak ramai. Dituturkan dengan irama khas yang disebut mágaligo atau massureq galigo.
Massureq galigo dilak sanakan ketika akan memba ngun rumah, pindah rumah, turun sawah, dan bahkan dibacakan ketika ada yang terkena penyakit.
Pengaruh I La Galigo dalam bentuk tradisi masih terdapat pada sebagian mas yarakat Bugis. Tradisi maddo ja bine (menjaga benih padi) salah-satunya, dilaksanakan perendaman benih padi dan membacakan I La Galigo khususnya episode meong mpaloé yang bercerita tentang dewi padi.
Selain memberi pengaruh bagi tradisi yang masih ada sampai sekarang, kronik kerajaan-kerajaan pun yang ada di Sulawesi Selatan dan sekitarnya juga terdapat pengaruh dari I La Galigo.
Dapat dilihat dalam Lontaraq Attoriolong Bone, Soppeng, hingga Sidenreng.
Menyebutkan setelah dewa dalam cerita I La Galigo kem bali ke asalnya yakni, Botting Langiq dan Toddang Toja (I La Galigo siklus pertama). Setelah itu, terjadi kekacauan dikarenakan terjadi kekoson gan kekuasaan. Dalam kronik tersebut kuat memangsa yang lemah. Bagaikan ikan
yang saling memangsa satu sama lain.
Tomanurung hadir di tengah-tengah mereka yang saling bunuh-membunuh. Kemudian mereka yang berselisih berdamai dan men gangkat Tomanurung menjadi tuan mereka atau Raja mereka (I La Galigo siklus kedua).
I La Galigo merupakan bukti tingkat literasi nenek moyang masyarakat Bugis yang tinggi. Mereka bukan hanya mendendangkan galigo dalam bentuk lisan disertai irama.
Manusia Bugis juga menu lis, membaca, dan meng hitung dalam menciptakan sebuah karya monumental yang telah diakui oleh UNE SCO sebagai Memory Of The World. Panjangnya, menurut R.A. Kern sepanjang 6 ribu halaman dan berisi 300 ribu baris.
Walaupun masih terser ak-serak naskahnya dan baru 12 jilid tersusun secara kronologis. Berkat kerja sama apik antara orang Bugis dan Belanda, yakni Colliq Pujié dan B.F. Matthes yang panjangnya sekitar 2851 halaman ini, sudah cukup untuk menyalip naskah kuno lainnya seperti, Mahabharata, Ramayana, Homerus dan Oddysey.
Hari ini, I La Galigo ham pir mati dikarenakan pengua saan Aksara Bugis kuno yang didominasi oleh para sesepuh yang tinggal menunggu antri
annya menuju ketenangan yang panjang.
Belum lagi pengaruh luar, misalnya alur islamis asi dan modernisasi yang begitu kuat mendominasi pada dewasa ini. Sehingga I La Galigo terpinggirkan dari benak masyarakatnya.
Pengaruh ini bukan hanya dari luar tetapi juga realita yang ada di masyarakat. Orang tua yang pasif dan anak muda yang masa bodoh, merupakan hal yang paling nyata yang ada pada hari dan tak dapat dinafikan kebenarannya.
Orang tua lebih bangga ketika anaknya berbahasa asing dengan fasih dan lancar. Mereka melupakan identitas yang melekat pada dirinya, anak muda pun demikian.
Oleh karena itu, perlunya gerakan revitalisasi yang dilakukan oleh semua pihak yang peduli terhadap I La
Galigo.
Revitalisasi yang efektif pada saat ini adalah beru saha agar I La Galigo bisa diadopsi menjadi film yang memiliki sinematografi sekelas Marvel dan DC.
Kita harus bergerak lebih cepat dari orang luar, jangan sampai kita kalah gesit men gambil peluang tersebut.
Teater I La Galigo men jadi contoh nyata. Sutrada ranya adalah orang luar yang melihat potensi I La Galigo di dunia teater. Pada akhirnya, masyarakat yang punya hak dan pengetahuan tentang hal tersebut tidak memiliki peran vital. Jangan sampai kita menjadi penon ton di negeri sendiri.
*Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar.
