Buletin Expedisi Edisi Reguler IV Desember 2016 - Dana Melimpah, Program Mahasiswa Wirausaha Sepi ..

Page 1

EXPEDISI EDISI IV DESEMBER 2016

MEMBANGUN

B U D AYA

Dana Melimpah, Program Mahasiswa Wirausaha Sepi Peminat

KRITIS


SURAT PEMBACA Ketimpangan Mahasiswa dan Nilai Kuliah GEJALA baru yang seringkali diceritakan teman dosen adalah tentang tidak jelasnya alasan mahasiswa saat mengurus nilainya yang belum atau tidak keluar. Nampaknya mahasiswa sekarang mem­ pun­yai trik jitu untuk memojokkan dosen, yakni dengan mengurus nilai yang tidak keluar di masa akhir studi. Walhasil kemudian diberi tugas pengganti atau pun ujian ulang yang memangkas proses interaksi dan pemahaman mahasiswa. Sudah seharusnya mahasiswa me­ ma­ha­mi kembali tentang bagaimana semestinya menjadi seorang mahasiswa. Mahasiswa mempunyai peran penting dalam masyarakat yang tidak terabaikan, sebagai agen perubahan, kontrol sosial sekaligus calon pemimpin bangsa. Hal tersebut membutuhkan bukan hanya hard skill, tapi juga soft skill: leadership,

komunikasi yang baik, dan sensitivitas yang tinggi. Bukan sekadar nilai sem­pur­ na, kelulusan tepat waktu, lalu kembali ke masyarakat. Nilai “hanya” syarat ad­mi­nis­tratif yang pada akhirnya tidak bernilai manakala pelaku tidak mampu melakukan perubahan apa-apa. Dr. Muhammad Hamid Anwar, M. Phil Dosen Pendidikan Olahraga

Pendanaan Pemilwa Tersendat PEMILWA UNY akan berlangsung pada Desember mendatang. Pemilwa merupakan pesta demokrasi kampus yang diperuntukkan bagi seluruh mahasiswa UNY. Namun, sepertinya birokrasi belum mendukung penuh pemilwa tahun ini. Hal tersebut ditunjukkan dengan permasalahan pendanaan dari birokrasi yang tersendat di KPU universitras. Masalah pendanaan di KPU universitas akan ber­peng­a­ruh besar pada KPU

EDITORIAL Pengoptimalan Sosialisasi PMW PROGRAM Mahasiswa Wirausaha (PMW) merupakan sebuah ke­bi­ja­kan yang dikeluarkan oleh pe­me­rin­tah dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan berwirausaha pada ma­ ha­siswa. Adanya PMW diharapakan setelah lulus mahasiswa tidak hanya menjadi pencari kerja, tetapi juga menjadi pencipta lapangan pekerjaan. Seperti memberdayakan warga masyarakat tempat di mana mereka tinggal untuk bekerja di usaha yang mereka jalankan. Namun, antusiasme mahasiswa untuk mengikuti PMW sangatlah kurang karena sosialisasi dari UNY pun belum cukup. Chandra Dewi Puspitasari, S.H.,L.L.,M., selaku dosen ke­ma­ha­ sis­waan Fakultas Ilmu Sosial meng­a­ takan bahwa sosialisasi PMW secara khusus kepada dosen tidaklah ada. Padahal, dalam panduan PMW tahun 2015 tertulis bahwa dosen termasuk dalam target sosialisasi. Hal tersebut bertujuan untuk menggali masukan dan dukungan dari berbagai pihak untuk kelancaran penyelenggaraan PMW. Terkait sosialisasi PMW, Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes., selaku Wakil Rektor III, mengatakan bahwa selama ini sosialisasi dilakukan melalui laman web kemahasiswaan UNY. Selain

2

itu juga dilakukan melalui pem­be­ ri­tahuan kepada Wakil Dekan III setiap fakultas melalui surat edaran. Jika memang sosialisasi semacam itu belum bisa meningkatkan antusias mahasiswa dalam mengikuti PMW, maka seharusnya segera dilakukan tindakan untuk mengoptimalkan so­ si­a­liasi. Walaupun sekarang sudah era teknologi dan kebanyakan informasi hanya disebar melalui internet, tidak ada salahnya jika sosialisasi terkait PMW dilakukan dengan cara semacam workshop. Hal tersebut perlu untuk dicoba mengingat dana PMW di UNY tidaklah sedikit. Dana PMW selain diperoleh dari pemerintah setiap tahun juga diperoleh dari dana bergulir yaitu dana yang telah dikembalikan oleh mahasiswa peminjam dana PMW. Selain berkaitan dengan so­si­a­ lisasi, UNY juga perlu untuk meng­in­ te­gra­sikan mata kuliah Kewirausahaan dengan PMW. Sangat disayangkan apabila mata kuliah kewirausahaan hanya memiliki produk akhir pe­ ren­ c a­ n aan bisnis. Sebab, salah satu indikator keberhasilan PMW dapat dilihat dari terbentuknya model pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi. Redaksi

tingkat fakultas. Terlepas dari permasalahan yang ada. Diharapkan seluruh mahasiswa dapat berpartisipasi dalam pemilwa 2016. Agar pemilwa tahun ini berjalan dengan lancar. Selain itu calon dalam pemilwa, hendaknya saat kampanye memperkenalkan diri secara menyeluruh. Sehingga mahasiswa yang hendak memilih mengetahui identitas calon dan visi misi yang diusungnyanya. Yang tak kalah penting, para pemilih juga harus cerdas dalam menentukan pilihan mereka. Aprilia Kartikasari Mahasiswa Pendidikan Kimia 2014

Ruang Bagi Mahasiswa DARI pagi hingga petang, ma­ha­sis­wa me­la­ku­kan aktivitas di kampus. Sehingga seringkali mahasiswa mengerjakan tugas kuliah pun di kampus. Hal tersebut juga didukung dengan a­da­nya fasilitas wifi untuk mencari referensi tugas kuliah. Pemandangan mahasiswa duduk ber­ ge­rom­bol di depan ruang kelas dan di depan dekanat, perpus atau tempat yang menjadi jalan umum sudah tidak asing lagi. Mengganggu mahasiswa lain jika, menggunakan jalan umum untuk ber­ kum­pul sembari menikmati fasilitas wifi. Meski, di tempat i­tu­lah mahasiswa dapat mengakses wifi dengan mudah, di tempat tersebut juga ada sumber aliran listrik yang bisa digunakan jika baterai habis. Seharusnya, mahasiswa disediakan ruang khusus untuk berkumpul, sehingga tidak mengganggu fungsi jalan umum. Devita Lili Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum 2015

SEMPIL + Antusias mahasiswa dalam mengikuti PMW sangatlah kurang. - Tahu saja tidak... Pimpinan Proyek Singgih Norma | Sekretaris Meida Rahma | Bendahara Nisa Maulan | Redaktur Pelaksana Umi Zuhriyah | Redaktur Danang Suryo, Nisa Maulan, Singgih Norma, Wachid As-siddiq, Yazra Muhammad | Reporter Danang, Nisa, Umi, Singgih, Syukron | Redaktur Foto Muhammad Syukron | Artistik Danang Suryo, Gigih Nindia | Produksi Wachid As-siddiq | Iklan Fahrudin, Silvana Marsha | Tim Polling Heni Wulandari, Iwan Dwi, Yazra Muhammad | Sirkulasi Mohammad Agung | Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang Yogyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@yahoo.com | Web ­Ekspresionline.com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.

