EXPEDISI EDISI III NOVEMBER 2016
MEMBANGUN
B U D AYA
KRITIS
Surat Perjanjian Bermeterai Memberatkan Mahasiswa
surat pembaca Meneguhkan Kembali Muruah Organisasi Mahasiswa Mencermati perubahan dan perkem bangan pergerakan mahasiswa, tidak bisa dimungkiri bahwa model gerakan politik konseptual ideologis yang identik dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan sejenisnya semakin sepi peminat. Model gerakan struktural ini dianggap kaku, eksklusif, dan idealis. Gerakan yang paham selera pasar dengan kemasan menarik seperti diskusi keilmuan, penelitian, kampanye, kewirausahaan, dan menjadi relawan adalah sesuatu yang konkret. Hal semacam itu semakin digandrungi dan semakin mendapat respons positif di kalangan mahasiswa. Gerakan struktural seolah menjadi sesuatu yang tidak mampu memberi jawaban atas kondisi yang dihadapi bangsa saat ini. Dinamika ini sudah semestinya bisa
menjadi bahan renungan bagi pergerakan mahasiswa dengan melakukan inovasi dan pendekatan berbeda, begitupun dengan mahasiswa UNY. Pada akhirnya inovasi gerakan mahasiswa di UNY adalah sesuatu yang mutlak, tetapi dengan harapan tetap melibatkan kolaborasi elemen struktural yang mengelaborasi berbagai metode pergerakan. Nur Endah Januarti, M.A. Dosen Pendidikan Sosiologi FIS
Sistem UKT Salah Sasaran Sebagian besar mahasiswa angkatan 2016 belum sepenuhnya paham tentang sistem UKT yang diterapkan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dikarenakan minimnya info dari pihak yang terkait. UKT yang ditetapkan di UNY setiap tahun selalu mengalami kenaikan. Namun, kenaikan UKT tidak dibarengi dengan peningkatan fasilitas
editorial Kerancuan Indikator Penentuan UKT Sistem UKT di UNY mulai diberlakukan sejak tahun ajaran 2013/2014. Perlu diketahui, pada lampiran surat Menteri Riset, Teknologi Pendidikan Tinggi No.39 tahun 2016 mengenai Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) UNY setiap tahunnya mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut terjadi pada besar nominal dan penambahan golongan . Kenaikan UKT bertujuan untuk me nunjang kegiatan kemahasiswaan. Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd. selaku WR II menjelaskan bahwa bervariasinya UKT tiap tahun karena untuk subsidi silang. Ia juga menungkapkan bahwa biaya UKT juga digunakan untuk membiayai mobil listrik dan duta-duta kontes UNY di luar negeri. Selain untuk membiayai kegiatan kemahasiswaan, kenaikan UKT juga disebabkan adanya inflasi dan program UNY yang akan menuju World Class University pada tahun 2025. Padahal di sisi lain bantuan anggaran pemerintah selalu tidak sesuai. Kenaikan UKT tidak akan menjadi masalah apabila UKT yang diterima oleh mahasiswa sesuai dengan kemampuan ekonomi orang tuanya. Banyak mahasiswa yang bersama orang tuanya mengajukan penurunan UKT ke Badan Umum Perencanaan dan Keuangan (BUPK). Akan tetapi, pengajuan penurunan UKT tersebut jarang ditangani dengan serius oleh pihak rektorat. 2
Banyaknya pengajuan penurunan UKT mengindikasikan bahwa penentuan UKT belum sesuai. Menurut Drs. Setyo Budi Takarina, M.Pd., Kepala BUPK, hal tersebut disebabkan karena terdapat beberapa poin yang belum masuk dalam indikator penentuan UKT dan indikator penentuan UKT yang telah dibuat belum mencakup hal-hal yang detail. Berbeda dari tahun sebelumnya, maha siswa baru diminta untuk menandatangani surat bermeterai Rp6.000,00 untuk tidak menurunkan UKT. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa mahasiswa boleh menu runkan UKT apabila orang tua meninggal atau bangkrut. Namun, Edi mengatakan bahwa indikator tersebut tidak berlaku mutlak. Apabila orang tua meninggal tapi keluarga masih mampu membiayai maka tidak diperbolehkan untuk menurunkan UKT. Permasalahan UKT yang terus terjadi semakin menegaskan bahwa penerapan sistem UKT di UNY masih banyak kelemahan. Oleh karenanya pemberlakuan UKT sangat perlu untuk segera diperbaiki. Terutama evaluasi dan perbaikan mengenai indikator penentuan UKT supaya kenaikan UKT dibarengi dengan indikator yang valid sehingga UKT yang diterima oleh mahasiswa akan terjamin ketepatannya. Redaksi
dan layanan kampus. Misalnya, mahasiswa baru Prodi Fakultas Teknik tetap harus membayar untuk keperluan praktik. Selain UKT tiap tahun naik, Maba merasa keberatan karena dipersulit untuk menurunkan UKT apabila tidak sesuai. Ditambah lagi, Maba diharuskan menandatangani surat perjanjian larangan penurunan biaya UKT di atas meterai Rp6000,00. Menurut saya, banyak ketidakadilan dalam sistem UKT tahun ini. Mahasiswa yang orang tuanya mampu lalu mengisi data ekonomi secara asal-asalan bisa mendapatkan UKT rendah. Tidak demikian halnya dengan mahasiswa berekonomi rendah yang mengisi data dengan jujur lalu mendapat UKT tinggi. Monanisa Nurazizah Pendidikan Teknik Boga 2016 FT
Lahan Parkir Tidak Terkondisikan
Akhir-akhir ini, lahan parkir di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY menjadi masalah yang sangat dirasakan oleh mahasiswa. Mahasiswa merasakan kesusahan dikarenakan lahan terbatas dan kurangnya personel keamanan untuk membantu menata parkir. Terkait personel yang bertugas menata parkir hanya bekerja saat pagi saja. Dam paknya, mahasiswa merasa sangat kerepotan untuk memarkir motor dan mengeluarkan motornya. Hal ini diperparah lagi ketika hari sudah siang dan keadaan lahan parkir semakin semrawut dikarenakan tidak ada personel yang bertugas menata parkir. Bima Setiawan Mahasiswa Kebijakan Pendidikan 2014 FIP
sempil (+) “Kalau orang tuanya sebagai penopang penghasilan meninggal maka bisa menurunkan,” (-) Jadi harus menunggu dahulu!? Pimpinan Proyek Singgih Norma | Sekretaris Meida Rahma | Bendahara Nisa Maulan | Redaktur Pelaksana Umi Zuhriyah | Redaktur Danang Suryo, Dwi Putri, Fahrudin, Hanum Tirtaningrum, Umi Zuhriyah, Wachid As-Siddiq | Reporter Dwi, Fahrudin, Nisa, Singgih, Umi | Redaktur Foto Muhammad Sukron | Artistik Danang Suryo, Gigih Nindia | Produksi Wachid As-Siddiq | Iklan Fahrudin, Silvana Marsha | Tim Polling Heni Wulandari, Yazra Mohammad, Iwan Dwi | Sirkulasi Mohammad Agung | Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang Yogyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@ yahoo.com | Web Ekspresionline.com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.
