Nasib RSP UIN Alauddin Temui Titik Terang
Hal Abu - Abu Metode 04 Kuliah Semester Genap
Hal 08
Ironi Wacana Kampus Responsif Gender
DAPUR REDAKSI
2
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi
TETAP BERKARYA
Tajuk
UKM LIMA - Foto bersama pengurus dan anggota UKM LIMA usai pelantikan bersama Dema U, Sema U dan UKM Sejajaran di Gedung Auditorium Kampus II, Samata Kabupaten Gowa. Jumat (28/02/2020)
B
ismillahirrahmanirahim, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, dengan mengucapkan rasa syukur, pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Informasi Mahasiswa Alauddin (LIMA) periode 2020/2021 masih aktif dan masih bisa memberi informasi di tengah pandemi Covid-19, sehingga Tabloid Edisi 113 bisa sampai ke tangan pembaca. Jelas tidak mudah bagi pengurus periode ini, karena pada kepengurusan ini tentu juga terdampak dengan adanya Covid-19. Selain itu, pengurus periode ini juga terkendala dengan kampus yang ditutup, hingga
beberapa birokrasi kampus yang sulit untuk ditemui bahkan menolak untuk diwawancarai. Sejak kampus ditutup pengurus periode ini menetap di kampung halaman, sehingga terdampak pada ketersediaan informasi, baik itu informasi di website Washilah maupun pada terbitan tabloid. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat, apalagi di tahun 2021 ini tahun vaksinisasi membuat kita harus tetap semangat dalam segala aktifitas kelembagaan dan keredaksian. Walapun masih ada Covid- 19 tetapi hidup tetap seperti biasanya yang disebut sebagai New Normal hidup berdampingan dengan
penyakit kelahiran Provinsi Wuhan China itu. Untuk itu pemberitaan Washilah sangat meminta maaf atas segala kekurangan dan juga segala keterbatasan informasi yang pengurus sajikan. Pengurus sadar bahwa terbitan kali ini jauh dari kata sempurna dan tidak bekerja secara maksimal khususnya di pemberitaan, sehingga hanya dapat terbit satu kali pada periode ini. Tabloid Washilah tidak terbit secara cetak karena biaya yang terbatas dan juga kondisi kampus yang tertutup. Pengurus mempertimbangkan terbitan kali ini terbit menggunakan
PDF dan bisa diakses secara online. Tabloid Washilah edisi 113 hadir dengan 16 halaman, topik utama yang dibahas yakni Rumah Sakit Pendidikan UIN Alauddin Makassar, edisi ini juga membahas tentang Ironi Wacana Kampus Responsif Gender, dimana diketahui bersama bahwa sepanjang tahun 2020 beberapa kasus kekerasan gender terjadi di Kampus Peradaban, sehingga Washilah akan mengulas bagaimana kampus UIN Alauddin mengatasi hal tersebut. Reporter telah mewawancarai Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Prof Darussalam yang telah mewacanakan kampus responsif gender.
Nama yang tertera di bawah ini sudah dipecat sebagai anggota UKM LIMA
Ahmadin
Airin Mutmainnah
Sejak mulai dicanangkan pada tahun 2011, pembangunan RSP belum juga rampung. Dalam kurung waktu tersebut, pimpinan kampus telah berganti selama tiga kali. Dari yang awalnya di godok pada periode Prof Qadir Gassing, mangkrak pada periode Prof Musafir, dan akhirnya menemui titik terang di tahun ke-10 pasca mangkrak pada periode Prof Hamdan. Pembangunan RSP yang mangkrak, alhasil untuk praktik mahasiswa kedokteran harus dilakukan di rumah sakit lain. Hal ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pihak pimpinan Fakultas Kesehatan dan Ilmu Kedokteran (FKIK) dengan beberapa rumah sakit di Makassar tahun 2019 sebagai bentuk kerjasama untuk dijadikan tempat pendidikan mahasiswa ilmu kedokteran. Selain itu, urgensi pembangunan RSP sebagai wahana pendidikan oleh mahasiswa ilmu kedokteran, keperawatan, kebidanan, farmasi, kesehatan masyarakat (Kesmas) , juga sebagai penelitian bagi kampus. Penelitian dalam hal manajemen ataupun pasiennya. Fungsi yang tak kalah penting adalah sebagai pengabdian masyarakat, sebagai rumah sakit milik universitas, tentu RSP ini akan banyak melayani civitas kampus baik mahasiswa ataupun pegawai . Dengan adanya titik terang dari Pembangunan RSP ini, mahasiswa kedokteran agaknya bisa sedikit lega karna seluruh praktik dan pengabdian masyarakat bisa di "Rumah" sendiri. Hal ini sangat penting sebagai salah satu pemenuhan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Sigit
Ilustrasi : Ardiansyah Safnas, Viviana Basri
TOPIK UTAMA
3
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi
Nasib RSP UIN Alauddin Temui Titik Terang
Rumah Sakit UIN Alauddin Makassar - Beberapa buruh bangunan sedang bekerja untuk pembangunan Rumah Sakit UIN Alauddin Makassar, di Jln Sultan Alauddin Makassar. Selasa (12/01/2020) (Foto : Aulya Febrianti)
Washilah - Setelah sempat mangkrak selama tujuh tahun, nasib Rumah Sakit Pendidikan (RSP) UIN Alauddin Makassar mulai menemui titik terang. Pembangunan gedung, yang terletak di Jalan Sultan Alauddin, Makassar, itu kembali akan dilanjutkan seiring dengan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) pada 18 November 2020 lalu.
P
enandatanganan nota kesepahaman senilai Rp 132 miliar itu dilakukan Direktur Operasi II PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE) Mochamad Yusuf, PPK Pusat Pengembangan Sarana Prasarana Pendidikan, Olahraga, dan Pasar (PPK PSPPOP) M. Yamin, Kepala Satuan Kerja Prasarana Permukiman Wilayah 1 Sulawesi Selatan Abdul Malik, Rektor UIN Alaudin Makasar Hamdan Juhannis, serta Kepala Seksi Pelaksana Wilayah 1 Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sulawesi Selatan Arman Rahim. Dalam pertemuan tersebut melahirkan beberapa paket pekerjaan yang ditandatangani, seperti pekerjaan struktur, arsitektur, Mechanical Electrical, and Plumbing (MEP), sarana dan prasarana, serta pengembangan situs. Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan (AUPK) Dr. Wahyuddin, mengatakan, proses pembangunan itu rencananya akan selesai pada bulan November 2021. “Sekarang sudah memasuki pembangunan tahap terakhir, kontraktor fisiknya selesai November 2021. Tetapi, Gedung kan harus diisi alat-alatnya bukan cuma fisik,” ucapnya Berdasarkan data Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) pada 18 Juni 2020, pembangunan
RSP UIN Alauddin Makassar, dengan kode tender 65075064 dan kode RUP 22528291, memiliki nilai pagu paket senilai Rp 171,8 miliar. Kilas Balik RSP RSP UIN Alauddin telah memulai tahap perencanaan pada Maret tahun 2011, di masa Rektor UIN Alauddin periode 2011-2014 Prof Qadir Gassing. Layanan RSP UIN Alauddin direncanakan tanpa memiliki pembagian kelas dalam ruang perawatan. Dana awal pembangunan RSP UIN Alauddin didapatkan usai pimpinan Komisi IX DPR RI mengunjungi “Kampung Peradaban” tahun 2011. Komitmen yang diberikan DPR RI sekitar Rp 150 miliar yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Rektor UIN Alauddin periode 2015-2019 Prof. Musafir Pababbari, yang ditemui beberapa waktu lalu, mengungkapkan total dana yang dianggarkan untuk menyelesaikan RSP UIN Alauddin tahun 2011 sekitar Rp 223 miliar. Ketika proses awal pembangunan itu, Musafir menjabat sebagai Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan (AUPK). Lanjut, Musafir menjelaskan dana dari anggaran APBN tersebut diberikan secara berangsur,
dimulai pada tahun 2011 tahap perencanaan Rp. 1,9 miliar; tahun 2012 tahap pembangunan Rp. 45,2 miliar; tahun 2012 sebesar Rp. 14,2 miliar, tahun 2013 lanjutan Rp. 19,2 miliar hingga terakhir di tahun 2014 lanjutan Rp. 12 miliar. Sementara tahun 2015 kondisi keuangan proyek bernilai nihil. Lebih lanjut, Guru Besar Sosiologi Agama itu mengaku nihilnya anggaran di awal masa jabatannya membuatnya harus memutar otak agar pembangunan RSP bisa dilanjutkan. Salah satunya dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). “Saat bertemu dengan Badan Pengawas Nasional (Bapenas), mereka memberikan solusi pembangunan RSP dengan skema KPBU. Skema itu pernah dilakukan dalam pembangunan RSP di Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara,” ucapnya. Namun gayung tak bersambut, skema KPBU tak kunjung menemui hasil. Pembangunan RSP mangkrak. Barulah pada tahun 2019 titik terang pembangunan RSP mulai terlihat dengan diterbitkannya Peraturan Presiden RI No. 43 tahun 2019 tentang Pembangunan, Rehabilitasi, atau Renovasi Pasar Rakyat, Prasarana Perguruan Tinggi, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, dan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Adapun UIN Alauddin Makassar terdaftar
sebagai salah satu perguruan tinggi yang mendapatkan renovasi prasarana. “Alhamdulillah ada jalan keluar, gedung RSP yang mangkrak akan diselesaikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Anggarannya masuk dalam APBN Kementerian PUPR,” jelasnya. Di tahun 2019, menurut Musafir pembangunan tidak segera dilakukan karena pembangunan RSP mengalami gagal lelang sebanyak dua kali. Pertengahan 2020, setelah ia turun dari jabatannya sebagai Rektor, tepatnya bulan November, Kementerian PUPR melalui Dirjen Cipta Karya memberikan kepercayaan kepada PT Wijaya Karya Bangun Gedung Tbk (Wika Gedung) untuk melakukan upaya percepatan pembangunan, rehabilitasi, atau renovasi sarana dan prasarana pendidikan, salah satunya pembangunan Gedung Rumah Sakit Pendidikan UIN Alauddin Makassar. Setelah penunjukkan Wika Gedung pengerjaan RSP pun tak kunjung dimulai. Menurut Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan (AUPK) Dr. Wahyuddin, RSP Alauddin yang mandek dikarenakan adanya penyesuaian dengan aturan kesehatan baru. “PUPR harus menyesuaikan dengan aturan kesehatan baru makanya tidak jalan. Yang kerja ini Kementerian PUPR, kita ini hanya penerima hasil,” jelasnya saat ditemui di ruangannya (11/01/2021). Sejalan dengan itu, Kepala bagian Biro Administrasi Umum dan Perencanaan Keuangan UIN Alauddin Makassar Alwan Subhan menegaskan, belum ada pembangunan di kampus peradaban selama tahun 2020 dikarenakan anggaran Rp 260 miliar ditarik ke pemerintah pusat untuk penanganan Covid-19. Akhirnya di awal tahun 2021 pembangunan RSP UIN Alauddin Makassar kembali dimulai. Dari pantauan Reporter Washilah di sekitaran Gedung RSP Kampus I UIN Alauddin Makassar, beberapa buruh terlihat sedang mengerjakan perbaikan struktur dan arsitektur gedung RSP. Urgensi RSP Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohammad Nasir mengemukakan, Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (RS PTN) memiliki peran penting dalam pembangunan kesehatan bangsa dan peningkatan daya saing tenaga kesehatan di Indonesia. “RS PTN didirikan untuk
memperkuat fungsi pendidikan dan penelitian klinik yang berbasis pelayanan kesehatan,” ungkap Nasir pada acara Inagural Meeting Asosiasi RS PTN Indonesia di Universitas Airlangga, Surabaya, Sabtu (28/10/2017) seperti dilansir melalui wartakotalive.com. Ia menjelaskan, proses pendidikan di RS PTN untuk menumbuhkan budaya kolaborasi di antara tenaga kesehatan yang dimulai sejak di lingkungan mahasiswa. Menurut dia, di RSP PTN, mahasiswa juga didorong untuk menjadi pionir keunggulan dalam penelitian dan inovasi bidang kesehatan yang sesuai dengan kearifan lokal serta mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Sementara itu, Ketua HMJ Kedokteran, Ahmad Fari Arief Lopa mengatakan salah satu prasyarat dalam pembentukan sebuah Fakultas Kedokteran adalah salah satunya mempunyai RSP. Oleh karena itu, tambahnya, UIN Alauddin sudah seharusnya memiliki RSP sendiri. “Harapan kita juga untuk kuliah di UIN Alauddin pasti salah satunya bisa mengisi lapangan pekerjaan di RS milik Universitas,” kata Fari. Melihat kondisi tersebut, pada tanggal 04 November 2019, FKIK UIN Alauddin Makassar menggelar Workshop bersama Rumah Sakit Utama dan jejaring dengan program profesi Pendidikan Dokter untuk membentuk kerja sama antara program profesi Dokter FKIK UIN Alauddin dengan beberapa Rumah Sakit dan Puskesmas yang ada di kota Makassar. Dalam sambutannya pada November 2019 tersebut, Ketua Prodi Profesi Dokter UIN Alauddin, Dewi Setiawati mengatakan ada puluhan Puskesmas, Balai dan beberapa Rumah Sakit yang hadir pada acara ini, yang akan melakukan MoU dengan FKIK UIN Alauddin. “Diantaranya RSUD Kota Makassar, RSUD Haji Makassar, RS Bhayangkara, RS Tadjuddin Chalid, RSUD Labuang Baju, RSUD Salewangan Maros, dan beberapa Rumah sakit dan Puskesmas yang ada di kota Makassar,” Jelasnya. Untuk diketahui, jurusan Pendidikan Dokter sudah ada sejak 2016. Tetapi, dilain tempat, yang menjadi angkatan pertama kedokteran tersebut berpaling sikap atau tutup mulut terkait perkembangan dan pentingnya RSP untuk tempat praktik Koas atau menjadi dokter muda.
