EXPEDISI EDISI II MEI 2017
MEMBANGUN
B U D AYA
KRITIS
Labirin Informasi UNY
surat pembaca Kelangkaan Ruang Publik di UNY FAKULTAS Ilmu Sosial belum mencerminkan kampus sosial. Hal itu disebabkan, fasilitas yang belum memadai dan kurang bisa mendukung aktivitas di sekitar kampus.Seperti minimnya keberadaan ruang-ruang diskusi. Area Taman Pancasila yang bisa digunakan sebagai tempat berdiskusi justru digunakan untuk tempat parkir. Menurut saya, penggunaan area tersebut masih kurang begitu maksimal lantaran tidak sesuai dengan fungsi sebenarnya. Taman Pancasila yang seharusnya sesuai dengan namanya malah sama sekali berbeda dari kenyataannya. Padahal adanya ruang publik akan memungkinkan mahasiswa menggunakannya untuk berdiskusi dan belajar. Sebaiknya pihak universitas mengupayakan untuk menciptakan ruang-
ruang terbuka, supaya pembangunan ini akan terarah lebih baik. Bukankah cukup bagus jika setiap fakultas memiliki ciri khas masing-masing agar tiap fakultas memiliki identitas yang kuat. Wahyu Yuliana Pendidikan Sosiologi 2015
Kecewa Terhadap Seleksi Calon Korfak KETIKA pendaftaran menjadi koor dinator fakultas (korfak) FIS dibuka, saya mengajukan diri untuk menjadi calon korfak. Sederhana saja, saya me miliki ide untuk Ospek Fakultas Ilmu Sosial 2017 agar lebih menarik dan ju ga tidak menghilangkan esensi ospek itu sendiri. Tapi ketika sesi wawancara dimulai, ada rasa kecewa yang timbul pada diri saya. Penilai calon korfak meng anggap ide saya sangat bertentangan dengan budaya yang sudah ada. Apa yang mereka lakukan belum memahami
editorial Mempertanyakan KIP UNY INDONESIA pada era reformasi menuntut adanya keterbukaan informasi untuk publik. Itulah alasan pemerintah membentuk UndangUndang (UU) Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). UU KIP menjadi salah satu patokan badan publik di Indonesia untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Badan publik, seperti yang disebutkan di Bab 1 Pasal 1, termasuk instansi pendidikan seperti perguruan tinggi. Pemeringkatan oleh Komisi Informasi pada tahun 2016 belum menempatkan UNY di 10 besar perguruan tinggi negeri dengan keterbukaan informasi publik yang baik, begitu pula di tahun sebelumnya. Padahal perguruan tinggi negeri yang menempati peringkat ke 10 memiliki skor 41,01. Itu membuktikan UNY belum memiliki komitmen penuh dalam mengimplementasikan keterbukaan publik. Pengalaman Sulthoni, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial, saat mengajukan permohonan data presentase pembayaraan UKT UNY untuk dikaji tidak ditanggapi dengan baik oleh salah satu pihak birokat di UNY. Permohonan dipersulit
2
dengan dalih data tersebut bersifat pribadi. Kalaupun memang bersifat rahasia, semestinya pihak birokrat memberikan peraturan yang jelas perihal informasi yang boleh dan tidak boleh dipublikasikan. Prosedur permohonan informasi pun belum satu pintu. Untuk mendapatkan data tersebut, harus melalui beberapa birokrat di UNY. Keberadaan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokmentasi (PPID) di UNY yang sudah dibentuk melalui SK Rektor nomor 645 tahun 2015 pun belum disosialisasikan pada mahasiswa. PPID dibutuhkan dalam badan publik sebagai tuntuntan UU KIP yang berfungsi mengelola informasi dalam satu pintu. Minimnya sosialisasi dan pemahaman keterbukaan informasi publik menjadi kekurangan UNY menciptakan kehidupan berdemokrasi di ranah akademis. Pemahaman ini semestinya menjadi kewajiban UNY sebagai badan publik. UNY harus berbenah diri dengan menyosialisasikan pentingnya keterbukaan informasi publik dan segera membenahi birokrasi permohonan informasi agar lebih jelas. Redaksi
sepenuhnya ide saya. Terlebih ketika tes pengetahuan umum tim penilai menanyakan hal yang khusus seolah-olah saya harus mengetahui semua bidang. Menurut saya cara menguji pengetahuan umum bukan dengan cara menanyakan hal yang bersifat khusus, tapi dengan cara menjelaskan topik secara umum kemudian tim penilai menanyakan topik secara lebih spesifik. Aristo Afkar Barin Ilmu Komunikasi 2016
Satu Akun untuk Semua Perangkat SAYA adalah mahasiswa UNY yang berkuliah di kampus Mandala, sudah menginjak semester dua. Sebenarnya saya memimpikan UNY adalah kampus yang mempunyai sinyal internet yang bagus, karena tidak bisa dimungkiri internet sudah menjadi sarana yang baik untuk mencari sumber perkuliahan. Masalahnya, sinyal internet wifi-nya hanya bisa dipakai untuk satu perangkat saja. Saya adalah pengguna sinyal wifi UNY. Tetapi cuma saya daftarkan untuk laptop saya. Ketika saya membutuhkan sinyal internet untuk telepon genggam, terpaksa saya beli kuota sendiri untuk kebutuhan tersebut. Saya sangat memimpikan sinyal internet wifi UNY bisa lebih cepat lagi dan bisa digunakan dalam berbagai perangkat meskipun cuma satu akun. Coba lihat sistem internet wifi di Perpustakaan Kota Yogyakarta yang bisa digunakan tidak hanya satu perangkat. Fauzi Husni Mubarok Psikologi 2016
sempil + “Sekarang cenderungnya, kalau minta data keuangan, ya dia mintanya ke keuangan.” - “Kecenderungan yang berlarutlarut nggih, pak?”
Pimpinan Proyek Khansa Nabilah | Sekretaris Bagas Nugroho Pangestu | Bendahara Maulidya Alhidayah | Redaktur Pelaksana Ahmad Yasin | Redaktur Mar'atu Husnia Alfi, Mu'arifah, Nossis Noer D. H, Rofi Ali Majid, Romadhoni Satria G, Yongki Rizki M | Reporter Ali, Bagas, Haris, Khansa, Mu'arifah, Salma, Satria, Yasin | Redaktur Foto Yonky Rizki Munandhar | Artistik Gilang Ramadhan, Mar'atu Husnia Alfi, Nossis Noer Dimas Hertanto, Sunardi | Produksi Rofi Ali Majid | Iklan Haris Dwi Saputra, Khairuddin Ahmad, M. Noor Alfian Choir, Roni Kurniawan | Tim Polling Ikhsan Abdul Hakim, Mu'arifah, M. Afrizal, Prawala Adi Wara | Sirkulasi Ramadhoni Satria Gunawan| Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang Yogyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@yahoo.com | Web Ekspresionline. com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.
edisi II | MEI 2017
Yongki | Expedisi
sentra
n Kamis (25/5), website UNY sebagai salah satu sarana publikasi informasi oleh sivitas UNY.
