Buletin Expedisi Edisi Khusus Pasca OSPEK 2016 - Intervensi Birokrat dalam Ospek

Page 1

EXPEDISI E D I S I K H U S U S PA S C A O S P E K U N Y 2 0 1 6

MEMBANGUN

B U D AYA

KRITIS

Tema Ospek 2016 setelah disortir birokrat. Tema awal Ospek 2016 sebelumnya adalah “Gerakan Mahasiswa Emas”, Senin (22/8) (Foto oleh Yayan | EXPEDISI)

SENTRA

Intervensi Birokrat dalam Ospek

B

anyaknya intervensi pihak birokrat terhadap panitia dirasakan langsung oleh salah satu panitia Ospek Universitas, Rizqi Lestari. Mahasiswi yang akrab disapa Uut tersebut membeberkan bahwa pihak birokrasi terlalu mendominasi acara Ospek Universitas. “Untuk konsep Ospek UNY tahun ini, cuma 20% acara dari mahasiswa selebihnya acara birokrat,” ungkap Uut. Ia menambahkan bahwa rundown acara Ospek Universitas hanya ada 4 bagian yang menjadi tanggung jawab panitia yang meliputi pemberangkatan dan pengondisian mahasiswa baru (Maba), persiapan, parade ormawa, dan penutup. “A­ca­ ra yang kami perjuangkan selama 3 bulan itu menurut birokrat hanya 4 bagian,” tambah Uut. Nurdiyansyah Prabowo, ketua panitia

Ospek Universitas meng­a­mi­ni hal tersebut. Menurutnya, acara Ospek tahun ini cukup banyak mendapat intervensi dari pihak birokrat. Acara tersebut dibagi menjadi 2 bagian yakni bagian protokoler dan bagaian mahasiswa. Bagian protokoler merupakan acara birokrat yang berlangsung sejak pukul 08.00–14.00 WIB. Bagian protokoler diisi oleh pidato jajaran pimpinan UNY dan tamu undangan. “Jadi, acaranya itu lebih banyak dari birokrat dibandingkan kami,” tutur Nurdiyansyah. Pemuda yang sering disapa Diyan ini, beranggapan bahwa panitia Ospek hanya sebagai teknis atau pelaksana saja dalam acara Ospek. Terkait konsep Ospek, tema awal yang diusung panitia adalah “Gerakan Mahasiswa

Emas”, tetapi kemudian tidak disetujui oleh Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes. selaku Wakil Rektor (WR) III pada H-30. “Padahal kami sudah safari ke semua fakultas tentang tema Ospek tersebut, tetapi ternyata ada perubahan dari pihak birokrat,” keluh Uut. Menurutnya lagi, perubahan tema pada H-30 membuat panitia sedikit keberatan karena pekerjaan masih banyak yang perlu dipikirkan. Sumaryanto sebagai penanggung jawab Ospek menjelaskan bahwa kata ”Gerakan” pada tema yang diajukan oleh panitia bisa bermakna negatif, sehingga kata harus dihapuskan. Padahal sebelumnya pihak panitia telah menjelasakan makna dari gerakan adalah gerakan mahasiswa pada bidang keilmuannya masing-masing. “Jadi misal mahasiswa FBS ber­ge­rak di bidang seni, mahasiswa FT ber­


SENTRA

Minggu (04/9) Nurdiansyah Prabowo selaku ketua Ospek UNY 2016. (Foto oleh Singgih | EXPEDISI)

