EXPEDISI M E M B A N G U N
B U D A Y A
BETA
K R I T I S
Semata-mata Karena Peluang; Dibukanya Kelas Internasional Pendidikan IPA Terkesan Dipaksakan
EDITORIAL KELAS INTERNASIONAL TAK SEKEDAR LABEL PENDIDIKAN IPA, Program Studi ter muda di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), harus me lewati proses panjang, untuk berdiri sen diri menjadi Prodi yang matang. Prodi ini masih kekurangan. Tidak adanya per pustakaan dan laboratorium yang leng kap, menghambat perkuliahan. Ketika praktikum, peralatannya tak mencukupi. Akhirnya praktikum terbengkalai. Keti ka mahasiswa Pendidikan IPA membu tuhkan literatur untuk tugas-tugasnya, harus mencari ke perpustakaan prodi lain dan mengeluarkan dana. Apa jadinya bila Prodi ini membu ka kelas Internasional yang memungut biaya lebih besar, tapi tidak diimbangi dengan fasilitas yang selayaknya? Se jak 2010/2011, Prodi Pendidikan IPA membuka kelas Internasional, yang ten tunya akan dibuka pada tahun ajaran selanjutnya. Dalam hal ini, jelas terlihat univer sitas terlalu memaksakan diri. Sebuah prodi dikatakan siap membuka kelas Internasional apabila perpustakaan, la boratorium, kesiapan peserta didik dan tenaga pengajarnya sudah memadai. Soal pencitraan, mengesampingkan ketidaksi apan. Prodi Pendidikan IPA diibaratkan bayi yang baru merangkak tapi dipaksa mengayuh sepeda. Citra universitas sangat penting. Da ri situlah keseriusannya menjalankan proses pendidikan yang dinilai sempur na, hingga bisa mencetak generasi mu da berkualitas. Namun, citra tak hanya didapat dari label. Label Internasional harus sebanding dengan proses yang dijalani. Bila kelas Internasional di Prodi Pen didikan IPA tetap dipertahankan, biro krasi harus mengusahakan pengadaan perpustakaan dan laboratorium yang le bih layak. Jika memasuki tahun ajaran baru dan belum ada perkembangan sig nifikan, kelas Internasional tidak perlu diteruskan. Karena sangat timpang bila label Internasional tak didukung fasilitas yang dibutuhkan. Redaksi
+ Saya kuliah di Indonesia karena biayanya murah - Iya murah, tapi sayang masih banyak anak Indonesia yang tidak bisa sekolah
SURAT PEMBACA UNY Perlu Tingkatkan Pelayanan
Masalah Gedung dan Parkir di PKM FT
Pelayanan administratif di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) seperti di Unit Pelayanan Teknis (UPT), bagian kemahasiswaan bagian Umum dan Perlengkapan (Umper) sangat tidak memuaskan. Mereka tidak melaya ni mahasiswa sepenuh hati. Seperti halnya, mereka terkesan memarahi ketika mahasiswa melakukan suatu kesalahan dalam prosedur pemin jaman. Baik itu peminjaman alat, peminjaman buku, maupun saat meminta cap. Selain itu, seharusnya setiap ruang sudah memiliki LCD yang berfungsi dengan baik. Namun faktanya, tidak demikian. Sehingga, sebelum me mulai kuliah, kami harus meminjam LCD terlebih dahulu ke Umper. Contoh lain, ketika praktikum di laboratorium, sering kami keku rangan alat dan bahan. Di samping itu, meskipun komputer di labora turium jumlahnya banyak, tetapi ti dak semua beroperasi dengan baik. Akibatnya, satu komputer digunakan beberapa mahasiswa. Selain itu, diharap diadakan transparansi pengelolaan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) kepada mahasiswa. Berupa jumlah uang yang masuk dan yang keluar beserta rincian penggunaannya. Sebagai universitas yang menuju World Class University (WCU). Semoga permasalahan-permasalahan tersebut dapat lebih diperhatikan dan segera ditindaklanjuti.
Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) di Fakultas Teknik (FT) UNY. Bila di bandingkan dengan ormawa yang dulu, tata ruang gedung ormawa FT yang se karang mempermudah komunikasi dan silaturahmi antarormawa karena berada dalam satu atap dan berdekatan. Gedung yang berdiri di depan de kanat lama FT UNY ini memiliki tiga lantai. Bila dilihat dari luar, gedung ini tampak kokoh karena bangunan nya masih baru. Namun, gedung ini tak sekokoh kelihatannya, karena atapnya bocor setiap kali hujan, hingga airnya menggenang di lantai tiga dan dua, serta membuat orang yang lewat rawan ter peleset. Hal ini menghambat aktivitas beberapa ormawa. Selain itu, gedung PKM belum memiliki tempat parkir untuk maha siswa, sehingga mahasiswa kesulitan menempatkan kendaraannya. Selain itu, mahasiswa juga dilarang parkir di depan gedung PKM. Karena itu, akhir nya mahasiswa parkir di timur gedung. Padahal, tempat itu sempit dan banyak potongan material sisa pembangunan gedung. Alangkah baiknya jika mahasiswa dibuatkan tempat parkir tersendiri, bisa di samping gedung PKM, dengan diberi atap dan paving, agar mahasiswa atau pengunjung ormawa lebih efisien me nempatkan kendaraannya. Selain itu, di samping gedung PKM, ada lahan kosong yang bisa difungsikan sebagai tempat parkir, yaitu di depan BEM FT yang lama.