Keterbukaan Informasi UNY Tidak Maksimal
UNY sebagai badan publik tidak melaksanakan keterbukaan informasi pulik dengan baik. Pelayanan pun dirasa belum optimal.
K
eterbukaan informasi publik sudah menjadi kewajiban suatu lembaga publik untuk memenuhi hak publik. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Nomor 14 Tahun 2008 yang menjelaskan bahwa setiap informasi yang tidak membahayakan negara atau sejenisnya, wajib untuk diberikan kepada publik. Akan tetapi, UNY belum sepenuhnya mencerminkan sebagai badan publik yang mematuhi Undang-undang tersebut. Dari hasil pemeringkatan yang dilakukan Komisi Informasi Pusat tahun 2016, UNY tidak termasuk sepuluh besar kategori Perguruan Tinggi Negeri dalam melaksanakaan keterbukaan informasi publik. Peringkat pertama diduduki Universitas Indonesia dengan skor 97,92 dari skala 1-100. Jurnal berjudul “Upaya Universitas Negeri Yogyakarta dalam Pemenuhan Hak Atas Informasi Publik” karya Lulut Wening Prawestri, Mahasiswa Jurusan PKnH, yang terbit tahun 2016 mengungkap penyebab pengelolaan dan pelayanan informasi di UNY belum berjalan secara optimal. Berdasarkan jurnal tersebut, terdapat hambatan-hambatan yang dialami
Mei 2017 | edisi ii
Humas dan PPID sebagai pengelola dan pelayan informasi di UNY. Di setiap kantor Humas, hanya ada dua orang yang menjalankan fungsi mencari, mengolah, dan menyosialisasikan informasi publik. Anggaran 25-30 juta yang dialokasikan untuk kegiatan Humas juga dirasa masih kurang untuk publikasi informasi dan membentuk opini publik. Hambatan-hambatan yang dialami unit-unit pengelola dan pelayanan informasi di UNY berimplikasi pada sulitnya mengakses informasi. Sulthoni Ad-Dzulqornain, mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, mengalami kesulitan saat mengajukan permohonan data presentase Uang Kuliah Tunggal (UKT) dalam rangka melakukan pengkajian. Ia tidak mengetahui prosedur yang seharusnya dilewati untuk mendapatkan data tersebut. “Saya tidak tahu informasi itu (data ukt) ada di mana,” ujar Sulthoni, Senin (15/5) . Mahasiswa Ilmu Sejarah Angkatan 2015 itu menceritakan secara kronologis pengalamannya mengajukan permohonan data UKT. Semula, Sulthoni berinisiatif dengan menemui pihak yang memiliki akses terkait data UKT, seperti Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Lena Satlita pada Oktober 2016. Kemudian, ia
“Ada sekitar 7-8 mahasiswa yang satu angkatan dengan saya hampir mengajukan cuti gara-gara tidak mampu membayar UKT.” Sulthoni direkomendasikan untuk mengajukan ke Biro Umum Perencanaan dan Keuangan (BUPK) UNY. “Sampai di sana, saya direkomendasikan ke bagian akuntansi,” tuturnya. Namun, permohonan tersebut gagal tembus. “Saya tidak dapat. Malah diputar-putar,” tuturnya. Setelah itu, Divisi Kajian Riset dan Politik (Karispol) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNY menjadi tempat rujukan Sulthoni berikutnya pada April 2017. BEM menindaklanjutinya dengan membuatkan surat permohonan sebelum direstui pembina BEM. Tapi surat itu akhirnya mentah di tangan pembina BEM. Pembina BEM berdalih, data UKT bersifat pribadi. “Kalaupun mau minta harus buat proposal dulu biar ada kejelasan data UKT itu digunakan untuk apa,” kata Sulthoni, menirukan perkataan dari Pembina BEM yang disampaikan kepadanya. Saat acara Audiensi Bersama Rektor pada Selasa (2/5), Sulthoni bertemu dengan Sutrisna Wibawa, Rektor UNY. Di 3
sentra sana dia berdiskusi perihal UKT bersama Sutrisna. “Saya kemudian meminta data UKT kepada beliau,” ungkapnya. Rabu (3/5) Sulthoni menghubungi Sutrisna mengenai data UKT yang ia minta. “Beliau menyarankan untuk mengajukan kepada Wakil Rektor II terlebih dahulu supaya datanya bisa direkap,” ungkap Sulthoni menirukan pesan singkat yang dikirim Sutrisna. Niat Sulthoni mengajukan permohonan data tersebut bukan tanpa sebab. Menurutnya, banyak mahasiswa mengeluhkan tentang tingginya biaya kuliah di UNY. “Ada sekitar 7-8 mahasiswa yang satu angkatan dengan saya hampir mengajukan cuti gara-gara tidak mampu membayar UKT,” ungkapnya. “Jadi kita mau mengkaji mengenai UKT di UNY,” tambahnya. Belajar dari pengalamannya, Sulthoni mengatakan perlunya sosialisasi mengenai prosedur permohonan data di UNY, apalagi data UKT. “Agar mahasiswa tidak repot kalau mau minta informasi atau data,” kata Sulthoni. Menurut Sulthoni, UKT menjadi informasi yang penting karena merupakan kewajiban bagi birokrat UNY untuk mempublikasikannya. “UKT kan uang kita, dan menjadi hak kita untuk mengetahui data mengenai UKT. Kecuali itu uangnya rektorat, nah