ge­rak di bidang teknik. Pergerakan itulah yang nantinya akan menghasilkan sebuah karya,” tutur Uut. Tanggapan berbeda di­sam­pai­kan Ketua BEM, Zaky Mubarok Izzudin. Zaky me­ ngang­gap dihapuskannya kata “Gerakan” karena perbedaan asumsi dari kedua belah pihak. “Inginnya kami itu supaya mahasiswa bergerak, tapi bukan untuk menyuruh ma­ha­ sis­wa turun ke jalan seperti yang ditakutkan birokrasi,” tutur Zaky. Menurut Zaky, “Gerakan” mengandung 7 nilai yaitu religius, intelektual, profetik, pemberdayaan masyarakat, berkarya, na­si­o­ na­lis­me, dan integrasi. Zaky menambahkan adanya kata “Gerakan” ber­tu­ju­an untuk meng­ ge­ra­kan mahasiswa UNY untuk lebih aktif di bidangnya masing-masing. “Kalau yang ingin bergerak di advokasi, pers, atau bidang lainnya ya silakan. Kami menginginkan semua mahasiswa bergerak bersama-sama.” Pihak birokrat juga melarang di­nya­nyi­ kan­nya lagu-lagu yang menurut mereka berbau provokasi. Pada Forum Komunikasi (Forkom) pertama, dijelaskan bahwa ada 3 lagu yang dilarang dinyanyikan selama rangkaian Ospek

“ Tidak semua orang paham bahwa demokrasi kita sedang diguncang, yaitu lagu Darah Juang, Risalah Mahasiswa, dan Buruh Tani. “Padahal dari panitia sudah mengonsep untuk menyanyikan lagu tersebut, tapi pihak birokrat melarangnya,” ujar Uut. Sumaryanto memberikan penjelasan pe­

2

ri­hal pelarangan 3 lagu tersebut. Me­nu­ rut­nya, Buruh Tani jika dianalogikan tidak pas. “Kalau Buruh Tani tidak boleh karena liriknya bisa bermakna negarif.” Uut juga menjelaskan bahwa intervensi birokrat juga terdapat pada pengisi hiburan. Sedari awal panitia sendiri telah mempersiapkan semua pengisi hiburan. Namun, dari pihak birokrat telah mengusulkan pengisi hiburan adalah juara Pekan Seni Mahasiswa Daerah (Peksimida) dan finalis Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas). “Saat kami tanya kesiapan pengisi hiburan yang diusulkan birokrat, mereka bilang orangnnya sudah siap, Namun,setelah kami crosscheck, ternyata mereka tidak tahu apa-apa,” ungkap Uut. Begitu juga dengan pembicara merupakan rekomendasi dari pihak birokrat, tambahnya. Pun sama halnya dengan backdrop yang diajukan oleh seksi PDD. Ternyata desain backdrop juga disortir oleh pihak birokrat dengan menghilangkan beberapa ornamen tanpa membeberkan alasan tertentu. “Sebenarnya, bukan kami yang tidak memiliki kreativitas, tapi pihak birokrat sendiri yang memotong konsepnya,” terang Uut. Alhasil, backdrop pada acara Ospek tahun 2016 hanya bertuliskan “Penerimaan Mahasiswa Baru” dan tema Ospek. Banyaknya intervensi birokrat dalam acara Ospek, menurut Diyan hal tersebut mengurangi bagian yang seharusnya dikerjakan panitia. “Hanya sedikit momen yang bisa kami ambil karena yang menyesuaikan kami bukan pihak birokrat” ungkap Diyan. Jika mengacu pada Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional jelas diterangkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Menanggapi persoalan demokrasi kampus, Zaky sebagai Ketua BEM UNY sekaligus tim Steering Committee (SC) menyatakan bahwa banyak suara mahasiswa yang dibungkam. “Tidak semua orang paham bahwa demokrasi kita sedang diguncang,” ujarnya ketika ditemui di sekretariat BEM UNY. Zaky menyatakan banyaknya fakultas yang masih mementingkan egonya masingmasing sehingga membuat pergerakan mahasiswa di UNY sulit untuk bersatu.