Dini P.S. Prodi Pendidikan Kimia 2010 (Internasional)
Zumrotul Ahkamiyati Pendidikan Teknik Informatika FT UNY
pimpinan proyek Maria M.R Fernandez | sekretaris, Sulyanti | bendahara, Dwiningsih Afriati | redaktur pelaksana Yulinda R Yoshoawini redaktur Linda, Maulida, Yulinda, Dwi, Armada, Sulyanti, Ratih, Mahatir | reporter Ade, Ody, Suly, Rini, Ratih, Linda, Iga, Anis, Dwi, Armada, Maulida, Yulinda | redaktur Foto Ferlynda Putri S | artistik Rohhaji Nugroho, Rudianto Dika, Dwi Ambar Rini | produksi Triana Sari Fadhilah | iklan Maulida M. Nugroho | sirkulasi Irawan S. Adhi | alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karang Malang Yoyakarta 55281 | email lpm_ekspresi@yahoo.com web ekspresionline.com | redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi
2 • EXPEDISI • Mei, 2011
POLLING
Pentingnya keseimbangan fasilitas dan label Internasional
P
elayanan akademik sangat men dukung dalam kegiatan belajar mengajar. Pelayanan dibutuh kan mahasiswa, untuk mendukung kegiatan mereka. Selain itu, akreditasi sangat penting untuk melihat kemajuan sebuah pembelajaran, yang telah dilak sanakan. Adanya akreditasi ditujukan untuk menunjang ke arah World Class University (WCU), dengan dibukanya kelas internasional di UNY. Bagaimana tanggapan dan pendapat para mahasiswa Pendidika IPA tentang pelayanan yang selama ini diterima? Un tuk mengetahuinya, tim Expedisi menga dakan polling. Metode yang kami gunakan adalah metode kuantitatif, jenis simple random sampling. Di mana jenis ini, harus me ngetahui mahasiswa dari Pendidikan IPA secara keseluruhan. Teknik penyebaran nya menggunakan angket yang berupa pertanyaan terbuka. Perhitungan sampel menggunakan rumus slovin dengan sampel error 5%. Dari data diperoleh sampel sebanyak 210 mahasiswa dari 445 mahasiswa. Polling ini disebarkan ke mahasiswa Pendidikan IPA karena sasarannya hanya mahasiswa mengenai Prodi Pendidikan IPA. Terkait fasilitas yang telah diterima mahasiswa, sebagian dari mereka, seba nyak 47,6% responden menjawab cukup. Responden yang menjawab sangat baik 2,9%; baik 26,7%; buruk 11,9%; dan sangat buruk 0,5%. Sementara sisanya tidak menjawab. Menurut mereka, fa
silitas yang diterima selama ini cukup untuk perkuliahan yang ada, sementara fasilitas yang kurang memadai adalah belum adanya perpustakaan jurusan. Mengenai hambatan yang biasa di hadapi, dari sebagian mahasiswa yang menjawab ya 68,6% dan yang tidak 21,3%. Dari data yang diperoleh, jum lah responden yang tidak menjawab ada 10%. Sementara jenis hambatan yang di alami, di antaranya kesulitan dalam men cari referensi dengan 47,1% responden, 19% keluar masuk perpustakaan jurusan lain dengan biaya yang telah ditentukan oleh pihak perpustakaan. Sisanya, 9 % responden menjawab biasa saja. Dengan jawaban lebih dari satu jawaban 31,4% dan sisanya tidak menjawab. Tentang pentingya akreditasi, yang selama ini belum diterima oleh Pro di Pendidikan IPA, 82,4% responden berpendapat sangat penting, 8,1% res ponden menjawab penting, dan 9,5% responden tidak menjawab. Berdasarkan kein ginan mahasiswa proses akreditasi sebaiknya dipercepat, apalagi dengan adanya pembukaan kelas bilingual atau kelas internasional yang sekarang sering digembar-gemborkan. Karena dari mereka yang menyatakan sangat penting sebanyak 19%, sebesar 52% mengatakan penting, dan sebanyak 17,6% menyatakan tidak penting. Se dangkan sisanya tidak menjawab. Mahasiswa berpendapat, dibukanya kelas internasional ini, tidak diimbangi dengan pelayanan yang diberikan baik
fasilitas dan pengajaran. Menurut maha siswa, alasan dibukanya kelas interna sional, 19% menyatakan untuk menya makan dengan universitas lain, 21,4% menjawab hanya menginginkan UNY menuju WCU, 37,1% berpendapat ter lalu cepat dalam pembukaan dan sisanya tidak menjawab. Dilihat dari pelayanan, baik fasilitas maupun pengajaran yang diberikan, ter nyata belum bisa mendukung. Dari jum lah keseluruhan mahasiswa Prodi IPA, yang menyatakan mendukung sebesar 21,4% dan sebanyak 58,4% menyata kan tidak. Yang lainnya tidak menja wab. Sementara untuk kendala dalam pembelajaran, dari jumlah total sebesar 23,8% mengatakan ya dan sebanyak 17,6% menyatakan tidak, sisanya tidak menjawab. Dari kelas internasional menyatakan, pelayanan dalam hal fasilitas belum ba ik dan yang menghambat adalah belum terakreditasinya Prodi IPA. Yang menja wab ya 60,5%, tidak 28,1%,dan 11,4% tidak menjawab. Dalam hal ini, sebagi an dari mereka menyatakan, kebutuhan yang diberikan kurang bisa membantu mahasiswa. Dari hasil yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa akre ditasi sangat penting, untuk menentukan dibukanya kelas internasional. Selain itu, pelayanan yang diberikan harus mema dai baik pengajaran maupun fasilitas yang bisa dirasakan semua mahasiswa. Tim Expedisi
Mei, 2011 • EXPEDISI • 3
SENTRA
PELUANG DIBALIK KETIDAKJELASAN KELAS INTERNASIONAL
i dis pe Ex
4 • EXPEDISI • Mei, 2011
Akreditasi dan fasilitas Menurut Suyoso, akreditasi Pendidikan IPA masih diproses di Jakarta. Banyaknya pergu ruan tinggi yang mengajukan akreditasi juga menja di masalah sehingga membuat proses ini la ma. Untuk Pendidikan IPA dapat diistilahkan sedang memasuki ge lombang kedua yang artinya proses di Dikti atau Badan Ak reditasi Nasional (BAN) sudah dimulai. Nantinya tim aksesor akan turun ke UNY untuk me ngoreksi berkas-berkas yang sudah di kirim dengan bukti-bukti fisik yang ada. “Jadi berkas yang dibutuhkan dikirim untuk di aksesor dan hasilnya akan dico cokan dengan kenyataan dan dikunjungi aksesor,” tegas Suyoso. Keterangan yang sama juga disampaikan Dadan Rosana, “Akreditasi kan hanya proses, nanti juga sekitar bulan Juli akan dapat kita lihat hasilnya.” Di lain sisi masalah yang dikeluh kan oleh mahasiswa adalah fasilitas. Al Fatoni, mahasiswa Pendidikan kelas internasional mengungkapkan fasili tas yang dinikmati masih sama dengan kelas-kelas reguler meskipun dengan SPP yang berbeda. Heru Nurcahyo, M.Si, pembantu dekan II FMIPA juga membenarkan, yang membedakan antara kelas inter nasional dan kelas reguler hanyalah ma salah pengajarannya. Kemudian, untuk fasilitas yang diterima mahasiswa tidak ada pembedaan khusus. Seperti yang diujarkan PR I bahwa tidak ada salahnya memanfaatkan fasili tas yang sudah ada. Karena untuk mem