EDISI IV | DESEMBER 2016


SENTRA

Penanganan Tidak Maksimal, PMW Kurang Optimal Adanya PMW merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan peluang lapangan kerja sehingga masalah pengangguran terdidik berkurang.

P

DESEMBER 2016 | EDISI IV

3

Sukron | EXPEDISI

rogram Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang ada di UNY sejak tahun 2009 tidak banyak di­mi­na­ti oleh mahasiswa. Hal tersebut, di­be­nar­ kan oleh Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes selaku Wakil Rektor (WR) III UNY. “Antusias mahasiswa dalam meng­ikuti PMW sangatlah kurang,” ungkapnya, Sabtu (19/11). Padahal, menurut Sumaryanto diadakannya PMW adalah untuk memberikan pengalaman belajar mahasiswa agar mempunyai kemampuan dalam berwirausaha. Kurangnya antusias mahasiswa dalam mengikuti PMW sangat disayangkan oleh Sumaryanto. Sebab, informasi mengenai PMW sudah dipublikasikan melalui laman web kemahasiswaan UNY. “Informasi PMW sudah dipublikasikan di laman web kemahasiswaan. Selain itu, PMW pun sudah disosialisasikan kepada Wakil Dekan (WD) III tiap fakultas,” jelasnya lebih lanjut. “Salah satu yang menyebabkan kurangnya antusias mahasiswa dalam meng­i­ku­ti PMW, karena mahasiswa me­ mi­li­ki kendala dalam hal penyelesaian pinjaman,” jelas Totok Heru Tri Maryadi, M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan Teknik Elektro sekaligus dosen pembimbing PMW, Jumat (2/12). Ia kembali menjelaskan bahwa di sisi lain, ada juga mahasiswa yang ragu-ragu untuk mengikuti PMW karena khawatir akan mengganggu kuliah. “Apalagi ada kabar bahwa masa studi akan dibatasi sampai dengan lima tahun saja,” tuturnya, saat ditemui di ruangannya. Sedangkan menurut Chandra Dewi Puspitasari, S.H., LL.M., rendahnya antusias mahasiswa dalam mengikuti PMW disebabkan oleh kurangnya sosialisasi. Ia pun menambahkan bahwa sosialisasi untuk dosen terkait PMW tidaklah ada. “Sosialisasi PMW

ke dosen secara khusus tidaklah ada,” dosen pem­­bim­­bing PMW sesuai dengan tutur Chandra selaku dosen bagian keinginannya atau atas dasar rekomendasi kemahasiswaan jurusan Pendidikan bagian ke­ma­ha­sis­wa­an,” ungkap Totok Kewarganegaraan dan Hukum. mengenai dosen pembimbing PMW. Menurutnya kebanyakan dosen tidak Totok tidak membenarkan bahwa mengetahui secara detail tentang PMW. dosen pembimbing PMW haruslah Kurangnya sosialiasi seperti yang dosen mata kuliah kewirausahaan. dijelaskan Chandra pun dibenarkan Bahkan, menurutnya ke­ba­nya­kan dosen oleh Naila Suqya Hidayah mahasiswa mata kuliah kewirausahaan di jurusan prgram studi Sastra Indonesia angkatan Pendidikan Teknik Elektro tidak menjadi 2015. “Dari pihak kampus tidak dosen pembimbing PMW. pernah mensosialisasikan PMW ke “Tugas dari dosen pembimbing PMW, mahasiswa,” jelas Naila, Sabtu (19/11). yaitu mulai dari pengembangan ide, Ia pun mengatakan bahwa dirinya baru penajaman ide, pembuatan proposal awal mengetahui PMW saat tim EXPEDISI hingga revisi proposal setelah seleksi,” mewawancarainya. terang Totok. Totok juga mengimbuhkan Lain halnya dengan Naila, bahwa dosen pembimbing pun tetap Muhammad Fauzi mahasiswa jurusan men­dam­pingi saat pelaksanaan u­sa­ Teknik Mesin angkatan 2014, sudah ha. “Para dosen pembimbing juga me­ mengetahui PMW sejak semester man­tau kinerja mahasiswa dalam me­ dua. Namun, ia mengetahui PMW lak­sa­nakan usahanya, kalau nantinya karena mengikuti pendidikan dan ada kesulitan akan kami bantu untuk pelatihan (diklat) kewirausahaan yang menyelesaikannya,” tambahnya. Namun, diselenggarkan oleh Koperasi Mahasiswa menurut Totok, beberapa mahasiswa (Kopma). Fauzi adalah salah satu memang tidak begitu aktif melakukan mahasiswa yang lolos seleksi PMW. konsultasi dengan dosen pembimbing. “Saya ikut PMW berkelompok dengan “Konsultasi hanya dilakukan saat ma­ empat teman saya dan mem­pe­ro­leh dana ha­siswa menemukan kendala dalam sebesar Rp.40.000.000,00 dengan usaha ternak kambing,” jelasnya, Rabu (16/11). “Jenis usahanya sektor jasa, kon­sul­tan, pen­ju­­a­lan ternak se­per­ti: ayam,kambing dan sapi,” ungkap Sumaryanto, men­je­las­kan ter­ ka­it jenis u­sa­ha yang banyak diajukan oleh ma­ha­sis­wa. Ia pun mengatakan PMW hanya dikhususkan untuk mahasiswa strata satu (S1). “Tidak ada mahasiswa strata dua (S2) yang mengikuti PMW,” jelasnya lebih lanjut terkait persyaratan untuk mahasiswa yang mengikuti PMW. Sumaryanto pun men­je­las­kan untuk setiap mahasiswa baik kelompok atau individu yang mengikuti PMW akan didampingi oleh dosen pembimbing. Muhammad Fauzi ketika diwawancarai (16/11) di depan “Mahasiswa memilih gedung LPTK.