edisi III | NOVEMBER 2016
sentra
Indikator Kurang, Penentuan UKT Bermasalah
Drs. Setyo Budi Takarina, M.Pd. mengungkapkan tidak sesuainya penetapan UKT disebabkan karena terdapat poin yang belum masuk indikator saat ini. Sedangkan, WR II mengungkapkan, tidak akan melakukan penurunan UKT kecuali orang tua meninggal atau bangkrut.
S
NOVEMBER 2016 | edisi iII
tentang apa saja indikator penentuan UKT penurunan UKT, kecuali orang tua meninggal ia justru mengaku tidak menguasai. “Ada atau bangkrut dan harus ada bukti yang banyak indikator penentuan UKT, saya tidak menyatakan hal tersebut. “Setelah itu pihak hafal dan yang hafal Pak Budi,” ungkap Edi. UNY pun akan menyurveinya,” jelas Edi lebih Budi menjelaskan bahwa indikator lanjut. Pihak rektorat menggandeng penentuan UKT berjumlah BEM dan DPM untuk survei 36. Enam indikator untuk yang dilakukan. Hal tersebut diungkapkan mengecek keadaan orangtua sedangkan 30 oleh Hafif, “BEM dan Sejauh yang saya tahu, lainnya memiliki skor DPM bersama Pak dari angkatan 2013 pun untuk menetapkan UKT WR II diikutsertakan banyak sekali yang sudah yang didapat. untuk survei. Jadi mengeluh mengenai UKT. kita punya andil Permasalahan Banyak yang mengajukan UKT sebenarnya telah dalam menentukan penurunan UKT, tetapi terjadi sejak awal di kelayakan penurunan terkadang tidak dikabulkan,” berlakukan pada tahun U K T, w a l a u p u n keputusan tetap pada 2013. “Sejauh yang saya tahu, dari angkatan 2013 pihak rektorat,” jelasnya. pun banyak sekali yang sudah Selain itu, pihak BUPK mengeluh mengenai UKT. Banyak juga diik uts ertakan dalam yang mengajukan penurunan UKT, tetapi survei yang dilakukan. Namun, Budi terkadang tidak dikabulkan,” ungkap Hafif. mengungkapkan bahwa survei tidak wajib Hafif juga menambahkan bahwa pengajuan dilakukan untuk setiap mahasiswa yang penurunan UKT banyak dilakukan oleh mengajukan penurunan UKT. “Setelah mahasiswa yang orangtuanya bekerja sebagai berkas penurunan UKT dilampirkan bukti buruh dan wiraswasta. alasan mengajukan penurunan, skor untuk Banyak mahasiswa yang bersama orang tiap indikator diperbaiki, ketika skornya tuanya mengadu ke BUPK. Hal tersebut tidak berubah totalnya maka disaksikan sendiri oleh Hafif ketika UKT tidak perlu diturunkan turut mengantre untuk mendapatkan sehingga tidak perlu pelayanan dari BUPK. “Saat registrasi disurvei,” jelas Budi. ulang saya berada di ruang BUPK, Mengenai indikator banyak mahasiswa dan orang tuanya penurunan UKT, Edi mengantre untuk mengadukan mengungkapkan bahwa masalah UKT,” jelas Hafif ketika meninggalnya diwawancarai di ruang sekretariat orangtua tidak DPM, Senin (29/8). m u t l a k berlaku Penurunan UKT untuk Terkait penurunan UKT, Edi mengungkapkan bahwa tidak akan melakukan
"
Arsip EKSPRESI
etelah empat tahun sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) diterapkan, permasalahan mengenai ketidaksesuaian UKT yang diterima oleh mahasiswa masih dirasakan hingga sekarang. “Saya merasa keberatan, karena pendapatan orang tua setiap bulan tidak tetap,” jelas Karina Elis Riskiana mahasiswa baru, Prodi Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni saat ditemui, Minggu (21/8). Karina merasa UKT yang diterimanya terlalu tinggi. Oleh karena itu, Karina tidak setuju dengan adanya surat perjanjian bermeterai Rp6000,00 tentang tidak diperbolehkannya menurunkan UKT. “Sebenarnya saya tidak setuju dengan ada nya surat perjanjian tidak diperbolehkannya menurunkan UKT,” ungkap Karina. Selain dirasa memberatkan oleh Karina, surat perjanjian bermeterai juga memengaruhi kinerja DPM sebagai badan advokasi mahasiswa. “Pada tahun 2016 ini karena sudah ada hitam di atas putih yang bermeterai itu menyulitkan gerak dari DPM,” jelas Hafif Ferdiansyah selaku ketua koordinator advokasi DPM, Senin (21/8). Lain halnya dengan Karina dan Hafif, Drs. Setyo Budi Takarina, M.Pd. selaku Kepala Biro Umum Perencanaan dan Keuangan (BUPK) menyatakan bahwa surat perjanjian merupakan dasar penentuan UKT mahasiswa. “Sebenarnya surat perjanjian adalah dasar untuk menentukan UKT berdasarkan keadaan mahasiswa,” jelasnya lebih lanjut, Jumat (21/10). Sedangkan menurut Budi, tidak sesuainya UKT yang harus dibayarkan mahasiswa disebabkan karena terdapat beberapa poin yang belum masuk dalam indikator penentuan UKT saat ini. “Kemungkinan ada poin yang tidak bisa diungkap dalam indikator,” jelas Budi. Lebih lanjut Budi menjelaskan bahwa, instrumen yang ada pada surat perjanjian hanyalah indikator pokok, tidak mencakup indikator yang detail. Untuk mengatasi hal tersebut, pihak BUPK terus melakukan perbaikan indikator. “Jadi setiap tahun itu kami juga berupaya untuk menambah indikator penentuan UKT,” tambah Budi. Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd. selaku Wakil Rektor (WR) II, ketika ditanya
Wakil Rektor II, Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd.