itu hak mereka,” kata Sulthoni. Belum Satu Pintu UNY sebagai Badan Publik telah melaksanakan keterbukaan informasi dengan berbagai cara. Salah satunya dengan melengkapi sarana dan prasarana untuk menunjang pemenuhan informasi, di antaranya website; papan pengumuman; buletin; leaflet dan brosur; baliho; buku panduan tentang UNY; mengadakan konferensi pers dengan berbagai media; dan media sosial. Bagian Informasi bukan satu-satunya unit yang mengelola dan menyediakan informasi di UNY. Ada pula unit-unit lain seperti Biro Umum Perencanaan dan Keuangan (BUPK), Humas, dan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH). Anwar Efendi, Kepala Bagian Humas UNY, mengatakan Humas UNY mengelola publikasi berita di website, sementara Pusat Komunikasi (Puskom) merupakan pihak yang mengelola sistemnya. Hal inilah yang membuat informasi di UNY belum satu pintu. Menanggapi kacaunya pelayanan dan 4
pengelolaan informasi di UNY, Maryoto, Kepala Bagian Informasi, menyatakan bahwa UNY tengah mengupayakan untuk membentuk layanan informasi dalam satu ruang. Ia menambahkan, nanti akan terdapat satu badan yang menampung seluruh informasi di UNY. Selama ini, Bagian Informasi melayani urusan akademik dan nonakademik. Seluruh informasi UNY yang ditampung Bagian Informasi merupakan hasil olahan dari unit-unit lain, seperti BUPK. Untuk pengajuan permintaan informasi, dibutuhkan dua sampai tiga hari agar permintaan tersebut selesai diproses. Namun, diakui oleh Maryoto, tidak semua permintaan informasi itu dilimpahkan ke Bagian Informasi. “Sekarang cenderungnya, kalau
Nossis | Expedisi
minta data keuangan, ya dia mintanya ke keuangan,” kata Maryoto (12/5). PPID Belum Bekerja Sebenarnya PPID di UNY sudah terbentuk melalui Surat Keputusan (SK) Rektor nomor 645 pada 30 November 2015. Keberadaan PPID merupakan tuntutan dari UU KIP untuk mewujudkan transparansi di lembaga publik. Namun, PPID UNY sejauh ini belum bekerja. PPID UNY masih dalam proses finalisasi. Saat ini penanggung jawab PPID adalah Senam Kardiwiyono selaku Wakil Rektor IV. Sementara Humas dan Bagian Informasi merupakan pelaksana. Ada tiga penyebab PPID belum berjalan. Pertama, Personil PPID yang ditunjuk tidak mengetahui bahwa dirinya
merupakan personil PPID. Kedua, PPID tidak terdaftar di dalam Rencana Keuangan Perguruan Tinggi. Ketiga, belum adanya publik yang melakukan permohonan informasi ke PPID. Menurut Maryoto, yang juga ditunjuk sebagai pejabat kepala PPID, standar operasional layanan informasi di UNY masih belum dibuat. Sehingga belum ada batasan yang jelas untuk menentukan informasi apa saja yang boleh dan tidak dipublikasikan. Untuk menetapkan standar informasi, UU KIP menjadi acuan semua lembaga publik. Informasi yang disediakan dan diumumkan secara berkala oleh UNY, antara lain terkait profil UNY; ringkasan informasi tentang program dan kegiatan UNY; ringkasan laporan keuangan UNY; informasi tentang peraturan, keputusan, dan kebijakan; serta informasi tentang pengumuman pengadaan barang dan jasa. Belum adanya standar informasi di UNY membuat informasi yang dikelola dan diterbitkan tidak sepenunya sesuai dengan UU KIP. Tata cara memperoleh informasi dan pengajuan keberatan sengketa informasi publik, dan tata cara pengaduan penyalahgunaan wewenang, belum dipublikasikan oleh UNY. PPID yang diharapkan mampu mengatasi sengketa informasi rupanya masih menunggu pembaharuan SK Rektor, demikian penuturan Maryoto. Cita-Cita Reformasi Penyediaan hak atas informasi publik di UNY seharusnya telah merujuk pada UU nomor 14 Tahun 2008 mengenai keterbukaan informasi publik. UU KIP ini sejatinya merupakan cita-cita reformasi untuk mewujudkan kehidupan yang lebih demokratis berlandaskan keterbukaan dan transparansi, sebagaimana yang dikemukakan Iffah Nur Hayati, Dosen Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum ketika ditemui pada Rabu (17/5). “Selain memenuhi hak warga negara, tujuan adanya keterbukaan di badan publik ialah untuk menciptakan pemerintah yang baik. Sehingga tidak mempersulit masyarakat untuk mendapatkan informasi. Pemerintah harus memenuhi tanggung jawab itu,” tegas Iffah. Ramadhoni Satria G Ali, Bagas, Khansa, Yasin
edisi II | MEI 2017
polling
UNY Belum Patuhi Undang-Undang
Mei 2017 | edisi ii
mencerminkan sebagai badan publik yang patuh dengan Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik. Ketidaktahuan mahasiswa tentang prosedur permintaan informasi juga menunjukkan UNY belum baik dalam menyosialisasikan sarana dan prasarana penunjang aktivitas publik UNY.