| da uli
D
emikian diungkapkan oleh Suyoso, M.Si selaku Pemban tu Dekan I FMIPA UNY. Ia ju ga menambahkan, bahwa di Lembaga Pendidikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang berstandar internasional adalah mata pelajaran yang berkaitan dengan sains. Sehingga, sudah selayaknya UNY mempersiapkan lulu san yang mampu mengisi kebutuhankebutuhan itu. Hal senada juga disam paikan oleh Dr. Dadan Rosana, selaku Ketua Program Studi Pendidikan IPA, “Ya, sebagai lembaga kan harus bisa membaca peluang.” Harapan agar lulusan UNY mampu mengisi peluang-peluang, akan kebutu han guru RSBI juga diungkapkan Prof. Dr. Nurfina Aznam,SU.Apt, selaku Pem bantu Rektor I (PR) UNY. Mengingat sekarang ini banyak sekolah-sekolah RSBI-SBI seperti SMP dan SMA, oleh karena kebutuhan akan guru, yang me miliki kualitas internasion al, sedang ter buka lebar dan UNY diharapkan bisa mengisi itu. Jalan yang ditempuh adalah dengan membuka kelas-kelasinternasi onal, untuk berbagai program studi di UNY termasuk Pendidikan IPA. Pembukaan kelas internasional Pen didikan IPA juga ternyata tidak mengede pankan masalah akreditasi. “Tidak bisa kalau akreditasinya dulu, tapi sebaliknya kita membuka kelas baru akreditasi me nyusul. Kita kan UNY punya segalanya, gedung punya, fasilitas punya, dosen punya. Syarat membuka prodi juga tidak sembarangan seperti harus punya dosen S2 sekian, dosen S3 sekian. Sebenarnya kalau langsung buka internasional juga tidak apa-apa”, ujar Nurfina Aznam ke tika ditemui di ruang kerjanya
Ma
Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 bahwa setiap satuan pendidikan harus ada kelas internasional, RSBI atau SBI dari tingkat SD, SMP, SMA. Sementara IPA sendiri ditujukan un tuk SMP. Sehingga membaca peluang itu, UNY membuka kelaskelas internasional untuk mensuplai tenaga pengajar kelas internasional.
Suyoso, M.Si selaku Pembantu Dekan I FMIPA
buka kelas internasional tidak akan bisa jika menunggu fasilitas lengkap dulu. “Fasilitas kan bisa sambil jalan, sambil melengkapi, yang penting standar mini mal harus terpenuhi, jadi tidak asal buka kelas internasional,” ujar beliau. Fasilitas yang seringkali dikeluhkan oleh mahasiswa adalah perpustakaan dan laboratorium. Lines (mahasiswa Pendidikan IPA 2009) mengaku, untuk masuk ke perpustakaan dari jurusan lain harus membayar biaya administrasi. PD II sendiri ketika dimintai konfirmasi, tidak terlalu menanggapi hal tersebut, karena hingga saat ini belum ada keluhan langsung dari mahasiswa ke pihak fakul tas. Beliau juga menambahkan, Pemban tu Dekan bukanlah orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan sesuatu, karena keputusan adalah kewenangan dari Dekan. “Selama mereka tidak me ngangkat hal itu dalam forum, pihak fa kultas tidak bisa berbuat apa-apa. Forum bisa melalui BEM” ujarnya. “Akan sangat hebat sekali jika sebu ah prodi memiliki perpustakaan sendiri,” kata Dadan Rosana. Beliau berpendapat bahwa perpustakaan Pendidikan IPA ti
Maulida | Expedisi
dak bisa diadakan, karena status prodi Pendidikan IPA sendiri, masih sebagai Program Studi bukan Jurusan. Beliau menyampaikan kedudukan prodi Pen didikan IPA ini berada dibawah dekan langsung. Keterangan berbeda diungkapkan Suyoso, PD I yang mengatakan bahwa sekarang status Pendidikan IPA, sudah berada dibawah Jurusan Fisika dan hal itu sudah dibahas dalam rapat fakultas sebelumnya. Yuli Astono, M.Si, Ketua Jurusan Fisika juga menyampaikan bah wa hal itu baru usulan dari Dekan dan untuk ke depannya ia belum tahu. Hal semacam itu semakin tidak memper jelas status prodi Pendidikan IPA itu sendiri. Bukan hanya perpustakaan yang menjadi masalah, penyediaan laborato rium Pendidika IPA juga terlihat banyak kekurangan. Lines mahasiswa Pendidi kan IPA 2009 menyatakan bahwa sebaik nya prodi Pendidikan IPA juga memiliki perpustakaan sendiri begitu pula dengan laboratorium yang perlu dilengkapi. “Apabila kita dibuka kelas internasion al maka perabotan didalamnya juga harus diutamakan,” tambah Lines. “Kedepannya, untuk efisiensi malah sebaiknya perpustakaan-perpustakaan jurusan ini tidak perlu diadakan, karena justru akan mengakibatkan disintegrasi di fakultas. Bagusnya malah, perpusta kaan itu hanya satu untuk satu fakultas. Dan untuk laboratorium Pendidikan IPA juga lebih baik ditiadakan. Pendidikan IPA sendiri adalah ilmu alam jadi terlalu global. Oleh karena itu, mereka kan bisa memakai laboratorium-laboratorium dari jurusan lain,” ungkap Suyoso. Selain fa silitas, kualitas pengajaran di Pendidikan IPA internasional, juga masih dikatakan baru mengarah ke kualitas internasional, tambahnya. Perlu seleksi khusus “Untuk penggunaan bahasa inggris di Pendidikan IPA ini rencananya dila kukan secara bertahap mengingat SDM yang tersedia,” ungkap Dadan Rosana. Lines, mahasiswa pendidikan IPA, mengharapkan agar penyediaa n SDM itu harus benar-benar dipersiapkan dari orang-orangyang kompeten dan penya ringannya juga harus diperketat. Hingga saat ini, penerimaan maha siswa baru kelas internasional di UNY,
suasana perkuliahan yang terbatas mahasiswa prodi pendidikan IPA di laboratorium IPA.