Jejak Pola Episentrum Gerakan Mahasiswa UIN Alauddin 1998 Runtuhkan Rezim Orba
Mahasiswa selalu dilekat kan dengan kata Social of Control. Hal itu membuat gerakan mahasiswa menjadi pent ing. Tahun 1998 menjadi peristiwa paling monumental, pasalnya era reformasi menjadi penanda awal penghapusan kediktatoran. Saat itu, Mahasiswa UIN Alauddin yang dinahkodai oleh Presiden Pertama Mahasiswa, Attock Suharto, me mainkan perannya sebagai penyalur aspirasi mahasiswa melalui gerakan yang berpusat pada penumpasan Orde baru (Orba). Mereka menjad ikan dukungan masyarakat sebagai modal awal dalam membentuk basis gerakan yang lebih kuat dengan massa yang besar.
Sayangnya, berbeda dengan gera kan mahasiswa tahun ini, Mahasiswa UIN Alauddin hanya berpusat pada isu kampus. Konsolidasi tak lagi melibatkan rakyat dan hanya fokus pada isu kampus. UIN Alauddin ke hilangan citranya sebagai episentrum dalam gerakan.
Lantas, bagaimana sebenarnya Mahasiswa UIN Alaudin Tahun 1998 menjaga pola gerakannya sehingga mampu menjadi bagian dari gera kan reformasi? Reporter Washilah berkesempatan melakukan waw ancara langsung dengan Presiden Mahasiswa pertama UIN Alauddin Makassar, Attock Suharto M Si, di Warkop Megazone, Jl. Topaz Raya, Kec. Panakkukang, Kota Makassar, Selasa (11/10/2022) untuk menggali lebih dalam terkait gerakan maha siswa Tahun 1998.
Bagaimana kondisi gerakan maha siswa Tahun 1998?
Saat itu masih transisi reformasi dari orde baru. Suatu perubahan yang sangat membutuhkan kerja ekstra kelompok mahasiswa waktu itu. Karena setelah kita berjuang di jalanan untuk melakukan reforma si gerakan 1998, kita kembali ke kampus untuk melakukan reformasi lembaga kemahasiswaan tahun 1999. Hasil dari reformasi lembaga kema hasiswaan itulah yang menghasilkan student government. Pada saat itu, saya terpilih sebagai presiden maha siswa pertama.
Saat itu, apakah terdapat faksi atau mahasiswa bersatu dalam satu gerakan?
Gerakan mahasiswa tahun 90-an itu ada common enemynya, yaitu tirani orde baru. Tujuannya satu, adalah bagaimana caranya untuk melakukan perbaikan di seluruh segmen hidup di kehidupan berbang sa dan bernegara dengan reformasi. Dari dulu selalu ada faksi. Di jalanan
Biodata Narasumber
saja kita kadang berbeda golongan, berbeda cara aksi, berbeda cara pan dang dalam melakukan aktivitas kita dalam rangka demonstrasi. Di UIN saja banyak sekali faksi. Di luar dari organisasi ekstra juga ada berbagai forum maupun aliansi, banyak. Yang paling sohor dulu itu Komitmen Aksi Mahasiswa Alauddin (Kamal). Selain itu, ada juga faksi berbasis ideologi seperti; HMI, PMII, IMM, Ikatan Mahasiswa DDI dan lain sebagainya. Jadi ideologi gerakan kita kadang dipengaruhi oleh ideologi perjuangan kita dari ekstra kampus. Kita juga bangun aliansi, baik antar fakultas maupun antar perguruan tinggi luar.
Adakah upaya anda mempersat ukan semua lembaga kemaha siswaan?
Tentunya semua mahasiswa pada saat itu mengharapkan kepemi mpinannya berdinamika tetapi terkendali. Kami dulu membangun komunikasi dan aliansi di semua komponen mahasiswa. Meski pada saat itu kepemimpinan presidensial, tetapi saya bangun dengan bangu nan kolektif kolegial. Membangun komunikasi yang tidak tertutup dengan stakeholder yang ada di kampus. Sehingga kami membangun kepemimpinan yang solid. Semua komponen itu saya rangkul dengan memberikan porsinya masing-mas ing dalam steering government itu.