Saat ditemui tim EXPEDISI, Sumaryanto berpendapat bahwa Ospek tahun ini baik-baik saja. “Baik, lebih baik dari tahun kemarin,” katanya. Dari sisi suasana hubungan kerja, Sumaryanto menyatakan Ospek tahun ini tidak ada masalah. Namun, evaluasi panitia pelaksana Ospek bahkan sampai ber­lang­sung se­la­ma 3 tahap. Dalam e­va­lu­a­si ter­se­but, dibahas beberapa masalah seperti ki­ner­ja ke­pa­ni­ti­a­an, transparansi pembentukan panitia Ospek hingga isu adanya campur tangan organisasi ekstra kampus. Hal yang ganjil bahkan dirasakan oleh Uut. Ia mengungkapkan bahwa untuk menjadi panitia pe­ lak­sa­na Ospek tingkat universitas harus melalui 3 tahap yaitu tes wawancara, Sekolah Kader Bangsa (SKB), dan stadium general. “Namun, ada satu panitia Ospek yang tidak mengikuti ketiganya tapi diterima,” keluh Uut.

editorial

MS. Fitriansyah

Hapuskan Intervensi yang Tak Demokratis Masa orientasi studi dan pengenalan kampus atau yang biasa dikenal dengan sebutan Ospek adalah masa di mana para mahasiswa baru diperkenalkan dengan lingkungan tempat mereka belajar dan berkegiatan pada tingkatan pendidikan yang lebih tinggi. Dalam Ospek ini terdapat panitia yang akan mengonsep segala sesuatu di dalam acara tersebut agar acara berjalan dengan lancar. Tentu saja harusnya acara semacam ini berdasar demokrasi sesuai dengan yang dianut Indonesia. Namun, demokrasi ternyata tak selamanya dipahami dengan serius oleh berbagai pihak. Sebagaimana halnya dengan kasus penyelenggaraan Ospek UNY tahun ini. Berbagai intervensi dan pelarangan yang dibuat oleh birokrat UNY membuat makna demokrasi yang dipahami oleh birokrat patut dipertanyakan. Pelarangan menyanyikan lagulagu yang bernuansakan perjuangan seperti Darah Juang dan Buruh Tani oleh mahasiswa baru (Maba) menjadikan nuansa kampus UNY layaknnya masa Orde Baru di saat mahasiswa harus selalu dibungkam. Kasus-kasus seperti intervensi birokrat pada Ospek tahun ini harusnya menjadi tolok ukur bahwa sebenarnya mahasiswa di era ini belumlah menjadi bagian masyarakat yang telah murni berdemokrasi. Akan selalu ada pihak-pihak yang menentang keterbebasan berpendapat mahasiswa sehingga mahasiswa akan kurang memiliki dampak bagi pergerakan zaman. Seluruh mahasiswa baik yang baru maupun yang lama harus bersatu untuk menghapuskan intervensi yang tak mencerminkan demokrasi. Redaksi

EDISI KHUSUS PA S C A O S P E K U N Y 2 0 1 6


PERSEPSI

Pudarnya Demokrasi Kampus

B

icara mengenai demokrasi tentu tidak asing lagi di telinga kita. Setiap hari pun kita selalu mendengarnya baik di ruang kelas maupun di ranah publik. Pendefinisian demokrasi pada hakikatnya merupakan bagian dari kedaulatan rakyat di mana rakyatlah yang memimpin. Menurut Aristoles, demokrasi bagian dari kekebasan manusia, dengan itu manusia akan saling berbagi kekuasaan di dalam negaranya. Dalam UUD 1945 tentang sistem pe­ me­rin­ta­han ne­ga­ra Indonesia sangat jelas diatur mengenai penjelasan kedaulatan rakyat. Rakyat menjadi sentral kekuasaan negara dengan ke­du­du­kan yang tertinggi dalam sistem pemerintahan. Para pemerintah negara harus menjadikan rakyat sebagai paradigma utama untuk menjalankan roda pemerintahan. Namun, di abad 21 ini de­m o­k ra­si mem­­be­­ri­­kan penampilan yang berbeda. De­mo­kra­si telah berubah menjadi sosok menakutkan. Rakyat sebagai sentral ke­ku­a­ sa­an berubah menjadi sentralisme penguasa untuk mendapatkan kekuasaan. Ludwig von Mises, ahli ekonomi Austria memandang bahwa UUD demokratis birokrasi bukan hanya sebagai pemilih tapi dia juga menjadi sosok penguasa. Menurutnya, birokrasi berada pada posisi yang aneh antara karyawan dan majikan. Birokrasi lebih penting menjadi karyawan daripada sebagai majikan karena ia mendapatkan lebih banyak dana dari publik daripada apa yang ia berikan kepada publik. Demokrasi tidak lagi membicarakan per­ so­a­lan kepentingan rakyat. Rakyat hanyalah sebagai basis untuk mengusai superstruktur. Ini terlihat sangat jelas bagaimana para peng­u­asa me­man­fa­atkan rakyat pada saat