tidak diadakan seleksi khusus. Itu juga terjadi di Pendidikan IPA. “Tes TOEFL ada, tapi setelah menjadi mahasiswa. Tidak ada tes tambahan, yang ada ha nya tes SNMPTN. Apabila mahasis wa yang tidak lolos tes, maka ia harus memfasilitasi sendiri kekurangannya,” terang Nurfina Aznam ketika diminta menanggapi masalah penyaringan ma hasiswa baru. Senada dengan keterangan PR I, PD I juga menerangkan bahwa memang upaya semacam itu belum dilakukan di UNY. “Untuk kedepannya, penyaringan khusus seperti itu mungkin bisa diupaya kan,” tambah beliau. Dadan Rosana juga mengungkapkan, kemampuan berbahasa
"
Kalau tidak ada perpustaka an kita bisa menggunakan E-Learning, internet. Untuk mencari sumber itu tidak harus di perpustakaan, tegas Prof. Dr. Nurfina Aznam. -bahan yang dibutuhkan dari sumber yang lain.
"
inggris mereka bisa di dorong dengan pengantar bahasa inggris dalam kegia tan belajar mengajar. Yang membedakan kelas internasional dengan kelas reguler adalah perlakuannya. Perlakuan untuk kelas internasional misalnya dengan ma ta kuliah tambahan bahasa inggris dan ada dosen tamu. Kemudian pembayaran SPP-nya juga berbeda “Kelas beda, Per
lakuan juga berbeda,” ujar beliau Diminta Transparan Al Fatoni mahasiswa Pendidikan IPA internasional, pernah menanyakan langsung kepada pihak dekan, terkait transparansi dana. Menurutnya, ia me rasa keberatan untuk membayarkan uang sejumlah Rp 3.250.000,- setiap semes ternya, karena tidak sebanding dengan apa yang diterimanya. “Beliau pak PD II bilang kalau mau minta transparansi dana, semua kelas internasional harus ngajuin juga,” ujar Al Fatoni menceri takan ketika dirinya mengikuti dialog bersama jajaran dekanat. “Kalau minta rinciannya itu sangat banyak mas, nanti kan ada buat bayar listrik juga,” tam bah Al Fatoni menirukan jawaban PD II FMIPA. Menanggapi hal tersebut, PD II mengatakan, “SPP itu untuk membiayai program-programyang banyak.” Upaya lain untuk meningkatkan ku alitas kelas internasional Pendidikan IPA adalah dengan pengadaan dosen dari luar negeri. Seperti yang diungkapkan oleh Suyoso, dengan pemberian mata kuliah bahasa inggris wajib 0 sks, English Purposes Subject, bahkan pertukaran pelajar dengan negara lain. “Ke depan dana kelas internasional digunakan untuk kerjasama dengan luar negeri se perti praktek mengajar ke Malaysia. Tapi tentu itu ada biay a sendiri juga untuk biaya akomodasi. Untuk internasional PPL di luar negeri nilai TOEFLnya mi nimal 550,” terang Suyoso. Dwiningsih Afriati
Dwi, Iga, Lida, Linda, Rudi, Suly, Yulinda
Mei, 2011 • EXPEDISI • 5
INFO KAMPUS
OLAHRAGA (tidak) sama dengan POLITIK
K
ecacatan organisasi sepak bola Indonesia ini tampak dari fenomena sebelumnya. Pertandingan-pertandingan yang dia dakan sering berakhir rusuh. Bermula dari penjual tiket, keputusan wasit, ke nakalan pemain sampai perilaku anarki suporter. Masalah lainnya adalah banyaknya pemain asing yang berlaga di Indonesia. Hal ini merupakan salah satu bencana bagi pemain lokal. Kepopuleran seorang Irfan Bachdim, membuat persepakbo laan Indonesia berlomba mencari Irfan Bachdim lainnya untuk dinaturalisasi. Pemain naturalisasi dijadikan ujung tombak kesebelasan Indonesia. Seolah barang dalam negeri tidak dipercaya, begitupun permainan sepak bolanya. Se akan, sebuah tim dianggap tidak hebat apabila tidak ada pemain asingnya. Kenakalan pemain dan wasit juga mewarnai dunia sepak bola Indonesia. Pemain yang tidak menjunjung sporti vitas sering membuat ulah. Mulai dari pemakaian doping sampai melakukan tindakan menciderai lawan. Beberapa diantaranya, bermain hanya untuk me nang. Begitu juga dengan wasit yang menurut isu masyarakat bisa disuap. Sehingga wasit bukan lagi sebagai pe mimpin pertandingan, tapi sebagai ke panjangan tangan dari orang-orang yang berkepentingan. Hal itu memungkinkan ketidakpu asan suporter, lalu diwujudkan dengan meng ganggu jalannya per tandingan. Hal terse but menunjukkan bahwa sep ak bola mer u pak an s a l a h satu o l a h raga yang mampu meman cing emosi orang dan menyihir pe
BAKSOS LPM UNY
nonton ikut dalam permainan. Untuk memperbaiki persepakbolaan Indonesia, dibutuhkan sosok pemimpin yang memahami sepak bola, menge tahui posisi apa yang cocok untuk tim Indonesia, tapi juga harus bisa memane jemen organisasi, punya kecintaan ter hadap sepak bola dan alangkah baiknya jika berasal dari orang-orang olahraga, yang mengetahui tentang olahraga. Sepak bola memang bisa sebagai ajang mengumpulkan massa, tak sela yaknya digunakan untuk kepentingan politik, seperti menggunakan kefanati kan suporter dan kepopuleran pemain. Ketika pemain atau tim sedang dalam popularitas tinggi, banyak oknum politik yang mendekati. Banyak yang memberi kan “sumbangan”. Tapi setelah populari tas mereka meredup, ditinggalkan begitu saja. sepak bola sebagai olahraga, bukan ajang mencari keuntungan popularitas. Pemain pun perlu diperbaiki dengan peningkatan kemampuan melalui pelati han teknik sepak bola dan pelatihan dari segi psikologis. Keseimbangan kemam puan gerak dan kemampuan mengelola emosi sangatlah penting. Kita lihat pe main di Eropa, ketika ada pemain men