Lantas, orientasi gerakan kemaha siswaan pada saat itu bagaimana?
Semua gerakan kita bangun dengan idealisme. Tujuannya adalah untuk kemaslahatan, jadi kita dulu demo betul-betul untuk kemasla hatan. Sebelum demo ada beberapa fase yang kita lalui seperti; Lesehan, diskusi kecil-kecilan, team work. Jadi kami di Badan Eksekutif Ma hasiswa (BEM) miliki tim konsep untuk mengetik apa yang kita laku kan. Lalu proyeksinya dalam bentuk aksi untuk kemaslahatan. Kami tidak menganut aksi lokal, misalnya hanya memikirkan Gowa. Mahasiswa pada saat itu orientasinya gerakan ke bangsaan dengan beberapa tuntutan; Reformasi, keadilan, KKN, suprema si hukum, reformasi birokrasi, recov ery ekonomi, orientasinya gerakan kebangsaan.
Apa yang membedakan gerakan pada tahun 90-an dengan gerakan mahasiswa hari ini?
Tentu saya ingin katakan situ asinya berbeda dengan sekarang. Sekarang aktivis mahasiswa mau cari apa saja bisa cari ditempatnya. Kami dulu harus ke perpustakaan, harus baca buku, harus diskusi. Sekarang
semua ada di satu genggaman yang namanya gadget. Sehingga kemu ngkinan bisa untuk membangun satu kekuatan yang sangat besar itu agak susah. Kita dulu bisa sampai ke nasional menjadi bagian dari BEM SI bahkan menjadi bagian dari Alkoso karena kekuatan kita bangun dari faksi-faksi. Kami mendapat undangan ke Bandung, Jakarta, Med an, Surabaya, hanya untuk demo, melakukan forum rembuk, sarasehan nasional, lokakarya nasional terkait dengan perbaikan bangsa dan negara. Era kami itu sangat banyak agenda nasional terjadi; pergantian presiden, kasus Aceh, kasus Ambon, kasus Poso, kasus penembakan anak dosen Syariah di Kumala yang menyebab kan kerusuhan di Makassar. Kita dulu kalau urusan kampus itu urusan kesekian. Sekarang problemnya UKT.
Terkait intimidasi, apakah pernah terjadi?
Anytime anywhere kita selalu terintimidasi. Orde baru itu tiada kesempatan tanpa intimidasi. Diskusi pernah dibubarkan sama intelejen, disusupi, ditembakkan gas air mata bahkan membentuk aliansi ada intelijen datang. Masa itu, kita benar-benar dikontrol, tapi itulah tantangannya. Kita punya common enemy orde baru. Sekarang kita tidak tahu musuhnya hari ini, bisa jadi kekuasaan, bisa jadi juga teman-teman kita.
Bagaimana tanggapan anda melihat gerakan mahasiswa hari ini?
Gerakan mahasiswa hari ini tidak ada orientasi kebang saan. Bahan Bakar Minyak naik diamdiam. Maha siswa bukan lagi agent of change Masyarakat tidak menaruh harapan besar lagi pada mahasiswa. Dulu kita betul-betul menjadi jem batan, sehingga apa pun yang kita laku kan simpati masyarakat itu ada, meskipun sedikit. Dulu kita murni bentrokan dengan aparat. Hari ini turun demo berh
adapan dengan masyarakat seperti emak-emak. Sekarang Mahasiswa UIN bukan lagi episentrum perger akan untuk akomodasi seluruh kepentingan masyarakat, malah diadu domba. Agar demonstrasi di luar lebih besar, lebih heroik, lebih atraktif, lebih berintegritas, lebih bermoral itu semua mesti digodok dari kampus. Karena sejatinya agent of change, sosial control itu di luar bukan dalam kampus. Implementa sinya saat kita bersama masyarakat mengadvokasi, duduk bersama men dengar apa keinginannya, kemudian kita sambungkan.
Ada pesan ataupun harapan anda terkait gerakan mahasiswa kede pannya?
Pesan saya perbaiki skill indivi du dan perbaiki pola komunikasi eksternal. Semoga kedepannya UIN bisa kembali menjadi episentrum gerakan seperti kami dulu. Episen trum pergerakan itu penting. Untuk apa membangun komunikasi kalau hanya sebatas di dalam kampus, kita perlu keluar.