3
sentra menurunkan UKT. “Kalau orang tuanya sebagai penopang penghasilan meninggal maka bisa menurunkan,” tuturnya. Bahkan jika orang tua meninggal tetapi, keluarganya masih mampu untuk membiayai kuliah maka UKT tidak diturunkan jelas Edi lebih lanjut. Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Edi, Hafif mengatakan bahwa hal tersebut merupakan indikator paling berpengaruh. “Yang otomatis bisa turun itu kalau orang tua meninggal,” ungkap Hafif.
Mengenai kesalahan pengisian data dan keberatan dengan UKT yang didapat, Hafif menyarankan untuk dilaporkan ke BUPK. “Silakan bagi yang benar-benar merasa UKTnya tidak tepat sasaran bicarakan pada BUPK karena rektorat sebenarnya bukan membuka secara lebar, tapi bagi yang membutuhkan dan merasa perlu ya silakan diajukan.” Untuk syarat menurunkan UKT Budi menjelaskan sesuai dengan surat pernyataan yang sudah disetujui mahasiswa. “Dalam pernyataan
memang diperbolehkan mengajukan penu runan UKT jika memenuhi persyaratan di surat pernyataan itu,” ungkap Budi. Kenaikan UKT Pada lampiran peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 39 Tahun 2016 bahwa Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan UKT di UNY rata-rata mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kenaikan yang dimaksud yaitu terlihat pada penambahan golongan UKT sejak ditetapkannya sistem UKT hingga tahun-tahun selanjutnya. Mulai dari golongan I hingga golongan VII dengan nominal UKT yang berbeda pula untuk setiap program studi. “UKT UNY bevariasi setiap tahunnya karena akan berlaku subsidi silang. Bayangkan kalau UKT UNY rendah, sedangkan UNY butuh biaya untuk membiayai kontes mobil listrik dan membiayai duta-duta ke kontes luar negeri. Kita tidak suka UNY tanpa prestasi, bagaimana mungkin perguruan tinggi tanpa prestasi,” ungkap Edi. Kenaikan UKT juga dibenarkan oleh Edi ketika diwawancarai di ruangannya, Rabu (24/8). “Bisa saja nanti naik lagi setiap angkatan itu, karena inflasi juga selalu ada dan bantuan pemerintah tidak selalu sesuai,” jelasnya. Mengenai kenaikan UKT akibat inflasi, dibenarkan oleh Budi. “Sebenarnya semua perguruan tinggi diperintah untuk mengajukan usulan, lalu setiap tahun kami menggunakan penghitungan inflasi yang rata-rata 10%,” ungkap Budi. Budi juga menambahkan bahwa penghitungan inflasi tersebut berlaku untuk empat tahun ke depan. “Jika besar nominal UKT sudah ditentukan, tidak bisa diubah lagi pada masa yang akan datang,” ujar Budi lebih lanjut. Berbeda dengan Hafif, menurutnya kenaikan UKT disebabkan oleh program UNY yang akan menuju World Class University (WCU). “Untuk menuju WCU hal pertama yang harus dilakukan adalah perbaikan mutu pendidikan di UNY dan hal tersebut membutuhkan anggaran tersendiri,” ungkapnya. Selain itu, Hafif juga mengungkapkan bahwa anggaran pendidikan UNY dipotong oleh pemerintah.
Danang | Expedisi
Hanum Tirtaningrum Dwi, Fahrudin, Umi, Singgih
4
edisi IIi | NOVEMBER 2016
polling
UKT Menuai Pro dan Kontra
M
NOVEMBER 2016 | edisi iII
diterima. Hal tersebut dibenarkan oleh Hafif Ferdiansyah selaku koordinator advokasi DPM UNY ketika ia turut serta mengantre untuk mendapatkan pelayanan dari BUPK. “Saat registrasi ulang 2016 saya sedang berada di ruang banyak yang mengantre untuk mengadukan masalah UKT,” ungkapnya
Pro kontra ukt uny
Tim Polling
UNY perlu mengkaji ulang mengenai golongan UKT 32.2% 1,5%
Sangat setuju
Tidak menjawab
49%
Setuju
12.4% Tidak setuju
0.8%
Sangat tidak setuju
Mengetahui fungsi lembar persetujuan bermaterai tentang pelarangan menurunkan ukt 58.7% 1,3%
40%
Tidak mengetahui
Mengetahui Tidak menjawab
Danang | Expedisi
ahasiswa baru (maba) UNY mengeluh terhadap Uang Kuliah Tunggal (UKT). Itulah yang tergambar dalam jajak pendapat yang dilakukan LPM EKSPRESI melalui tim polling buletin EXPEDISI. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode accidental, yaitu pembagian angket secara langsung kepada responden yang ditemui secara acak dan merata. Teknik pengumpulan data yaitu menggunakan angket dengan mencantumkan tujuh pertanyaan dan empat pernyataan. Jumlah sampel ditentukan menggunakan rumus slovin dengan sampling error 5%, memperoleh sempel sebanyak 378 mahasiswa untuk mewakili 6.797 maba D3 dan S1 UNY 2016. Hasil polling yang didapat adalah sebanyak 48,4% responden menjawab “Ya” dan sisanya 51,6% menjawab "Tidak" untuk pertanyaan mengenai penggolongan UKT yang diterima sudah tepat dengan gaji orang tua. Sebesar 52,5% responden menjawab keberataan dengan UKT yang diterima, lalu 47,2% responden menjawab tidak keberatan dengan UKT yang diterima, dan sisanya 0,3% responden tidak menjawab. Menganggapi ketidaktepatan perolehan UKT dengan keadaan ekonomi maba, sebanyak 61,8% responden menjawab ingin menurunkan UKT yang diperoleh, 36,6% responden menjawab tidak, dan sisanya 1,6% responden tidak menjawab. Hal tersebut juga diutarakan Karina Eris Riskiana maba program studi Sastra Indonesia yang merasa keberatan dengan UKT yang diterima. “Saya merasa keberatan karena pendapatan orang tua setiap bulan tidak tetap,” ungkapnya. Sebanyak 10,1% responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan bahwa penetapaan sistem UKT menjadi beban dalam perkuliahan, lalu 42,7% setuju, 40,6% tidak setuju, dan sebanyak 5% sangat tidak setuju, sisanya 1,6% tidak menjawab. Pernyataan mengenai orang tua yang merasa terbebani dengan UKT yang diterima direspons sangat setuju oleh 15,9% responden, 39,9% responden menyatakan setuju, 37,8% tidak setuju, 4,5% sangat tidak setuju, serta 1,9% responden tidak menjawab. Banyak mahasiswa yang protes ke Biro Umum, Perencanaan, dan Keuangan (BUPK) bersama orang tuanya terkait UKT yang