jatuhkan pemain lawan, maka ia segera berdiri tanpa marah dan menyerahkan keputusan kepada wasit. Berbeda de ngan pemain Indonesia. Jadikan kese belasan di Indonesia tidak hanya jago kandang, tetapi juga kandangnya jago sepak bola. Demikian dengan suporter harus dila tih menjadi penonton yang baik dengan menghargai keputusan wasit, mengama ti cara bermain baik tim, serta mampu menjaga jalannya pertandingan. Kefana tikan membuat seseorang menjadi picik, tidak bisa berpikir terbuka dan itu harus dihindari oleh suporter Indonesia. Sepakbola merupakan olahraga yang merakyat, sekaligus bisa memecah belah masyarakat. Dalam sepak bola, yang di lihat bukan skor yang dicetak, tapi nilai dalam permainan itu. Sepak bola juga bukan tempat untuk berpolitik. HIDUP SEPAKBOLA INDONESIA!!!! Ferlynda Putri S
Dalam rangka Dies Natalis UNY ke-47, diselenggarakan Bakti Sosial (Baksos) di tiga tempat, di Kecama tan Cangkringan yaitu Jetis Sumur, Glagahmalang, dan Glagaharjo, Minggu (1/5). Acara dibuka oleh PR I, Ibu Nurfina Aznam. Baksos ini ter selenggara atas kerjasama LPM UNY Recovery Merapi, dengan memberi kan pelayanan kesehatan gratis, per panjangan Surat Ijin Mengemudi (SIM), pagelaran wayang kulit, pijat gratis, dan pembagian sembako kepa da warga, di tempat tersebut yang ter kena awan panas. Acara ini dimeriah dengan organ tunggal. “Bantuan ini sangat membantu dalam meringankan pelayanan kesehatan di sini, sehingga tidak susah jauh-jauhdan membayar,” kata seorang warga Jetis Sumur. Iga
HARI PENDIDIKAN NASIONAL Senin 2 Mei 2011, di rektorat UNY diselenggarakan upacara memperi ngati hari pendidikan nasion al. Se laku pembina upacara, Ibu Nurfina Aznam (PR 1), membacakan pidato dari Menteri Pendidikan Bapak M. Nuh. yang isinya, pendidikan karak ter dilangsungkan secara menyeluruh, kesegala jenjang pendidikan. Kegiatan kali ini juga sebagai ajang pemberian penghargaan, kepada 18 guru sekolah dari TK sampai SMA, beserta guru olahraga dari UNY. Annis
KEJURDA PENCAK SILAT PELAJAR Dalam rangka Dies Natalis UNY ke-47, Minggu (20/4), UKM pencak silat menyelenggarakan pembukaan acara Kejuaraan Daerah (Kejurda) pencak silat tingkat SD sampai SMA se-Yogyakarta di GOR UNY. Jumlah peserta sebanyak 747. Berlangsung selama 3 hari dari tanggal 24-26 April. Acara berlangsung lancar dan meriah. Pembukaan dan Penutupan Kejurda oleh Rektor UNY, beliau mengatakan sangat bangga dan puas atas diadakan nya Kejurda pencak silat pelajar ini. Sulyanti
Hoho | Expedisi
Mei, 2011 • EXPEDISI • 7
TEPI
Indahnya Berbagi Perbedaan Dalam Perkuliahan Mahasiswa asing yang secara genotipe dan fenotipe berbeda dengan mahasiswa lokal, turut mewarnai perkuliahan di UNY.
Ade | Expedisi
untuk negara-negara berkembang. Ti dak seperti program Darmasiswa yang kebanyakan menampung mahasiswa dari Eropa. Negara-negara berkembang yang mengirimkan mahasiswanya diantara nya India, Madagaskar, Bangladesh, Sri lanka, Laos, Thailand, Kamboja, Papua Nugini dan sebagainya. Sebagian besar mengambil program S2, dengan jangka waktu pendidikan sekitar satu tahun. Se mentara program You to You, merupakan program kerja sama universitas dalam negeri dengan luar negeri yang dibiayai oleh Dikti. Peng Zee Lien (memakai kaca mata), mahasiswa dari Cina sedang bercanda dengan teman-teman satu kelasnya. Peng Zee Lien kuliah di FBS mulai tahun 2010.
K
eberadaan mahasiswa asing di UNY, memberikan kontribusi yang besar, baik bagi universitas itu sendiri, maupun mahasiswa lokal. Bagi universitas, keberadaan mereka menjadi simbol kemajuan sebuah uni versitas. “Tidak semua universitas bisa menjadi provider, kurang lebih satu In donesia itu ada 40 universitas,” ungkap Ari Kusmiatun, dosen PBSI. “Dan dari 40 provider itu, diambil empat sampai delapan orang. Dari 30 peserta, yang diambil 20-25 orang,” tambahnya. Keberadaan mahasiswa asing me nandakan bahwa UNY merupakan salah satu universitas di Indonesia yang telah goInternational. Bagi mahasiswa asing maupun lokal, universitas menjadi tem pat pertukaran kebudayaan antarnegara, sehingga tidak mengherankan proses asimilasi maupun akulturasi kebudaya an mudah terjadi dengan pergaulan an tarmahasiswa asing dengan mahasiswa lokal. “Kita bisa belajar multikultural, budaya mereka, kebiasaan mereka, life style mereka dan membuka pola pikir kita tentang makna multikultural yang sebenarnya,” ujar Ari Kusmiatun. Jalur Masuk Kuliah ”Karena biaya kuliah di Indonesia murah, dan tidak jauh dari negeri sa
8 • EXPEDISI • Mei, 2011
ya, waktu saya datang pertama kali ke Jakarta, saya bawa uang tunai waktu itu $100 Amerika,” ujar Peng Zee Lien, mahasiswa asal Cina. Berbagai program yang ditawarkan dari Dikti, memungkinkan setiap ma hasiswa asing berkesempatan kuliah di Indonesia dan mempelajari berbagai ke budayaan yang ada. Jalur masuk yang di tawarkan antara lain, Program Darmasis wa, KNB (Kemitraan Negara Berkembang), You toYou. Namun ada pula yang kuliah de ngan biaya sendiri (swadana). Program Darmasiswa, berupa pem berian beasiswa kepada mahasiswa asing, untuk dapat kuliah di Indonesia. Program yang di tawarkan yaitu pro gram enam bulan dan satu tahun. “Ta hun ini ada sekitar 24-25 orang, ada 6 orang yang sudah pulang, karena cuma enam bulan dan yang lain nanti selesai bulan Juni. Kita menerima lagi bulan September dan ini rutin”, ungkap Ari Kusmiatun. Dan UNY sendiri telah men jadi provider dalam program ini, selama lebih kurang 20 tahun dan sekitar 40-an negara yang telah berhasil ditangani. Mahasiswa yang masuk lewat jalur ini bebas memilih prodi. KNB merupakan program serupa dengan Darmasiswa, namun khusus