*Penulis : Nur Qalbina Razak, Ulfa Rizkia Apriliyani *Editor : Nurul Wahda Marang
4
AKADEMIKA
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi
Abu- Abu Metode Kuliah Semester Genap
*Ilustrasi : Ardiansyah Safnas
Washilah –Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) merubah dinamika kehidupan.Virus yang pertama kali muncul di Wuhan, China itu, memaksa masyarakat berada dalam kondisi baru di segala sektor, termasuk pendidikan. Beberapa bulan terakhir otoritas pendidikan mewajibkan pembelajaran jarak jauh.
P
emerintah pusat telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 Perguruan tinggi dapat melaksanakan perkuliahan campuran atau hybrid learning. Keputusan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia : Nomor 04/KB/2020, Nomor 737 Tahun 2020, Nomor HK.01.08/Menkes/7093/2020, Nomor 420-3987 Tahun 2020 telah dikeluarkan sejak 30 November. Namun, Pimpinan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar belum menentukan sikap, ihwal metode perkuliahan yang akan dijalankan. Padahal masa perkulihan semester genap tidak lama lagi ber-
langsung, jika sesuai Kalander akademik 2020/2021 akan dimulai pada 1 Maret 2021 mendatang. Wakil Rektor I bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga, Prof Mardan mengaku masih menunggu kondisi pandemi Covid-19 di Sulawesi Selatan. Mardan mengatakan penyebaran virus itu masih fluktuatif, alhasil pertimbangan kesehatan mahasiswa bisa membuat was-was. "Dalam keputusan em-
pat menteri itu mengatakan menunggu kondisi di setiap daerah, sedangkan sekarang Sulawesi Selatan sedang dalam zona orange. Olehnya hingga saat ini belum ada keputusan terkait proses perkuliahan semester genap," ungkap Mardan di ruang kerjanya, Kamis (7/01/21). UIN Alauddin Makassar, kata Mardan sebelum dikeluarkan SKB empat Menteri tersebut memilih perkuliahan secara daring. Melalui surat edaran Rektor, Prof HamdanJuhannis No. B-847/Un.06.I/ PP.00.09/03/2020, tertanggal 15 Maret 2020, sebagai tindak lanjut edaran Kemendikbud. Namun sejumlah masalah ditenggarai hadir dalam metode terbarukan ini. UIN Alauddin Makassar dianggap belum cakap mengimplementasikan perkuliahan daring, Mardan megungkapkan ada banyak kritik yang diterimanya, mulai akses jaringan, kompetensi tenaga pengajar. Walau begitu, pimpinan UIN Alauddin Makassar, lanjut Mardan berupaya meminimalisir masalah perkuliahan daring itu, salah satunya dengan mengeluarkan sarana pembelajaran baru bernama Lentera yang bisa diakses lewat Google. Sayang aplikasi tersebut dianggap belum mampu memenuhi mobilitas pendidikan tinggi. Mardan menyatakan aplikasi Lentera masih akan dikaji, evaluasi penerapannya digodok. Hal utama yang harus dipunya adalah sertifikasi Internasional. Selain itu sosialiasi penggunaan aplikasi untuk pengguna Android, IOS dan Windows harus terus dimaksimalkan, serta jadi atensi semua pihak. "Lentera harusnya mendapatkan perhatian utama karena merupakan milik UIN makanya harus dipatenkan, tetapi sebelum dipatenkan itu saya minta
kalau bisa perangkatnya berstandar Internasional," jelas Guru besar Ilmu Tafsir, Fakultas Adab dan Humaniora itu. Lanjut, Mardan mengaku dari sisi Dosen, kuliah daring berjalan lebih lancar dibanding dengan tatap muka. Terbukti pada saat Rapat Pimpinan (Rapim) pada 5 Maret 2021 beberapa peserta mengusulkan kuliah daring tetap dipertahankan walaupun Covid-19 telah pergi. "Perkuliahan daring sudah wajib hukumnya (ada atau tidak ada Covid-19), karena ternyata perkuliahan lebih lancar dari aspek kerajinan Dosen. Malah ada anggota Rapim yang minta kuliah daring lebih banyak dari tatap muka," rencananya. Menurut Mardan sistem perkuliahan akan dibagi dalam tiga sistem yakni delapan pertemuan Luring, enam pertemuan Daring, dan terakhir dua pertemuan di lapangan. Jika diterima maka sistem perkuliahan ini akan berlaku untuk setiap jurusan dan mata kuliah yang ada di kampus peradaban. Namun Mardan tak menampik jika persoalan kuota dan jaringan mahasiswa harus dipertimbangkan dengan matang agar perkuliahan daring dapat berjalan efektif dan efisien. Lain halnya dengan Titah Nurul Lathifah Tahar, Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat semester satu ini mengaku kuliah daring kurang efektif. Baginya dalam perkuliahan ia sulit untuk menangkap materi perkuliahan, apalagi ia baru saja menduduki bangku perkuliahan tahun 2020 kemarin. "Kuliah daring kurang efektif karena sering kali materi yang disampaikan Dosen, sulit bagi mahasiswa untuk memahaminya," keluh mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ini. (Ke Hal. 5)
AKADEMIKA
5
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Gian Arif, mahasiswa Ilmu Hukum semester lima ini juga membenarkan jika lebih sulit memahami materi perkuliahan dengan system daring. "Dalam perkuliahan daring, jaringan dan kuota adalah hal paling penting, tak jarang kami mahasiswa terkendala dalam dua hal itu yang otomatis menghambat proses perkuliahan," jelas mahasiswa asal mamuju ini. Tak hanya mahasiswa, salah satu dosen Ilmu Komunikasi, Asni Djamerang menjelaskan proses pengajaran lebih efektif tatap muka karna pembinaan karakter mahasiswa dapat dilakukan jika perkuliahan secara langsung (luring). "Saya pribadi untuk menilai mahasiswa harus ada Face to Face. Karenanya kalau berbicara komunikatif pasti lebih efektif tatap muka," ungkapnya.
Lebih lanjut Asni mengaku perkuliahan daring adalah solusi terbaik untuk melanjutkan proses pembelajaran ditengah pandemi Covid-19 ini, hanya saja kesadaran mahasiswa untuk belajar, aplikasi pembelajaran, dan kuota mahasiswa harus dipikirkan kembali. "Hambatan tidak hanya psikologi, tetapi juga mekanisme seperti jaringan.Tak jarang banyak mahasiswa yang tidak ikut perkuliahan karna masalah jaringan atau biaya kuota," jelas dosen mata kuliah Public Relation ini. Lanjut,menurut Asni aplikasi belajar pun harus dipilih kembali yang lebih efektif dan efisien bagi mahasiswa maupun dosen. Walau demikian baginya hal positif bias diambil dari perkuliahan dari semester kemarin. "Dari perkuliahan daring satu semester kemarin juga
memiliki dampak positif misalnya keahlian mahasiswa dan dosen di bidang IT lebih terpacu lagi," pungkasnya. Efektivitas Kuliah Daring Sejak diterbitkannya Surat Edaran Rektor nomor B-809/Un.06.1/ PP.00.09/03/2020 pada 9 Maret 2020, seluruh aktivitas perkuliahan di dalam kampus resmi ditiadakan dan berganti dengan perkuliahan daring. Terhitung hingga hari ini, perkuliahan daring telah dilaksanakan selama satu semester. Dari hasil riset yang di lakukan oleh Litbang UKM LIMA Washilah, tentang efektifitas kuliah daring menunjukan bahwa kuliah daring kurang efektif dibanding kuliah tatap muka. Menjawab hal tersebut, Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan
dan Kerjasama (AAKK), Yuspiani menjelaskan kampus selalu berusaha memaksimalkan kuliah daring salah satunya dengan menyediakan platform Lentera “ Sebenarnya kita selalu berusaha memaksimalkan sistem perkuliahan daring ini, karna kedepan meskipun sebenarnya tidak pandemi, sistem daring ini bagus kita gunakan jika efektif, nah sekarang kita punya Lentera nah itu yang kita maksimalkan,” tuturnya. Lanjutnya, dengan adanya platform kampus tersebut yaitu Lentera dapat memudahkan dosen dalam memberikan meteri beserta pemberian tugas kepada mahasiswa, mereka yang mengakses dapat dipantau secara langsung melalui pusat pengoperasian platform tersebut. “Lentera kan juga bisa saya pakai untuk kuis,
dosennya tidak perlu lagi mencari dimana kelasnya, begitu dia buka ada semua daftar mahasiswanya dan tahu berapa mata kuliahnya dalam satu semester, ada berapa kelas,” ungkapnya. Untuk kedepannya Yuspiani mengaku akan lebih meningkatkan pedoman untuk para dosen dalam memaksimalkan memakai lentera serta menambah fasilitasi layaknya zoom dan lebih memperkaya fitur-fitur baru nantinya. “ Kedepannya harus di ajarkan juga bagaimana dosen kita memaksimalkan Lentera ini. Dosen-dosen kita semuanya sudah di ajarkan, sudah diberikan bekal tentang metode sistem perkuliahan daring,”pungkasnya. *Penulis : Nur Isna Rasya, Ardiansyah, Agil Asrifalgi *Editor : Nurul Wahda Marang
Pengumpulan pendapat melalui pembagian kuesioner online ini dilakukan oleh Bidang Riset Divisi Litbang UKM LIMA Washilah pada 3 Januari 2020 sampai dengan 15 Januari 2020 dengan jumlah responden sebanyak 387. Responden merupakan mahasiswa UIN Alauddin Makassar yang melakukan proses belajar dengan menggunakan sistem perkuliahan daring. Jumlah responden ditentukan dengan proporsional di setiap Fakultas, menggunakan metode ini dengan tingkat kepercayaan 95%, dan margin of error 5%. Meskipun demikian, kesalahan diluar pencuplikan dimungkinkan terjadi.
DESAIN RISET
*Riset : Ulfa Rizkia Apriliyani | Infografis : Ridha Amalia Hamzah
6
SOROT
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi
Tagih Sekret LK FUFP
Lokasi Sekretariat LK FUFP - Tampak pondasi bangunan sekretariat yang kurang diperhatikan dan ditumbuhi rumput liar dibelakang Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik, Kampus II UIN Alauddin Makassar. Senin (25/01/2021) (Foto : Aulya Febrianti)
Washilah – Pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) dan Senat Mahasiswa (SEMA) serta Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) sejajaran Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik (FUFP) UIN Alauddin Makassar menagih kelanjutan pembangunan sekretariat Lembaga Kemahasiswaan (LK) yang telah dijanjikan Pimpinan.