SENTRA Danang | EXPEDISI

pelaksanaan usaha,” jelasnya lebih lanjut. Berkaitan dengan asal dana PMW Sumaryanto menegaskan bahwa PMW bukanlah dana hibah. “Dana dalam pelaksanaan PMW itu bukan berasal dari dana hibah,” tegas Sumaryanto untuk membantah isu yang menyebut bahwa dana PMW adalah dana hibah. Sumaryanto pun memberitahukan ter­ka­it alokasi dana PMW yaitu, 70% untuk mendanai usaha yang dilakukan mahasiswa, sedangkan 30% sisanya untuk pengelola, yaitu UNY. “30% dana tersebut digunakan untuk proses seleksi dan diklat pembelakan bagi mahasiswa yang lolos PMW,” jelasnya lebih lanjut. Ia pun menjelaskan, untuk diklat pembekalan mahasiswa menginap selama dua hari di Hotel UNY dan setiap

dana mi­ni­mal Rp.5.000.000,00 dan maksimal Rp.8.000.000,00. “Untuk sumber dana PMW yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) dan dana bergulir,“ tutur Sumaryanto ketika ditemui di Pendapa Tejakusuma FBS. Sumaryanto menjelaskan bahwa dana bergulir itu dari mahasiswa PMW tahun sebelumnya yang telah mengangsur kemudian dipinjamkan lagi kepada mahasiswa yang melaksanakan PMW tahun selanjutnya. “Pinjaman dana PMW sifatnya tanpa bunga,” jelasnya. Selain terdapat kendala dalam proses sosialisasinya, PMW juga mengalami kendala dalam proses seleksi yang dinilai Fauzi sangat rumit. “Yang pertama itu proses seleksi dengan melengkapi ad­ mi­nis­tra­si lalu proposal di upload pada web UNY dan harus mendaftar melalui siakad,“ tutur Fauzi. Ia juga me­nam­bah­kan bahwa "Kalau dari Ditjen Belmawa itu dalam proses pendataan harus disebut dana hibah, namun untuk pengelolaannya diserahkan pada mencantumkan nama ketua masing-masing perguruan tinggi,” dan anggota lalu me­nung­gu jelas Totok Heru Tri Maryadi, M.Pd.. peng­u­muman yang lolos akan diwawancarai oleh staf ahli WR III. Proses tersebut memakan peserta pun mendapat fasilitas kaos dan waktu selama 4 bulan. Hal tersebutlah tas PMW. yang sangat disayangkan Fauzi. Berbeda dengan Sumaryanto, Fauzi menceritakan bahwa ke­ me­­nu­rut Totok dana PMW adalah lom­pok­nya mengalami kendala dalam dana hibah dari Direktorat Jenderal pencairan dana yang lelet. “Dana untuk Pembelajaran dan Kemahasiswaan kelompok kami baru turun sebesar 70% (Ditjen Belmawa) yang diberikan dari total dana. Hal tersebut sangat untuk per­gu­ruan tinggi. “Kalau dari menghambat kerja kelompok kami,“ Ditjen Belmawa itu disebut dana hibah, keluh Fauzi. Fauzi juga menjelaskan namun untuk pengelolaannya diserahkan bahwa alasan lamanya pencairan dana pada masing-masing perguruan tinggi,” karena pihak rektorat harus menunggu jelas Totok lebih lanjut. “Kalau di UNY kelompok lain yang belum tanda tangan. dikelola dengan bergulir, jadi mahasiswa Lamanya proses pencairan dana yang memperoleh dana PMW harus PMW dibenarkan oleh Totok. “Dana mengangsur untuk mengembalikan pin­ tersebut sebenarnya bisa cair di bulan ja­man dananya,” imbuh Totok. Juli, pihak rektorat juga sudah siap untuk Sumaryanto memaparkan bahwa mencairkannya,“ terangnya. Namun, aliran dana untuk PMW setiap tahunnya lanjut Totok, mahasiswa peserta PMW, sekitar Rp.400.000.000,00. Nantinya, tidak melengkapi proposal secara tepat satu ma­ha­sis­wa boleh mengajukan waktu sehingga dana juga tidak cair 4

tepat waktu. “Pihak rektorat juga sempat menunda dan memperpanjang waktu pengumpulan berkas karena masih banyak mahasiswa yang belum memenuhi syarat tersebut,” imbuhnya. Peminjaman dana PMW untuk ma­ ha­siswa yang seharusnya dikembalikan ternyata ada mahasiswa yang tidak mengembalikannya. Hal tersebut dikatakan Fauzi. “Pihak birokrat ke­ mu­dian membiarkannya,” tuturnya lebih lanjut. Berbeda dengan Fauzi, Sumaryanto membatah hal tersebut. “Kami tidak melepas mahasiswa yang tidak mengembalikan dana pinjaman begitu saja. Kami bahkan membuat surat ke mereka untuk segera mengembalikan dana,” imbuh Sumaryanto. Totok berpendapat bahwa sesuai dengan kontrak PMW yang ada di UNY dana yang diberikan untuk mahasiswa berbentuk pinjaman sehingga mahasiswa berkewajiban untuk mengembalikan. “Mahasiswa yang sampai masa kontrak belum bisa melunasi akan kami tagih dan mendatangi rumah mereka,” tutur Totok. Totok menambahkan mengenai mahasiswa yang memang belum me­ ngem­balikan uang pinjaman bahkan sampai mereka lulus. “Ada sanksi untuk mahasiswa yang tidak mengembalikan dana pinjaman dengan menahan ijazah mereka,” imbuhnya. Menurut Totok, PMW yang sudah terlaksana selama tujuh tahun belum bisa dikatakan optimal jika dilihat dari tiga indikator keberhasilan. Menururutnya, keberhasilan wirausaha mahasiswa masih relatif belum memuaskan. “Se­ la­in itu mata kuliah kewirausahaan sebagai dasar teori belum memiliki keterkaitan yang erat dengan PMW sebagai implementasinya pada model pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi,” imbuhnya melalui pesan singkat, Senin (5/16). Singgih Norma Nisa, Sukron, Umi

EDISI IV | DESEMBER 2016


POLLING

Sosialisasi PMW di UNY Kurang Optimal

B

erdasarkan pedoman Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) tahun 2015 sosialisasi PMW bertujuan meningkatkan minat berwirausaha sekaligus minat mengikuti PMW bagi mahasiswa. Namun, kurangnya sosialisasi PMW menjadi salah satu hal yang menyebabkan PMW kurang dikenal oleh mahasiswa. Bahkan antusias mahasiswa untuk mengikuti PMW kurang. Sehingga kuota PMW dari tahun sebelumnya menjadi menurun. Berkaitan dengan hal tersebut, UNY dirasa perlu untuk menyosialisasikan PMW secara optimal. Paling tidak, itulah yang tergambar dalam jajak pendapat yang dilakukan LPM EKSPRESI melalui tim polling buletin EXPEDISI. Dengan menggunakan metode pengambilan sampel accidental, yaitu pembagian angket secara langsung kepada responden secara random atau acak. Jumlah sampel ditentukan menggunakan rumus slovin dengan jumlah sampel sebanyak 394 mahasiswa untuk mewakili 25.350 mahasiswa D3 dan S1 UNY 2016. Sampling error yang digunakan sebesar 5%, dengan mencantumkan tujuh pertanyaan dan lima pernyataan. Hasil dari pertanyaan tentang ke­ i­kut­sertaan mahasiswa dalam PMW, terdapat 95,2% responden menjawab tidak mengikuti PMW dan sisanya 4,8% menjawab mengikuti PMW. Hal ini dapat dipahami terkait sedikitnya