5
persepsi
Sekolah Sepanjang Hari dan Kekerasan Struktural
S
6
Yogyakarta. Berbeda saat di Australia yang lebih terkontrol dan substansial, ia merasa materi di sekolah barunya terlalu banyak. Sementara itu, guru di Australia memiliki pandangan bahwa pendidikan karakter adalah utama untuk membangun etika publik. Selain dari aspek kurikulum, kekerasan struktural lain juga tercermin pada pi lihan-pilihan metode pembelajaran yang memposisikan siswa sebagai objek. Meskipun pemerintah senantiasa menganjurkan
Gigih | Expedisi
ekolah sepanjang hari atau yang lebih dikenal dengan nama full day school digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Efendi, sebagai upaya mengurangi kenakalan remaja. Gagasan tersebut kemudian memicu pro dan kontra juga persetujuan dengan syarat penerapannya dilakukan secara selektif. Namun, apa pun bentuk reaksinya, gagasan yang berkaitan dengan institusi strategis seperti sekolah tentu perlu dikritisi. Penerapan sekolah sepanjang hari pada sekolah di Indonesia adalah sebuah bentuk kekerasan struktural yang akan dilakukan oleh negara. Terlebih, isu tentang anak sekolah di Indonesia sarat beban, terutama di se kolah dasar, sudah ramai di bicarakan sejak tahun 1980an. Misalnya, dari aspek kurikulum terlalu banyak materi yang diberikan kepada anak TK dan SD sehingga membuat anak tidak nyaman. Kurikulum pada anak TK begitu memberatkan, seperti anak diberi pelajaran untuk berhitung, membaca, dan menulis. Padahal, usia anak prasekolah adalah usia bermain. Seharusnya TK hanya menjadi taman bermain bukan tempat untuk menggali pengetahuan secara berlebihan. Hal tersebut juga bentuk kekerasan negara terhadap anak. Pada lingkungan SD pun tidak jauh berbeda. Konsep pembelajaran di SD sebenarnya cukup sederhana, yaitu bagaimana agar siswa dapat membaca, menulis, dan berhitung (Calistung). Konsep calistung ini harus dicapai dengan prinsip pembelajaran yang menyenangkan karena anak SD memang masih dalam usia harus banyak bermain. Akan tetapi, faktanya anak SD di Indonesia padat kegiatan belajar bahkan masih dibebani dengan ekstrakurikuler hingga sore hari. Pernah ada seorang siswa pindahan dari Australia yang merasa kewalahan mengikuti pelajaran di salah satu sekolah favorit di
pembelajaran konstruktivistik yang berpusat pada murid, tetapi praktik pembelajaran searah yang berpusat pada guru terus berlangsung. Anak didik diposisikan sebagai objek pasif yang harus diberi informasi pengetahuan sekehendak guru. Siswa tidak diberi peluang untuk berpikir lain dan menjadi subjek aktif yang mengembangkan imajinasi dan daya kreasi. Metode yang mematikan imajinasi siswa semacam ini masih banyak mewarnai cara mengajar di lembaga pendidikan terlebih kultur patrimonialistik masih kuat. Selain di sekolah, institusi sosial strategis lainnya yaitu keluarga, juga ikut-ikutan melakukan kekerasan struktural terhadap anak. Sekarang banyak sekali, terutama kelas menengah, begitu ambisius anaknya
bisa sukses dalam pendidikan. Para orang tua ramai-ramai menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah favorit. Tidak mengherankan jika di Yogyakarta sekarang ini ada TK dan SD yang harus membayar puluhan juta per semester dan ironisnya banyak yang antre mendaftar. Oleh sebab itu, para orangtua kelas menengah perkotaan menekan anaknya belajar keras agar bisa masuk sekolah favorit sekaligus sebagai bagian dari membangun citra bahkan gaya hidup. Akhirnya anak mereka ditekan agar mau kursus di lembaga-lembaga bimbingan belajar. Jadi, proses kekerasan struktural tersebut berlanjut dalam keluarga sehingga anak usia sekolah terus berada dalam tekanan. Oleh karena itu penerapan sekolah sepanjang hari hanya akan semakin menambah kekerasan struktural terhadap siswa oleh negara. Meminjam istilah Foucault, sekolah adalah sarana efektif pendisiplinan. Pendisiplinan beroperasi bukan saja secara seragam dalam masyarakat, tetapi secara berhamburan dalam masyarakat dan mempengaruhi setiap bagian masyarakat. Foucault juga bertanya apakah aneh jika pabrik, sekolah, barak, rumah sakit, yang semuanya mirip dengan penjara? Lebih dari itu, kebijakan tersebut semakin menegaskan ketidakkonsistenan pemerintah setiap kali mengeluarkan kebijakan. Pemerintah menegaskan bahwa mereka ingin menerapkan praktik pendidikan demokratis, tetapi mengapa konstruksi negara atas berbagai model pendidikan terus menguat? Mengapa tidak diberikan kewenangan pada setiap sekolah saja bagaimana mengkonstruksi pendidikan yang menyenangkan sehingga mampu mengurangi berbagai gejala kenakalan remaja? Suyantiningsih, M.Ed. Dosen Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY
edisi iII | NOVEMBER 2016
persepsi
KTM Bukan Kartu Ajaib UNY
T
semua mahasiswa mencari bahan kuliah pun masih mempermasalahkan penggunaan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Berkunjung dan meminjam buku di perpustakaan UNY sebenarnya bisa dilakukan hanya dengan menggunakan KTM. Namun, dengan alasan bahwa barcode yang ada pada KTM tidak bisa terbaca oleh komputer, maka mahasiswa harus membuat kartu perpustakaan dengan biaya administrasi.