pemilihan umum untuk pergantian pemimpin baru. Para penguasa menampilkan berbagai metode politik pencitraan agar rakyat tertarik kepadanya dengan rakyat diberikan harapan dan iming-iming melalui visi dan misi. Setelah terpilih menjadi pemimpin, suara-suara rakyat tidak menjadi prioritas utama didengarkan tapi malah mengutamakan kepentingannya dan orang-orag oligarki yang telah membiayai dirinya. Demokrasi tidak berarti lagi kebebasan, tapi merupakan suatu jenis keditaktoran- kediktatoran kaum mayoritas dan negara. Ironi Demokrasi Kampus Tidak hanya demokrasi di pemerintahan suatu negara, bahkan demokrasi di dalam kampus pun mengalami ironi yang sama. Termasuk di UNY. Di sana masih ada sosok segelintir orang yang mencari kekuasaan untuk kepentingannya. Mereka melakukan hal-hal yang tidak sepatutnya sehingga mencoreng makna demokrasi, semisal tindakan otoriter, represifitas pihak mahasiswa, dan penyensoran kegiatan-kegiatan mahasiswa. Dalam kegiatan Ospek UNY yang baru se­le­sai tanggal 26 Agustus 2016 kemarin, se­ca­ra ka­sat­ma­ta pe­nam­pi­lan Ospek ter­ li­hat biasa-biasa saja. Namun, hasil pe­ne­ lu­su­ran yang kami lakukan menemukan berbagai kejanggalan-kejanggalan dalam pelaksanaannya. Masih terlintas di benak kita tentang represifitas intel terhadap LPM Ekspresi pada saat Display UKM hari kedua Ospek. Hal tersebut memberikan tanda tanya besar ba­gai­ma­na pe­ne­ra­pan de­mo­kra­si meng­e­nai ke­be­ba­san ber­eks­pre­si di kampus ini. Peng­on­

se­pan Ospek oleh panitia pelaksana ternyata masih juga ada campur tangan birokrasi yang pelaksanaanya masih melakukan tindak otoriter. Misalnya pelarangan menyanyikan lagu Darah Juang, Buruh Tani, dan Risalah Mahasiswa, bahkan kata “Pergerakan” pun dihapuskan dari tema Ospek tahun ini. Apa yang masih bisa kita harapkan penerapan demokrasi di kampus ini? Berbagai tindakan-tindakan pelarangan tersebut menggambarkan demokrasi masih milik “penguasa” kampus. Efeknya, kebebasan berekspresi dan berpendapat ma­ha­sis­wa belum se­pe­nuh­nya milik ma­ha­sis­wa. Ba­ gai­ma­na­pun juga mahasiswa sebagai pelaku sadar sepatutnya kebebasan mereka dihargai. Apalagi kegiatan Ospek ini me­ru­pa­kan ke­ gi­a­tan ma­ha­sis­wa untuk mem­per­ke­nal­kan kampus ter­ha­dap para Maba. Jadi, se­mes­ti­nya ma­ha­sis­wa­lah yang paling ber­pe­ran untuk me­nyu­sun segala keperluan di Ospek. Demokratisasi kampus me­ru­pa­kan pen­ cip­ta­an suatu kondisi di mana semua pihak ter­ li­bat dalam me­ru­mus­kan segala sesuatu, baik pihak rektorat, mahasiswa, tenaga pengajar, dan pegawai. Tanpa ada salah satu pihak yang tidak terlibat maka ada kecacatan dalam penerapan sistem demokrasi tersebut. Dan, sepatutnya demokrasi kampus haruslah tetap menjadi ajang rembukan warga kampus ke arah mana kampus ini akan dikembangkan. Kampus semestinya memberikan pem­ be­la­ja­ran tentang penerapan demokrasi yang baik. Kedaulatan mahasiswa harus benarbenar ditegakkan dan dijadikan landasan pokok birokrasi kampus dalam menjalankan pemerintahannya. Fahrudin