keikutsertaan mahasiswa dalam PMW. Program tersebut yang bertujuan untuk memfasilitasi mahasiswa yang memiliki minat berwirausaha, nyatanya justru terdapat berbagai kendala dalam proses dan pelaksanaannya. Mulai dari kurangnya sosialisasi ke mahasiswa yang mengakibatkan kebanyakan mahasiswa tidak mengetahui syarat untuk menjadi peserta PMW. Menanggapi hal tersebut sebanyak 86,8% responden membenarkan bahwa tidak mengetahui syarat-syarat untuk menjadi peserta PMW. Adapun 12,7% menjawab mengetahui akan syarat-syarat untuk menjadi peserta PMW dan sisanya 0,5% responden tidak menjawab. Di sisi lain, sebanyak 4,8% responden menjawab mengetahui akan tahapan seleksi untuk menjadi peserta PMW dan sisanya 95,2% menjawab tidak mengetahui tahapan seleksi. Sebanyak 9,6% responden menjawab pernah mengikuti sosialisasi mengenai PMW dan 90,4% responden menjawab tidak pernah mengikuti sosialisasi. Pernyataan mengenai PMW yang kurang disosialisasikan oleh pihak rektorat sebanyak 31% mahasiswa menjawab sangat setuju, 53,8% setuju, dan 12,9% tidak setuju, serta sebanyak 2% sangat tidak setuju, dan 0,3% tidak menjawab. Selama ini pengumuman terkait PMW hanya dilakukan melalaui website kemahasiswaan UNY. Terkait hal tersebut, terdapat 27,7% mahasiswa

sangat setuju, serta 58,4 % setuju mengenai publikasi PMW melalui wabsite kemahasiswaan UNY kurang efektif, dan sisanya menjawab 12,7% tidak setuju, 1% sangat tidak setuju, 0,3% responden tidak menjawab. Tim Polling

Apakah anda mengetahui tentang PMW?

42.4 % Ya

J

57.6 % Tidak

L

Setujukah publikasi PMW tidak hanya dilakukan melalui website UNY? 48.5 % Setuju

4% Tidak Setuju

DESEMBER 2016 | EDISI IV

44% Sangat Setuju 2% Sangat Tidak Setuju

5


PERSEPSI

Gigih | EXPEDISI

Agama, Politik, dan Kebenaran

A

gama selama ini hanya dimaknai sebagai ibadah ansich antara ma­ nusia dan Tuhan. Perwujudannya pun sangat sederhanya, yaitu ibadah di Masjid, Gereja, Vihara, dan Pura. Keluar dari tempat ibadah adalah urusan dunia, bukan urusan agama. Padahal, agama adalah aturan uni­ versal umat manusia. Agama tidak hanya terbatas pada ibadah vertikal melainkan juga horizontal. Salat misalnya, merupa­ kan perwujudkan cinta kasih manusia dengan Tuhan. Salat tidak hanya berhenti pada saat melakukan gerakannya saja, melainkan mempunyai dimensi sosial. Sebagaimana pendapat Muhammad Iqbal dalam the Reconstructions of Religions Thought in Islam. Salat yang dicapai secara sempurna adalah berjamaah, dan semua semangat salat sejatinya adalah sosial. Hal senada juga pernah disinggung oleh Kuntowijoyo dalam Identitas Politik Umat Islam dalam memahami persoalan zakat. Zakat yang nilai i­ba­ dah­nya diberikan kepada orang lain yang tidak mampu seagama itu masih bersifat subyektif. Maka, makna zakat harus diobjektifkan agar dapat diterima siapa saja. Makna zakat juga berdimensi sosial. Zakat dapat digunakan untuk menekan angka kemiskinan yang tidak memandang agama. Dengan demikian, agama mempunyai pesan universalitas. Ia juga bersentuhan secara langsung maupun tidak langsung dengan realitas umat manusia, salah satunya dalam bidang politik. Ibnu Khal­ dun, tokoh politik yang namanya banyak disandingkan dengan filsuf besar Yunani 6

menyatakan bahwa politik berkaitan dengan kekuasaan dalam suatu wilayah negara. Titik puncak dari pengertian kekuasaan itu adalah kebenaran. Pengertian tersebut mengisyarakat­ kan bahwasanya ada keterkaitan an­ tara agama dan politik. Agama selalu mengajarkan kebaikan dan kebenaran. Dan politik adalah cara mendapatkan kekuasaan. Kekuasaan dalam politik adalah memperjuangkan kebenaran. Maka apa yang terjadi selama ini sudah melenceng jauh dari realitas aga­ ma dan politik. Agama berjalan sendiri, politik demikian juga. Seharusnya agama dan politik dapat bersinergi membangun peradaban secara lebih baik. Agama dan politik adalah kekuatan yang bisa disatukan. Pertanyaanya yang muncul kemu­ dian adalah bagaimana menyinergikan agama dan politik? Agama dan politik sudah saatnya berjalan seiringan dan saling mengisi. Agama sebagai sistem ke­per­ca­ya­an memacu pemeluknya untuk melakukan interprestasi dan pemahaman akan realitas sosial. Sedangkan politik sebagai cara memperoleh legitimasi ke­ kuasaan negara dengan cara menegakkan kebenaran. Pengertian atau cara kerja di atas bukan berarti menggunakan legitimasi agama untuk memperoleh kekuasaan. Akan tetapi, apa yang dikerjakan oleh agama dan politik bermuara pada satu tujuan yaitu kebenaran. Kebenaran inilah yang tentunya ditunggu oleh masyarakat guna memecahkan persoalan sosial yang semakin pelik. Misalnya, dalam menga­ tasi persoalan kemiskinan.

Tafsir keagamaan selama ini menya­ takan bahwa kemiskinan adalah takdir Tuhan, orang-orang miskin di cintai Allah dan Rasul Nya dan seterunya. Hal sema­ cam itu, perlu diluruskan. Kemiskinan bukanlah takdir Tuhan.. Bahkan dalam Islam diajarkan bahwa “Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya”. Ajaran inilah yang harus disuarakan terus menerus. Bukan malah tafsir atau ayat-ayat yang semakin mengecilkan se­ mangat hidup manusia yang diwartakan. Demikian pula dalam hal politik. Persoalan kemiskinan dan ketimpangan sosial adalah realitas nyata yang harus segera diselesaikan atau ditanggulangi. Kemiskinan dan ketimpangan sosial akan dapat mengancam stabilitas ne­ gara. Kemiskinan juga dekat dengan kebodohan. Kekuasaan politik harus berpihak kepada kaum miskin, yaitu dengan mengancang peri kehidupan yang beradab. Salah satunya dengan memba­ tasi jumlah kekuasaan kepemilikan atas tanah dan atau aset. Saat ini kesenjangan itu sangat mencolok, di mana 10% orang kaya menguasai hampir 90% tanah dan aset Republik. Agama dan politik sudah saatnya menjadi potensi bangsa Indonesia. Ar­ tinya, agama dan politik berjalan seiring guna menyelesaikan persolan sosial. Pasalnya, misi profetik agama dan po­ litik adalah sama, yaitu mewujudkan kebenaran. Benni Setiawan, M.S.I. Dosen Ilmu Komunikasi FIS UNY