Tanggung jawab unit-unit seperti PPID, Humas, dan Bagian Informasi belum bisa dibilang bagus, pasalnya masih banyak mahasiswa yang kesulitan ketika meminta informasi. Tim Polling
Nossis | Expedisi
M
ahasiswa UNY mengeluh terhadap kurangnya sosialisasi mengenai prosedur permintaan informasi. Itulah yang tergambar dalam jajak pendapat yang dilakukan LPM EKSPRESI melalui tim polling buletin EXPEDISI. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode accidental, yaitu pembagian angket secara langsung kepeda responden yang ditemui secara acak dan merata. Pengambilan sampel ditentukan menggunakan rumus slovin dengan sampling error 5% sehingga diperoleh sebanyak 393 sampel untuk mewakili 23.275 mahasiswa S1 dan D3 UNY dengan mencantumkan lima pertanyaan dan lima pernyataan. Berdasarkan hasil riset dari pengolahan data angket yang disebar menunjukkan sebanyak 46,9% mahasiswa menjawab “Ya” dan 53,1% menjawab “Tidak” tentang keterbukaan informasi di UNY. Sebesar 22,6% responden menjawab sudah mengetahui tentang prosedur permintaan informasi, sementara 76,9% responden tidak mengetahui tentang prosedur permintaan informasi, dan sisanya 5% responden tidak menjawab. Menanggapi kesulitan mahasiswa saat meminta informasi di UNY, sebanyak 50,8% responden menjawab “Ya”, lalu 48,2% responden menjawab “Tidak”, dan sisanya 1% responden tidak menjawab. Untuk pernyataan keterbukaan informasi publik di UNY sudah optimal, 5,8% mahasiswa menjawab sangat tidak setuju, 51,8% tidak setuju, 39,3% setuju, 2,3% sangat setuju, dan sisanya 8% tidak menjawab. Berkaitan dengan kemudahan akses memperoleh informasi, sebanyak 5,6% mahasiswa menjawab sangat tidak setuju, sebanyak 46% tidak setuju, dan 45,5% mahasiswa menjawab setuju serta 2,8% sangat setuju. Mengenai kinerja Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) telah melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik, sebanyak 6,8% mahasiswa sangat tidak setuju, sebanyak 61,9% tidak setuju, sisanya sebesar 30,2% menjawab setuju, lalu 1% sangat setuju. Dari hasil jajak pendapat tersebut, bisa disimpulkan bahwa pengelolaan dan pelayanan informasi di UNY belum
5
persepsi
Kontradiksi Regulasi PSSI
S
etelah hampir dua tahun berhenti karena sanksi dari FIFA, akhirnya Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) bekerja untuk menjadikan persepakbolaan Indonesia benar-benar mempunyai masa depan yang cerah bagi semua pengikutnya. PSSI meresmikan kompetisi sepak bola Indonesia dengan nama kompetisi Gojek Traveloka Liga 1. PT Liga Indonesia Baru (LIB) yang merupakan operator resmi Liga 1 menetapkan 18 klub yang mengarungi kompetisi tertinggi di Indonesia. Gojek Traveloka Liga 1 ini nantinya akan berjalan selama satu tahun penuh. Setiap tim memiliki jatah 34 pertandingan dengan sistem kandang dan tandang. Perombakkan sepak bola Indonesia memang harus dilakukan demi prestasi nyata di masa depan. Keluarnya regulasi baru, di antaranya mengenai peraturan pembatasan jumlah pemain berusia di atas 35 tahun dan keharusan setiap klub untuk memiliki tim U-19 menjadi salah satu cara untuk membangun sepak bola Indonesia. Para pemain muda mempunyai jam terbang yang banyak. Hal ini bagus untuk pengembangan pemain muda. Klub pun akan terbangun mind set untuk membangun tim akademi secara terstruktur mulai level usia dini. Dengan demikian, mereka nantinya akan mempromosikan pemain akademi ke tim utama yang sesuai dengan karakter tim sendiri. Akan tetapi terdapat kecacatan terhadap regulasi tersebut. Secara profesional adanya peraturan yang membatasi usia sangatlah tidak etis. Hal ini justru akan merugikan pihak dari pemain yang masuk dalam kategori usia yang dibatasi. Jika pemain tersebut 6
masih mampu bersaing secara profesional seharusnya tidak ada alasan untuk mematikan karirnya. Sebaliknya, pemain muda yang dipaksakan bermain di tim profesional ada kemungkinan tidak bisa berkembang secara signifikan. Untuk masalah pemain di atas usia 35 tahun PSSI sebaiknya memberikan solusi. Solusi itu bisa berupa pelatihan untuk menjadikan pemain tersebut sebagai pelatih sepak bola yang menangani tim akademi. Pengalamannya akan berguna
Nossis | Expedisi
untuk ditularkan ke pemain muda. Saya berdomisili di Yogyakarta. Sepengamatan saya tim-tim profesional di DIY tidak memiliki akademi yang terstruktur dengan tim utama mereka. Ambil contoh ketika Piala Soeratin (U-17) digelar, tim-tim profesional di DIY mulai kebingungan untuk mencari pemain yang berkualitas. Alhasil, mereka berebut pemain dengan tim-tim lain. Akibatnya, pola pembinaan bakal instan dan belum pasti latihannya progresif
berkesinambungan. Klub pun hanya akan memperoleh prestasi secara instan. Selain regulasi yang mengatur pembatasan usia pemain, munculnya ketentuan jumlah pemain asing juga perlu menjadi perhatian. PSSI menetapkan 2+1 pemain asing yang diperbolehkan bermain di tiap klub. Adapun rinciannya, 2 pemain asing dan 1 pemain asing yang merupakan pemain dari Asia. Rincian tersebut belum terhitung dengan pemain marque player yang jumlahnya 1 pemain untuk tiap klub. Syarat pemain marque player yaitu, pernah tampil di tiga edisi terakhir piala dunia dan pernah tampil bermain di liga-liga elit Eropa. Untuk jumlah pemain asing, lebih efektif jika hanya 2 pemain asing dan 1 pemain asing anggota AFC tanpa marque player. Kenapa tanpa marque player? Jelas pada harga pemain marque player lebih mahal dari pemain lokal atau pun pemain asing non marque player. Kalaupun lebih murah pasti di angka kisaran miliaran rupiah. Mengingat kita masih butuh dana untuk mengembangkan potensi bibit pemain muda lokal. Lebih baik uang untuk membeli pemain marque palyer tersebut untuk mendanai akademi klub. PSSI hendaknya merevisi regulasi tersebut agar tidak menimbulkan kontradiksi. Memperbaiki sepak bola Indonesia memang bisa dtingkatkan dari segi kualitas, tapi bukan berarti akan ada pihak yang dirugikan. Klub-klub Indonesia seharusnya menyadari betapa pentingnya pengembangan pemain usia muda dan mengasah potensi pemain lokal, bukannya latah berbelanja pemain asing, apalagi cuma tergiur dengan embel-embel marque player. Yayan Setiawan Pelatih Akademi FC UNY
edisi II | MEI 2017
persepsi
Bias Makna PKM dalam PIMNAS
Mei 2017 | edisi ii
ssis
| Ex
ped
isi
menurut Deaux, Dane dan Wrightsman (1993) adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Jika PKM dimaknai sebagai kompetisi, maka akan memunculkan pihak yang menang dan pihak yang kalah. Pihak yang menang akan ditafsirkan sebagai sosok yang gagah dan tahu segalanya, sedangkan pihak yang kalah akan dianggap lemah. Menganggap P K M sebagai