T
ahun 2019, diberitakan washilah.com, Dekan FUFP Dr Muhsin Mahfudz menjanjikan Pembangunan akan rampung awal tahun 2020, namun hingga saat ini belum juga menuai hasil. Terlihat, hanya delapan petak berukuran dua kali tiga meter telah di pondasi terbengkalai dibelakang fakultas. “Kami telah dijanji untuk tahun 2020 itu diadakan sekretariat LK. Karena tahun sebelumnya Dr Muhsin Mahfudz tidak bisa menjanjikan karena baru terpilih sebagai Dekan dan untuk penganggaran itu diatur melalui proposal dan lain sebagainya
untuk dirancang tahun berikutnya, begitu rekam jejaknya,” kata Fahuwakhaer selaku Ketua DEMA FUFP saat dihubungi reporter. Mengenai kejelasan kelanjutannya, Mahasiswa asal Kabupaten Soppeng itu pernah mendatangi, pertanyakan kepada pimpinan. Menurutnya, yang menjadi alasan Pimpinan adalah pandemic Covid 19. “Karena Pandemi biaya ditarik ke Kementerian jadi untuk pembangunan ditiadakan tahun ini (2020) itu alasan birokrasi tidak mengadakan sekretariat ini,”katanya. Ia berjanji akan mengawal persoalan kesekretariatan sebagaimana
yang dituangkan dalam mekanisme UKT/BKT atau yang tertuang dalam buku saku bahwa LK perlu kiranya adanya sekretariat, sebagai tempat pengurusan administrasi. Lebih lanjut, Ia mengungkapkan selama ini tidak ada sekretariat lembaga permanen, yang ada hanya ruangan sementara sempat ingin diberikan sebelum covid-19. akan tetapi mereka menganggap ruangan tersebut sangat sempit untuk empat lembaga di Fakultas. “Selama ini tidak ada sekret lembaga, teman-teman cuman kemarin dibuatkan di ruang fakultas dan oh
iya, sempat kemarin dibuatkan sebelum corona bulan tiga atau dua, itu sempat teman-teman mau dibuatkan di fakultas di satu ruangan besar di lantai tiga atau empat, kalau saya tidak salah itu mau dibuat sekret dan dibagi empat, tapi teman-teman juga kurang sepakat masih butuh pendiskusian di wilayah itu, karena kenapa Ushuluddin juga sangat sempit dan butuh ruangan untuk perkuliahan terlebih di alihkan lagi untuk sekretariat,” jelasnya. Senada dengan itu, HMJ Aqidah Filsafat, Ahmad Novail juga menagih janji pimpinna. Menurutnya, pembangunan sekret FUFP selesai 2021, namun sayangnya tidak ada tanda tanda pembangunan. “Besar harapan saya kedepannya mengenai sekret internal ini karena kita selaku mahasiswa membutuhkan yang namanya tempat kajian, diskusi, dan tempat tukar informasi bukan hanya didalam kelas saja setelah itu sudah tidak ada lagi,” katanya. Ia melihat kapasitas ruangan di FUFP sangat sedikit dibandingkan mahasiswanya dan juga sedikit yang perlu digaris bawahi pimpinan fakultas,jangan sekedar membangun. “Maksudnya adalah kita di fasilitasi sekret tapi ruangannya itu hanya mampu ditampung oleh 3 sampai 5 org saja, jadi harus mempertimbangkan juga,” bebernya. Diketahui, pembangunan sekretariat di FUFP dimulai tahun 2018 pada masa Prof Nasir Siola, Dekan FUFP kala itu, hingga pergantian masa jabatan Dekan FUFP terpilih Dr Muhsin Mahfud tak kunjung ada kejelasan pembangunan sekretariat dilanjutkan. Tidak Ada Anggaran Jelas Pembangunan Sekret LK FUFP Pembangunan sekretariat di FUFP dimulai tahun 2018 pada masa Prof Nasir Siola, Dekan FUFP kala itu, hingga pergantian masa jabatan Dekan FUFP terpilih Dr Muhsin Mahfud tak kunjung ada kejelasan
pembangunan sekretariat dilanjutkan. Menanggapi hal itu, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan (AUPK) FUFP, Dr Darmawati, menyebutkan alasan mandeknya pembangunan sekretariat tersebut. Menurutnya, akibat terbatasnya dana saat itu. “Kalau itu pondasi, pimpinan sebelumnya memang tidak menganggarkan, karena sebetulnya kalau kita membangun sarana itu anggarannya dari universitas,” katanya. Ia mengungkapkan pembangunan pondasi itu bukan dari anggaran negara, melainkan sumbangan dana alumni. Selain itu, sumber anggaran Dosen dan Pimpinan fakultas sebelumnya melakukan patungan. “Saya ingat dana dua juta untuk bangun pondasi itu dari dana alumni karena saya bendahara alumni waktu itu, juga ada patungan dari dosen, jurusan, dan hibah dari pimpinan sebelumnya,” jelasnya. Lebih lanjut, ia menjelaskan setelah jadi pondasi tidak ada anggaran untuk lanjutkan pembangunan karena seharusnya tidak diambil dari dana fakultas. “Anggaran fakultas kan sedikit, UKT rendah. Tahun lalu (2020, Red) itu anggaran Badan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) ditarik semua dan kita belum prioritaskan itu pembangunan sekret,” ungkapnya.“Pernah ada memang keinginan inisiatif saya kalau memang ada sekiranya lembaga kalau anggarannya tidak terserap sepenuhnya mungkin dialihkan sedikit ke pembangunan sekret, tapi semua lembaga berlomba-lomba menghabiskan anggarannya sehingga tidak jadi selain itu anggaran BOPTN juga ditarik makanya tahun lalu belum prioritaskan itu (sekret) karena anggaran kita sedikit,” tambahnya. *Penulis : Laras Ramadhani, Ardiansyah Safnas *Editor : Nurul Wahda Marang
SOROT
7
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi
UKM Kocar Kacir Di Tengah Pandemi
Gedung PKM - Tampak Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) UIN Alauddin Makassar yang sepi, tidak kegiatan mahasiswa satu tahun terakhir akibat merebaknya Covid-19. (Foto : Aulya Febrianti)
P
elaksanaan kegiatan kemahasiswaan khususnya kegiatan yang dinaungi oleh lembaga-lembaga intra kampus seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sejajaran menuai keterbatasan tempat dan anggaran. Serapan anggaran untuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) untuk tahun ajaran 2020 dinilai tidak maksimal, hal tersebut tidak terlepas dari pandemi yang mengakibatkan seluruh dana yang telah dialokasikan kampus untuk lembaga ditarik sepenuhnya oleh Badan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Hal tersebut tentunya sangat berimbas terhadap proses kegiatan mahasiswa khususnya di UKM, banyak dari pihak UKM yang mengeluhkan terkait hal tersebut. Salah satu diantaranya yakni Muh Ridwan selaku Ketua Umum Black Panther mengaku bahwasanya berlembaga ditengah pandemi mengakibatkan banyak program kerja yang tidak bisa dilaksanakan dikarenakan ruang gerak yang terbatas. “Meskipun ada beberapa ke-
giatan yang dapat kami laksanakan melalui daring, namun hal tersebut masih belum terlaksana dengan maksimal, mengingat ketersediaan jaringan setiap daerah terbatas dan berbeda-beda,”. jelasnya. Di lain sisi Ketua Taekwondo, Nurmayasari mengaku bahwa beberapa kegiatannya tetap berjalan dengan baik, dengan mengupayakan sumber daya manusia yang ada serta kreativitas untuk menghasilkan dana. “Dana dari kampus sempat cair sebanyak 2,5 juta sebelum adanya pandemi, namun tak lama setelah itu kami mendapat kabar bahwa seluruh dana untuk setiap lembaga ditarik secara penuh oleh kampus,”ungkapnya. Berbeda lagi halnya dengan UKM Pramuka, saat di wawancara via WhatsApp Rani selaku Ketua Umum mengaku bahkan tidak mendapatkan anggaran dari kampus sepeserpun, ia mengaku kebingungan dalam menjalankan program kerjanya akibat hal tersebut. “Jadi kami dengar informasi bahwa seluruh anggaran itu ditarik
oleh kampus, makanya kami tidak pernah memasukkan proposal permohonan dana ke pihak rektorat, program kerja kami laksanakan dengan meminimalisir penggunaan dana sekecil mungkin,”jelasnya. Menanggapi hal tersebut, Asni selaku Kepala Bagian Keuangan mengaku tidak bisa berbuat banyak atas persoalan tersebut. “Untuk dana itu, sebenarnya sudah ada disiapkan, tapi sejak akhir Maret setelah pandemi diumumkan, semua dana BOPTN ditarik,” jelasnya lebih jauh. Ia berharap untuk kepengurusan lembaga yang baru agar lebih cepat dalam hal pencairan dana. “Jadi jangan tunggu pertengahan kepengurusan atau akhir kepengurusan baru cairkan dana, takutnya kalau lama dana yang sudah ada ini ditarik lagi,” imbuhnya. Kondisi tersebut juga dialami oleh salah satu kampus dibawah naungan Kementrian Agama, UIN Raden Fatah Palembang. Saat di wawancarai via WhatsApp Monalia Aninda Aryani dari LPM Ukhuwah UIN Raden Fatah Palembang
“
Jadi untuk persoalan anggaran UKM itu kami tidak bisa berbuat banyak, mengingat anggaran mereka berasal dari BOPTN yang ditarik total. Beda dengan Sema, Dema serta HMJ tingkat Fakultas, dananya dari Badan Layanan Umum (BLU) mereka anggarannya tetap ada.
“
Washilah - Sore itu, Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) nampak sepi dari hiruk pikuk Mahasiswa yang kerap memenuhi gedung tersebut, aktivitas lembaga biasanya sebelum pandemi Covid-19 aktivitas unit kegiatan kemahasiswaan selalu ramai di gedung ini. Kini hanya menyisakan gerakan para petugas kebersihan yang sedang membersihkan debu gedung akibat lama tak dijamah mahasiswa, Selasa (11/01/2021).
Prof. Dr. Darussalam, M.Ag Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni
ini mengungkapkan hal yang sama terkait penyaluran anggaran di masa pandemi. “Jadi untuk kepengurusan sekarang itu kami pakai dana pribadi, soalnya dari pihak kampus mengatakan kalau anggaran UKM sudah tidak ada lagi karna dialihkan ke penanganan Covid-19,” jelasnya. Wanita yang akrab disapa Mona ini juga mengatakan bahwa belum ada kabar terbaru soal adanya anggaran di kepengurusan baru mendatang. “Sampai sekarang pihak rektorat belum meminta laporan pertanggung jawaban (LPJ) dari
tiap UKM,”ungkapnya. Menanggapi hal itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Prof. Darussalam mengatakan aturan penarikan bukan merupakan kemauan pihak kampus. Melainkan hal tersebut adalah wewenang dari kementrian selaku pemberi anggaran. “Jadi untuk persoalan anggaran UKM itu kami tidak bisa berbuat banyak, mengingat anggaran mereka berasal dari BOPTN yang ditarik total. Beda dengan Sema, Dema serta HMJ tingkat Fakultas, dananya dari Badan Layanan Umum (BLU) mereka anggarannya tetap ada,”jelasnya. Eks Dekan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) itu menyinggung terkait dengan kebiasaan lembaga yang selalu mencairkan dana di akhir kepengurusan, hal tersebut dianggap keliru. “Kelalaian kita itu selalu di akhir tahun anggaran baru kejar target, nah salah itu, kapan lagi molor proposal saya khawatir, karena ada tanda tanda akan ditarik sama BOPTN, karena sekarang sudah siap anggarannya,” tutupnya. *Penulis : Sri Resky Laura F dan Iva Anugrah *Editor : Muhammad Aswan Syahrin
LIPSUS
8
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi
Ironi Wacana Kampus Responsif Gender
A
Washilah - Apa jadinya jika sesuatu yang tidak bagus terjadi terus berulang? Sementara sebenarnya kita punya instrumen untuk — paling tidak berusaha — menghentikannya. Terhitung sejak tiga tahun terakhir, kasus kekerasan seksual DI UIN Alauddin telah memakan 31 korban dengan jenis kasus yang berbeda. Namun hingga saat ini, belum ada payung hukum dari kampus peradaban yang mengakomodir kasus tersebut.