EDISI IV | DESEMBER 2016


PERSEPSI

Class University (WCU), UNY masih menggunakan sistem konvensional dalam pengelolaan perpustakaannya. Orang-orang yang ingin membaca koleksi buku di UNY haruslah datang secara langsung. Tak ada cara lain. Padahal perpustakaan di seluruh UNY sudah meng­gu­na­kan laman internet resmi, tetapi hanya berisikan profil dari buku tersebut tanpa adanya bentuk buku digitalnya. Maka orang-orang yang tidak berada di daerah DIY ataupun di luar Jawa akan sangat kesulitan membaca koleksi buku di UNY. Di sisi lain pun, saat ini kebanyakan mahasiswa yang menuntut ilmu disuatu universitas berasal dari kalangan digital native yaitu orang yang lahir pada saat teknologi digital telah berkembang. Se­ba­ gian kecil lagi yang umumnya mahasiswa pascasarjana adalah ma­ha­sis­wa nondigital native. Akan tetapi, hampir semua dari mereka telah berpindah menjadi digital native. Hal tersebut terbukti dengan keakraban mereka dalam pemakaian laptop dan gawai. Begitupun dengan dosen, dituntut untuk bermigrasi menjadi penduduk digital native. Dengan keadaan se­per­ti itu, sistem yang dibangun oleh u­ni­ver­si­tas harus mulai ditujukan pada pengem­ bang­an dunia digital. Digitalisasi buku kian mendesak di era se­ka­rang mengingat budaya mem­ ba­ca mahasiswa juga bergeser ke arah buku digital. Banyak beredarnya E-Book yang dapat dibawa hanya dengan ponsel merupakan terobosan teknologi yang pesat. Kemudahan dan keefisienan

yang ditawarkan oleh digitalisasi buku ini juga dapat bermanfaat jika yang dipermasalahkan adalah jarak tempuh yang jauh. Dengan digitalisasi, koleksi buku di perpustakaan UNY dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat luas. Dalam hal digitalisasi buku, UNY dapat men­c on­t oh per­p us­t a­ka­a n di Institut Teknologi Bandung (ITB). Di kampus tersebut, perpustakaan u­ni­ ver­si­tas tidak hanya dikelola dengan menggunakan laman internet yang berisi identitas buku. Laman perpustakaan tersebut juga berisikan E-Book dari koleksi buku perpustakaan yang dapat didownload atau dibuka menggunakan aplikasi khusus. Dengan begitu, ma­ha­ sis­wa maupun masyarakat umum dari seluruh penjuru Indonesia dapat mencari dengan mudah referensi yang dibutuhkan di perpustakaan ITB. Dengan cara seperti itu juga universitas telah mendukung pemerataan intelektual di Indonesia yang sampai saat ini hanya dimonopoli oleh pulau Jawa. Kebermanfaatan sebuah universitas tidak hanya dinilai dari kelengkapan fasilitas bagi sivitas akademika di kampus tersebut. Akan tetapi, juga dinilai dari peran serta dan sumbangsihnya terhadap masyarakat luas. Dengan begitu makna dari WCU bukan hanya universitas yang diakui di kancah dunia. Namun, juga diakui sumbangsihnya oleh masyarakat di negara universitas itu berdiri. Wachid As-siddiq

N

LA

N

LA

IK

SP

AC

E

E

AC

SP

SP

AC

E

IK

LA

N

Kami yang dekat dengan mahasiswa! Beriklanlah di EXPEDISI!

IK

S

ebagai universitas ternama di Indonesia, UNY harusnya lebih memilih untuk pengembangan literasi di lingkungan kampus terlebih dahulu sebelum pembangunan gedung kampus yang lebih banyak menghabiskan anggaran. Meski sekarang adalah era digital, UNY serasa tak ingin mengejar perkembangan literasi di bidang ini. Terbukti hingga kini buku-buku yang menjadi koleksi perpustakaan UNY hanya bisa dibaca dalam bentuk fisik, belum dibuat dalam bentuk digitalnya. Buku, sebagai bagian terpenting dalam bu­da­ya li­te­ra­si yang harusnya mengakar kuat di kalangan mahasiswa tentunya akan sangat berkait dengan sistem perpustakaan yang dibangun oleh universitas. Sistem itu sendiri sudah se­ wa­jar­nya terus mengikuti perkembangan zaman. Dengan per­kem­bang­an zaman digital sekarang, sudah men­ja­di ke­wa­ ji­ban bagi universitas untuk me­nu­ju pe­ngem­bang­an di­gi­ta­li­sa­si buku. Wacana digitalisasi buku ini se­be­nar­ nya adalah wacana lama yang dica­nang­ kan oleh birokrat UNY sendiri. Namun, realisasi dari hal tersebut hingga sekarang masih nol. Sebagai contoh adalah tidak berfungsinya ruangan PKM FIS lantai 3 yang telah diresmikan sejak bulan April 2014. Padahal ruangan tersebut diproyeksikan sebagai perpustakaan digital yang berintegrasi dengan perpustakaan pusat. Hal ini membuat pertanyaan besar bagi ke­se­ri­usan UNY dalam peng­em­ bang­an li­te­ra­si kampus. Meski sudah mencanangkan visi akan menjadi World

Repro.Danang | EXPEDISI

Urgensi Digitalisasi Buku UNY

hub. Fahrudin (085-241-812-033) DESEMBER 2016 | EDISI IV

7


TEPI

Domma: Komunitas Sociopreneurship FMIPA Domma dibentuk karena seringkali mahasiswa sakit meminta biaya ke fakultas. Namun, sekarang Domma justru memiliki masalah mengenai mahasiswa yang sakit tidak mau memberitahu untuk dibantu.

N

8

Domma: Komunitas Sociopreneurship Suhandoyo menjelaskan bahwa Domma dibentuk karena seringkali banyak mahasiswa yang mengeluh sakit dan meminta bantuan dana ke fakultas. “Pendanaan fakultas untuk itu (membantu mahasiswa sakit, Red.) tidak boleh,” ujar Suhandoyo ketika ditemui di ruangannya, Senin (21/11) lalu. Suhandoyo juga menjelaskan bahwa pembentukaan Domma ini bertujuan supaya mahasiswa memiliki kepekaan sosial. “Ini (Domma, Red.) sebagai sociopreneurship di bidang kesehatan. Kami hanya mengawasi dan yang

mengelola mahasiswa,” jelas Suhandoyo. Senada dengan Suhandoyo, Nova men­je­las­kan bahwa pernah ada ma­ha­ sis­wa yang meminta bantuan ke pihak fakultas saat terkena musibah tetapi fakultas tidak bisa membantu. “Domma memang dibentuk untuk membantu ma­ha­siswa yang sakit atau terkena musibah karena birokrasi tidak selalu memiliki dana untuk membantu,” kata mahasiswa Pendidikan IPA itu. Ia juga menerangkan tentang birokrasi yang sering menyuruh Domma secara langsung untuk menjenguk mahasiswa sakit dan membantuk keluarga mahasiswa yang meninggal dunia. “Dulu kami pernah membantu ma­ha­ sis­wa yang meninggal karena leukimia. Keluarga mahasiswa tidak mampu dan kami diberi wewenang langsung dari WD II untuk mencairkan dana kesejahteraan di rektorat,” ujar Nova. Ia menceritakan bagaimana Domma harus bolak-balik dari kampus ke Bantul untuk mengumpulkan persyaratan pencairan. “Akhirnya dana turun dan langsung kami berikan ke pihak keluarga,” jelasnya. Sebagai salah satu perwakilan ma­ ha­sis­wa yang ikut dalam pembentukan Domma, Nova menceritakan bahwa ia juga mempelajari asuransi yang dimiliki UNY. “Dulu ada Indolife. Namun, Indolife hanya membantu jika kecelakaan terjadi saat perjalanan kampus-tempat tinggal. Di luar itu tidak bisa mem­ban­tu,” jelasnya. Namun, lanjut Nova, sekarang UNY menerapkan aturan baru. “Sekarang ada dana aturan kesejahteraan. Dari rek­to­rat akan mem­be­ri­kan dana se­be­ sar Rp4.000.000,00 untuk mahasiswa sakit dan Rp5.000.000,00 untuk yang meninggal,” terangnya lebih lanjut. Sejak awal di­ben­tuk hingga se­ ka­rang, Nova men­je­las­kan sudah be­la­san ma­ha­si­swa yang dibantu Domma. Rendy Mardiansyah, salah satu mahasiswa yang di­ban­tu Domma, mengatakan bahwa adanya Domma sangat membantu mahasiswa yang sakit. “Domma menjadi kelebihan tersendiri untuk membantu teman yang sakit. Domma bisa lebih cepat membantu ka­re­na jika me­la­lui biro­ krat pasti pro­ses­nya lama,”ujar Rendy.