Penulis : Harianti Lukmana Editor: Nur Afni Aripin
Rumah Baru
Hatiku berkecamuk.
Suara lantang nan kasar dari mulut Ayah memaki Ibu membuat air mataku luruh.
“Dasar perempuan bajin gan,” kata Ayah kasar.
Tangan yang harusnya membelai dengan kasih sayang kerap melayang mengenai tubuh Ibu. Mem buat air mata Ibu mengalir deras karena tak tahan dengan sikap Ayah yang semakin kasar. setiap hari, aku mendengar pertikaian dari balik tembok kamarku.
“Apa yang harus aku lakukan? Mengapa tak dirku begini? Oh Tuhan, ku ingin lari dari penjara ini,” pintaku. ***
Setiap hari batinku harus berdarah dan tersiksa. Aku hanya bisa menutup rapat telingaku sambil menangis memekik sekeras-kerasnya di balik tembok kamarku.
Rumah yang seharus nya menjadi surga seakan neraka dunia bagiku. Ayah bersifat tempramental. Seringkali aku melihat Ayah bermain tangan dengan Ibuku. Bukan hanya itu, sering kudapati ayah mabuk-mabukan bahkan berjudi. Maka kerap aku memaki Ayah dengan julu kan bejat.
Hidup di lingkungan kel uarga toxic sangat berakibat fatal bagi kehidupanku. Aku merasa sedang teng gelam di lautan paling dalam. Cerahnya matahari berbanding terbalik dengan kehidupanku yang kelam, hampa, dan gelap gulita.
Hangatnya kasih sayang dekapan orang tua tidak pernah kurasakan dalam keluarga kecilku. Bentuk perhatian sekecil biji pun tak kudapatkan. Akankah Tuhan memberiku sedikit ruang untuk bahagia di dunia ini? ***
Hari berganti hari. Duka lara kembali membara saat
selembar kertas dari penga dilan agama diantarkan ke rumah untuk Ibu.
“Surat apa itu Bu?” Tanyaku penasaran.
Ibu hanya bergumam tak jelas. Tangisnya seketi ka tumpah tak tertahan sembari membaca surat di tangannya, yah surat cerai.
Arghh...
Apa dosaku? Apa salah ku? Keluarga yang susah payah dibangun runtuh seketika. Perasaan emosi berkecamuk menyelimuti, rasanya sesak. Hanya bisa pasrah dengan takdir dan nasib buruk.
“Mengapa nasib bu ruk selalu menimpaku? Mengapa Tuhan tidak adil padaku?” Batinku.
***
Menjadi anak bergelar broken home tidaklah mudah. Di sekolah aku jadi korban perundungan oleh teman-temanku. Perundun gan kadang menyapa telin ga hingga menusuk hati.
“Eh, ada anak broken home mau lewat nih. Beri jalan guys!” Celetuk temanku.
“Apa-apaan sih kalian,” kataku risih.
“Mau marah? Mau ngadu? Ngadu aja sono. Loh udah gak punya Ayah hahaha,” hardiknya..
Aku mengulum senyum kecil mencoba sabar dan abai. Dikucilkan oleh teman-teman kelas bukan perkara menyenangkan. Ingin rasanya ikut berbin cang dengan mereka tanpa dipandang sebelah mata.
***
Pagi ini, aku kembali ke sekolah dengan segenggam harap teman-teman mau menerimaku. Ternyata angan tak seindah fakta. Alih-alih menerimaku se bagai kawan baik, nyatanya kebencian masih tertanam dalam diri mereka. Ce mooh, ancaman kembali terjadi.
Amarahku mulai mencuat berbuah depresi. Lingkungan tak ada yang menerimaku. Maaf Tuhan, tapi aku harus mengambil langkah bodoh kali ini. Hidupku yang penuh kemalangan kulampiaskan dengan memilih jalan sesat. Tubuhku mulai dilumuri dosa. Menyentuh minuman keras hingga ingar bingar diskotik jadi rutinitas baru bagiku.