SUARA MABA Sistem yang dipakai dalam kegiatan tes BAQ dan wawancara tutorial PAI kurang efektif dan efisien. Saya dan teman-teman Maba lain harus mengantre kurang lebih 3 jam. Su­a­sa­na yang penuh sesak pun menambah ketidaknyamanan dalam antre. Mengingat pentingnya bobot dari ke­gi­ a­tan tutorial PAI ini alangkah baiknya jika sistem pe­lak­sa­na­an tes BAQ dan wawancara dilaksanakan per kelas atau manimal perprodi sehingga tutorial PAI yang berkaitan dengan agama menjadi sesuatu yang khusuk bagi Maba. Rofi Ali Majid PGSD Penjas

Seringkali Ospek dianggap sebagai ajang perpeloncoan terhadap Maba. Semua rangkaian kegiatan Ospek UNY tahun 2016 dari awal hingga akhir menunjukan bahwa anggapan negatif itu terbukti tidak ada. Harapan untuk ke depannya adalah per­ ta­ma saya mengingatkan kita semua se­ba­gai keluarga UNY bahwa seluruh jargon saat Ospek baik tingkat universitas, fakultas, a­tau­ pun jurusan tidak hanya semata-mata ada pada saat Ospek, tetapi tetap ada dalam kita semua dan terus diamalkan dalam keseharian supaya tujuan dari semua jargon tersebut tercapai. Sebab, jargon tersebut pasti dibuat dengan

tidak asal-asalan, melainkan mengandung harapan atau cita-cita yang baik untuk semua. Ayub Manggih Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Ospek FBS tahun 2016 ini menurut saya sangat men­di­dik. Garis besar acaranya mem­ per­ke­nal­kan berbagai seni, baik tra­di­si­onal maupun modern yang dikemas secara me­na­ rik. Semua itu tentu bertujuan supaya ma­ha­ sis­wa baru dapat tertarik untuk selalu ber­kar­ya seni dan mem­per­ke­nal­kan budaya Indonesia ke seluruh dunia. Fiska Aulia Sastra Indonesia

Pimpinan Proyek Wachid As-siddiq | Sekretaris Hanum Tirtaningrum | Bendahara Maria Purbandari | Redaktur Pelaksana Nisa Maulan | Redaktur Fahrudin, M.S Fitriansyah | Reporter Fahrudin, Sukron | Redaktur Foto Dwi Putri | Artistik Danang Suryo, Fahrudin, Gigih Nindia | Produksi Heni Wulandari | Iklan Maria Gracia, Meida Rahma, Moh Agung | Tim Polling Umi Zuhriyah, Iwan Dwi, Jimal Arrofiqie | Sirkulasi Erya Ananda| Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang Yogyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@yahoo.com | Web ­Ekspresionline.com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.

EDISI KHUSUS PA S C A O S P E K U N Y 2 0 1 6

3


GALERI OSPEK

1

3

2

4

1. Senin (22/8) Backdrop Ospek yang telah disortir oleh pihak birokrasi. (Foto oleh Fahrudin | EXPEDISI) 2. Senin (22/8) Salah satu pembicara dalam Ospek hari pertama. (Foto oleh Putri | EXPEDISI) 3. Senin (22/8) Orasi yang dilakukan oleh mahasiswa FMIPA. (Foto oleh Fahrudin | EXPEDISI) 4. Senin (22/8) Suasana hari pertama Ospek (Foto oleh Putri | EXPEDISI)

Lebih baik membaca sastra daripada mencela.

4

EDISI KHUSUS PA S C A O S P E K U N Y 2 0 1 6


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.