Antusias dan Saling Pengertian Belajar multikultural dari berbagai negara, menjadi hal yang menyenangkan ketika kita sangat antusias dengan kebu dayaan dari suatu negara. Seperti yang tengah dilakukan oleh seorang mahasis wa asing asal Latvia. Asnate Strike (23 tahun), nama lengkapnya, namun biasa disapa “mbak Nate” di Jurusan PBSI FBS. Selain belajar bahasa Indonesia, dia juga belajar keterampilan yang lain di jurusan yang berbeda. “Saya mengam bil tiga mata kuliah lain seperti batik dan memasak di FT,” ungkapnya. Selain itu, Nate juga mengajar baha sa Inggris di FMIPA. Mahasiswa yang masuk melalui jalur Darmasiswa ini mengaku sangat senang dapat meng ajar bahasa Inggris di FMIPA. “Mereka nampak sangat antusias dengan mata kuliah bahasa Inggris yang saya ajarkan. Jadi, saya juga sangat menikmati saatsaat mengajar meski cukup melelahkan juga”, ujarnya. Ia berkuliah di UNY dan belajar Bahasa Indonesia atas saran dari Prof. Leons Gabriels Taivans. Kenyamanan mahasiswa asing selama di UNY, tidak lepas dari peran para dosen yang penger tian terhadap mahasiswanya, sekalipun mereka berbeda dari mahasiswa lokal. Namun sikap sportif, friendly, dan loyal itas yang tinggi menjadikan mahasiswa
"
Mereka nampak sangat antusias dengan mata kuliah bahasa Inggris yang saya ajarkan. Jadi, saya juga sangat menikmati saat-saat mengajar meski cukup melelahkan juga.
pur bahasanya antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, kami juga bingung kalau mau bercakap-cakap dengan me reka”, ujar Budi mahasiswa PBSI 2010 (29/04). Perbedaan tingkah laku juga men jadi kendala dalam proses interaksi.
Seperti spesialisasi BIPA (Bahasa Indo nesia untuk Pengajar Asing). Di UNY sendiri ada program bridging course yaitu semacam kursus penjembatan untuk masuk UNY, baik untuk Darmasiswa maupun KNB, tanpa biaya tambahan, kecuali bagi mereka
Keterbatasan Berbahasa Membuat Kurangnya Interaksi Terkadang meski kita masih merasa aneh dan heran, bila melihat mahasiswa asing, karena perbedaan fisik, pada da sarnya mereka punya prinsip yang sama. “Saya rasa itu adalah hal yang normal, bila mereka terlihat keheranan seperti itu. Apalagi orang Eropa memang ber beda secara fisik. Jadi saya rasa, itu hal biasa yang terjadi disini. Yang jelas ma hasiswa lokal sangat ramah,” ujar Asnet dengan logat Inggrisnya. Keterbatasan bahasa, membuat ma hasiswa lokal dan mahasiswa asing sulit berinteraksi. “Saya dan teman saya da lam bergaul dengan mahasiswa asing tidak begitu akrab, karena keterbatasan bahasa. Kami biasa berbicara dengan bahasa Indonesia, sementara dia mema kai bahasa Inggris. Dan meskipun dia bisa menangkap yang kita bicarakan, tetapi susah untuk menanggapi dalam bahasa Indonesia, jadi ya campur-cam
Linda | Expedisi
"
betah mengikuti perkuliahan. Disamping itu, sikap mahasiswa lo kal yang terbuka, dalam pergaulan de ngan mahasiswa asingpun, turut berpe ran dalam kenyamanan mereka. “Karena di sini orangnya ramah-ramah, baik-baik suka kasih bantu itu saya kalau ujian”, ujar Peng dengan logat mandarinnya. Mahasiswa lokal sendiri mengakui, ke beradaan mahasiswa asing membantu mereka dalam pembelajaran bahasa. “Saya rasa keberadaan mereka disini amat positif. Khususnya di Prodi saya sendiri, jika ada mahasiswa asing dari Jerman, akan sangat membantu kami belajar lebih dalam mengenai Bahasa Jerman. Cara mereka berbicara dan lain sebaginya. Kami juga bisa belajar ten tang budaya negara mereka”, ujar Juli, mahasiswa Pendidikan Bahasa Jerman 2008 (29/4).
Asnate Strike, mahasiswa asal Latvia
Pernah pula seorang mahasiswa asing, mengeluh atas sikap mahasiswa lokal yang tidak disiplin dalam berpakaian, seperti menggunakan kaos oblong saat kuliah dan kebiasaan melanggar aturan lalu lintas. Begitu juga dengan pola hi dup yang berbeda. “Mahasiswa semua pakai itu namanya motor. Itu tidak ba gus untuk udara. Saya mau udara segar dan itu asap tebal dari motor tidak baik untuk kesehatan,” keluh Peng dengan logat mandarinnya. Penanganan Kesulitan Belajar Tidak semua mahasiswa asing yang kuliah di Indonesia, dapat “fasih” ber bahasa Indonesia. “Mahasiswa asing itu ada yang nol bahasa Indonesia, terutama dari Program Darmasiswa. Karena pro gram ini tidak mensyaratkan mereka un tuk bisa bahasa”, ungkap Ari Kusmiatun. Ada pula yang tidak dapat berbahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga pengajar. “Bahasa Indonesia itu memang sulit, banyak kosakata untuk ungkapin sesuatu, kalau Bahasa Mandarin kan murni, tidak ada kata serapannya”, jelas Peng. Untuk menangani hal semacam ini, dibuatlah program-program tertentu untuk tenaga pengajar mahasiswa asing di Indonesia.
