Buletin Expedisi Edisi Khusus V OSPEK 2016 - Dekanat Tidak Konsisten, Ospek KMSI Dirugikan

Page 1

EXPEDISI EDISI KHUSUS V OSPEK UNY 2016

MEMBANGUN

B U D AYA

KRITIS

Beberapa panitia ospek KMSI sedang mendekorasi ruangan Cine Club, Kamis (25/8) (Foto oleh Yayan | EXPEDISI)

SENTRA

Dekanat Tidak Konsisten, Ospek KMSI Dirugikan

P

rogram Studi (Prodi) Sastra Indonesia melaksanakan Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) pada tanggal 26 Agustus 2016. Ospek selama lima hari di UNY dibagi menjadi tiga agenda: Ospek tingkat universitas selama dua hari, tingkat fakultas dua hari, dan tingkat jurusan selama satu hari. Di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), pem­ ba­gi­an tempat Ospek jurusan ditangani oleh seksi perlengkapan fakultas. “Jadi, di FBS sendiri tiap jurusan memilih tempat sendiri untuk Ospek. Lalu pengajuan surat terkait peminjaman tempat atau pun barang yang melalui Pusat Layanan Akademik (PLA)

diajukan oleh Seksi Perlengkapan fakultas,” jelas Bagas Azhari Arianto, selaku koordinator Seksi Perlengkapan fakultas, Kamis (25/8). Konsep Ospek yang dibawakan oleh panitia Ospek Sastra Inonesia dalam meyambut mahasiswa baru di prodinya adalah Rumah Kita . Konsep tersebut harus menggunakan tempat yang luas sehingga pihak Sastra Indonesia memilih Pendopo Tejakusuma sebagai tempat Ospek. Hal tersebut diungkapkan oleh Arif Budiman selaku Kepala Suku Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia (KMSI), Kamis (25/8). Budiman sapaan akrabnya menjelaskan bahwa, “Konsep Rumah Kita memiliki maksud bahwa Prodi Sastra Indonesia akan

menampilkan sisi luar atau membuka pintu Sastra Indonesia termasuk untuk alumni.” Konsep tersebut dipilih dikarenakan Prodi Sastra Indonesia memiliki sistem kekeluargaan bukan seperti prodi lain yang lebih merujuk pada Himpunan Mahasiswa (HIMA), tambah Budiman. Tanpa diduga, ternyata tujuh hari sebelum Ospek jurusan berlangsung pihak dekanat mendadak memberitahukan bahwa pada tanggal bersamaan, Pendopo Tejakusuma akan digunakan sebagai tempat pelepasan wisuda. “Memang dikarenakan berbenturan dengan pelepasan wisuda,” ucap Wakil Dekan (WD) III, Dr. Kun Setyaning Astuti, M.Pd.,


SENTRA

Kamis (25/8) Wakil Dekan 3 FBS ketika diwawancarai di PLA FBS (Foto oleh Yayan | EXPEDISI)

saat ditemui di ruang dekanat, Kamis (25/8). Dengan alasan banyaknya jumlah wisudawan, Kun mengungkapkan bahwa ruang yang bisa digunakan ialah Pendopo Tejakusuma. Adanya keputusan tersebut, panitia Ospek Prodi Sastra Indonesia akhirnya memilih Cine Club sebagai tempat Ospek. Bagi Budiman, pemberitahuan dari pihak dekanat tersebut terkesan sangat mendadak. “Pihak dekanat sudah tidak menghargai proses mahasiswa,” kecam Budiman terkait perpindahan tempat Ospek Prodi Sastra Indonesia. Budiman menjelaskan bahwa Ospek sudah dipersiapkan selama kurang lebih dua bulan. Dengan perpindahan tempat dari Pendopo Tejakusumo ke Cine Club menjadikan panitia Ospek Prodi Sastra Indonesia mengubah konsep awal yang sudah lama dipersiapkan. Rasa kecewa pun dirasakan oleh Muhammad Nur Alfian Choir selaku Ketua Ospek Prodi Sastra Indonesia. “Semuanya berubah karena tempat berpindah. Konsep sendiri menyesuaikan tempat karena sebelumnya kami membuat halaman.” “Dengan konsep Rumah Kita, maka