Danamg | EXPEDISI

ova Wahid Nugroho, ketua Dompet Mahasiswa (Domma), mengatakan bahwa Domma sudah dibentuk sejak 4 Desember 2014 atas perintah dari Ir. Suhandoyo, M.S., Wakil Dekan (WD) II FMIPA. Di awal kepengurusan, Domma hanya memiliki anggota lima orang yang mewakili setiap jurusan di FMIPA: Matematika, IPA, Biologi, Kimia, dan Fisika. Diketuai oleh Muhammad Rifky, Ketua BEM FMIPA saat itu, Domma menggaungkan namanya di FMIPA. Dijelaskan oleh Nova, sosialisasi awal Domma dilakukan dengan cara mengundang setiap perwakilan kelas. Mereka juga rajin memperkenalkan Domma ke seluruh kelas setiap harinya se­ka­li­gus menarik dana. “Dulu kami menyebar kotak Domma setiap pekan untuk seluruh angkatan di FMIPA. Rasanya “luar biasa”, seperti Kerja Rodi. Setiap hari berlarian ke seluruh kelas untuk mengumpulkan dana,” kenangnya mengenai kerja Domma di awal kepengurusan. Sebagai komunitas yang dilegalkan birokrasi, Domma memang bebas meng­ga­lang dana. “Istilahnya kami memiliki kekuatan untuk menggalang dana kapan pun di FMIPA karena birokrasi memberi kami legalitas,” terang Nova. Di dua tahun kepengurusan, ki­ ner­ja Domma justru dinilai menurun. Hal tersebut dikatakan dikatakan oleh R.M. Nurrizal Hasbi A., ketua BEM FMIPA 2016 saat ditemui di Foodcourt FMIPA, Senin (14/11). “Dibanding tahun lalu, sekarang Domma belum terlihat progresnya. Saya bahkan baru ingat keberadaan Domma ketika wakil dekan (WD) menegur BEM saat akan menggalang dana untuk kasus tabrak

lari Dyah Ayu Putri Suryani, mahasiswa Fisika, awal November lalu,” ujar mahasiswa yang akrab dipanggil Rizal itu. Nova sendiri mengakui bahwa kinerja Domma tahun ini menurun karena anggota baru belum memprioritaskan Domma. “Saya tidak bisa meminta mereka untuk memprioritaskan Domma di urutan sekian. Bagi saya pribadi, yang penting mereka tahu fungsi Domma untuk membantu teman yang sakit,” ja­ wab­nya ketika ditanya bagaimana kinerja anggota baru.

Ketua Dompet Mahasiswa (Domma) Nova Wahid Nugroho

EDISI IV | DESEMBER 2016


TEPI

Gigih | EXPEDISI

Dana Domma Bukan untuk UKT Dikhususkan hanya untuk membantu mahasiswa yang terkena musibah dan sakit, Nova mengatakan dana Domma tidak akan pernah untuk membantu mahasiswa yang kesulitan membayar UKT. Senada dengan Nova, Rizal juga mengatakan bahwa Domma tidak mem­ ban­tu mengenai masalah UKT. “Setahu saya Domma hanya untuk yang sakit dan masalah UKT tidak bisa dibantu,” ujar mahasiswa Pendidikan Matematika itu. “Di awal kepengurusan Domma memang secara kultural bisa membantu mahasiswa yang kesulitan membayar UKT, tapi kemudian diralat oleh birokrasi,” jawab Nova ketika ditanya a­pa­kah Domma juga membantu meng­ e­nai masalah UKT. Ia juga menjelaskan bahwa sebelumnya di FMIPA ada komunitas bernama Ikatan Mahasiswa Penerima Beasiswa (IMPBS) yang membantu mahasiswa kesulitan membayar UKT. “Dana diambil dari infak mahasiswa penerima beasiswa secara sukarela. Namun, sekarang sebagian besar anggotanya sudah lulus dan tidak ada pengkaderan sehingga IMPBS tidak berlanjut,” ujarnya. Di awal Domma terbentuk, kata Nova melanjutkan,

ada mahasiswa angkatan akhir yang mengeluhkan UKT. “Kami menghubungi IMPBS dan untungnya ada yang belum lulus sehingga bisa terbantu,” ujar Nova. Ketua Domma juga menjelaskan bahwa Domma hanya membantu mengadvokasi mahasiswa yang kesulitan UKT. “Secara aturan, Domma bukan untuk masalah itu (mengadvokasi dan membantu masalah UKT, Red.). Jika pun kami akhirnya mem­ bantu, tidak membantu se­ ca­ra penuh,” tegasnya. Awal se­mes­ter tahun ini, Domma juga menerima keluhan salah satu mahasiswa angkatan 2010 mengenai UKT dan mencoba mengadvokasi kembali. “Mau tidak mau kami mengadvokasi. Kami menghubungi salah satu anggota IMPBS yang sekarang di pascasarjana UNY. (Karena dia sudah lulus, Red.) akhirnya Domma meminjamkan dana sebesar Rp750.000,00. Uang tersebut sudah dikembalikan kepada kami,” ujar Nova lebih lanjut. Domma Kurang Informasi tentang Mahasiswa Sakit

Dijelaskan di awal bahwa pem­ben­tu­ kan Domma karena banyak mahasiswa yang meminta bantuan ke birokrasi saat sakit, tetapi sekarang Nova justru mengeluhkan mahasiswa yang tidak mau memberitahu Domma saat sakit untuk dibantu. “Hal seperti itu memang seperti

“Pendanaan fakultas untuk itu (membantu mahasiswa sakit, Red.) tidak boleh.” Ir. Suhandoyo, M.S.