yang masuk dengan biaya sendiri, se hingga tidak diwajibkan untuk meng ikuti program ini. Sedangkan di Jurusan PBSI, di buat program PBIA (Pendidi kan Pengajar Bahasa Indonesia untuk orang Asing). Program-program yang dibuat untuk membantu mahasiswa asing, dalam pemahaman bahasa, baik yang dicanangkan oleh pihak pemerintah maupun oleh UNY sendiri, sangat mem bantu mereka dalam pengolahan bahasa. Seperti yang di katakan oleh Peng, “Saya senang dengan adanya program itu, sudah bagus, karena di sini belajarnya santai, tidak usah pusing-pusing, yang penting kita masuk”. Berbagai kegiatan penunjang ke berhasilan pengajaran pun di lakukan seperti diadakannya workshop budaya dan bahasa, workshop batik, tari jawa, gamelan, dan pergi ke tempat wisata. “Untuk KNB, kita ajak ke sekolah seko lah (TK,SMP) dan mereka disana juga berdialog”, ujar Ari Kusmiatun. Dari International Office menyelenggarakan internasional day, performance budaya, tari dan food bazaar, international night, serta Summer Camp secara gratis, yang tujuannya untuk mengenalkan budaya yang ada. Dwi Ambar Rini
Ratih, Ody, Sari, Lynda, Mahatir
Mei, 2011 • EXPEDISI • 9
WACANA
Pendidikan Profesional Guru (PPG) mau dibawa kemana para calon guru? PPG (Pendidikan Profesional Guru) mau dibawa kemana para calon guru?
I
ng ngarso sung tuladha ing madya mangun karsa tut wur handayani(KI Hajar Dewantara) Kata pepatah “Guru digugu lan di tiru.” Begitulah sosok guru dikancah pendidikan kini semakin dituntut per kembangan zaman, sebagai bagian da ri peran aktif seor ang tenaga pendidik. Bersamaan dengan disahkannya UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang diikuti UU RI No 14 Th. 2005 tentang standar profesi guru, maka di susunlah program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Menurut Permendiknas No.8 tahun 2009, program pendidikan profesi guru pra jabatan atau selanjutnya disebut pro gram PPG, merupakan program pendidi kan yang diselenggarakan, untuk mem persiapkan lulusan S1 kependidikan/D IV non kependidikan agar menguasai kompetensi guru secara utuh, dengan standar nasional pendidikan. PPG, me nurut pasal 4 ayat 1 peraturan pemerin tah no 74 tahun 2008, akan dilaksana kan melalui program pendidikan profesi yang akan diselenggarakan oleh pergu ruan tinggi, yang memiliki pengadaan kerja tenaga kependidikan terakreditasi. Rencananya PPG ini akan diberlaku kan secara wajib mulai dari mahasis wa kependidikan angkatan 20091 dan dilaksanakan selama satu tahun untuk mendapatkan lulusan berpredikat guru
10 • EXPEDISI • Mei, 2011
profesional. Jika menilik sosok guru, menurut UURI No.14 tahun 2005, seorang pen didik diharuskan memiliki kualifik asi pendidikan S1 atau D4 kependidikan maup un non kependidikan. Hal itu diber lakukan semenjak UU tersebut disahkan. Mulai saat itu para pendidik berlombalomba untuk melanjutkan studinya, baik yang sudah diangkat sebagai pegawai negeri sipil maupun guru-guruyang be lum diangkat menjadi PNS. Semenjak isu adanya PPG, yang diberlakukan dengan iming-iming gaji yang lumayan ini, para pendidik menjadi lebih aktif dan bersemangat mengikuti berbagai seminar kependidikan maupun penataran-penataran serupa, dengan tu juan mengumpulkan poin demi menda patkan predikat sertifikasi. Namun hal itu kurang tepat sasaran jika menilik bahwa seorang guru dituntut memili ki kepribadian sosial dan profesional melalui pendidikan profesi. Hal itu mengisyaratkan bahwa untuk menjadi pendidik profesional, guru harus me nempuh PPG. Dengan diberlakukannya PPG ini para tenaga pendidikan maupun non ke pendidikan berkesempatan memperoleh sertifikat tenaga kependidikan profesio nal dengan gaji lumayan. Namun apakah benar dengan diberlakukannya PPG itu para guru benar-benar menjadi tenaga
pendidik profesional? Hal yang patut dipertanyakan, dima na PPG juga memperbolehkan maha siswa S1 non kependidikan mengambil jalur ini. Tentunya hal tersebut menjadi momok tersendiri bagi lulusan kepen didikan karena akan lebih banyak lagi calon-calontenaga pendidik yang akan dicetak nantinya. Atau suatu saat PPG dijadikan sebagai batu loncatan bagi lulusan non kependidikan untuk mera ih sertifik at guru profesion al. Kebutu han guru yang kurang lebih mencapai 747.898, jika dirunut dari tahun 2008 sampai 2014, dimana untuk lulusan PPG angkatan pertama 2009, kemudian ma sa transisi yang berlangsung selama 3 tahun, dari 2010 hingga 2012 dan ke mudian lulusan PPG dari tahun 2013 sampai 2014. Dengan PPG memungkinkan para guru dapat mengeksplor kemampuan mereka dalam bidang pendidikan. Na mun apakah hal tersebut dapat menja dikan seorang pendidik itu profesional? Kehadiran PPG pun semakin dipertanya kan. Tanpa PPGpun tenaga pendidik di Indonesia saat ini sudah lumayan mampu untuk hal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari prestasi beberapa guru dalam hal akademis maupun non akademis yang mungkin tidak banyak diekspose oleh media. Maulida Mawadati Nugroho
RESENSI
Manusia : Mesin Pembunuh
B
“