Mengapa Tuhan? Apakah aku manusia paling sial di dunia ini? Aku hanya ingin diperlakukan baik oleh orang lain. Lelah rasanya menyem bunyikan luka sendirian. Seburuk itukah hingga semuanya merampas kebaha giaanku?
Dinginnya malam kembali menusuk tubuhku. Waktu yang kupikir tepat untuk mengakhiri hidup. Berat rasanya tapi bisikan setan terus menghampiri telingaku.
Tatkala kuambil sebuah pisau dan mengarahkannya ke nadiku. Dari dalam kamar aku berteriak, “Aku mau mati saja. Tak ada gunanya hidup ini.”
Tiba-tiba suara hentakan kaki datang dari luar. Ibu sigap menarik paksa pisau yang ada ditanganku.
“Astagfirullah Nak. Apaapaan kamu ini? Bunuh diri bukan jalan keluar,” Ibu berteriak sesegukan.
“Aku capek Bu, capek,” kataku lelah.
“Kamu satu-satunya permata hati Ibu Nak. Jangan pernah tinggalkan Ibu. Sudah cukup sakit Ibu karena ke lakuan bejat Ayahmu,” kata Ibu.
Suara lirih dan wajah teduh Ibu membuatku sadar, bahwa segala sesuatu tidak harus diselesaikan dengan cara bodoh. Jalan keluar yang kuambil salah. Aku terlalu jauh dari penciptaku. Aku egois hingga hanya me mentingkan diriku sendiri.
***
Waktu terus berjalan. Sa dar akan hinaan yang selama ini kulakukan membuatku bertekad untuk berubah. Jauh dari pencipta, nyatanya adalah sumber keburukan terbesar.
Tiba masa di mana batin kecilku berbisik memint aku kembali pada fitrahku sebagai hamba. Dengan kem bali ke jalan lurus, aku yakin akan ada tameng yang berdiri kokoh siap menjagaku.
Saat ini, rutinitas haram yang kulakukan berganti dengan rutinitas keagamaan. Indahnya lantunan ayat suci, gemuruh suara azan, hingga dahsyatnya suara majelis membuka pintu hatiku yang kian lama telah tertutup.
Waktu bergulir begitu cepat. Kini luka-luka yang kudapatkan dulu mulai per lahan terjahit. Didewasakan dengan luka memang menya kitkan, terlebih perhatian so sok lelaki bergelar pahlawan itu tidak kudapatkan sejak kecil. Kata Ibu, kalau sabar akan indah pada waktunya. ***
Kini umurku menginjak 24 tahun, seorang lelaki sholeh mengkhitbahku. Keberaniannya meluruhkan keraguan dalam jiwaku untuk menolaknya. Baru kali ini aku menemui laki-laki sep ertinya, setelah sekian lama trauma dengan kehadiran laki-laki.
Sebulan masa khitbah, kami resmi jadi sepasang suami istri. Meski tidak sempurna bak kisah Ali dan Fatimah, namun segala ben tuk perhatian, kasih sayang, keharmonisan yang tidak kudapatkan dari Ayah kini kudapatkan darinya.
Saatnya aku membangun rumah baru di atas reruntu han puing-puing rumah lama yang memilih retak.
*Penulis merupakan Ma hasiswi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar.
Gagas Energi Terbarukan dari Ampas Tebu, Tiga Mahasiswa UIN Alauddin Sabet Medali di Ajang Internasional
Washilah - Ampas tebu ternyata dapat bermanfaat menjadi energi listrik. Hal ini dibuktikan oleh temuan ketiga Mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar. Mereka adalah Edysul Isdar, Fira Yurda nianti, dan Tri Gunawan Musa.
Kategori proyek yang mereka ciptakan merupakan pengembangan energi terba rukan. Isdar menyampaikan, temuan timnya memanfaat kan limbah tebu dari indus tri pabrik gula.
“Kami juga memanfaat kan bakteri selulotik dari rumen dari tempat pemo tongan sapi,” papar laki-laki asal Bone ini saat dihubungi melalui Whatsapp, Selasa (25/10).