No
M
enurut buku panduan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2016, PKM merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) untuk meningkatkan mutu mahasiswa di Indonesia. Program ini sudah ada sejak tahun 1997 dengan nama Pengembangan Budaya Kewirausahaan di Perguruan Tinggi (PBKPT). Awal diadakannya program PBKPT adalah karena adanya kesenjangan antara teori yang diperoleh mahasiswa dengan realita kebutuhan masyarakat. Tuntutan dari masyarakat terhadap mutu lulusan perguruan tinggi yang berkualitas pun turut melatarbelakangi adanya program tersebut. Pada akhirnya program PBKPT terus berlanjut dan sejak tahun 2001 berganti nama menjadi PKM. Secara umum saat ini PKM dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu PKM Karya Tulis dan PKM 5 bidang. PKM Karya Tulis terdiri dari PKM Artikel Ilmiah dan PKM Gagasan Tertulis. Untuk PKM 5 bidang terdiri dari PKM Penelitian, PKM Kewirausahaan, PKM Pengabdian Masyarakat, PKM Teknologi, serta PKM Karsa Cipta. Pada akhirnya semua program tersebut dibuat oleh Dirjen Dikti agar mahasiswa mau berkarya. Proposal yang masuk, seluruhnya akan diproses dan diseleksi secara ketat. Apabila proposal dinilai layak, maka sebagai bentuk apresiasi Dirjen Dikti akan mendanai proposal PKM tersebut. Selanjutnya, keberlangsungan program yang didanai oleh Dirjen Dikti akan dikontrol serta dievaluasi. Dari hasil kontrol dan evaluasi tersebut, maka bagi program yang dapat berjalan dengan maksimal akan diapresiasi untuk tampil di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS). Setelah PIMNAS selesai, diharapkan karya dalam PKM terus berlanjut dan memberi kebermanfaatan bagi masyarakat. Akan tetapi, kenyataan yang terjadi saat ini PKM dianggap sebagai ajang kompetisi bergengsi antar perguruan tinggi untuk menjadi yang terbaik. Dalam sudut pandang ilmu sosiologi, kompetisi
kompetisi pada akhirnya menyebabkan perguruan tinggi menggunakan berbagai cara untuk memenangkannya. Sebagai contoh setiap tahun pasti ada kelompok yang proposalnya didanai oleh Dikti. Kemudian di tahun berikutnya nama-nama yang pernah didanai oleh Dikti mengajukan lagi proposal PKM dengan tema lain. Lalu bagaimana dengan proposal yang didanai tahun sebelumnya? Apakah program yang mereka buat benar-
benar berkelanjutan dan memiliki nilai kebermanfaatan untuk masyarakat? Hal itu tentu membunuh integritas mahasiswa sebagai kaum cendekia. Pun pada akhirnya anggapan kompetisi tersebut akan menghilangkan esensi dari PKM yang seharusnya mengedepankan nilai kebermanfaatan untuk masyarakat. Akhirnya, masyarakat hanya dijadikan sebagai alat untuk mencapai kemenangan semu di PIMNAS. Pemeringkatan dalam PIMNAS pun bukan satu-satunya tolok ukur kualitas perguruan tinggi, karena masingmasing perguruan tinggi mempunyai latar belakang yang berbeda. Sebagai contoh, UNY yang dikenal dengan kampus pencetak pendidik tentu tidak bisa dibandingkan dengan Institut Teknologi Sepuluh November atau Institut Te k n o l o g i Bandung yang notabene unggul dalam bidang teknik. Pun tidak bisa di bandingkan dengan Universitas Indonesia atau Universitas Gajah Mada yang sejatinya unggul dalam ilmu murni. Begitulah realitas yang terjadi di perguruan tinggi saat ini. Hal-hal yang harus segera dilakukan oleh UNY adalah membenahi pola pikir sesat tersebut. Kita harus memaknai PKM sebagai ajang berkarya untuk memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan. Caranya dapat dimulai dengan membenahi kualitas pembelajaran di ruang kuliah agar menjadi lebih bermutu. Jika kualitas pembelajaran di ruang kuliah bermutu, maka bukan tidak mungkin akan menghasilkan karya-karya mahasiswa yang bermanfaat. Selain itu, diperlukan adanya sinergi antara mahasiswa sebagai pelaku, dosen sebagai pembimbing, serta perguruan tinggi untuk bertekad memaknai PKM sebagai alat untuk berkarya, serta masyarakat menjadi tujuan utamanya. Anggapan PKM sebagai kompetisi bergengsi tentunya merupakan pola pikir sesat yang harus dibuang jauh-jauh. Pada akhirnya PIMNAS hanya sebagai ajang untuk menebar inspirasi. Rofi Ali Majid
7
tepi
Dok. Istimewa
Suara untuk Keberlangsungan Lomba paduan suara menjadi ajang PSM Swarawadhana untuk unjuk gigi, meskipun harus keluar keringat untuk berpartisipasi.
M
atahari mulai naik menuju ke a t a s ke p a l a . D a r i kejauhan terlihat kumpulan orang berseragam kaos warna putih bertuliskan Swarawadhana sedang menjajakan jualannya di GOR UNY, Rabu (17/5). GOR saat itu ramai oleh calon mahasiswa baru dari jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang melakukan verifikasi data. Ditambah, ormawa yang membuka stan untuk menyambut calon mahasiswa baru. Pada awalnya mereka berkumpul di pertigaan jalan sebelah barat GOR. Sesekali mereka keliling GOR dengan membawa tampah atau nampan yang berisi jajanan. Mereka menawarkan jualannya dengan memasuki stan ormawa satu persatu. “Mari kak dibeli donat dan nasi gorengnya,” seru salah satu di antara mereka. Dengan raut wajah ramah ditingkahi senyum, mereka menjajakan jajanannya. Meskipun ada stan yang tidak membelinya, mereka tetap berjalan dan memasuki stan yang lain. Itu terus mereka lakukan berulangulang. Ketika sudah selesai mengelilingi GOR, mereka berteduh di bawah pohon dekat GOR dari sinar matahari yang kian terik. Mereka berbincang-bincang tentang banyak hal sambil menunggu 8
calon mahasiswa rombongan berikutnya selesai verifikasi data. Pada waktu yang sama, anggota Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Swarawadhana lainnya juga menyebar ke seluruh Fakultas di UNY dan Limuny. Sebab, selain verifikasi data calon mahasiswa baru, ada pula ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) yang bertempat di tiap fakultas di UNY. Mereka membawa tampah dengan poster bertuliskan “Thank You”. Usaha berjualan ini dilakukan oleh semua anggota PSM Swarawadhana baik junior sampai senior dalam rangka mencari dukungan PSM Swarawadhana untuk mengikuti lomba 10th International Choir Festival Grand Prix Thailand 2017. “Usaha dana ini wajib diikuti baik junior sampai senior karena untuk kepentingan kita. Ada dua acara besar, yang pertama konser pamit, dan kedua untuk lomba ke Thailand,” kata Siti Nur Haliza, Pengurus Divisi Logistik PSM Swarawadhana, Selasa (16/5). Lomba 10th International Choir Festival Grand Prix Thailand 2017 akan diadakan di Pattaya, Thailand pada tanggal 26-30 Juli 2017. Lomba tersebut adalah lomba paduan suara tingkat internasional. Perlombaan tersebut begitu