“ Pihak dekanat sudah tidak menghargai proses mahasiswa, panggung pun dikonsep memiliki ruang tamu dan ruang keluarga,” jelas Alfian lebih lengkap. Menurut Alfian, dekorasi yang demikian kurang mendukung jika dilakukan di Cine Club. Namun, menurutnya, hal yang paling fatal ialah harus mengubah undangan yang ditujukan terutama pada

2

alumni yang nantinya dikhawatirkan menjadi masalah. Selain itu, dengan keputusan tersebut, Bagas merasa terpontangpanting. “Saya merasa pihak dekanat dan subag kemahasiswaan membuat saya terpotang-panting,” ungkapnya. Hal tersebut disebabkan karena pada awalnya pihak dekanat memesan tiga tempat untuk pelepasan mahasiswa yaitu ruang seminar PLA, Gedung Kuliah (GK) I, dan Pendopo Tejakusuma. Secara kebetulan, tiga tempat tersebut juga digunakan sebagai tempat Ospek jurusan. Pemesanan tiga tempat tersebut dikarenakan pihak dekanat tidak tahu tempat mana yang ruangannnya cukup untuk digunakan bagi 500 undangan. Dengan seperti itu beberapa kali Bagas melakukan diskusi dengan pihak jurusan yang menempati tiga tempat tersebut. Belum lagi, pada awalnya pihak dekanat beberapa kali mengabaran akan pindah tempat dari tiga gedung tersebut untuk pelepasan wisuda. Sebenarnya dari pihak subag Umum Kepegawaian dan Perlengkapan (UKP) mengatakan bahwa Prodi Sastra Indonesia tidak harus berpindah tempat. Sugeng, selaku ketua UKP mengatakan, “Sebenarnya kami menawarkan Prodi Sastra Indonesia tidak harus pindah, bisa tetap menggunakan Pendopo Tejakusuma, yang terpenting pukul tiga sudah selesai semua.” Memang hal tersebut ditawarkan pada Budiman, tetapi jika akan menggunakan Pendopo Tejakusuma pun sound system yang digunakan harus sama saat pelepasan mahasiswa oleh pihak dekanat. Dengan alasan dana yang terbatas, Budiman menolak hal tersebut. Pemesanan tiga tempat secara online oleh pihak dekanat dibenarkan oleh Kun. Bahkan karena adanya agenda pelepasan wisuda, Kun belum menyetjui penggunaan Pendopo Tejakusuma. “Pihak dekanat memang belum mengizinkan penggunaan Pendopo Tejakusuma,” jelas Kun. Selaku WD III pun dirinya memohon maaf. “Kami minta maaf kepada Prodi Sastra Indonesia yang berencana menggunakan Pendopo Tejakusuma karena memang pihak dekanat baru mengetahui jumlah wisudawan,” Bagas mengaku bahwa koordinasilah yang menjadi kunci penting untuk masalah ini. “Sebenarnya penting untuk tetap menjaga konsistensi

dalam koordinasi,” jelas Bagas. Menurutnya koordinasi tersebut perlu dilakukan bersama mahasiswa lain yang terlibat dalam kepanitian Ospek, baik dari panitia jurusan maupun fakultas. Ia pun menambahkan bahwa perlu pula untuk memperhatikan dan memudahkan proses berjalannya Ospek. Seperti halnya pihak fakultas membantu memberi fasilitasi kepada pihak jurusan yang ingin meminjam ruangan, tempat, serta peralatan dari PLA. “Jadi misalnya panitia jurusan ingin me­min­jam hal yang dibutuhkan dari PLA, langsung mem­ be­ri­kan daftar perlengkapan yang akan dipinjam kepada panitia fakultas saja,” jelas Bagas. Ia lanjut menuturkan bahwa setelah itu pihak fakultas membagikan perlengkapan yang dibutuhkan kepada pihak jurusan.