larm yang saya setel di telepon genggam sedari tadi berpendar-pendar. Hari itu saya bangun agak pagi dari biasanya. Saya memang sengaja menyetelnya pagi-pagi sekali. Sebab pada malam sebelumnya, di salah satu grup WhatsApp, tersiar kabar, besok (29/09/2020) pimpinan kampus UIN Alauddin Makassar akan menggelar konferensi pers. Konferensi Pers itu merupakan respon pimpinan terkait kasus Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) yang menimpa 18 Mahasiswi sekaligus dalam rentan waktu tidak lebih dari 10 menit pada Jumat 18 September 2020 silam. 29 September 2020, di ruang rapat lantai satu gedung rektorat, seorang wartawan yang duduk di belakang saya terlihat membuka dua kancing kemejanya. Suhu ruangan memang agak panas, pendingin ruangan yang dipasang di setiap sudut gedung pusat perkantoran kampus islam negeri terbesar di Indonesia Timur itu, kalah dengan kepulan karbon dioksida yang dilepaskan lebih dari 30 manusia yang berada di dalam ruangan. Saya teringat pada kutipan-kutipan yang kerap berseliweran di sosial media (sosmed). ‘Saat subuh, udara akan sejuk, karena orang-orang pendosa belum bangun.’ “Mudah-mudahan kegiatan kita kali ini cepat selesai, karena saya lihat sudah tidak ada lagi protokol kesehatan yang diterapkan,” kata Dr Yuspiani menggambarkan ruangan hari itu yang sesak, dipadati oleh jurnalis, perwakilan pihak kampus, dan beberapa staf bagian hubungan masyarakat (humas). Pihak kampus diwakili oleh Wakil Rektor (WR) III Bagian Kemahasiswaan dan Alumni Prof Darussalam Syamsuddin, Biro Administrasi Umum dan Perencanaaan Keuangan (AUPK) Drs Alwan Subhan, Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (AAK) Dr Hj Yuspiani. Turut hadir Jurnalis Pers Mahasiswa hingga Jurnalis Profesional, baik dari media lokal maupun nasional. Terlambat 20 menit dari yang dijadwalkan. Pukul 10:20 WITA, forum dibuka oleh Kepala Sub Bagian (Kasubag) Humas UIN Alauddin Makassar, Ismi Sabariyah yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Kerjasama. Selanjutnya WR III, Biro AUPK, Biro AAK bergantian berbicara memberi pandangan atas kasus KGBO yang beberapa hari lalu (18/09/20) menimpa delapan mahasiswi, dan beberapa kasus Kekerasan Seksual (KS) di kampus peradaban yang terjadi beberapa waktu terakhir. Setelah 17 Menit Berbicara, Prof Darussalam yang terlihat sesekali mengelap keringatnya menggunakan tissu, memberikan mic pada moderator Ismi Sabariyah, lalu kemudian mempersilahkan Biro AAK Dr Yus-
*Olah Data : Litbang UKM LIMA, Arya Nur Prianugraha *Infografis : Ridha Amalia Hamzah
piani untuk berbicara. Tidak banyak bicara, hanya lima menit. Satu dari beberapa hal yang disampaikan adalah saat meneruskan perkataan Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Dr Rosmini yang pada saat itu tidak sempat hadir, bahwa UIN Alauddin akan mendeklarasikan diri sebagai kampus responsif Gender. “Sedang kita susun pedomannya. Insya Allah bulan ini UIN Alauddin akan mendeklarasikan diri sebagai kampus Responsif Gender,” ucap Dr Yuspiani meneruskan Perkataan Dr Rosmini. Suhu ruangan semakin panas, tenggorokan saya kering, saya mengambil air dan meminum dari botol minuman yang saya bawa dari rumah. Rangkaian kegiatan hari itu berakhir setelah Biro AUPK Berbicara, kemudian moderator mempersilahkan wartawan untuk bertanya, dijawab oleh perwakilan kampus, dan dikembalikan sekaligus ditutup oleh moderator. Konferensi Pers yang berlangsung dalam waktu satu jam delapan menit itu, meninggalkan tanda tanya besar di kepala saya. Apa benar kampus peradaban ini akan mendeklarasikan diri sebagai kampus responsif gender? Apa Itu Kampus Responsif Gender? Pada 29 Oktober 2019, Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan SK No.5494 tentang pedoman pencegahan dan penanggulangan kasus kekerasan seksual di ranah Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Selain itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Indonesia (Kemen PPPA) pada 5 Maret 2020 bersamaan dengan “Peluncuran dan Bedah Buku Mata Kuliah yang Responsif Gender di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI)”. Mengajak seluruh kampus di PTKI menuju kampus yang responsif gender. Dewi Wulandari, Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) pengakuan kualifikasi, Direktorat Pembelajaran Mahasiswa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dalam siaran pers Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia (Kemen PPPA)Nomor:B-318/Set/Rokum/ MP01/12/2019 mengatakan bahwa pendidikan responsif gender memberi kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan. “Pendidikan responsif gender adalah perlakuan dalam memberi kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh pendidikan. Perguruan Tinggi mengusahakan adanya pengenalan materi tentang gender kepada para mahasiswa, sejak awal memasuki kampus atau menyelipkan dalam mata kuliah khusus,” ucap Dewi Wulandari. Sementara itu, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Agustina Erni dalam Workshop Penguatan Pelembagaan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Pengarusutamaan Hak Anak (PUHA) di Perguruan Tinggi untuk Penerapan Perguruan Tinggi yang responsif Gender yang diselenggarakan pada 4-6 Desember 2019 di Depok mengatakan, peran para akademisi dan lembaga riset dalam pengarus utamaan gender sangat diperlukan
agar seluruh civitas perguruan tinggi dapat menjadi perpanjang-tanganan Kemen PPPA dalam menjangkau masyarakat luas, terutama melibatkan mahasiswa sebagai agen perubahan serta penerapan tridharma perguruan tinggi dan manajemen kampus yang responsif gender oleh jajaran pimpinan perguruan tinggi. Perempuan yang aktif terlibat dalam Study Gender ini menganggap, isu gender di perguruan tinggi masih banyak, mulai dari pelecehan hingga kekerasan seksual, sehingga peran seluruh elemen kampus sangat dibutuhkan untuk menuntaskannya secara maksimal dan serius, terutama pelibatan laki-laki agar lebih responsif terhadap isu-isu gender. Agustina mengharapkan, dengan Perguruan Tinggi yang Responsif Gender Diharapkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia bisa merata peningkatannya. Seberapa Responsif Kampus? Prof Darussalam bercerita, dalam empat kasus kekerasan seksual di UIN Alauddin, kampus tidak pernah diam, kampus selalu hadir dalam menyelesaikan kasus, mendampingi korban, dan melakukan langkah mitigasi. Hal ini juga disampaikan pada konferensi pers pada (29/09/2020). Misalnya pada kasus penemuan kamera di toilet salah satu fakultas pada 3 Okober 2019, Prof Darussalam mengaku kampus telah menyelesaikan dengan melaporkan pada pihak kepolisian hingga pelaku ditangkap kemudian di Drop Out
(DO) dari kampus. Kemudian begal payudara yang marak terjadi pada Februari 2020, telah ditangani dengan melibatkan petugas keamanan (Satpam) dan pemasangan penerangan di lokasi kejadian, dan mengusahakan penerangan di wilayah kampus dan gang yang berbatasan langsung dengan kampus. Tempat maraknya terjadi kasus begal payudara. Selain itu, menurut Prof Darussalam kasus pelecehan oleh dosen UIN Alauddin berinisial AAEP yang terjadi pada Juli 2018 terhadap salah satu mahasiswi, telah dikawal pihak kampus hingga pelaku divonis empat tahun penjara. Begitu Juga dengan kasus video Call cabul atau Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) yang menimpa 18 mahasiswi, setelah mendengar kasus tersebut, pimpinan mengaku membentuk Tim Investigasi dan melakukan pendampingan terhadap korban. “Kampus selalu mengambil tindakan dalam menangani kasus kekerasan seksual, kampus tidak pernah diam, jadi tolong teman-teman media jangan memberitakan seolah-olah kampus membiarkan,” ucap mantan dekan Fakultas Syariah dan Hukum ini. Selepas konferensi pers, saya dan beberapa wartawan menghampiri Prof Darussalam yang pada saat itu belum keluar dari ruangan. Pertanyaan dilontarkan bergantian oleh para wartawan, pertanyaan untuk mengklarifikasi perkataan Dr Yuspani mengenai apakah kampus akan mendeklarasikan diri sebagai kampus responsif gender, juga tak lupa luput saya pertanyakan. “Iya akan ada, ini merespon dari Surat Keputusan (SK) Direktur Jendral (Dirjen). Perlu diketahui bahwa yang menjadi pusat studi gender di Perguruan Tinggi Islam Negeri yaitu UIN Alauddin, Surabaya, dan Malang. Jadi akan ada SOP dari SK Dirjen itu,”jelas Prof Darussalam. Tidak berhenti di situ, Masih di hari yang sama (29/09/2020), melalui Pesan WhatsApp saya kembali menghubungi Ketua PSGA Dr Rosmini untuk kembali mengklarifikasi mengenai Wacana Kampus Responsif Gender. Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi itu membenarkan Hal tersebut, ia mengatakan bahwa dalam waktu dekat akan segera dideklarasikan, bersamaan dengan pengesahan Peraturan Rektor mengenai Standar Operasional Prosedur (SOP) Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Kampus UIN Alauddin yang digarap Sejak Bulan Ramadhan Tahun lalu, tepatnya pada bulan April/Mei 2020. SOP yang dimaksud merupakan aturan turunan dari SK Direktorat (Ke Hal. 9)
LIPSUS
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi tidak mungkin SOP itu keluar hanya sekadar untuk dibukukan,”jelasnya.
*Olah Data : Litbang UKM LIMA, Arya Nur Prianugraha *Infografis : Viviana Basri
Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) No. 5494 Tahun 2019 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkup Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Berpegang pada ketiga sumber primer, WR III Bidang Kemahasiswaan, Biro Administrasai Akademik dan Kemahasiswaan, dan Ketua Pusat Studi Gender dan Anak, di hari yang sama masing-masing membenarkan Wacana Kampus Responsif Gender yang akan segera dideklarasikan. Terhitung sejak tanggal 29 September 2020, 49 hari kemudian, tepatnya pada tanggal 16 November 2020, saya mendatangi ruangan PSGA yang berada di Gedung Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masarakat (LP2M) untuk bertemu dan mempertanyakan kepada Dr Rosmini terkait SOP turunan dari SK Dirjen Pendis No. 5494 dan Wacana Deklarasi Kampus Responsif Gender. Gayung bersambut, Dr Rosmini menuturkan, SOP yang dimaksud
draftnya sudah ada dan telah melewati dua kali rapat, namun belum disahkan menjadi aturan Rektor. “Sudah dibuat pedoman itu, pedoman yang menjadi turunan dari SK Dirjen Pendis No. 5494. Draft nya sudah ada,”tutur Dr Rosmini.Tidak dikatakan lebih pasti, mengenai kapan akan dilakukan deklarasi kampus Responsif Gender sebagaimana sudah dicanangkan 49 hari lalu pada 29 September 2020. “Kalau ditanyakan kapan deklarasi itu, tetap kita akan agendakan, yang pasti sekarang ini draft SOP itu sudah ada. Sebenarnya sudah lama saya disuruh oleh pak Rektor, tapi sengaja saya tunda karena masih ada yang perlu dikoreksi.” Jelasnya. Menurut Dr Rosmini, sangat mudah untuk sekadar mempatenkan SOP dan mendeklarasikan Kampus Responsif Gender, namun banyak hal yang perlu dipertimbangkan. “Sebenarnya mengeluarkan SOP itu tidak susahji, karena pak Rektor sudah minta sekalimi, yang saya pikirkan itu setelah dikeluarkan bagaimana implementasinya, karena
Ironi Hari itu, 6 Januari 2021, saya menjemput Lala (Bukan nama sebenarnya) di sebuah kontrakan tidak jauh dari kampus II UIN Alauddin. “Tidak tidurpa, barupa tadi subuh tiba dari kampung,” ucap Lala di atas motor dalam perjalanan ke Pengadilan Negeri Makasssar. Lala datang dari Kampung Halamannya, menuju Samata Kabupaten Gowa untuk memenuhi panggilan Pengadilan Negeri Makassar dalam rangka pemeriksaan sebagai saksi korban. Lala adalah salah satu korban KGBO yang akhir September 2020 lalu menimpa 8 mahasiswi sekaligus, hampir secara bersamaan, dalam rentang waktu 10 menit. Belakangan terungkap dipersidangan, melalui pengakuan pelaku bahwa korbannya sebanyak 18 orang. Dalam perjalanan dari kampungnya menuju rumah kontrakannya di Kabupaten Gowa, yang berjarak 582,6 KM dengan jarak tempuh normal 13 jam 13 menit. Lala mengaku,selama itu dirinya tidak bisa tenang dan tidak bisa tidur. “Tidak bisaka tidur, gemetar, kayak ada salon di dadaku,” keluhnya Hari itu adalah pertama kali saya bertemu dan berkenalan dengan Lala. Lala, Perempuan yang mudah bergaul, sepanjang perjalanan dari rumah kontrakannya ke Pengadilan Negeri Makssar kami bercerita banyak hal. Di tengah macetnya Kota Makassar, dan bisingnya suara kendaraan, Lala bercerita tentang dirinya yang menjadi korban KGBO dan bagaimana dia melewati hari-harinya setelah kejadian di bulan september itu. “Tidak pernahka lupai, sejak kejadian itu kuingat terus sampai sekarang,” kisah Lala. Kisah yang dialami Lala juga dialami oleh Lati (Bukan nama sebenarnya), Lati juga salah satu dari korban itu. Pasca kejadian itu, dirinya mengaku trauma. Hal semakin parah karena orang-orang yang ada di sekitar korban, korban merasa kadang disudutkan dengan pertanyaan yang mengganggu mentalnya. Saat dikonfirmasi mengenai apakah dirinya telah mendapatkan pendampingan psikologi, lati membantah. “Tidak, tidak pernah secara serius,” tegasnya. Dari kasus pelecehan atau kekerasan gender yang menjadi catatan hitam dalam sejarah kampus peradaban itu, memang menuai perhatian dari banyak kalangan. Bendahara Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (Dema-U) UIN Alauddin Makassar Nurkhalisa M Musa menuturkan, keterbukaan informasi tentang pengawalan kampus terhadap kasus kekerasan seksual itu baru terdengar pada kasus KGBO kemarin, itu pun tidak detail. “Kita tidak tahu nama pelakunya siapa, sanksinya apa, kondisi korban bagaimana, yang dimaksud jadi tim investigasi siapa-siapa saja,”jelasnya. Perempuan yang akrab disapa Chae ini mengharapkan keterbukaan informasi dalam penanganan kasus yang terkait isu gender. Menurutnya, hal itu perlu agar si pelaku dan calon