Gigih | Expedisi
epatnya pada tahun 2014 UNY mencoba men er apk an presensi elektronik untuk mahasiswa sebagai upaya menuju World Class University. Mahasiswa melakukan presensi dengan memindai kode bar KTM pada alat pemindai yang disediakan. Namun, presensi elektro nik tersebut tidak berlanjut. Benar-benar sangat disayangkan karena dana yang telah dikeluarkan tidak sedikit. Alih-alih dengan presensi elektronik akan lebih praktis dan aman, UNY justru terkesan boros. Universitas Sriwijaya (Unsri), salah satu PTN di Sumatera Selatan, akan menerapkan sistem smart campus pada akhir tahun 2016. Hal tersebut dilakukan untuk menjadikan Unsri sebagai universitas kelas dunia. Nan tinya, mahasiswa dan dosen akan difasilitasi dengan satu kartu identitas sebagai kunci masuk dan mengakses fasilitas kampus. Adanya sistem satu kartu memang tampak lebih mudah dibanding harus membuat banyak kartu untuk mengakses berbagai fasilitas yang ada di universitas. Layanan kampus yang dimiliki UNY terbilang cukup banyak, yaitu Layanan Konsultasi dan Badan Hukum, Layanan Kesehatan, Layanan Bimbingan dan Konseling, Penerbitan dan Percetakan, Pusat Komputer, serta Perpustakaan. Akan menjadi rumit apabila untuk menikmati setiap layanan tersebut mahasiswa UNY harus membuat kartu pada setiap layanannya. Pembuatan kartu tersebut terbilang cukup rumit dan menghabiskan biaya administrasi yang tidak murah. Begitulah realita di UNY. Perpustakaan pusat yang menjadi rujukan
Peraturan seperti di perpustakaan pusat juga diterapkan di perpustakaan FIS. Mahasiswa bisa berkunjung dan meminjam buku dengan syarat membuat kartu anggota perpustakaan FIS. Dalam pembuatan kartu pun dikenakan biaya administrasi sebesar Rp5.000,00. Untuk mahasiswa fakultas lain, pada awalnya tidak bisa mngakses layanan perpustakaan FIS. Lalu, sejak tanggal 1 November 2015 peminjaman buku lintas perpustakaan sudah diberlakukan di UNY. Peminjaman buku lintas perpustakaan berlaku untuk perpustakaan di UNY yang tergabung dalam kerja sama silang layan.
Perpustakaan FMIPA adalah satu-satunya yang tidak tergabung dalam kerjasama tersebut. Untuk dapat melakukan peminjaman buku di fakultas lain, mahasiswa diharapkan mengaktifkan keanggotaannya di fakultas tujuan. Selain itu, anggota fakultas lain hanya dapat meminjam koleksi perpustakaan sebanyak satu eksemplar dengan lama peminjaman tiga hari. Memang tidak bisa dimungkiri satu kartu untuk mengakses semua layanan kampus adalah solusi cerdas dalam memberikan pelayanan kepada mahasiswa. Akan sangat bagus apabila hal tersebut segera diterapkan di UNY. Mahasiswa akan lebih mudah menikmati layanan kampus yang memang sudah menjadi haknya. Pemanfaatan fasiltas kampus akan lebih maksimal dengan memudahkan akses mahasiswa. Penggunaan KTM sebagai kartu untuk mengakses semua layanan tentu akan memakan sedikit biaya dan lebih efektif dalam penggunaannya. Kode akses seluruh layanan dijadikan satu dalam KTM. KTM akan menjadi kartu ajaib mahasiswa untuk menikmati perpustakaan, cek kesehatan, mengadakan bimbingan konseling, dan lain-lain. Program satu kartu utuk semua ini akan memudahkan mahasiswa, tidak perlu proses yang rumit untuk mengakses layanan kampus. Selain itu, kerja pihak kampus pun mejadi lebih efisien. Pembuatan kartu hanya dilakukan sekali. Penghematan akan dirasakan oleh kedua belah pihak, yaitu kampus dan mahasiswa. Umi Zuhriyah
dapatkan harga promo khusus untuk anda! telp. (085-740-599-145) NOVEMBER 2016 | edisi iII
7
tepi
KKN/PPL Digabung, Merugikan Banyak Pihak Menurut Dr. Sulis Triyono, M.Pd selaku ketua yang membawahi PPL, mayoritas mahasiswa mengatakan keberatan melaksanakan KKN/PPL secara bersamaan.
D
igabungnya pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) dianggap memberatkan oleh mahasiswa prodi kependidikan. “Saya sebagai pelaksana merasa kesusahan membagi waktu, jadi kurang maksimal dalam melaksanakan di antara keduanya,” keluh Priyo Utomo, salah satu mahasiswa Pendidikan Geografi angkatan 2013, Sabtu (10/9). Pada saat itu, Priyo sedang melakukan pendampingan terhadap salah satu kegiatan ekstrakurikuler di SMA 7 Purworejo, dimana ia melaksanakan kegiatan PPL. Sejenak ia meluangkan waktu untuk diwawancarai oleh tim EXPDISI. Priyo yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa FIS tahun 2016, memulai ceritanya dengan kejadian yang dialaminya saat melaksanakan KKN/PPL. “Kami sering ada konflik dengan warga dan juga guru-guru di sekolah,” jelasnya. Kejadian tersebut saat perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada hari Rabu. Hari Rabu adalah jadwal Priyo untuk PPL di sekolah. Sedangkan, disisi lain dirinya juga sudah diminta oleh warga untuk mengurus perayaan kegiatan 17-an di Desa Bulus Purworejo, yaitu tempat ia melaksanakan KKN. Menurutnya, hal seperti itulah yang membuat konflik dengan guru-guru di sekolah maupun warga desa. Jadwal KKN/ PPL memang sudah ditentukan, yaitu untuk hari Senin sampai Jumat siang melakukan PPL, sedangkan hari Jumat siang sampai Minggu dilanjutkan KKN. Namun, tidak bisa dimungkiri saat terjun langsung, pelaksanaan KKN/PPL tidak bisa melulu sesuai jadwal. Hal tersebut dibenarkan adanya oleh Priyo. Ia tidak hanya bisa aktif dalam tiga hari saja saat pelaksanaan KKN. “KKN yang dilaksanakan hanya tiga hari dalam seminggu membatasi mahasiswa dalam menjalin hubungan dengan masyarakat,” ungkap Priyo. Padahal baginya saat KKN perlu untuk membangun kecocokan dan keakraban dengan masyarakat desa. Baginya intensitas waktu tersebut membuat pelaksanaan program yang diusung oleh mahasiswa kurang maksimal, sehingga 8