editorial

Umi Zuhriyah Fahrudin, Sukron

Kurangnya Koordinasi Antar Pihak Ospek Jurusan merupakan salah satu sesi dalam rangkaian Ospek di tiap tahunnya. Ospek jurusan berguna bagi Maba untuk memperkenalkan kultur jurusan yang ada di dalamnya beserta segala kegiatan yang akan mereka jalani selama menjadi mahasiswa UNY. Salah satu penyelenggara acara Ospek jurusan yang terdapat di FBS yakni Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia (KMSI), mengalami hal yang tak mengenakkan dengan pihak dekanat FBS. Tempat sebelumnya yaitu Pendopo Tejakusuma yang telah dipersiapkan untuk acara tersebut ternyata diubah oleh dekanat dengan alasan akan digunakan untuk tempat wisuda. Fatalnya adalah perubahan tersebut hanya berjarak seminggu padahal pihak KMSI telah mempersiapkan selama dua bulan. Keputusan yang dilakukan pihak dekanat tersebut tentu sangat merugikan pihak KMSI. Perubahan jadwal, konsep, hingga surat yang ditujukan kepada para alumni membuat acara Ospek jurusan tidak dapat berjalan dengan semestinya. Ditambah lagi tenaga panitia yang kembali terkuras dengan beberapa perubahan tersebut. Kejadian tersebut tentu saja fatal bagi terselenggaranya ospek jurusan, apalagi Ospek jurusan ini harusnya menjadi pengenalan pertama bagi Maba terhadap lingkungan sekitar jurusan tersebut. Perubahan yang mendadak oleh pihak dekanat terkesan tidak menghargai proses panitia Ospek jurusan yang sudah sedemikian rupa mengonsep acara agar menarik. Seharusnya, kedua belah pihak mampu bekerja sama dengan baik agar orientasi acara tetap menjadi milik Maba. Redaksi

EDISI KHUSUS OSPEK V UNY 2016


PERSEPSI

Ketika Pendidikan Terkomersialisasi

S

ebagaimana termaktub dalam teks Pembukaan UUD 1945 Alinea ke4, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Disebutkan pula dalam Pasal 31 UUD 1945 yang jelas berbunyi bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Saat ini kondisi realitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Berbagai masalah pendidikan sering terjadi, mulai dari sarana yang tidak memadai, membengkaknya anak putus sekolah, kurangnya tenaga pendidik, ketidakprofesionalan para pendidik, sampai peserta didik yang dilanda dekadensi moral. Namun, yang paling kronis dan krusial adalah masalah mahalnya biaya memperoleh pendidikan sehingga tidak terjangkau rakyat miskin. Memang kita tidak dapat mengingkari bahwa pendidikan dengan mutu yang berkualitas membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan pendidikan terus mengalami kenaikan biaya dari masa ke masa. Alasan yang digunakan sama, karena biaya untuk sarana dan prasarana pendidikan tidak murah. Akhirnya, mahalnya biaya pendidikan ini pun terus menjadi masalah kronis bagi negara kita. Di era globalisasi ini kita telah me­ ma­suki suatu zaman baru yang ditandai dengan menguatnya paham pasar bebas dan neokapitalisme. Tentu saja hal ini mempengaruhi berbagai bidang dalam kehidupan, tidak terkecuali aspek pendidikan.