pelaku jera karena berpikir sanksi sosial akan ada, agar korban dan calon korban bisa tenang. Chae meragukan kesungguh-sungguhan kampus dalam menyikapi isu-isu gender, menurutnya keputusan rektor tentang Implementasi Pengarus Utamaan Gender adalah langkah yang paling utama, sehingga yang lain-lain bisa terealisasi, mengingat SK Dirjen Pendis terkait dengan Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada sudah ada sejak tahun 2019. Praktek, tindakan, harus seimbang dengan teori, begitu kata Chae mengulangi perkataan gurunya semasa sekolah dulu. Bagi Chae, hal itu bisa dikoneksikan dengan kondisi permasalahan kekerasan atau pelecehan berbasis gender di UIN Alauddin. SK Dirjen yang mengaturnya sudah ada, namun belum ditindak lanjuti melalui SK Rektor. “Kalau tidak ditindak lanjuti, kan percuma Juga,” Keluh Chae. Chae bertutur, bagi kampus yang mencita-citakan keadilan dan ketentraman, dan rasa aman untuk semua civitasnya. Maka musti ada pencegahan, penanganan, pemulihan korban, dan penindakan atau pemidanaan pelaku kekerasan seksual. Mahasiswi yang juga menjabat sebagai Ketua Korps HMI Wati (Kohati) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam ini sesekali tertawa saat sesi wawancara, iya menekankan, sebelum mendeklarasikan UIN Alauddin sebagai Kampus Responsif Gender, pemenuhan kebutuhan indikatornya harus dibereskan dulu. “Sejauh ini indikator Kampus Responsif Gender yang dipenuhi baru 2, artinya masih ada 7 lagi yang butuh perhatian lebih. Kalau memang sungguh-sungguh, harusnya sudah ada Keputusan Rektor tentang Implementasi Pengarus Utamaan Gender.” pungkasnya. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Komite Anti Pelecehan Seksual (Komite APS) UIN Alauddin, Ai’ menjelaskan sebuah kelucuan ketika kampus mengklaim tidak pernah diam dengan memberi contoh kasus yang telah di advokasi, tapi disatu sisi kasus-kasus yang lain terus bermunculan. Menurutnya, perlu dicek dan dievaluasi pada sisi pengadvokasiannya. Dilansir dari akun insragram resminya, Komite Anti Pelecehan Seksual (APS) UIN Alauddin merupakan sebuah kolektif yang menghimpun individu baik mahasiswa maupun alumni yang mempunyai kesadaran penuh atas kekerasan seksual yang ada di lingkup universitas. Pimpinan kampus, kata Ai’ tak ubahnya seperti pemadam kebakaran dalam menangani kasus kekerasan seksual. “Kalau viralmi cepat-cepatmi dipadamkan apinya,” jelas Ai’, lanjut, Ai’ mengaku dalam pemberantasan kasus dan pencegahan tidak bisa dilakukan sendiri- sendiri. birokrasi sendiri, dan mahasiswa sendiri. “Perlu adanya harmonisasi, tapi mahasiswa tetap menjaga independensi politiknya,” terangnya.
9 Melalui sambungan telpon Whats App, pada 8 Januari 2021, saya kembali mencoba menghubungi WR III Prof Darussalam untuk menanyakan Peraturan Rektor dan SOP Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Gender yang merupakan salah satu indikator menuju kampus Responsif Gender. Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) ini mengatakan, bahwa semuanya sudah ada dan telah disusun oleh bidang hukum PSGA, namun Guru Besar bidang Politik Islam ini mengaku tidak mengetahui pasti apakah aturan dan SOP tersebut sudah dikeluarkan. “Lebih bagus, anda komunikasi langsung dengan Ketua PSGA.”tuturnya. Keesokan harinya, 9 Januari saat dihubungi oleh Ketua PSGA Dr Rosmini, Terkait Peraturan Rektor dan SOP Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Gender. Menurut pengakuannya, draft Peraturan Rektor dan SOP yang dimaksud telah selesai, dan saat ini dalam tahap melobi ke pimpinan untuk diseminarkan sebelum di tanda tangan. Disaat yang sama, Dr Rosmini mengatakan, bahwa dirinya masih menuggu kepastian anggaran untuk melakukan seminar. “Rencananya begitu nanda, Semoga ada Afirmasi anggaran untuk itu.” ‘Hanya Keledai yang jatuh di lubang yang sama dua kali’, pepatah itu mengartikan, kita harus belajar dari kejatuhan kita sebelumnya. Hari itu, Minggu 17 Januari 2021 sekitar pulul 14:37, di gang yang berbatasan langsung dengan Kampus II UIN Alauddin Makassar. Seorang Mahasiswi UIN Alauddin, Mulan (Bukan Nama Sebenarnya), kembali menjadi korban begal payudara oleh orang yang tidak dikenal. Di tengah guyuran hujan, dengan memegang payung di tangannya, bersama adiknya dia berjalan melintasi gang sempit dengan lebar tidak lebih dari dua meter, saat pria yang tidak dikenal dengan mengendarai sepeda motor melintas dari arah berlawanan tiba-tiba memegang payudaranya, Mulan tiba-tiba shock, diam, dan mematung. Mulan mengalami Tonic Immobility atau kelumpuhan sementara. Dari kejadian yang menimpanya, Mulan menganggap Kampus gagal belajar dari kejadian yang lalu dan menciptakan rasa aman bagi Civitasnya. “Berapa lagi korban dibutuhkan untuk bisa bergerak buatkan ruang yang aman untuk kami mahasiswa yang tinggal di belakang kampus. Andaikan ada CCTV di gang itu, pasti sudah ditangkap pelakunya,”ujarnya. Waktu terus berjalan, hingga hari ini, UIN Alauddin dengan kasus kekerasan seksual yang kian marak, belum meratifikasi SK No.5494 dari Kemenag, selain itu masih jauh dari pemenuhan 9 indikator menuju kampus responsif gender. *Penulis : Arya Nur Prianugraha *Editor : Nurul Wahda Marang
LIFESTYLE
10
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi
Pola H idup Baru D i Tahun Kedua Pandemi Washilah - Pandemi Covid-19 nampak tak akan hilang dalam waktu yang dekat, setiap orang dituntut untuk mengikuti pola kehidupan yang baru. Menjalani hidup dengan tatanan hidup baru untuk memutus mata rantai penyebaran virus dari Wuhan, Cina tersebut.
P
rotokol kesehatan menjadi rumus jitu yang disusun sedemikian rupa untuk mencegah penularan virus. Kemudian saat ini dikenal dengan kebiasaan hidup baru atau dengan istilah New Normal. Salah satu dosen Fakultas Ilmu Kedokteran dan Kesehatan (FKIK) Fatmawaty Mallapiang menceritakan kisahnya menerapkan gaya hidup baru untuk meminimalisir potensi terjangkit virus mematikan ini. "Di tahun serba tidak pasti ini, kita tidak mungkin hanya berdiam diri saja. Kita harus kembali beraktivitas tapi tetap harus memastikan keselamatan dan kesehatan, kita telah memasuki era New Normal," jelasnya. Dosen mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan kerja ini mengaku selama era New Normal beberapa kebiasaan baru telah ia terapkan. Kebiasaan baru ini harus mematuhi protokol kesehatan yang sesuai dengan anjuran World Health Organization (WHO) " Hal pertama harus menerapkan protokol kesehatan standar yakni menggunakan masker bila keluar rumah, mencuci tangan dengan sabun
sesering mungkin dan menjaga jarak dengan org lain," akunya. Tak hanya itu, kebiasaan lain dari Fatmawaty adalah menghindari kebiasan cipika-cipiki saat bertemu kerabat atau sesama dosen. Selama pandemi ini, ia juga memilih Work From Home (WFH) dan memaksimalkan pembelajaran dalam jaringan (daring). Untuk belanja dan transaksi pembayaran, Fatmawaty juga memilih memanfaatkan kemajuan teknologi yakni dengan belanja online dan pembayaran digital. Fatmawaty keluar rumah jika memang urusan penting dan mendesak. Dosen yang menyandang gelar sarjana kesehatan ini juga membagi resep menjaga kesehatan selama pandemi Covid-19. "Minum rebusan jahe setiap pagi, minum air hangat dua liter perhari, mengkonsumsi buah yang banyak mengandung vitamin C, berjemur di pagi hari, dan olahraga ringan, "bebernya. Tak bisa dipungkiri melakukan aktivitas dirumah dalam jangka waktu yang lama menimbulkan rasa bosan. Bagi Fatmawaty mengatasi rasa bosan termasuk tantangan dalam New
Normal ini. "Harus beradaptasi dengan kondisi seperti ini karena kalau kepikiran bisa stres dan memengaruhi imun tubuh. Lebih baik dibawa santai saja dan mengambil hikmahnya," jelasnya. Salah satu hikmah besar yang dirasakan Fatmawaty adalah bisa mendampingi anak-anak belajar di rumah dan mencoba-coba resep baru saat memasak. Bagi Fatmawaty, tatanan hidup baru dengan penerapan protokol kesehatan memang bukan hal mudah. Namun, hal ini adalah solusi paling jitu untuk tetap aman dan melindungi orang disekitar. "Semoga Covid-19 segera pergi dan kita bisa beraktifitas seperti sedia kala. Tapi untuk saat ini, mari kita mengikuti anjuran pemerintah dan menerapkan protokol kesehatan agar virus segera pergi," pungkasnya. Kebiasaan baru di era new normal ini juga diterapkan oleh salah satu mahasiswa jurusan Jurnalistik, Reskiani. Ia mengaku mulai rutin menerapkan beberapa protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah. "Penerapan protokol kese-
hatan itu sebenarnya bukan hal mudah, sampai hari ini juga masih beradaptasi. Tapi sebisa mungkin diterapkan, " ungkap mahasiswa semester tujuh itu. Kiki, sapaan akrabnya menjelaskan beberapa kebiasaan baru yang ia terapkan seperti selalu membawa Hand Sanitizer, dan tidak lupa membawa masker cadangan saat bepergian. "Sekarang ini salah satu barang wajib dibawa adalah Hand Sanitizer, apalagi saya sering beraktifitas diluar rumah," katanya. Tak lupa, Kiki juga selalu konsumsi vitamin C saat merasa tubuhnya mulai lelah. Walau begitu Kiki juga tak menampik kalau beberapa protokol kesehatan masih sulit ia terapkan. Ia berharap virus ini segera pergi dan bisa kembali hidup normal. Di tempat berbeda, Karmelia salah satu mahasiswi Jurusan Ilmu Ekonomi menceritakan keresahannya selama menerapkan dan juga bagaimana ia menyesuaikan pola hidup baru itu. "Bagian paling sulitnya dari new normal ini adalah pembatasan bersosialisasi dengan orang luar. Apalagi ditambah
dengan kuliah daring yang tiba-tiba jadi semuanya serba penyesuaian," jelasnya. Selain itu, Mahasiswi asal Gowa ini menceritakan beberapa perubahan yang ia rasakan selama menjalani rutinitas sebagai mahasiswi. “Banyak hal yang berubah terutama harus mematuhi protokol kesehatan, makanan juga sangat dibatasi, tidak boleh terlalu sering jajan di luar, karena orang rumah takut akan terpapar virus.� jelasnya. Tak ada yang tahu kapan Pandemi Covid-19 ini akan berakhir, pemerintah dan sejajarannya terus mengupayakan solusi nyata untuk membasmi virus dengan nama latin Coronavirus Disease 2019 ini. Terbaru adalah penyuktikan vaksin menggunakan vaksin Sinovac, Coronavac. Semoga saja vaksin ini bisa menghentikan penyebaran virus dan kita semua bisa kembali menjalani tatanan kehidupan normal yang sebetulnya. Tapi sebelum itu , mari kita tetap menerapkan protokol kesehatan di era new normal ini. *Penulis : Pelita Nur *Editor : Rahma Indah
*Sumber : finance.com *Infografis : Viviana Basri
LENSA
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi
11
Potret
Kampus Peradaban Di Tengah COVID-19
Sebelum Covid-19, Ruang Kelas merupakan tempat mahasiswa mengikuti perkuliahan. Namun sejak merebaknya Covid-19, kondisi fasilitas ruang kelas 307 Fakultas Dakwah dan Komunikasi berantakan serta berdebu. Jumat (29/01/2021)
Sebelum Covid-19, kantin UIN Alauddin di samping Persputakaan ramai dikunungi mahasiswa. Namun sejak merebaknya Covid-19, kantin ini sepi tidak ada pengunjung dan kurang diperhatikan kebersihannya. Jumat (29/01/2021)
S
ejak merebaknya wabah COVID-19 diawal bulan maret tahun 2020 , secara serentak perguruan tinggi di Indonesia mengeluarkan kebijakan demi peningkatan kewaspadaan penyebaran virus corona (COVID-19) sesuai imbauan yang dikeluarkan pemerintah. Termasuk UIN Alauddin Makassar yang juga ikut menerapkan seluruh kegiatan perkuliahan juga pelayanan berbasis daring (online). Selama penerapan aturan tersebut, UIN Alauddin Makassar memanfaatkan kondisi kampus yang len-
gah dari aktifitas mahasiswa dengan giat membenahi beberapa fasilitas. Namun, masih juga terdapat fasilitas yang kurang diperhatikan. Berikut gambar fotografer Washilah mengabadikan karya kondisi kampus ditengah pandemi, di kampus II UIN Alauddin Makassar. Kamis (07/01/2021).