PR buat kami,” ujar Nova. Suhandoyo juga mengamini hal tersebut. “Kadang kala orang sakit tidak ingin diketahui oleh orang lain. Hal tersebut menjadi perhatian sekaligus kelemahan Domma saat ini,” ujar Suhandoyo. Nova selanjutnya menjelaskan bahwa pernah ada salah satu mahasiswa yang memberitahu Domma mengenai mahasiswa sakit, tetapi saat dicari tahu ternyata sudah sembuh. “Kami memang mencari tahu informasi ma­ ha­siswa yang akan kami bantu,” jelas Nova. Ia melanjutkan bahwa Domma siap membantu mahasiswa FMIPA yang memang membutuhkan bantuan sehingga ia berharap mereka tidak ragu untuk memberitahu Domma. Rizal sebagai ketua BEM berharap supaya Domma tetap dipertahankan keeksistensiannya. “Tetap berkontribusi untuk fakultas. Jika ada masalah internal supaya langsung diselesaikan, terlebih sekarang kinerjanya tidak terlalu terlihat,” jawab Rizal ketika ditanya mengenai harapannya untuk Domma. Senada dengan Rizal, Rendy berharap Domma tetap menjadi penolong, tidak hanya di bidang kesehatan. “Semoga bisa berkembang. Tidak hanya untuk kesehatan, tapi juga untuk pendidikan. Entah itu dalam bentuk pinjaman atau langsung diberikan,” ujar Rendy. Ia juga berharap komunitas sosial di setiap fakultas yang tidak terstruktur bisa bersinergi bersama. “Tidak tersekatsekat. Bisa berkoordinasi bersama sehingga tidak ada mahasiswa yang mengeluh karena sering ditariki donasi,” pungkasnya di akhir wawancara, Minggu (18/11) di selasar Gedung Ekonomi (GE) 4 utara Masjid Mujahiddin. Nisa MS Danang, Singgih, Sukron

DESEMBER 2016 | EDISI IV

9


RESENSI

Alegori Politik dalam Dunia Fabel Aesop

M

enggambarkan dunia realitas dalam bentuk lain ter­li­hat sangat me­ nge­san­kan. Dengan banyaknya fe­ no­mena yang terjadi, seakan-akan dapat terungkap hanya dengan menggambarkannya menggunakan simbol-simbol tertentu. Ini mungkin terlihat mustahil. Akan tetapi, inilah permainan simbol. Menggunakan simbol sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan moral tertentu, dengan mudah kita dapat memahaminya. Seakan kita mengingat masa kecil dulu. Cerita-cerita dongeng sebelum tidur yang sering dilantunkan kedua orang tua kita. Cerita yang sering diselimuti dengan simbol-simbol hewan, tumbuhan dan benda-benda lain untuk menggambarkan berbagai fenomena dalam dunia realitas. Mereka ingin menyampaikan pesan moral terhadap perilaku-perilaku yang perlu dicontoh dan tidak dicontoh dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Tanpa kita sadari, gambaran simbol ini ter­in­ ter­nalisasi dalam pikiran bawah sadar kita sehingga memberikan reaksi dalam tindakan kita di dunia realitas. Itulah yang termuat dalam buku Kumpulan Fabel. Buku tersebut sudah ada sejak abad 6 SM. Kini ditulis kembali oleh penerjemah Nurul Hanafi. Terlihat rentang waktu yang sangat lama, tetapi dengan gaya bahasa yang menarik seakan-akan kita menyelam ke abad 6 SM dengan kehidupan di zaman itu. Gambaran fenomena di dalam buku Kumpulan Fabel sama halnya sering dilakukan manusia di dunia nyata, yang digambarkan melalui simbolsimbol binatang. Berbagai watak dan budi manusia di perankan oleh binatang yang memuat pendidikan moral dan budi pekerti. Sehingga akan memberikan daya pikat tersediri ketika kita membaca buku ini. Tentu simbolisasi menggunakan bi­na­ tang tidak hanya menawarkan daya pikat bagi pembaca. Akan tetapi, penanaman nilai-nilai moral inilah yang terpenting. Pengarang mencoba menerangkan 10

Dok. Istimewa

Judul buku: Kumpulan Fabel Penulis: Aesop Cetakan: I, September 2016 Tebal: 174 halaman Penerbit: Kakatua alegori politiknya untuk mendidik atau menjelaskan sesuatu gagasan dan nilainilai kehidupan bagi manusia. Agar kelak nilai-nilai kehidupan tersebut mendapat respon berupa tindakan di dunia nyata. Binatang adalah Manusia Itu Sendiri “Seekor keledai menemukan se­lem­ bar kulit singa yang di jemur sang pem­ bu­ru dibawa terik. Ia pun memakainya

dan langsung pergi ke desanya. Semua orang lari ketakutan, begitupun dengan binatang yang lain. Ia merasa bangga dan dengan penuh kepuasaan ia meninggikan suara dan meringkik. Kini semua orang tau siapa dia sebenarnya. Mereka membawa pentungan untuk membalas perbuatanya. Tak berselang lama seekor serigala datang dan ber­ kata, ‘Ah dari suaramu aku tau siapa kau,’” (hal. 45). Itu salah satu cerita yang terdapat di Kumpulan Fabel berjudul “Keledai Berbulu Singa.” Alur cerita di atas tak ubahnya sama dengan kehidupan di dunia nyata manusia. Apapun rupamu, tetapi identitas dirimu akan selalu melekat dan tidak bisa dilupakan. Sebuah alegori politik yang tidak bisa terbanyangkan dengan pemakaian bahasa sederhana menggunakan kiasan binatang. Sebab, baginya binatang adalah manusia itu sendiri. Kisah “Keledai Berbulu Singa,” hanya bagian kecil dari kumpulan cerita yang terdapat dalam buku Kumpulan Fabel. Masih banyak lagi cerita-cerita menarik lainnya yang mengandung alegori dan sarat makna. Salah satunya kisah “Serigala Berbulu Domba.” Serigala yang kesulitan memangsa domba sehingga serigala memakai sehelai kulit domba untuk bisa memangsanya. Namun, pada akhirnya akal buluknya pun berhasil. Ini menggambarkan arti penampilan memang bisa menipu. Tidak hanya itu, cerita “Kura-Kura dan Kelinci” pun menjadi daya tawar untuk dibaca oleh semua khalayak. Cerita yang mengisahkan perlombaan antara kura-kura dan kelinci yang beradu kecepatan. Kura-kura dengan jalan yang lambat dan kelinci yang cepat. Namun, akhirnya sang kura-kura lah yang memenangkan perlombaan. Melangkah pelan tapi pasti memenangkan per­lom­ ba­an. Sayangnya Kumpulan Fabel karya Aesop ini, dalam penyajian alur ceritanya terlalu pendek. Pemaparan dialog antar tokoh sangat singkat, sehingga untuk memahami karakter tokoh masih samarsamar. Fahrudin

EDISI IV | DESEMBER 2016


WACANA

Memintas dengan Kriteria Ketuntasan Minimal

P

endaftaran peserta didik baru dilakukan di berbagai sekolah tiap tahunnya. Itu artinya semester baru akan berjalan,