eberapa pekerjaan, perlu terli hat seperti kecelakaan, yang lain mungkin menyebabkan kecuri gaan, aku melakukan tugas dan target tertentu.” Sepenggal petikan kalimat dari tokoh Arthur (Jason Statham), seorang pembunuh bayaran, dengan segudang misi pembunuhan. Arthur mengalami pertentangan batin, setelah pembunu han yang dilakukannya, kepada rekan sekaligus orang yang mempekerjakan nya, Harry (Donald Sutherland), sebab Dean (Tony Goldwyn) membalikkan fakta yang ada. Setelah kematian Harry, muncul tokoh baru yaitu Steve McKenna (Ben Foster), anak Harry. Dia sangat berambisi mencari untuk kemudian membunuh orang yang telah mengha bisi ayahnya. Karena merasa bersalah telah mem bunuh Harry, Arthur kemudian menga jari Steve, membentuk mentalitas untuk mewujudkan karakter pembunuhnya. Steve yang ambisius ingin membalas dendam atas kematian ayahnya, tidak sadar bahwa pembunuh ayahnya adalah gurunya sendiri yaitu Arthur. Meskipun Dean adalah dalang dibalik semua itu. Akhirnya, Arthur dan Steve menjadi partner kerja sebagai pembunuh bayaran, mereka menjalankan misi pembunuhan yang ditugaskan oleh Dean, karena te lah merugikannya dalan dunia bisnis. Ketidaktahuan mereka telah dimanfa atkan oleh Dean, dalam menanggalkan pesaing-pesaingnya di kancah bisnis. Lambat laun kelicikan Dean terungkap, setelah Arthur bertemu dengan orang yang telah ia bunuh. Ternyata Dean me nyembunyikan rahasia tersebut, sehingga pembunuhan itu tidak terungkap, pada hal ia yang merupakan kunci dari ke busukan Dean. Egoistik dari tiap tokoh tampak, dimana masih terdapat hukum rimba yang tertuang dalam film ini. Ke tegangan ketika saling menjatuhkan dan tertangkap sangat begitu jelas dan rapi. Setelah itu terkuak pula pengkhiana tan Dean atas mereka, walaupun mem butuhkan waktu dan kejelian dalam
mencarinya. Karena mereka tidak tahu tempat tinggalnya. Setelah memaksa beberapa rekan Dean dengan kekera san, akhirnya mereka menemukannya. Meskipun mereka harus menerima baku tembak, berbagai cara dilakukan untuk membalaskan dendam mereka masingmasing. Arthur merasa otaknya telah dicu ci untuk membunuh Harry, ditambah ia harus menanggung rasa bersalahnya, kemudian Steve yang ingin membunuh Dean, karena ia tahu bahwa Dean yang membunuh ayahnya. Setelah mereka berhasil membunuh Dean, Arthur mera sa, rasa bersalah yang ia derita terbayar, begitupula dengan Steve yang merasa puas, menjadi sebuah gambaran yang ditelurkan, dari rasa dendam yang tak teredam. Sebuah fenomena perebutan kekuasaan dan pembunuhan, yang ha rus ditentukan dengan sebuah pistol pengakhir kehidupan. Konflik baru muncul, ketika Steve secara tidak sengaja, menemukan pistol ayahnya di kotak perkakas milik Arthur, yang berukirkan “Amat Victoria Curam” di salah satu badan pistol. Akhirnya ia tahu Arthur lah yang telah membunuh ayahnya. Sosok Steve yang sangat be rambisius untuk membunuh Arthur, sangatlah kental sampai menutup hati nuraninya. Dendam yang ia nyalakan justru berbalik dengan kegagalannya, dan sebuah akhir yang tragis terjadi se telah Steve gagal membunuh Arthur, hingga ia menemukan ajalnya. Sebuah film yang mampu mem bangkitkan gairah kehidupan. Sebuah pekerjaan yang memang ada, melakukan kejahatan demi keuntungan pribadi, de ngan menghalalkan segala cara, walau dampak tersebut hinggap pada orang lain. Begitu pula kelekatan humanistik yang padat, penting dan wajib digaris bawahi. Manusia dijadikan seperti mesin pembunuh jelas sekali. Selamat menon ton, berfantasi, dan menghakimi labirin kebenaran.
Genre Film | Action-Thriller Produser | Irwin Winkler, Avi, Lerner, Robert Chartoff Produksi | Millennium Films Durasi | 92 menit Pemain | Jason Statham, Ben Foster, Donald Sutherland, Tony Goldwyn, Christa Campbell Sutradara | Simon West
Armada Nurlinsyah
Mei, 2011 • EXPEDISI • 11
EKSPRESPEDIA
segway, kendaraan idaman Meskipun tanpa mesin dan dipaten kan sebagai kendaraan angkut pribadi atau personal mobility vehicle (PMV), segway dirancang hanya untuk satu pe ngendara. Sarana transportasi yang mirip otopet ini mampu meluncur dengan ke cepatan 20 km/jam dengan daya jelajah 27 km di atas jalan datar. Arah dan laju kendaraan ini, cukup dikontrol lewat pergerakan keseimbang an titik berat pengendaranya, pada pi jakan yang dirancang khusus, sehingga sangat peka dan reaktif. Untuk berhen ti pun tak perlu menginjak rem, hanya dengan mengatur posisi badan secara tegak lurus. Secara fisik, ia terdiri atas empat elemen utama: roda dan motor, sistem sensor, papan sirkuit otak, dan sistem kontrol operator. Ia juga memiliki lima sensor giroskop yang mengatur meka nisme keseimbangan secara sempurna, meskipun yang diperlukan hanya tiga
12 • EXPEDISI • Mei, 2011
sensor untuk mendeteksi gerakan ma ju, mundur. Juga berbelok ke kiri atau ke kanan. Seluruh informasi, termasuk dari sensor tambahan, tentu harus melewa ti ”otak”, yang dibuat dari dua sirkuit pengontrol elektronik, terdiri atas 10 mikroprosesor, yang tiga kali kekuatan PC atau komputer pribadi. ”Otak” atau program komputer itu akan memantau semua informasi yang datang dari sensor giroskop lalu mengatur kecepatan mo tor listrik dalam merespons informasi tersebut. Segway sebenarnya bukan barang baru, alat transportasi alternatif yang di produksi perusahaan Segwal LLCC yang berbasis di Bedford, New Hampshire ini sudah diperkenalkan ke publik se jak 3 Desember 2001 oleh penemunya, Dean Kamen di Bryant Park, New York, Amerika Serikat. Ada harapan, Segway yang pada
mulanya diberi nama sandi ”IT” dan ”Ginger” ini akan menjadi sarana trans portasi ramah lingkungan. Selain anti polusi, ia juga diramalkan bakal menja di kendaraan masa depan yang nyaman dan aman untuk dikendarai. Kendara an roda dua yang hemat energi, dengan mengandalkan tenaga baterai nickel cadmium (NiCd) ataupun nickel metal hydrate (NIMH). Pengisian baterai sela ma satu jam menghasilkan tenaga untuk dua jam pemakaian. Irawan S Adhi