*Foto dan Teks : Aulya Febrianti
Salah satu dosen UIN Alauddin Makassar sedang olahraga lari santai di sisi lapangan, dimana telah ditambahkan jalan untuk melakukan aktifitas olahraga lainnya ataupun untuk bersantai. Sabtu (30/01/2021)
Perubahan pada bangunan penampungan air menyerupai bangunan Ka'bah dibelakang Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Alauddin Makassar. Kamis (07/01/2021)
Eletrika Cendikia Park PLN Peduli merupakan taman pusat mahasiswa UIN Alauddin Makassar untuk melakukan aktifitas membaca ataupun berdiskusi. Kamis (07/01/2021)
12
S
WANSUS
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi
Ikhtiar Mewujudkan Pancacita
alah satu Rektor termuda PTKIN itu, memimpin UIN Alauddin Makassar dengan membawa visi-misi yang dituangkan dalam Pancacita. Pancacita adalah visi dan orientasi yang menjadi koridor dalam menjalankan kepemimpinannya. Pancacita tersebut terbagi menjadi Pancacita Bidang Akademik dan Pancacita Bidang Non-Akademik. Pancacita Bidang Akademik terdiri atas; Prodi yang andal, Moderasi beragama yang mengakar, Jejaring yang kuat, Publikasi yang aktif dan Data yang terintegrasi. Sementarai itu, Pancacita Non-Akademik terdiri atas; Kampus yang asri, Tradisi yang terjaga, Bisnis yang produktif, Kesejahteraan yang meningkat dan Alumni yang kompetitif. Dalam wawancara khusus melalui aplikasi WhatsApp, Prof Hamdan Juhannis berbagi sejumlah capaian Pancacita selama setahun kepemimpinanannya, berikut kutipan wawancaranya. Sejauh mana capaian Pancacita di satu tahun kepemimpinan ini Prof? Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran pimpinan, sivitas akademik dan keluarga besar UIN Alauddin Makassar atas kerjasama dan kerja kerasnya memajukan kampus tercinta ini, kampus peradaban. Terkait dengan capaian Pancacita, saya ingin memulai dulu dari Pancacita Non-Akademik. Salah satu prioritas kami di awal kepimpinan adalah bagaimana mewujudkan kampus yang asri. Berbagai langkah telah kami lakukan bersama seluruh jajaran untuk mewujudkan impian tersebut. Seperti yang kini masih terus dilakukan adalah memastikan sistem kerja petugas kebersihan kampus berjalan secara efisien dan membangun kesadaran kolektif bagi seluruh sivitas kampus terkait pentingnya menjaga kebersihan kampus. Bekerjasama dengan provider mitra yang telah berpengalaman dan petugas-petugas kebersihan yang telah dibekali pelatihan khusus, mereka bekerja dengan standar profesionalitas yang baik, sebagaimana yang kami harapkan. Tidak terlihat lagi petugas-petugas kebersihan yang melalaikan tugasnya. Mereka secara reguler dikontrol oleh para pengawas kebersihan. Kondisi ini tentu menjadi spirit baru bagi kita dalam rangka menciptakan kampus bersih dan asri. Selain membenahi sistem kerja petugas kebersihan, apa strategi lain mewujudkan kampus asri Prof? Yah. Selain memastikan petugas kebersihan bekerja secara profesional, kami juga melakukan gerakan sadar kebersihan bagi semua elemen kampus, yang memang cikal bakalnya sudah terbangun sejak dicanangkannya Gerakan Bersih Kampus (GBK) pada kepemimpinan sebelumnya. Kita gerakkan semua elemen kampus untuk penciptaan kesadaran kolektif. Berulang kali kami melakukan kerja bakti massal dimana semua stakeholder kampus kita gerakkan, kita bagi zona yang menjadi tanggung jawab setiap fakultas dan lembaga. Di ranah kemahasiswaan misalnya, Dewan Mahasiswa UIN Alauddin kita dorong dan berhasil mewujudkan pemilihan Duta Kampus Asri yang melahirkan jargon SAMATA (Sama-Sama Ambil SampahTa’). Para Duta inilah yang banyak mendampingi saya saat turun langsung berjibaku di lapangan. Hasilnya, perlahan tapi pasti, kampus UIN Alauddin Makassar yang kita cintai
ini tampak lebih asri, hijau, rumput-rumputnya tertata rapi karena secara berkala dilakukan pemeliharaan, tidak terlihat lagi tumpukan sampah yang biasanya berlindung di balik gedung-gedung kampus, tidak ada lagi sampah-sampah berserakan di sekitar kantin. Lapangan kampus yang menjadi titik episentrum kita pastikan kebersihannya. Selain itu, fasilitasi dengan jogging track yang menambah keasrian kampus. Warga kampus yang biasanya melakukan jogging di luar, kini mereka bisa memanfaatkan jogging track kampus. Kesadaran pentingnya menjaga kebersihan sudah mulai menyeruak di tengah-tengah kampus. Kesadaran itu tidak hanya hadir pada sebagian dosen, tetapi sebagian besar mahasiswa-mahasiswi kita sudah mulai memperlihatkan asa baru pentingnya menjaga keasrian kampus. Ini tentu menjadi modal awal bagi kita untuk mewujudkan kampus yang lebih asri sebagaimana kampus-kampus maju di luar negeri. Namun demikian, dalam menata kampus yang lebih asri, masih banyak hal yang harus dibenahi; jalan-jalan di dalam kampus perlu segera diperbaiki, manajemen parkir masih perlu penataan lebih jauh, rambu-rambu lalu lintas dalam kampus masih membutuhkan pengaturan yang lebih baik, serta perlunya menyediakan fasilitas-fasilitas publik bagi mahasiswa. Semua ini kita akan benahi secara bertahap demi perwujudan kampus asri sebagaimana mimpi saya di atas. Selain kampus yang asri, apa lagi capaian Pancacita Non-Akademik selama satu tahun kepemimpinan Prof Hamdan? Selain kampus asri, peningkatan kesejahteraan juga menjadi prioritas, ikhtiar itu kami mulai dengan dengan menaikkan upah tenaga honorer dan sekaligus menaikkan gradenya. Kami menaikkan upah secara signifikan dengan membari tambahan gaji sebesar 700 ribu, dan khusus bagi operator, kita menaikkan gradenya dari 3a ke 3b. Bahkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi para pegawai dan dosen kita, untuk pertama kalinya, kita memberikan remun 13 (P1) di setiap akhir tahun dan remun 13 (LKD) khusus dosen pada pembayaran semester ganjil. Lalu bagaimana dengan capaian Pancacita Bidang Akademik sendiri Prof? Dalam Pancacita bidang akademik, prioritas utama selama satu tahun ini adalah bagaimana meningkatkan sistem informasi dengan "Data yang terintegrasi", dengan terintegrasinya data akademik maka sistem controlling dan monitoring mahasiswa-mahasiswa dan dosen-dosen dapat dengan mudah dilakukan. Misalnya saja, presentasi dan pelaporan pembelajaran pada masa pandemi ini, untuk mengontrol tingkat dan persentase kehadiran dosen-dosen setiap fakultas dan program pascasarjana dapat dilakukan dengan mudah. Pada semester genap tahun ini, kita bisa mendapatkan data yang akurat tentang pencapaian pembelajaran kita yang dilakukan secara daring; dari 5049 kelas, ada 4982 yang terisi, atau mencapai 99 %. Sisanya adalah pembelajaran praktikum yang harus dilakukan secara offline yang dimundurkan karena masalah Covid 19. Kita juga bisa menyajikan data bahwa rata-rata dosen melakukan pertemuan sebanyak 15,2 persen, yang artinya semua sudah melakukan interaksi
diatas 12 kali pertemuan. Bahkan kita bisa membaca data tentang mata kuliah dari dosen yang mahasiswanya 100 persen selalu mengikuti kuliah, atau mata kuliah dengan presentasi terendah kehadiran mahasiswanya. Kita juga bisa mentrace seberapa aktif seorang mahasiwa mengikuti mata kuliah yang mereka programkan. Tentu data akademik seperti ini sewajarnya memang harus tertata dan hanya bisa dengan sistem integrasi data yang baik, informasi akademik seperti ini dengan mudah bisa dibentangkan untuk ditindaklanjuti dengan kebijakan yang tepat. Begitu pula dalam sistem pelaporan dosen ke depan, terutama pada penilaian BKD (Beban Kerja Dosen) dan LKD (Lembar Kinerja Dosen), dosen tidak perlu lagi disibukkan dengan menscan dokumen karena data-data kita sudah terintegrasi dalam satu sistem pada pangkalan data kita di PUSTIPAD. UIN Alauddin kini telah memegang akreditasi institusi A, meraih capaian dan untuk mempertankannya tentu tidak mudah, apa strategi untuk itu Prof? Tentu tidak mudah, akreditasi A tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi kami. Salah satu upaya yang terus dilakukan adalah mewujudkan “Prodi yang andal� sebagaimana yang tertuang dalam salah satu Pancacita bidang Akademik. Program studi yang andal dan unggul, indikatornya adalah akreditasi. Dalam kepemimpinan kami, setidaknya berbagai Jurusan yang ada di UIN Alauddin Makassar telah berubah dan menjadi akreditasi yang unggul. Publikasi yang Aktif juga menjadi bagian dari Pancacita Akademik yang diusung, apa hasilnya setelah satu tahun perjalanan kepemimpinan ini Prof? Tidak ada pilihan lain, publikasi harus terus digenjot. Caranya, tidak hanya menyasar dosendosen baru, tetapi juga dosen-dosen senior. Saat ini kami sedang melaksanakan program penulisan 100 buku referensi. Program itu rencananya akan dilakukan setiap tahun dengan seleksi ketat, terbuka dan memakai standar turnitin yang ketat. Batas plagiasi yang kita jadikan panduan dalam penulisan buku referensi ini adalah 20 persen. Langkah ini kita lakukan demi mewujudkan buku-buku original yang berbeda dengan