berarti bagi Swarawadhana lantaran untuk mengikuti suatu perlombaan, mereka membutuhkan enam sampai sembilan bulan untuk persiapannya. Artinya, keikutsertaan mereka dalam lomba hanya sekali setiap pergantian kepengurusan. Tidak semua lomba pun diambil karena ada beberapa hal yang diperhatikan, seperti sumber daya manusia, tingkat lomba, juri, materi, dan waktu untuk persiapan. Seperti saat mengikuti perlombaan di Bali pada tahun 2016, mereka membutuhkan waktu enam bulan latihan. Dari proses yang panjang itu, mereka meraup penghargaan Silver Medal kategori Mix Choir dalam 5th Bali International Choir Festival. Menutup Kekurangan Dana Demi mencari dukungan untuk keikutsertaan pada lomba tersebut, PSM Swarawadhana melakukan beberapa usaha dana, di antaranya berjualan. Mereka berjualan beraneka ragam, seperti makanan ringan setengah kiloan yang dikemas sendiri, donat, nasi goreng, dan arem-arem. Setiap usaha dana yang mereka lakukan selalu ada penanggung jawabnya. Penanggung jawab itulah yang mengoordinasi anggota lain untuk berjualan. “Tidak semua terjual habis. Pernah, sampai malam donat edisi II | MEI 2017
masih tersisa lima wadah. Akhirnya, sisanya dibeli oleh anggota sendiri,” ujar Rizki Ayu Wadhani, Wakil Ketua PSM Swarawadhana ketika ditemui di sekre PSM Swarawadhana, Minggu (7/5). PSM Swarawadhana juga melakukan galang dana. Penggalangan dana ini dengan cara mengamen. “Karena kami berasal dari UKM suara, ya kami galang dana dengan suara,” kata Rizki. Galang dana tersebut dilakukan sekali dalam satu minggu, tepatnya pada hari Jum’at. Untuk galang dana, PSM memiliki dua tim: tim yang akan mengikuti lomba ke Thailand dan tim yang berisi anggota baru. PSM Swarawadhana mengaku, sekarang penggalangan dana tidak semudah seperti dahulu sebab sudah banyak juga dari kampus lain yang melakukan galang dana. Pada awalnya galang dana sudah menjadi rutinitas. Galang dana itu digunakan untuk mencukupi kebutuhan dana PSM Swarawadhana. Sebab, selain butuh dana dari rektorat, PSM Swarawadhana juga membutuhkan dana dari yang lain. “Kita belajar mandiri. Misalnya, dana rektorat belum turun, dan kalaupun turun cuma 70% maka kami tutup kekurangannya dengan usaha dana tersebut,” kata Rizki. PSM Swarawadhana juga mengumpulkan barang-barang bekas seperti botol bekas, kardus, dan baju. Botol bekas dan kardus masih teronggok di pojok belakang ruang studio vokal. Mereka masih belum menemukan tempat dengan harga yang sesuai untuk pengepulnya sehingga mereka menumpuknya sambil mengumpulkannya lagi. Sementara untuk baju bekas dikumpulkan dari anggota PSM Swarawadhana yang masih layak pakai. Baju kemudian diseleksi. Yang masih layak pakai akan dijual dan digolongkan dalam beberapa kategori dengan harga masing-masing, mulai dari Rp5.000,00, Rp10.000,00, Rp15.000,00, dan Rp20.000,00. Usaha berjualan baju sudah digelar tiga kali sejak 27 April 2017 di emperan Student Center, UNY. Mereka masih mengalami kesulitan untuk menggolongkan baju ke beberapa
kategori. Pun untuk perlengkapan kegiatan berjualan mereka seperti label, gantungan, dan wadah penyimpanan baju. Wa l a u p u n kelelahan usai melakukan usaha dana, mereka tetap semangat melakukan latihan. Latihan dilaksanakan setiap hari Senin sampai Sabtu di Student Center lantai tiga. Senin sampai Jum’at untuk latihan vokal dan hari Sabtu mereka fokus ke latihan koreo. Bahkan jadwal latihan mereka saat bulan Ramadhan juga sudah mulai diatur untuk menyesuaikan aktivitas mereka dengan jadwal puasa. Mereka meyakini bahwa semua itu adalah proses. Proses yang harus dilalui, bahkan saat lomba pun mereka menyebutnya sebagai sebuah proses, sebagaimana yang diutaran pelatih koreo mereka saat mendampingi latihan, Sabtu (20/5). Usaha dana itu dilakukan PSM Swarawadhana lantaran dana lomba dari rektorat tidak mampu mencukupi semua akomodasi. Selain usaha dana, mereka melakukan iuran untuk kebutuhan makan, kostum, dan biaya tiket pesawat. Rizki menjelaskan bahwa para kru dan anggota iuran kurang dari Rp2.000.000,00. Iuran yang dibebankan tersebut tidak mencapai 50% dari jumlah dana yang dikeluarkan untuk keperluan perlombaan. Iuran tersebut pun masih diperhitungkan dan didiskusikan bersama supaya logis. Rizki mengungkapkan, iuran tidak hanya ketika akan mengikuti perlombaan saja, tapi juga saat mau konser. “Dana kami memang kurang, tapi ya tidak kurang-kurang banget. Kami juga menyadari bahwa dana rektorat
“Karena kami berasal dari UKM suara, ya kami galang dana dengan suara.” -Rizki Mei 2017 | edisi ii
Nossis | Expedisi
tepi
dibagi dengan teman-teman UKM lain,” kata Rizki. Sejak awal bergabung, anggota dan pengurus sudah memahami kondisi keuangan PSM Swarawadhana. Untuk menyiasati demi keberlangsungan, PSM Swarawadhana membentuk divisi usaha dana. “Anggota kami sudah tahu kondisi keuangan kita. Kita ceritakan, kita dapat dananya cuma segini, tapi perlu dana segini, kekurangan dana segini, makanya teman-teman ada kesadaran bersama,” kata Rizki. Ketika mengetahui bakal ada kekurangan dana untuk ikut lomba, mereka meminta izin kepada setiap peserta untuk bersedia iuran. Pembina PSM Swaradhana pun ikut iuran. “Kalau kalian iuran, saya juga iuranlah,” kata Rizki menirukan pembina mereka. Menanggapi kiprah PSM Swarawadhana dengan usaha mereka untuk mencukupi dana tiap ikut perlombaan, Wakil Rektor III Sumaryanto menjawab dengan memberikan apresiasi. “Kami doakan bermanfaat untuk bangsa dan almamater serta negara,”tulisnya melalui pesan singkat, Senin (22/5). Ketika ditanya berapa jumlah dana fleksibel untuk lomba dan dibagikan ke ormawa mana saja, Sumaryanto hanya berkata, “Untuk dana proporsional dan profesional.” Mu’arifah Wijaya Ali, Haris, Salma
9
resensi
Kartini dan Pendidikan Judul : Kartini Tanggal Rilis :19 April 2017 Genre : Drama, Biografi, Sejarah Produser : Robert Roney Sutradara : Hanung Bramantyo Penulis Naskah : Bagus Bramanti, Hanung Bramantyo Durasi : 122 Menit Rating : Remaja (R-13+) Produksi : Legacy Pictures, Screenplay Films Pemain : Dian Sastrowardoyo, Acha Septriasa, Deddy Sutomo, Christne Hakim, Reza Rahadian, Adinia Wirasti, Djenar Maesa Ayu, Denny Sumargo, Nova Eliza, Dwi Sasono, Rianti Cartwright, Hans de Kraker, Carmen van Rijnbach, Rebecca Reijman, dll.