dampak dari program kurang dirasakan oleh masyarakat. Priyo kembali melanjutkan ceritanya, saat PPL mahasiswa diberi tanggung jawab untuk mendampingi setiap kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. “Ekstrakurikuler dilaksanakan setiap sore pada hari jumat, sabtu, minggu,” ungkap Priyo. Padahal pada hari tersebut adalah jadwal kegiatan untuk melaksanakan KKN. Sehingga seringkali pihak sekolah mengeluhkan ketidakhadiran mahasiswa PPL UNY untuk mendampingi kegiatan ekstrakurikuler, jelas Priyo lebih lanjut. Adanya permasalahan yang disebabkan oleh kebijakan digabungnya KKN/PPL sudah dikeluhkan oleh Priyo pada dosen pembimbing lapangannya. Hal tersebut dibenarkan oleh Dr. Sulis Triyono, M.Pd selaku ketua yang membawahi PPL. “Mayoritas mahasiswa mengatakan keberatan melaksanakan KKN/ PPL secara bersamaan,” tuturnya. Terkait keluhan tersebut diketahui Sulis Triyono saat melaksanakan monitoring evaluasi (monev) bersama dengan Wakil Rektor (WR) I UNY dan dekan setiap fakultas. Alasan mengapa KKN/PPL digabung dijelaskan oleh Triatmanto, M.Si., selaku ketua pusat pengembangan KKN dan wilayah dok.Istimewa
Priyo Utomo Pendidikan Geografi 2013
terpadu. “Berdasarkan kebijakan dari WR I, untuk PPL permintaan dari sekolah dua bulan karena menurut pihak sekolah kalau
hanya satu bulan pengalaman mengajar yang diperoleh mahasiswa masih kurang, ditambah lagi jika banyak libur,” jelasnya. Menurut Triatmanto, KKN/PPL yang digabung untuk mahasiswa kependidikan dan dilaksanakan selama dua bulan diharapkan mahasiswa memiliki pengalaman lebih saat KKN/PPL. Permasalahan digabungnya KKN/PPL tidak hanya dirasakan oleh mahasiswa. “Kalau KKN/PPL digabung, kami mengalami kesulitan dalam hal manajemen,” jelas Triatmanto. Ia pun mengatakan untuk penentuan lokasi KKN pihak Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) baru bisa menentukan setelah pihak Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LPPMP) menentukan lokasi untuk PPL. Baginya hal tersebut memberatkan karena mencari lokasi untuk KKN di wilayah perkotaan adalah hal yang tidak mudah. Disisi lain jika lokasi KKN jauh dari lokasi PPL akan beresiko tinggi, tambahnya. “Oleh karena itu pihak LPPM mengusahakan agar lokasi KKN tidak jauh dari lokasi PPL meskipun perizinannya lebih sulit,” ucap Triatmanto sambil tersenyum. Menurut Triatmanto sulitnya perizinan jika KKN/PPL digabung dikarenakan daftar mahasiswa PPL di suatu sekolah baru jelas saat-saat terakhir perizinan untuk KKN. Sedangkan, untuk melakukan perizinan harus dilampiri data mahasiswa, walaupun hanya perizinan secara informal. Hal tersebutlah yang membuat manajemen pihak LPPM mengalami kesulitan. “Tapi itu sudah menjadi kebijakan universitas, jadi kami harus tetap melaksanakan,” tutur Triatmanto. Menurutnya, secara manajemen lebih mudah jika KKN/PPL dipisah. Selain itu, untuk melakukan perizinan pun lebih mudah karena pihak LPPM langsung bisa membagi kelompok berdasarkan prodi tanpa harus melihat kondisi PPL. “Kalau dipisah pembagian kelompok jadi lebih mudah,” jelas Triatmanto. Ia pun menjelaskan sebenarnya dalam panduan, penentuan kelompok KKN harus proporsional. Terutama berkaitan dengan pembagian program studi dalam satu kelompok. Namun, jika KKN/PPL digabung edisi IIi | NOVEMBER 2016
tepi pihak LPPM membagi waktu KKN menjadi tiga kloter yaitu semester genap, khusus, dan gasal. Disediakannya KKN pada semester khusus disebabkan karena jumlah mahasiswa yang akan melaksanakan KKN cukup banyak. Sehingga, jika hanya tersedia KKN/PPL pada semester ganjil dan genap tidak mencukupi. “Jumlah mahasiswa yang akan melakukan KKN sekitar lebih dari 6000 mahasiswa dan lokasi yang berdekatan dengan kampus sangat terbatas maka disediakan waktu semester khusus,” jelas Triatmanto lebih lanjut. Terkait banyaknya masalah yang dihadapai mahasiswa saat KKN/PPL digabung, Triatmanto berharap untuk selanjutnya KKN/ PPL dipisah. “Kalau dipisah lebih baik dan lebih nyaman dan juga mahasiswa akan lebih fokus konsentrasinya,” jelasnya. Selain itu, menurut Triatmanto apabila KKN/PPL dipisah manajemen pihak LPPM akan lebih mudah dalam membagi kelompok KKN yang proporsional. Lalu untuk waktu KKN tidak hanya dilaksanakan tiga hari dalam seminggu. “Kalau KKN hanya tiga hari dalam seminggu mengakibatkan mahasiswa kurang
"
sosialisasi dengan warga desa,” ucapnya di akhir wawancara. Lain halnya dengan Triatmanto, menurut Priyo, KKN/PPL yang digabung membuat citra UNY di luar menjadi buruk. “Kalau begini terus ada kemungkinan tahun depan desa yang yang dijadikan tempat KKN tidak mau lagi dijadikan tempat KKN,” ucap Priyo
“Saya sebagai pelaksana merasa kesusahan membagi waktu, jadi kurang maksimal dalam melaksanakan diantara keduanya,” keluh Priyo Utomo
mengungkapakan rasa khawatirnya. Baginya KKN/PPL yang digabung merugikan seluruh pihak, yaitu desa tempat KKN, sekolah tempat PPL, mahasiswa maupun UNY sendiri. Dwi Putri Fahrudin, Nisa, Umi
Danang | Expedisi
hal tersebut tidak bisa dilakukan. Berkaitan dengan beberapa masalah yang terjadi Priyo memiliki kekhawatiran tersendiri. Menurutnya, dengan adanya kebijakan kegiatan KKN/PPL yang digabung, secara tidak langsung mencoreng nama instansi UNY sendiri. Priyo menjelaskan bahwa, saat ada evaluasi di sekolah guru-guru seringkali membanding-bandingakan dengan universitas lain yang lebih maksimal dalam PPL saat tidak dibarengi dengan KKN. Adapun kasus serupa yaitu, saat Kantor LPPM UNY mendapat surat dari Forum Masyarakat Peduli Karongan (FMPDK). Dalam surat tersebut menyampaikan kepada pihak LPPM melalui surat tersebut terkait beberapa hal pelaksanaan KKN UNY di Dusun Karongan Desa Kedungsari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo. Salah satu isi dari surat tersebut warga merasa kecewa karena mahasiswa kurang bersosialisasi dengan masyarakat serta tidak adanya sosialisasi program kegiatan KKN. Warga dusun Karongan menyayangkan pula bahwa mahasiswa KKN UNY tidak mencerminkan kalau mereka berasal dari Perguruan Tinggi Negeri (terbesar) yang mendidik calon guru. Ternyata hingga warga pun tidak merasakan dampak yang besar dengan adanya KKN. Pihak LPPM maupun LPPMP sudah mempertimbangkan segala hal sebelum melaksanakan program KKN/PPL dengan waktu bersamaan. Pun telah dipertimbangkan berdasarkan evaluasi tahun kemarin. Mahasiswa pendidikan sudah jauh-jauh hari dipersiapkan sematang mungkin melakukan observasi terhadap sekolah yang akan ditempati untuk PPL. Begitu pula KKN,