buku-buku yang sudah ada. Program ini diharapkan akan menghasilkan buku-buku referensi yang pada gilirannya tidak hanya disitasi oleh lingkungan internal UIN Alauddin, tetapi buku ini akan dibaca oleh dunia global. Selain itu, dalam rangka peningkatan publikasi dosen-dosen, kami terus memberi support pada rumah jurnal yang terus berpacu dan berkreasi dalam meningkatkan level sinta mereka. Saat ini, jumlah jurnal yang terakreditasi sinta terus bertambah sehingga sekarang ini sudah terdapat 38 jurnal terakreditasi. Hanya saja, level sinta jurnal-jurnal tersebut masih berhenti pada level sinta 2. Kita belum memiliki jurnal bereputasi internasional yang biasanya diasosiasikan dengan jurnal level sinta 1. Level sinta satu ini sepertinya masih menjadi mimpi di kampus tercinta ini. Namun demikian, usaha menuju ke sana sedang kita lakukan. Insya Allah pada periode kepemimpinan kami, jurnal sinta 1 atau terindeks scopus menjadi target utama. Penguatan Jejaring dalam Pancacita Akademik, apakah juga jadi prioritas dalam satu tahun ini Prof? Pastinya, sekarang ini UIN Alauddin Makassar tergabung dalam forum Human Capital Indonesia yang didalamnya terdapat 200 perusahaan yang siap menampung mahasiswa yang ingin mengikuti Program Magang Bersertifikat (PMMB) di berbagai bidang. Dari 200 perusahaan tersebut, terdapat 20 perusahaan yang sudah memiliki ikatan kerjasama dengan UIN Alauddin. Banyak mahasiswa kita yang berprestasi sedang melakukan magang di berbagai BUMN tersebut seperti Pelindo, Angkasa Pura, Semen Tonasa, BTN, Pertamina, BRI, Perusahaan Gas Indonesia, Pegadaian, Telkom dan BUMN lainnya. Penguatan jejaring dengan BUMN ini tidak hanya terkait beasiswa dan pengembangan skill mahasiswa, tetapi juga mengusahakan agar dana-dana Corporate Social Responsibility (CSR) mere-
ka dapat mengalir untuk pengembangan UIN Alauddin. Selama satu tahun terakhir, PLN telah membuat taman baca elektrik yang indah di tengah-tengah kampus. Sebelum pandemi Covid 19, dalam upaya memperluas jejaring internasional sebagai salah satu pancacita akademik, UIN Alauddin Makassar dipercaya oleh pihak kedutaan Kanada untuk mengambil bagian dalam program pertukaran pelajar di Canada. UIN Alauddin Makassar menjadi satu satunya universitas dalam naungan PTKIN yang mendapatkan kesempatan untuk mengirim mahasiswa-mahasiswanya selama satu semester atau dua semester di universitas-universitas Kanada. Hanya saja, karena pandemi, maka program tersebut mengalami penundaan. Di tahun ini pula, kami mendirikan Unit Pengelolaan Zakat (UPZ) UIN Alauddin dibawah koordinasi langsung Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Sejak berdirinya, sudah berpartisipasi langsung untuk menyerap zakat, infaq, sadaqah, dan sumbangan dari warga kampus dan selanjutnya bekerjasama dengan Pusat Pengabdian kepada Masyarakat untuk penyaluran bantuan kepada masyarakat yang terkena bencana, baik yang bersifat alam maupun non-alam. Oh iya Prof, selama satu tahun ini beberapa kali mahasiswa melakukan aksi demonstrasi, terakhir adalah tuntutan pembebasan UKT, bagaimana anda meresponnya? Gerakan mahasiswa yang menuntut pembebasan UKT adalah bagian dari dinamika kampus yang perlu dipikirkan solusinya secara arif dan bijaksana. Kita tidak pernah diam terkait suara mereka. Suara mereka juga menjadi pertimbangan pimpinan dalam merumuskan kebijakan yang tidak merugikan institusi sekaligus tidak abai terhadap situasi dan kondisi mahasiswa. Kita tidak anti kritik, kritik konstruktif adalah bagian dari proses check and balance. Makanya, dua keputusan rektor terkait keringanan pembayaran UKT adalah bentuk respon dan pemihakan pimpinan terhadap tuntutan mahasiswa. Tentu saja, tidak mungkin menyetujui pembebasan UKT, hanya bisa memberikan porsi keringanan pembayaran UKT yang signifikan kepada mahasiswa yang terdampak akibat pandemi. Kami terus berusaha mencari jalan untuk meringankan beban mahasiswa selama pandemi Covid-19 ini. Di awal pandemi, kita memberikan paket sembako kepada mahasiswa terutama yang masih bertahan di kos-kos dan kontrakan. Aksi kemanusiaan dan kepedulian tersebut juga ditunjukkan oleh beberapa prodi dalam lingkungan kampus. Semua ikhtiar ini menunjukkan bahwa kita tidak diam dengan kondisi sulit para mahasiswa selama pandemi ini. Terakhir Prof, apa pesan dan harapan selaku Rektor kepada seluruh sivitas akademik dan keluarga besar UIN Alauddin Makassar? Apa yang kita lakukan ini bentuk kecintaan kita kepada universitas. Kita bekerja bukan untuk pencitraan diri. Kita ingin UIN Alauddin Makassar bisa sejajar dengan universitas-universitas maju baik di dalam maupun di luar negeri. Alasan untuk sejajar bahkan lebih bukanlah hal yang utopis. Mari kita bumikan Pancacita demi UIN Alauddin Makassar yang lebih maju dan berperadaban. Seperti yang saya sering bunyikan, mari terus bersinergi, karena sinergi pastinya menghadirkan energi.
*Penulis : Rahmania
CIVITAS
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi
Ilustrasi : Viviana Basri
Enam Mahasiswa Pendidikan Fisika UIN Alauddin Raih Prestasi Nasional Washilah – Sebanyak enam Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar berhasil meraih prestasi Nasional diberbagai kompetisi. Mereka, Sopyana tercatat sebagai mahasiswa semester lima berhasil meraih juara satu Fisika Astronomi pada Olimpiade Sains Mahasiswa (OSM), dengan Nurul Padhila Bahar Mahasiswa semester tiga juara dua OSM- Matematika dari 2,505 peserta. Selanjutnya, Roni Ririn Mahasiswa semester tiga Juara dua – Fisika-Astronomi dari 920 peserta. Irham bayu safitra–OSN Pertamina (Finalis Pertamina 18 Besar Nasional /Juara satu Regional SulSel). Terakhir, A.Ansal –OSN Pertamina (Juara tiga Regional SulSel). Hartini. R. – Juara tiga OSM – Fisika-Astronomi (920 peserta) Ketua Prodi Pendidikan Fisika FTK UIN Alauddin Rafika S S M Pd mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas prestasi yg
diraih oleh mahasiswanya terlebih lagi di masa pandemi mahasiswa tetap dapat menyalurkan kreativitas dan intelektualitasnya dalam beberapa ajang lomba . “Untuk Prodi kami sendiri memang memiliki target untuk selalu memotivasi dan mendorong mahasiswa untuk ikut lomba, baik di bidang sains maupun non sains karena selain untuk mengasah kompetensi dan menambah wawasan mereka, prestasi mereka tentu saja nantinya dapat menjadi nilai plus untuk pengembangan diri dan juga menjadi poin untuk penting dalam peningkatan Akreditasi prodi,” jelasnya. Menurutnya, selama ini langkah Prodi dalam membina mahasiswa adalah membentuk tim Dosen yang tugasnya membimbing mahasiswa dalam setiap lomba yang akan mereka ikuti. “Kami sangat bersyukur karena di prodi kami memiliki Dosen muda yang sangat energik, kompeten dan bersemangat dalam membimbing
mahasiswa. Selama masa pandemi ini mahasiswa sangat bersemangat mengikuti lomba yang dilaksanakan secara online karena minim biaya yang harus dikeluarkan, mis. transportasi ke tempat lomba maupun biaya pendaftaran,” ujarnya. Untuk itu, Ia berharap kedepan ada bantuan bagi mahasiswa yang akan mengikuti lomba karena kadang terkendala dana serta adanya semacam reward yang mereka terima dari pihak universitas atau Fakultas sebagai penghargaan karena telah mengharumkan nama UIN Alauddin. “Dengan begitu kami yakin akan semakin banyak mahasiswa yang termotivasi untuk berprestasi,” tutupnya. Nurul Padhila Bahar salah satu peserta yang berhasil meraih mendali perak mengatakan persiapan yang dilakukan sebelum perlombaan dan apa yang dilakukan kedepannya. “Persiapannya memang dari POSI sendiri ada pelatihan soal beserta pembahasannya sebelum lomba. Selain itu, belajar dari soal-soal serta pembahasan olimpiadenya di internet,” tuturnya. Ia menambahkan bahwa mengasah pengetahuan juga dilakukannya. “Selanjutnya lebih ke mengasah pengetahuan saya dan banyak belajar lagi. Karena setelah mengikuti lomba ini, saya menyadari bahwa ternyata pengetahuan saya terhadap bidang itu masih belum maksimal. Mungkin kedepannya juga bisa lebih sering mengikuti lomba semakin terasah kemampuan dan semakin terukur sampai sejauh mana ilmu yang kita miliki,” tutupnya. *Penulis : Heni Handayani (Magang) *Editor : Rahma Indah
13
Unggul 11 Suara, Isra Abdi Syamsu Terpilih Ketua Dema UIN Alauddin
Dokumentasi Pribadi
Washilah – Lembaga Penyelenggara Pemilma Universitas (LPP-U) melakukan pemilihan Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema-U) UIN Alauddin Makassar periode 2021. Pemilihan tersebut dilakukan secara daring melalui aplikasi Zoom, Selasa (2/2/2021). Terdapat delapan calon yang melakukan verifikasi berkas sebagai persyaratan administrasi bakal kandidat ketua Dema-U. Pada pemilihan tersebut memperoleh Isra Abdi Syamsu yang merupakan kandidat no urut delapan, dinyatakan naik sebagai pemenang dalam kontestasi pemilihan Dema-U dengan meraih total 11 suara. Ketua Dema-U terpilih Isra Abdi Syamsu mengungkapkan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendoa-
kan dan mendukungnya. ”Kemenangan ini adalah kemenangan kita bersama, saya juga banyak berterima kasih kepada seluruh doa dan dukungan dari berbagai pihak,” ujarnya. Lanjut, Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) tersebut juga menyampaikan harapannya agar kepengurusannya mampu lebih progresif dan lebih bersinergi dengan berbagai fakultas yang ada. “Saya berharap agar kedepannya Dema-U kemudian lebih progres dibandingkan kepengurusan sebelumnya dan mampu bersinergi dengan delapan fakultas yang ada di UIN,” pungkas Isra. Sekertaris umum LPP-U, Catur Pramudita mengucapkan selamat kepada formatur terpilih, ia berharap agar kedepannya visi-misi Dema-U bisa terealisasikan dan dapat menjadi penyalur aspirasi dari mahasiswa UIN Alauddin Makassar. “Selamat atas terpilihnya dan harapan saya kepada ketua terpilih, jangan lupa visi misi Dema-U dan ingat sekarang sudah tidak membawa diri pribadi tetapi yang dibawa sekarang adalah tanggungjawab penuh terhadap seluruh mahasiswa yang ada di UIN Alauddin Makassar,” ucapnya dengan penuh harap. *Penulis: Andi Arifai Rahadi (Magang) *Editor: Rahmania
UIN Alauddin Beri Keringanan UKT Bagi Mahasiswa Terdampak Covid-19
Gedung Rektorat UIN Alauddin Makassar
Washilah – UIN Alauddin Makassar memberikan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa yang terdampak Corona Virus Desease (Covid-19).
Hal itu berdasarkan Surat Keputusan Nomor 109 Tahun 2021 yang ditandatangani Rektor UIN Alauddin Prof Hamdan Juhannis pada 21 Januari 2021.