S
osrokartono (Reza Rahardian) sambil mengendap-ngendap pergi menghampiri kamar. Di dalam kamar, tinggalah Kartini (Dian Sastrowardoyo) yang hanya dibiarkan terasing dan tidak boleh melihat dunia luar. Kemudian di balik jendela Sosrokartono berbisik pada Kartini. Ia menyarankan untuk melihat sesuatu yang dapat mengubah hidupnya. Sosrokartono memperkenalkannya pada suatu benda. Benda yang mengubah pikirannya. Ya, itulah sebuah buku. “Biarlah ragamu terperangkap, tapi pikiranmu tidak, Kartini,” imbuhnya. Di tengah rasa bahagia atas hadiah dari sang kakak, di situ pula tergerak hatinya untuk memperjuangkan hakhaknya sebagai wanita, terutama di bidang pendidikan. Di sini Katini tidak sendiri dalam berjuang. Ia memiliki dua saudara yang sama ‘gilanya’ dalam memperjuangkan perempuan: Kardinah (Ayushita) dan Roekmini (Acha Septriasa). Sampai Nyonya Ovienk Soer (Hans de Kraker), seorang Belanda, menjuluki mereka Het Klaverblad (daun semanggi) yang bermakna tiga saudara yang menyatu menjadi kekuatan yang tidak terpatahkan. Singkat cerita, ia akan dinikahi Djoyodiningrat (Dwi Sasono). Katini menolak. Kemudian ia menggugat ibu tirinya, Moeryam (Djenar Maesa Ayu) dengan mengatakan, “Apa yang bisa saya 10
syukuri dari seorang laki-laki yang sudah memiliki tiga istri.” Namun, Kartini mengalami dilema: bersikeras menunggu jawaban dari Belanda terkait proposal beasiswa pendidikan yang diajukannya atau menuruti titah orang tua menikah di usia muda. Masih dalam hati yang masih gundah, sosok sang Ayah R. M Adipati Ario Sosroningrat (Deddy Sutomo) terus mendukung cita-citanya. Ia digambarkan sebagai sosok yang bijak. Orang yang menerima perubahan serta berpikiran maju ke depan. Meski pada akhirnya Kartini kalah dan menikah, perjuangannya tetap berlanjut. Hasilnya sebuah sanggar sekolah ia ciptakan. Melalui film ini, kita sadar bahwa ada dua elemen mendasar yang tidak pernah absen dalam karya-karya Hanung: emosi dan rasa. Saat menonton, kita dibuat bangga oleh Kartini. Namun, pada saat yang sama kita menangisi Kartini. Akhir film ini membuat air mata berlinang. Setelah adegan penutup, ada beberapa larik tulisan yang membuat dada kita makin sesak. Pada filmnya kali ini sepertinya Hanung ingin lebih menampilkan sosok lain dari seorang Kartini. Di film ini lebih ditonjolkan lagi bagaimana perjuangan Kartini di bidang pendidikan, khususnya bagi kaum perempuan. Sebelumnya, film dengan cerita yang sama sudah pernah rilis, seperti Kartini (1984) serta yang masih baru di tahun kemarin Surat Cinta untuk Kartini (2016). Dengan menggaet pemain-pemain kawakan yang sudah malang melintang dalam perfilman
Indonesia, seperti Reza Rahardian sampai Dian Sastrowardoyo, menunjukkan ada keseriusan dari Hanung untuk menggarap film ini. Dengan durasi 122 menit, Hanung berani menampilkan kehidupan sang tokoh dari mulai kecil sampai tumbuh dewasa menjadi sang pelopor. Durasi yang saya rasa terlalu singkat untuk ukuran sebuah film biopik. Tokoh seperti Nyonya Abendanon seseorang yang berperan sangat besar dalam menerbitkan surat-surat Kartini begitu saja dihilangkan. Meskipun demikian, hal yang patut diapresiasi pada film ini adalah bagaimana Hanung berhasil menciptakan suasana nyata kehidupan sang tokoh. Yang paling menonjol adalah penggunaan Bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar sampai film berakhir. Di balik begitu ringkasnya film ini, terdapat pesan satir tersendiri bagi kalangan kaum muda Indonesia saat ini. Yang kita lihat bagaimana perjuangan manusia masa lalu dengan membela pendidikan secara mati-matian berbanding terbalik dengan manusia masa sekarang yang terkadang meremehkan dan mengesampingkan pendidikan. Padahal dengan pendidikanlah modal penting kehidupan dan sebagai alat utama dalam memajukan manusia Indonesia yang maju. Film ini patut dijadikan sebagai hiburan sekaligus inspirasi bagi penikmat film bergenre sejarah. Nossis Noer D H
edisi II | MEI 2017
wacana
Ojek Daring Sebagai Angkutan Umum
P
Nossis | Expedisi
enolakan terhadap keberadaan angkutan umum berbasiskan daring (dalam jaringan) sudah beberapa kali terjadi di beberapa daerah. Penolakan ini dilakukan oleh pihak angkutan konvensional yang merasa dirugikan. Seperti yang dilansir tirto.id, bentrok antara sopir angkot dengan ojek daring di Terminal Laladon, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (23/03/2017). Hal serupa juga terjadi di Kota Tangerang. Jelas, angkutan konvensional tidak mampu mempertahankan konsumen. Kedatangan angkutan online merupakan inovasi dari kemajuan teknologi. Ditambah derasnya keluhan yang dilayangkan kepada angkutan konvensional, seperti tarif yang tidak sesuai jarak perjalanan maupun sopir yang kadang sengaja muter-muter agar jarak yang ditempuh semakin jauh. Berbeda dengan angkutan daring yang harganya relatif murah dan sudah ada
Mei 2017 | edisi ii