Berkat temuannya, Tim Isdar berhasil meraih med ali perunggu. Menyisihkan 126 tim dari negara-negara besar di Asia pada Ajang Lomba Innovation Project, diselenggarakan secara on line oleh Forum Persatuan Pelajar Kejuruteraan Bio proses (BIOSS) Sekolah Kejuruteraan Kimia dan Ke juruteraan Tenaga, Fakulti
Kejuruteraan Universiti Teknologi Malaysia, Johor, pada 15-16 April lalu.
Isdar mengatakan persia pan lomba mulai diakhir ta hun lalu. Tepatnya pada De sember tim telah terbentuk, dari tiga angkatan di Jurusan Fisika masing-masing satu orang dari angkatan 2019, 2020, dan 2021.
“Lalu, pada Januari hing ga Februari, mereka fokus untuk penelitian,” sambung Isdar.
Setelah dinyatakan lolos final, Isdar dan kedua kawa nnya diperhadapkan bebera pa kendala. Penutupan kam pus salah satunya, imbas bentrok Fakultas Syariah dan Hukum dengan Fakultas Sains dan Teknologi.
Mereka tidak dapat men gakses alat yang harusnya digunakan. Meski begitu, dengan berbagai kesulitan yang mereka hadapi tidak menjadi alasan untuk ber henti.
Atas pencapaian ini, Ia dan timnya mengucapkan terima kasih kepada orangorang yang telah membantu.
“Sangat bersyukur temanteman sangat mensupport dari awal, kendala - kendala
kemarin juga banyak dibantu teman-teman dari HMJ Fisi ka,” ungkapnya. Sementara itu, saat ditemui di ruangannya pada Jumat (14/10), Kepala Bagian (Ka bag) Kemahasiswaan, Baha
Teliti Khasiat Tanaman Tammate, Mahasiswi Jurusan Biologi Raih Medali Perunggu Pada Event Internasional
rudin, mengatakan pihaknya mengapresiasi pencapaian Is dar dan timnya.
”Kami sudah meminta ke pada peserta yang mendapa tkan juara untuk melapor kepada kami lalu dibuatkan
Washilah - Mahasiswi Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar, Nur Inayah R, berhasil raih medali perunggu setelah teliti kahsiat tanaman tam mate pada Ajang Kompetisi Sains tingkat internasional diselenggarakan oleh UIN Walisongo, Semarang, Ju mat (22/07/2022).
Menurut Inayah, tana man Tammate mengand ung antimikroba sehingga bisa mengobati diare hing ga luka saat mengalami kecelakaan. “Tanaman ini selalu dijadikan obat tra disional di kampungku,” katanya saat dihubungi melalui Whatsapp, Rabu (26/10).
Temuan ini lalu diberi tema “ Effect of antibiotics on the growth of bacteria or fungi dengan meman faatkan tanaman Tammate (Lannea coromandelica)”.
Science projek ini lalu dipresentasikan di depan juri dalam bentuk video. Sebelumnya, Inayah lebih dulu mengikuti tes tertulis secara online
Temuan Inayah mengan tarkannya meraih peng hargaan, mengalahkan 240 peserta dari mancanegara.
Surat Keputusan untuk diberi kan reward,” katanya.
Penulis: Wafiq Azizah Mahsen (Magang) / Nur Anisa
Editor: Nur Afni Aripin
Meski begitu, Mahasiswi semester VII ini membeber kan sempat mendapat ken dala saat mengusulkan kon sep science projek finalnya.
“Setelah technical meet ing saya baru tahu ternyata untuk science projectnya itu ditentukan temanya, seh ingga saya harus mengganti dan membuat ulang dalam waktu beberapa hari," be bernya Kendati demikian, Inayah mengaku berkat dukungan dari beberapa pi hak ia bisa melewatinya.
“Jurusan membantu saya dengan memfasilitasi alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan science project di laboratorium,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Kemahasiswaan, Baharuddin, memberi apre siasi berupa pemberian ban tuan finansial atas pencapa ian Inayah.
“Saya berharap lomba yang diikuti mahasiswa lebih ke skala internasional dan nasional,” pungkasnya, Jumat (14/10/).
Penulis : Hilda Nur faidah (Magang)/ Nur Anisa
Editor: Nur Afni Aripin