Dalam surat keputusan itu, menjelaskan mengenai pengurangan UKT untuk Mahasiswa UIN Alauddin yang terkena dampak bencana Covid-19 sebesar 100% dan 20% dari nominal Uang Kuliah Tunggal yang telah ditetapkan dan berlaku untuk pembayaran UKT Semester Genap Tahun Akademik 2020/2021. Wakil Rektor I Bidang Akademik Pengembangan Lembaga Prof Mardan mengatakan pengurangan 20% adalah kebijakan yang diberikan kampus dan berlaku untuk semua mahasiswa yang terkena dampak Covid-19. “20% itu kampus yang men-
etapkan, Rektor menetapkan setelah melakukan beberapa kali rapat pimpinan, dan selama mahasiswanya masih aktif dan terkena dampaknya maka itu bisa mengurus” tuturnya. Keringanan UKT diberikan kepada mahasiswa dengan status yang membiayainya meninggal dunia karena pandemi Covid-19, mengalami pemutusan hubungan kerja, mengalami kerugian usaha, mengalami penutupan tempat usaha, menurun pendapatannya secara signifikan. Adapun mekanisme pengajuan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar atas dampak bencana pandemi Covid-19, dilakukan sesuai dengan ketentuan, yakni mahasiswa mengajukan permohonan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dilengkapi dengan dokumen pendukung sesuai kriteria, memilih salah satu keringanan Uang Kuliah Tunggal Mahasiswa, Permohonan dikirim 1 (satu) file dalam bentuk pdf melalui e-mail Fakultas masing-masing mulai tanggal 22 – 28 Januari 2021. *Penulis : Nadia Hamrawati Hamzah (Magang) *Editor : Rahmania
PERSEPSI
14
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi
DI TENGAH PANDEMI UKT HARUS BERSAHABAT
M
erabaknya pandemi COVID-19 di Indonesia sejak awal tahun 2020 membuat segala aspek kehidupan terganggu dan harus menyesuaikan diri. Berbagai kebijakan diambil pemerintah untuk meminimalisir penyebaran virus dan memotong angka konfirmasi positif covid-19 yang terus bertambah sejak ditemukan pertama kali. UIN Alauddin Makassar salah satu perguruan tinggi dibawah naungan kementrian agama juga ikut merasakan dampak dari pandemi, berbagai kebijakan pun agar proses perkuliahan tetap berjalan. Salah satunya dengan diterapkannya perkuliahan secara daring sebagai tindak lanjut atas edaran kementerian agama tentang proses pembelajaran ditengah pandemi COVID-19. Namun perkuliahan daring mengalami beberapa masalah dalam pelaksanaannya, mulai
KETUA DEMA FAH PERIODE 2020 Saat ini perekonomian sedang tidak stabil, namun mahasiswa masih tetap dituntut membayar UKT secara normal. Sedangkan dikondisi pandemic ini mahasiswa tidak menikmati fasilitas kampus sama sekali. Seharusnya kampus hadir dan melihat lebih jauh kondisi mahasiswa yang memang mengharuskan adanya pemotongan UKT. Bukan saja ditengah pandemic bahkan seharusnya kebijakan terkategorisasi setiap tahun perlu dilakukan mengingat pendapatan mahasiswa dan orang tua mahasiswa itu bersifat dinamis. Dan seharusnya kampus harus lebih focus terhadap permasalahan yang dihadapi mahasiswa terkait UKT.
dari masalah teknis hingga masalah psikis. Selain itu, mendekati pergantian semester, mahasiswa kembali diperhadapkan dengan kewajiban lainnya yakni pembayaran UKT/BKT. Kondisi ekonomi yang tidak stabil sebagai dampak menyebarnya virus corona menjadi momok baru bagi mahasiswa. Reporter UKM LIMA Washilah telah melakukan wawancara dengan beberapa elemen mahasiswa dibeberapa fakultas yang ada. Bagaimanakah pendapat dan harapan mereka terkait UKT/ BKT? Berikut kutipan wawancara yang telah dihimpun. *Penulis : Ardiansyah
Ahmad Aidil Fahri
Wawan Harun
Fuad Hidayatullah
MAHASISWI JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
ORANG TUA MAHASISWA Di masa pandemi sekarang, pasti orang tua berharap bagaimana para dosen memenuhi kewajiban dengan baik, sehingga anak kita hak nya terpenuhi, yang saya sayangkan karena tetap membayar UKT full tetapi tidak memberikan fasilitas belajarkepada anak bahkan tidak menggunakan fasilitas kampus. Saya berharap agar bisa dipertimbangkan dengan baik-baik, setidaknya 20% uang UKT untuk pembelian kuota dan keperluan lainnya.
Kampus haruslah peka dalam melihat situasi dan kondisi saat ini, apalagi pandemi COVID-19 masih berlangsung. Harusnya sudah ada kebijakan keringanan UKT dimasa pandemi mengingat pembayaran perkuliahan tersisa beberapa hari lagi, kalau pun alasannya belum ada KMA terbaru tentang keringanan UKT dimasa pandemi yang dikeluarkan oleh Kementrian Agama maka pembayaran UKT dilingkup UIN Alauddin Makassar harus dilakukan pengunduran sampai adanya KMA yang terbaru.
KETUA SEMA FEBI PERIODE 2020 Pembayaran UKT dimasa pandemi harus mendapatkan pemotongan. Hal ini karena ada beberapa segmen dalam pendidikan yang tidak terdisitribusi sebagaimana mestinya; fasilitas kelas yang tidak digunakan, transformasi ilmu yang tidak maksimal, tidak mendapat fasilitas kuota. Artinya terdapat fasilitas yang mesti didapatkan oleh mahasiswa atas UKT yang dibayarkannya, namun hal ini akan sulit terdistribusi bila kuliah masih dengan metode daring
Indah Amalia Fajar
Mengenai pembayaran UKT ini, sudah seharusnya kita mendapatkan keringanan dari hal ini, sebab kita juga selama hamper setahun ini tidak pernah menggunakan fasilitas dari kampus, namun hal ini saya rasa belum digubris secara baik oleh pihak yang berwenang.
KETUA DEMA UINAM PERIODE 2020
Fahmi Husain
Basri Tafa Nurhayati R.
KETUA HMJ ILMU POLITIK PERIODE 2020 Kita sangat berharap dalam kondisi pandemi seperti ini pemerintah lebih peka terhadap kondisi yang ada di masyarakat khususnya mahasiswa. UKT/BKT yang dibayar full harusnya bias dikurangi atau bahkan digratiskan dikarenakan mahasiswa hanya kuliah online yang berarti tidak ada biaya operasional kampus. Apalagi dengan system perkualihan online ini mengharuskan mahasiswa harus ekstra membeli kuota untuk melakukan kuliah daring.
ORANG TUA MAHASISWA Kami berharap pihak kampus benar-benar melakukan peninjuan UKT, semisal UKT Mahasiswa 1,5 juta bisa menjadi 1 juta.
OPINI
15
Edisi 113 | Jumadil Akhir 1442 Hijriyah | Februari 2021 Masehi
Bangsa dalam Lingkaran Bencana (Memahami Musibah dari sudut Agama dan Sains)
I
ndonesia meratap; Kalimantan Selatan menangis, Sulawesi Barat berduka, korban jiwa berjatuhan, ribuan orang terluka dan puluhan ribu lainnya mengungsi dan kehilangan harta benda. Seorang sahabat bertanya lirih ”Ust... kenapa bangsa ini selalu mengalami bencana? Apa ada kaitannya dengan perilaku kita? Pertanyaan ini cukup menggelitik. Apakah gempa, banjir, longsor atau musibah lainnya ini berkaitan dengan dosa? Jika iya.. kenapa Tuhan menimpakan bencana ini juga kepada orang-orang yang tidak berdosa seperti anak-anak yang terjepit meregang nyawa di bawah reruntuhan gedung? Sebagian Ustad menghibur dengan mengutip firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 282 yang artinya ”Allah tidak membebani kepada seseorang kecuali atas dasar kemampuannya”. Benarkah ayat ini ditujukan kepada orang yang terkena musibah seperti gempa, banjir, longsor ? Bukankah mereka mengalami trauma bahkan stres serta tidak sanggup menghadapi kenyataan musibah yang terjadi. M. Qurasih Shihab menyatakan ayat yang sering dipakai para muballig itu sebenarnya
lebih ditujukan untuk persoalan ibadah. Tuhan tidak membebankan kepada seseorang pelaksanaan ibadah kecuali atas dasar kemampuannya. Misalnya, jika tidak sanggup shalat berdiri, dia cukup duduk, jika tidak, dia dapat berbaring, dan seterusnya. Jika tidak mampu puasa, dia dapat membayar fidyah atau mengganti di hari lainnya. Jika tidak sanggup berhaji, jangan dipaksakan, demikian pula pelaksanaan ibadah-ibadah lainnya. Memahami musibah dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu; Pertama, teologis dan, kedua, sains-modern. Pertama, Teologis Semua bencana yang terjadi di atas permukaan bumi ini merupakan hamparan teks firman Tuhan untuk dibaca bagi mereka
yang memiliki akal-budi. Kalimat Tuhan tidak hanya tertulis di dalam kitab-kitab suci, tetapi terbentang melalui segenap kejadian yang ada di hadapan mata manusia. Musibah ini memberikan pendidikan kepada masyarakat agar senantiasa tetap waspada terhadap segala bencana. Sejumlah daerah termasuk Sulawesi Selatan yang boleh jadi diangap ”aman” bagi warganya bukanlah jaminan mutlak daerah itu steril dari kerusakan dan kehancuran. Renungkanlah firman Allah berikut: Maka apakah kamu merasa aman bahwa Dia tidak akan membenamkan sebagian daratan bersama kamu, atau Dia meniup angin keras sedangkan kamu tidak mendapat perlindungan (Q.S. al-Isra: 68) Sudah menjadi hukum alam dan hukum sejarah yang ditetapkan Tuhan bahwa pribadi yang mau tumbuh dan berkembang kuat mesti dihadapkan lebih dahulu dengan sejumlah problem dan hambatan agar seseorang atau bangsa dipaksa untuk menggali potensi yang masih tersembunyi. Tragedi atau musibah merupakan proses metamorfosis untuk meraih kualitas yang lebih baik, seperti kepompong yang berproses hendak menjadi kupu-kupu yang kemudian dapat menikmati indahnya udara, dan taman bunga. Orang yang tidak mampu melihat secara jernih terhadap hukum pertumbuhan dan tidak berpegang kepada
hukum sebab-akibat, akan sangat mudah kehilangam visi dan energi hidup. Deretan tragedi kemanusiaan yang terjadi di negara kita merupakan pembelajaran Tuhan melalui sabda-sabda alamnya. Ibarat sebuah sawah, negeri ini sebenarnya sedang ”dibajak” oleh penggarap sawah, agar tanahnya subur sehingga dapat menghasilkan sejumlah tanaman. Gempa, banjir, dan longsor mengajak kita untuk kembali saling mengingatkan, introspeksi diri dan berusaha agar Tuhan senantiasa tersenyum. Jangan sampai pikiran, perilaku dan tindakan kita sebagai anak bangsa keluar dari garis orbit dan nilai fitrah yang Tuhan tetapkan. Kedua, Sains-Modern Pada tahun 1912, seorang pakar geologi Alfred Wagener mengemukakan sebuah teori yang dikenal dengan Continental Drift (arus-aliran benua). Menurutnya, dahulu bumi ini hanya terdiri atas sebuah benua, tetapi diakibatkan oleh pergerakan dan pergeseran bumi, maka daratan ini kemudian bergerak dan membentuk gugusan-gugusan pulau yang ia sebut dengan istilah pangaea. Atas dasar inilah terjadi kesamaan sejumlah kelompok atau jenis binatang di berbagai tempat. Menurut Alfred, akibat pergeseran ini, maka Gunung Himalaya semakin tinggi dan beberapa lautan mengalami perluasan, dan sebagian lain menyempit. Gerakan dan pergeseran lempengan bumi ini pada saatnya juga dapat mengakibatkan gempa tektonik. Bagi sains modern, gempa bumi atau tsunami tidak ada kaitannya dengan dosa-dosa manusia, tapi dia merupakan siklus alamiah yang terjadi dalam aktivitas bumi sebagai efek dari proses penyeimbangan. Bumi dengan hukum alamnya tidak sedang melakukan sebuah drama, tetapi memang bumi harus melakukan penyeimbangan-penyeimbangan jika ia ingin survive, tidak ingin
hancur. Seandainya gunung tidak meletus, lempeng tektonik tidak patah dalam suatu waktu, maka kondisi bumi akan mengalami sebuah gangguan sistemik dalam proses pergerakannya. Jauh sebelum Alfred Wagener mengemukakan teorinya. Rasulullah saw sudah menyampaikan hal ini kepada umatnya 14 abad yang lalu melalui firman Allah dalam Q.S. AlNaml (27): 88 yang artinya: ”Dan engkau melihat gununggunung yang engkau kira gunung-gunung itu diam (tidak bergerak), padahal dia bergerak seperti jalannya awan.” Dengan demikian, amat keliru jika kita memvonis bahwa mereka yang terkena musibah adalah orang-orang yang dipandang berdosa kepada Tuhan. Tetapi lebih arif jika dikatakan, manusia mungkin menyalahi sunnatullah yang telah ditetapkan Tuhan. Dalam kaitan ini, A. Munir Mulkhan mengatakan, penyadaran bahwa gempa dengan korban jiwa dan kerusakan harta benda adalah musibah dan laknat Tuhan akibat ulah (dosa) manusia diberi arti lebih saintifik yaitu akibat manusia melanggar hukum alam menempati daerah yang rawan gempa, longsor, banjir, dengan membangun infrastruktur yang tidak berbasis kaidah mitigasi (ketahanan) gempa. Tindakan demikian merupakan bukti pengabaian firman Tuhan dengan lebih mendahulukan hawa nafsu. Dengan demikian, taqarrub ilallah (takwa) tidak bermakna sebatas zikir lisan, seperti yang sering dilakukan masyarakat untuk menghindari bencana, tetapi kemampuan membaca lebih jernih firman Tuhan berupa teks suci AlQuran sembari menjalankan nilai-nilai fitrah dan mematuhi hukum alam (sunnatullah) dengan segala fenomenanya sebagai rujukan tata kehidupan. *Penulis merupakan dosen UIN Alauddin Makassar
*Sumber : siadin.uin-alauddin.ac.id *Infografis : Viviana Basri
*Sumber : lpm.uin-alauddin.ac.id *Infografis : Viviana Basri