NOVEMBER 2016 | edisi iII
9
resensi
Dunia Milik Kita: Silent Monument Tragedi ‘65
D
ialita adalah singkatan dari Di Atas Lima Puluh Tahun. Sebuah kelom pok paduan suara beranggotakan para perempuan berusia lima puluh tahun ke atas yang merupakan keluarga besar penyintas korban tragedi peristiwa 1965. Album pertama Dialita yang diberi judul Dunia Milik Kita diaransemen ulang oleh Cholil Mahmud, Sisir Tanah, Frau, Nadya Hatta, Lintang Radittya, Prihatmoko Catur, dan Kroncongan Agawe Santosa untuk memberikan rasa baru yang sesuai dengan sele ra musik generasi muda sekarang. Album ini bisa diunduh secara gratis melalui laman resmi netla bel Yes No Wave Records—http:// yesnowave.com/yesno083/—sejak 17 Agustus 2016 lalu. Kehadiran Dunia Milik Kita bertu juan sebagai silent monument tragedi 1965. Monumen yang mengingatkan publik tentang kebenaran sejarah masa lalu dan mencegah terjadinya peristi wa serupa karena ketidaktahuan akan sejarah. Sepuluh lagu dalam Dunia Milik Kita terdiri dari “Ujian”, “Salam Harapan”, “Di Kaki-Kaki Tangkuban Perahu”, “Padi Untuk India”, “Taman Bunga Plantungan”, “Viva GANEFO”, “Lagu Untuk Anakku”, “Kupandang Langit”, “Dunia Milik Kita”, dan “Asia Afrika Bersatu” yang diciptakan oleh para tahanan politik dan penyintas saat dipenjara dan ketika sudah bebas di masa rezim Orde Baru. Lagu-lagu dalam album ini sangat emosional dan berusaha untuk membuat pendengar merasakan apa yang terjadi pada masa itu. Dengan sendunya denting piano dari Frau dilanjut lirik pembuka yeng mencer minkan harap penuh “Dari balik jeruji besi / hatiku diuji / apa aku emas sejati / atau imitasi” lagu ditutup pula dengan denting piano bertempo sangat pelan dengan lirik harapan yang tinggi pula “Namun yakin dan pasti / masa depan ‘kan datang / kita pasti kembali” menjadi pembuka album ini dengan lagu “Ujian” yang memunculkan derita dan harap di balik penjara. 10
Danang | Expedisi
Artis: Dialita Judul Album: Dunia Milik Kita Label: Yes No Wave Records Rilis: Agustus 2016 Selanjutnya “Salam Harapan”, yang berisikan tentang semangat dan doa. “Di Kaki-kaki Tangkuban Perahu” karya Putu Oka Sukanta (lirik) dan M. Karatem (lagu dan musik) yang diaransemen Sisir Tanah, Frau, dan Lintang Radittya di buka dengan suara hujan. Bercerita tentang petani di kaki Tangkuban Perahu pada tahun 1960-an ketika Undang-Undang Bagi Hasil dan UndangUndang Pokok Agraria sedang ramai dibahas. Kala itu disiang hari para petani melakukan aksi dan di malam harinya mereka berdiskusi seraya ditemani alunan kecapi. Tawaran bantuan dari Indonesia dengan
500.000 ton beras pada tahun 1946 untuk India ketika menga lami krisis pangan sebagai bentuk solidaritas terhadap negara yang dijajah adalah latar belakang lagu “Padi Untuk India”. Sempat diha dang Belanda dengan bom ketika hendak mengirimkan logistik dan pembakaran beras di Banyuwangi. Pada akhirnya Indonesia tetap menepati janjinya pada India se telah beras kiriman lolos melalui pelabuhan Probolinggo. “Taman Bunga Plantungan” adalah nomor selanjutnya. Dengan latar belakang kamp Plantungan yang terletak di Plantungan, Kendal, Jawa Tengah. Kamp Plantungan sebelumnya adalah tempat bekas perawatan penderita lepra. Di kamp ini juga para tahanan politik merasa kesepian dan putus asa karena dijauhkan dari keluarga. Kebebasan yang hilang karena stempel tahanan politik dan hak asasi yang direnggut membuat derita semakin menjadi. “Viva GANEFO” dibuat oleh Asmoro Martodipoero dalam bahasa Spanyol untuk merespons penyelenggaraan pesta olahraga GANEFO (Games of New Emerging Forces) 1963 yang digagas Soekarno sebagai sikap perlawanan ter hadap imperialisme dan kolonialisme. “Lagu Untuk Anakku” adalah bentuk kegelisahan atas nasib ratusan ribu anak Indonesia yang tiba-tiba harus kehilangan orang tua mereka karena kondisi politik saat itu. Ditutup dengan liriknya yang memberikan pesan sangat dalam kepada yang ditinggalkan, “jadilah putera harapan bangsamu ...”. “Kupandang Langit” yang diaransemen oleh Frau dan Lintang Radittya merupakan ciptaan Koesalah Soebagyo Toer yang ter inspirasi oleh pohon Kiara di rumah tempat dia ditahan di Salemba. Sedangkan “Dunia Milik Kita” dilatarbelakangi oleh ide satu bangsa yang terdiri dari berbagai identitas. Dunia Milik Kita ditutup dengan “Asia Afrika Bersatu” ciptaan Sudharnoto. Danang Suryo
edisi IIi | NOVEMBER 2016
wacana
Pudarnya Ilmu Sosial
P