estimasi harga pembayaran. Hal itulah yang menjadi dasar penumpang mulai beralih ke daring, yaitu efisiensi dan harga yang sudah ditentukan. Untuk menengahi angkutan konvensional dan daring, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Penyelengaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang diberlakukan sejak 2016. Sayangnya, aturan ini belum menyangkut keberadaan ojek daring. Padahal konflik rawan terjadi. Ketika konflik antara pihak angkutan konvensional dengan daring sedang hangat, kita dihadapkan dengan persoalan yang lebih mendasar mengenai ojek. Apakah ojek layak sebagai angkutan umum? Apakah ojek daring mempunyai legitimasi yang diakui pemerintah? Pertanyaan-pertanyaan tersebut masih berupa spekulasi dari berbagai pihak. Dalam UndangUndang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dijelaskan, angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan. Pasal 1 ayat 1, menyatakan Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran. Kemudian ada pasal 138 ayat 3, diterangkan angkutan umum dilakukan oleh Kendaraan Bermotor Umum. Dalam UU ini tidak ada pasal yang secara tegas pelarangan kendaraan bermotor roda dua sebagai sarana angkutan umum. Jadi, a p a b i l a ke n d a r a a n
beroda dua, dalam hal ini sepeda motor dijadikan sebagai angkutan umum, jelas tidak melanggar undang-undang ini karena tidak diatur. Belum lagi, dalam kenyataannya, sepeda motor sudah umum digunakan sebagai jasa angkutan. Kepala Pusat Komunikasi Publik, J.A. Barata menegaskan bahwa penggunaan sepeda motor sebagai angkutan umum via aplikasi mobile memang tidak bisa dibendung. Namun, bukan berarti Kemenhub tidak akan melegitimasi ojek sebagai angkutan umum. Alasan mengapa ojek bukan angkutan umum karena faktor keamanan. “Sepeda motor tidak memenuhi syarat sebagai sarana angkutan umum,� ungkapnya seperti yang dilansir cnnindonesia. com (23/06/2015). Begitu juga yang dikatakan oleh Shafruhan Sinungan, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Organisasi Angkutan Darat DKI Jakarta. Seperti yang dilansir cnnindonesia.com (12/06/2015), Shafruhan menilai dari aspek keselamatan, sepeda motor tidak layak untuk penumpang. Dalam memilih moda angkutan, penumpang membutuhkan angkutan yang efisien dan aman. Dari segi efisiensi, ojek daring sudah memenuhinya. Kemudian pernyataan Shafruhan yang mengatakan sepeda motor tidak layak untuk penumpang perlu dipertegas lagi. Sebab, jika demikian kemampuan driver diremehkan. Maka dari itu diperlukan sertifikasi bagi driver ojek daring. Layak tidaknya driver ojek daring dalam membawa penumpang ditentukan melalui sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi sebagai syarat ojek daring menjadi angkutan umum. Tidak sampai begitu saja, diperlukan pula undang-undang yang mengatur secara khusus tentang ojek daring. Maraknya fenomena angkutan online memang tidak dapat dimungkiri karena sejalan dengan perkembangan zaman. Sehingga ada baiknya pemerintah segera memasukkan ojek daring sabagai salah satu angkutan umum. Yonky Rizki M
11
eksprespedia
Kebebasan Transaksi dengan Bitcoin
K
bersifat open source dan penggunaan awal dilakukan secara gratis. Wujud bitcoin yang hanya berada di dalam dunia virtual dapat mencegah adanya pemalsuan seperti yang terjadi pada uang konvensional. Bitcoin hadir sebagai mata uang global yang dapat digunakan di mana saja dan dapat dikirim ke mana saja tanpa melalui bank atau pihak ketiga lainnya. Bitcoin juga dapat ditukarkan ke berbagai mata uang, seperti dolar, euro, rupiah, dll. Bitcoin juga dianggap mampu untuk menekan inflasi di mana jumlah bitcoin tidak boleh lebih dari 21 juta. Angka ini akan tercapai dalam beberapa puluh tahun ke depan. Ini disebabkan bitcoin yang mulai ditransaksikan pada 2010 akan muncul setiap sepuluh menit sekali yang tersebar secara merata di sistem komputer. Kemudian untuk menemukannya harus dilakukan ‘penambangan’ melalui bitcoin miner. Inilah yang menyebabkan bitcoin menjadi seperti emas.
Dengan berbagai kelebihan tersebut bukan berarti bitcoin sudah lebih unggul dibandingkan uang konvensional. Mata uang ini akan sangat mudah untuk rusak, terhapus, atau diretas. Di beberapa negara, contohnya Tiongkok, masih menganggap bitcoin ilegal karena bergerak di luar pengawasan pemerintah. Kendati demikian, banyak prediksi yang menyebutkan bahwa bitcoin akan menjadi mata uang di masa depan di mana semua orang dapat bertransaksi secara bebas dan mendunia. Mar’atu Husnia Alfi
12
E SP AC N
AN
SP AC
E
IK
LA
IK L E SP AC
SP AC
E
IK L
AN
SP AC
E
IK
IK
LA
N
LA
N
emajuan teknologi saat ini menimbulkan zaman yang serba virtual. Dapat terlihat dari kebudayaan manusia sekarang yang banyak mengandalkan kecanggihan teknologi. Mulai dari berkirim kabar, membeli tiket pesawat, sarana aktualisasi diri, sampai penciptaan mata uang virtual yang disebut dengan bitcoin. Bitcoin telah dikembangkan sejak tahun 2007 oleh sosok misterius bernama Satoshi Nakamoto. Bitcoin merupakan jenis mata uang virtual yang pembuatannya memanfaatkan teknologi kriptografi. Bitcoin tidak terpusat pada satu orang atau badan hukum tertentu. Secara sederhana transaksi menggunakan bitcoin sama seperti mengirim dan menerima sms/ email. Bitcoin dihasilkan melalui bitcoin miner untuk menemukan setiap koin. Bitcoin yang diperoleh akan disimpan dalam bitcoin wallet. Setiap orang punya kesempatan yang sama untuk memiliki bitcoin karena penggunaan bitcoin
Dok. Istimewa
edisi II | MEI 2017