Akibat neokapitalisme pendidikan malah digunakan untuk mengakumulasi modal dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Para pemilik modal akhirnya hanya akan membangun lembaga pendidikan dengan berperspektif komersil. Komersialisasi pendidikan ini mungkin bertujuan menghasilkan sumberdaya manusia yang kompetitif di pasar tenaga kerja global. Tetapi disisi lain, komersialisasi juga membuka ruang kepada swasta untuk “membeli” kebijakan pemerintah melalui politik uang dan korupsi. Di Jerman pada tahun 1999, Menteri keuangan gagal menaikan pajak korporasi besar karena tekanan pemilik modal. Dari hal tersebut kita seharusnya belajar bahwa upaya penjegalan itu tentu saja dapat mengurangi subsidi pendidikan untuk rakyat. Ini konsekuensi nyata dalam suatu komersialisasi. Komersialisasi pendidikan mempunyai banyak dampak negatif, salah satunya yaitu pendidikan yang semakin mahal serta semakin banyaknya pungutan-pungutan yang dilakukan lembaga pendidikan. Celakanya pemerintah malah mendukung komersialisasi pendidikan ini, contohnya kebijakan privatisasi pendidikan pada Perguruan Tinggi dan pemberian otonomi. Privatisasi dan otonomi ini muncul dengan Peraturan Pemerintah UU No.12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi yang menjadi payung hukum Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH). Secara tidak langsung, pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan

dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke otonomi Perguruan Tinggi. Dengan begitu, nantinya Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan dan tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi. Tidak diperolehnya pendidikan untuk rakyat miskin merupakan tragedi paling mengenaskan dari dampak komersialisasi pendidikan. Dengan implikasi tersebut tentu saja peran negara adalah sebuah keharusan. Negara harus melindungi kepentingan rakyat miskin yang tersisih sebagai komitmen sosial dan tujuan negara Indonesia. Negara harus hadir disaat rakyat miskin takluk karena dipaksa bertarung dengan sistim pendidikan dengan kekuatan biaya ketentuan korporasi yang mahal. Pendidikan tidak akan berfungsi dengan baik bila tidak didukung infrastruktur fisik, sosial, mental dan organisasi yang semua itu terwujud jika negara terlibat didalamnya. Sudah saatnya pemerintah mengeluarkan kebijakan dan bertindak tegas terhadap institusi pendidikan yang menjadikan pendidikan sebagai lahan profit dengan dalih otonomi pendidikan. Jangan sampai anakanak Indonesia dengan potensi dan talenta cemerlang dari keluarga tak mampu harus tersisih akibat komersialisasi pendidikan. Yazra Mohammad

SUARA MABA

Khusus mahasiswa baru! Kirimkan saran/aspirasimu! Hubungi Fahrudin (085241812033) Pimpinan Proyek Wachid As-siddiq | Sekretaris Hanum Tirtaningrum | Bendahara Maria Purbandari | Redaktur Pelaksana Nisa Maulan | Redaktur Umi Zuhriyah, Yazra Mohammad | Reporter Fahrudin, Sukron | Redaktur Foto Dwi Putri | Artistik Danang Suryo, Fahrudin, Gigih Nindia | Produksi Heni Wulandari | Iklan Maria Gracia, Meida Rahma, Moh Agung | Tim Polling Umi Zuhriyah, Iwan Dwi, Jimal Arrofiqie | Sirkulasi Erya Ananda| Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang Yogyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@yahoo.com | Web ­Ekspresionline.com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.

EDISI KHUSUS OSPEK V UNY 2016

3


GALERI OSPEK

1

3

2

4

1. Kamis (25/8) Maba Pendidikan Sosiologi melakukan orasi di halaman dekanat FIS (Foto oleh Fahrudin | EXPEDISI) 2. Kamis (25/8) Pengondisian maba FBS di lapangan parkir C13 (Foto oleh Yayan | EXPEDISI) 3. Kamis (25/8) Seluruh maba jurusan Akuntansi mendapatkan materi dari Dosen di KPLT (Foto oleh Fahrudin | EXPEDISI) 4. Kamis (25/8) Beberapa maba sedang memunguti sampah di sekitar GK 2 FBS (Foto oleh Yayan | EXPEDISI)

Kunjungi issuu.com/ekspresi untuk membaca buletin EXPEDISI secara online. Aman!

Atau datang ke rumah belajar kami di Student Center Lt.2 Sayap Timur. 4

EDISI KHUSUS OSPEK V UNY 2016


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.