eran ilmu sosial sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal yang paling ditonjolkan adalah bagaimana ilmu sosial mempelajari sisi kemanusian. Rasa keadilan, kebenaran, dan rasa hubungan sosial sesama manusia hanya bisa diukur dengan ilmu-ilmu sosial. Bagaimanapun manusia tidak akan pernah lepas dari rasa sosialnya karena salah satu dari fitrah manusia adalah sebagai makhluk sosial. Ilmu sosial tidak bisa diukur secara kuantitatif melainkan secara kualitatif sebab proses perkembangan manusia terhadap sosialnya akan berubah-ubah. Memasuki zaman globa lisasi dengan perkembangaan sains, khususnya bidang tek nologi, sangat berpengaruhi terhadap proses keilmuan terutama ilmu-ilmu saintek yang semakin populer di mata masyarakat. Pada tahun 2015 di bulan September, pemerintah Jepang memerintahkan kepa da universitas-universitasnya untuk menutup seluruh fakul tas ilmu sosial. Pemerintah Jepang lebih mempromosikan pendidikan-pendidikan yang bersifat kejuruan yang dapat menjawab segala kebutuhan masyarakat ketimbang pendidikan-pendidikan ilmu sosial yang masih abstrak untuk menjawab tantangan kehidupan masyarakat. Ilmu-ilmu saintek mem punyai ukuran yang jelas dan tidak berubah-ubah sehingga memungkinkan ramalan-ramalan yang dibuat manusia tidak akan melenceng terhadap kehidupan manusia. Berbeda halnya dengan ilmu-ilmu sosial yang semakin tidak populer di mata masyarakat. Dilihat perbandingannya saja, peminat dan kuota penerima mahasiswa baru (Maba) di masing-masing universitas sangat berbeda jauh antara saintek dan soshum. Peminat dan kuota dalam bidang saintek lebih banyak ketimbang ilmu-ilmu yang bergerak di dalam ilmu sosial. Ini menunjukan ilmu-ilmu sosial akan semakin ditinggalkan oleh masyarakat. Lemahnya ilmu sosial di mata masyarakat
NOVEMBER 2016 | edisi iII
tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan yang cenderung ke arah pragmatis. Kaum pragmatis beranggapan ilmu pengetahuan harus membantu manusia untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan manusia. Mereka tidak peduli dengan berbagai pengembangan keutuhan hidup manusia. Pada hakikatnya pandangan kaum pragmatis menginginkan ilmu pengetahuan harus memiliki nilai kegunaan, terutama kegunaan jangka pendek. Nilai kegunaan ilmu-ilmu sosial tidak serta merta disentuh oleh masyarakat. Pasalnya, konteks nilai ilmu sosial masih dirasa
Gigih | Expedisi
abstrak sehingga membuat masyarakat masih merasa kebingungan untuk melakukannya. Lain halnya dengan ilmu-ilmu saintek yang dikoarkan sebagai ilmu konkret dan nilai praksis yang jelas membuat masyarakat merasa mudah untuk menjalankannya. Dengan artian, senjakala peranan ilmu sosial di masyarakat akan semakin memudar seiring dengan perkembangan waktu ke arah kemajuan teknologi. Pentingnya Ilmu Sosial Meskipun ilmu pengetahuan memper juangkan nilai ilmiah, tetapi ilmu tidak boleh menutup mata terhadap berbagai per
soalan hidup manusia. Ada saja persoalanpersoalan kemanusiaan seperti kasus kekerasan, ketidakdilan sosial, kemiskinan, pengangguran, dan pemerkosaan. Kasuskasus tersebut tidak bisa diselesaikan dengan cara angka-angka dalam penelitian karena perlu adanya pendekatan yang siginifikan untuk menyelesaikannya. Salah satunya melalui pendekatan ilmu-ilmu sosial. Pentinggya ilmu sosial di dalam kehidupan bermasyarakat dapat memecahkan berbagai krisis kemanusian. Banyak orang mengira bahwa masalah-masalah kemanusian hanya dapat diselesaikan cuman satu disiplin ilmu bahkan ada yang mengira hanya disiplin ilmunyalah yang dapat menyelesaikan masalah-masalah kemanusian dewasa ini. Akhirnya ilmu menjadi elitis yang hanya menggunakan satu disiplin ilmu. Tentu ini akan menimbulkan fallacy of thinking di dalam disiplin keilmuan. Dengan perkembangan teknologi yang menyentuh segala aspek kehidupan manusia, perkembangan ilmu sosial diharapkan menjadi pengontrol dalam berbagai masalah krisis kemanusian. Apalagi berbagai krisis tersebut memaksa pemecahan masalah kemanusiaan secara sektoral. Oleh karena itu, penting kiranya untuk memecahkan berbagai persoalan kemanusiaan dewasa ini tidak hanya pada satu disiplin ilmu melainkan dengan berbagai disiplin ilmu yang berbeda. Ilmu sosial pun sangat berpengaruh terhadap kondisi perkembangan kehidupan manusia. Manusia akan semakin sadar dengan segala permasalahan sosialnya. Segala bentuk kekerasan, kemiskinan, ketidakadilan, dan penindasans yang terjadi di masyarakat akan mudah teratasi jika peran ilmu sosial ini benar-benar ditegakkan di dalam kehidupan masyarakat. Fahrudin
11
eksprespedia
Bus TEB, Solusi Bagi Kota Metropolitan
A
banyak menguntungkan penumpang dari segi waktu karena tidak perlu lama antre. Bus ini juga sudah memakai tenaga listrik se bagai penggerak mesinnya. Jika dikalkulasi per tahunnya, bus ini dapat menghemat hingga 800 ton BBM dan 2.480 emisi karbon. Bus ini juga didesain dengan kecepatan hingga 37 mil tiap jam sehingga penumpang tak perlu khawatir mengenai efisiensi waktu. Terobosan bus se m a c am ini akan sangat bermanfaat bagi perkembangan per kotaan di dunia, salah satunya Indonesia. Indonesia yang memiliki kurang lebih 23
kota metropolitan membutuhkan terobosan semacam ini agar kota besar tidak selalu
Dok.Istimewa
gustus lalu, Song Youzhou, insinyur dari Tiongkok mengumumkan tero bosan otomotifnya di sektor kenda raan publik dengan memperkenalkan konsep bus yang berbeda dari yang lain. Konsep bus yang dibuatnya tersebut diklaim dapat men jadi solusi kemacetan sekaligus mengurangi polusi lingkungan di kota metropolitan. Konsep bus yang diusung oleh Song Youzhou didesain dengan bagian bawah yang terbuka seperti terowongan. Bus didesain dengan bagian tempat penumpang setinggi 4,8 meter sehingga membuat kendaraan lain bisa melewati bagian bawahnya. Bus anti macet ini berjalan dengan rel yang berada di sisi kiri dan kanan jalan sehingga kendaraan lain akan terhindar dari kemacetan. Bus dengan nama Transit Elevated Bus (TEB-1) memiliki tampilan seperti kereta dengan panjang 22 meter. Dari segi kapasitas, desain bus dapat memuat hingga 1.400 penumpang atau setara dengan 40 bus biasa. Kapasitas penumpang sebesar ini akan
identik dengan kemacetan parah dan polusi yang tak terselesaikan. Tentunya dengan didahului pembangunan infrastruktur yang memadai setingkat negara Tiongkok. Wachid As-Siddiq Disarikan dari berbagai sumber
Dapatkan harga promo khusus untuk anda
hubungi. (085-740-599-145) 12
edisi IIi | NOVEMBER 2016