DESEMBER 2016 | EDISI IV

akhirnya para pelajar bisa menyesuaikan nilainya dengan KKM yang diharapkan sekolah. Namun, apa yang terjadi jika akhirnya nilai yang mereka dapatkan tidak melampaui bahkan tidak bisa tercapai. Misal, KKM di sekolah adalah 85 dan para pelajar hanya mendapatkan 82. Perlu diingat kembali, bahwa KKM adalah nilai paling rendah dalam sebuah ketuntasan. Bukan maksimum. Lebih buruk lagi, ada banyak pelajar yang benar-benar tidak bisa mencapai KKM yang ditentukan. Jalan Pintas Menaikkan KKM, mengatrol nilai para pelajar agar sesuai KKM akan berdampak pada nilai rata-rata sekolah tinggi sehingga peringkat sekolah naik. Menaikkan KKM dengan sangat tinggi dan dalam waktu yang singkat terkesan seperti jalan pintas saja. Sekolah harus bisa meninggalkan rasa gengsinya hanya karena untuk mempertahankan atau menaikkan peringkat demi mendapatkan sebutan ‘sekolah favorit’. Hal yang demikian selalu diingatkan dan terdengar seperti tuntutan-tuntutan para guru agar para pelajar selalu tuntas dalam KKM, menjaga nama baik dan peringkat sekolah, yang dilakukan pada tiap semesternya. Jika tetap dipaksakan, akibatnya akan timpang, akhirnya banyak nilai para pelajar yang tidak mencapai KKM, mutu lulusan sekolah tersebut akan sangat kurang meski nanti nilai terkatrol sesuai KKM. Seharusnya prosedur penentuan KKM disesuaikan dengan keadaan di sekolah seperti yang terangkum dalam tiga aspek penentuan. Remidi mungkin bisa menutup nilai yang dirasa belum cukup, tetapi dengan standar yang tinggi apakah akan cukup hanya dengan sekali remidi? Evaluasi penentuan KKM tiap

Danang | Expedisi

hasil studi yang dilakukan para pelajar selama semester lalu dibagikan dalam bentuk rapor. Para pelajar akan berhasil naik kelas jika memenuhi poin-poin kriteria kenaikan kelas yang tertulis dalam rapor. Salah satu poin kenaikan kelas adalah memenuhi standar Kriteria Ketuntasan Minimal atau lebih sering disebut KKM. KKM adalah standar penilaian paling rendah atas capaian para pelajar pada mata pelajaran tiap semesternya. Berbagai mata pelajaran memiliki besaran nilai KKM masing-masing. Penentuan KKM sendiri dapat ditentukan dengan tingkat kesulitan materi pada tiap indikator, ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah dalam menunjang kegiatan belajar mengajar, dan tingkat kemampuan rata-rata siswa. Aspek tersebut terangkum pada tiga aspek utama penentuan: kompleksitas, daya dukung, dan intake. Hal tersebut menyebabkan pe­ ring­kat tiap sekolah bakal berbedabeda. Untuk menjaga atau menaikkan peringkat sekolah, tidak sedikit sekolah mengabaikan prosedur penentuan KKM. Sekolah yang selama ini menetapkan KKM rendah lalu menaikkan KKM. Dengan KKM yang tinggi, rata-rata nilai sekolah akan meningkat drastis tetapi, para guru terpaksa pula menaikkan nilai para pelajar yang sebenarnya lemah pada mata pelajaran tertentu. Akhirnya, nilai rata-rata sekolah akan meningkat jauh. Dengan nilai standar yang sudah tinggi pihak sekolah tak perlu bersusah payah lagi meningkatkan nilai standar untuk tahun kedepannya. Dampak dari KKM yang dikatrol jelas mencederai fungsi pendidikan di Indonesia yang membentuk watak peradaban bangsa bermartabat dan mengembangkan potensi peserta didik. Apalagi dilakukan dengan sadar oleh

pihak sekolah sendiri. Bagi pelajar, mereka tidak lagi memperdulikan proses dari pembelajaran dan hanya terpaku saja mengejar nilai standar yang terlampau tinggi. Akan bagus jika

semester perlu dilakukan mengingat tiap tahunnya bakal muncul peserta didik baru. Anggapan-anggapan negatif juga akan menghantui pelajar jika tidak berhasil mendapat nilai yang tuntas dan menjadi momok yang sangat menakutkan. Mental pelajar bisa saja menjadi turun karena tekanan tersebut, seperti rendah diri atau bahkan depresi. Hal tersebut sangat berbahaya, karena bisa saja melemahkan semangat para pelajar untuk bersekolah atau malahan mencari jalan pintas juga supaya hasil nilai yang pelajar inginkan bisa tercapai. Danang Suryo

11


EKSPRESPEDIA

Tilang Berbasis IT

12

bisa diketahui dari gawai polantas yang sedang berjaga. Sebenarnya, dengan memanfaatkan teknologi dan informasi, aplikasi e-tilang membuat seluruh proses tilang akan lebih efektif dan efisien. Selain itu, pemakain e-tilang juga sebagai upaya penertiban administrasi dan memudahkan pihak kepolisian untuk menindak pelanggar lalu lintas. Adanya e-tilang diharapkan dapat mengurangi penyimpangan operasional seperti, pungutan liar (pungli) oleh penegak hukum maupun sogokan untuk penegak hukum. Selain itu, penggunaan aplikasi akan sangat memudahkan para pelanggar lalu lintas dalam menjalankan sanksi. Yazra Mohammad Disarikan dari berbagai sumber

LA

N

LA

IK

IK E

AC

E

AC

E AC SP

AC

E

IK

IK

LA

N

LA

N

SP

SP SP

SP

AC

E

IK

LA

N

SP

AC

E

IK

LA

N

tra­si tilang. Nomor registrasi tersebut di­gu­nakan oleh pelanggar untuk me­ nge­­tahui jumlah biaya denda yang harus dibayarkan. Setelah mengetahui jumlah biaya denda, pengemudi yang ditindak dapat langsung membayar denda se­ ca­ra penuh melalui m-banking atau e-banking. Jika sudah membayar denda tilang, maka saat itu juga SIM dan STNK langsung dikembalikan kepada pelanggar. Namun pengemudi yang ditindak tilang tetap harus mengikuti persidangan di pengadilan setempat. Sebab nanti akan ada pengembalian uang jika putusan yang diterima tidak mengharuskan denda penuh. Sementara, untuk masyarakat yang tidak memilki gawai berbasis Android, saat melakukan pe­lang­ga­ran bisa lang­ sung datang ke bank untuk mem­ba­yar denda tilang. Nantinya, jumlah denda

N

B

ulan Oktober lalu, Korlantas Polri bersama pihak pengadilan, kejaksaan, dan perbankan memperkenalkan sistem aplikasi elektronik tilang (e-tilang). E-tilang adalah sebuah sistem aplikasi yang bertujuan untuk mendigitalisasi proses tilang sehingga memudahkan kepolisian dalam menjalankan tugasnnya. Aplikasi tersebut nantinya akan di­gu­ na­kan petugas lalu lintas yang berjaga. Sementara untuk masyarakat, dapat mengunduh aplikasi e-tilang melalui gawai berbasis android. Pe­lang­gar lalu lintas cukup mengunduh aplikasi e-tilang yang tersedia di Google Playstore. Bagi pengemudi yang melakukan tindak pelanggaran maka polantas akan melakukan penilangan. Kemudian, polantas memasukkan data pelanggaran ke dalam aplikasi e-tilang sehingga pelanggar mendapatkan nomor re­gis­

EDISI IV | DESEMBER 2016


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.