EXPEDISI E D I S I K H U S U S U L A N G TA H U N K E - 2 5 / 2 0 A P R I L 2 0 1 4
MEMBANGUN
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••• • • • • • ••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
BINGKISAN PERAK Gefeliciteerd met je, EKSPRESI. Veel succes en het beste voor je, EKSPRESI. Geest!!! Dyah Ayu Anggraheni Ikaningtyas, Dosen Ilmu Sejarah FIS UNY
Dalam jutaan aksara yang senantiasa dijaga, tetaplah setia menebar berita. Selamat ulang tahun yang ke-25 LPM EKSPRESI UNY. Semoga semakin besar, terus tumbuh, berkembang dan selalu bermanfaat bagi masyarakat. Rizkia Nur Jannah, Pimpinan Umun LPM PERSPEKTIF FISIP UB
B U D AYA
KRITIS
Selamat Ultah ke-25 untuk EKSPRESI. Tetap independen, pro fesional, dan taat Kode Etik Jurnalis tik. Semoga makin banyak melahir kan jurnalis-jurnalis handal. Hendrawan Setiawan Ketua AJI Yogyakarta
Selamat hari jadi untuk LPM EKSPRESI. Tetap konsisten dan kon sekuen sesuai idealismenya. Hanya satu kata untuk kalian “Lawan!” Muhammad Wildan, LPM Motivasi FKIP UNS
Selamat atas ulang tahun EKSPRESI LPM UNY. Semoga tetap kritis, bijak dan santun dalam mengekspresikan gagasan-gagasan dan pemikirannya terkait dengan realitas kehidupan ke mahasiswaan, kemasyarakatan, dan kebangsaan.
Selamat ulang tahun yang ke-25, semoga EKSPRESI bisa memberi pencerahan kepada masyarakat kampus dan sukses. Semoga para pengelolanya cepat lulus.
Happy anniversary buat LPM paling dewasa di UNY. Semoga bisa lebih banyak berkarya. Salam pers Indonesia!
Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M. Ag., Dekan FIS UNY
Drs. Wardan Suyanto, M. A. Ed. D., Wakil Rektor I UNY
Rio Anggoro Pangestu LPM Kreativa FBS UNY
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••• • • • • • ••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
EDITORIAL
M
akin Eksis di Usia Perak, me rup akan tem a yang berh a sil EKSPRESI angkat dalam Ulang Tahunnya yang ke-25, Minggu (20/4/14). Acara yang digelar di Kantor Pusat Layanan Terpadu (KPLT) Fakultas Teknik (FT) UNY ini terangkai dalam dis kusi dan pengumuman pemenang lomba EKSPRESI AWARD se-Indonesia. Lang kah awal menjemput usia baru, seperem pat abad yang telah ditempuh. Bicara tentang EKSPRESI selalu ber kaitan dengan dunia jurnalis. EKSPRESI memiliki independensi jurnalistik. Hal tersebut berupa kegiatan jurnalis dalam peliputan maupun penulisan berita yang tidak memihak, dan bersifat objektif. Selain itu, menampilkan dua sisi (cover both side) tanpa ada tekanan dari pihak lain. Jurnalis dituntut untuk membe ri informasi yang benar, sehingga tidak membentuk pendapat atau pandangan masyarakat yang berlebihan terhadap suatu hal. Jurnalistik memerlukan wak tu untuk mencapai independensi. Akan tetapi, yang terpenting adalah prosesnya.
EKSPRESI adalah persma, kumpu lan orang-orang yang menyelam untuk belajar ilmu jurnalistik. Menghabiskan waktu untuk mencari dan menulis berita. Di sinilah orisinalitas itu diuji. Baik dari penyampaian secara lisan maupun tuli san akan selalu mendapat godaan. Akan tetapi, jurnalis dituntut untuk tetap ajek. Di EKSPRESI kita bisa belajar apa pun. Berangkat dari membaca, menu lis, dan berdiskusi. Kemudian disusul dengan kegiatan dari Event Organizer (EO) yang melatih kemampuan memana jemen sebuah acara. Hal-hal menarik itu membentuk softskill yang tidak didapat dalam perkuliahan. Akan tetapi, yang paling mengesankan di sini ialah belajar menjadi dewasa. Sudah seperempat abad eksistensi LPM EKSPRESI di dunia persma. LPM EKSPRESI telah melahirkan banyak kar ya seperti buletin, majalah, buku, dan ekspresionline. Selain berkutik di redaksi, EKSPRESI juga mempunyai produksinya sendiri dalam penerbitan buku, buletin, dan majalah. Harapannya ialah selalu bisa
memp er tahankan eksistensi itu. Tidak s eb at a s menjadi pe lengkap lem baga, melainkan juga menciptakan dan meninggalkan jejak di sana. Dalam kurun itu, EKSPRESI mencoba memunculkan diri di tengah arus informa si yang begini dahsyat, yang terus menguji keberadaan untuk tetap arif. Tentu banyak hal yang meresap dan memberi warna ter hadap jalannya EKSPRESI. Warna yang turut membangun sekaligus membentuk nasib. Ibarat manusia, di usia itu boleh menikah, dan telah memiliki pekerjaan sendiri. Sama halnya dengan EKSPRESI, sudah saatnya mempertahankan eksis tensi dengan kemandirian lebih. Bukan sesuatu yang mengherankan ketika kita tahu, semakin manusia tumbuh, semakin besar pula ujian itu. Selamat ulang tahun. Redaksi
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••• • • • • • ••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
APRESIASI
edisi KHUSUS ULANG TAHUN KE-25 20 APRIL 2014
Jangan Hanya CobaCoba di Persma
H
ampir tengah malam sekitar awal pekan lalu, telepon geng gam saya menerima pesan dari sebuah nomor asing. Pesan singkat itu berasal dari seorang mahasiswa akti vis Persma di Semarang. Si pengirim pesan meminta nomor kontak kawan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang. Mereka meminta bantuan advokasi pasalnya Persma mereka men dapat intimidasi berupa pemukulan dari Senat Mahasiswa yang tak puas dengan pemberitaan mereka. Peristiwa ini mengingatkan saya ten tang kekerasan terhadap jurnalis yang angkanya makin meningkat di Indonesia. Dalam catatan akhir tahun 2013, AJI Indonesia mencatat ada hampir 40 ka sus. Mayoritas kasusnya tidak diusut oleh pihak kepolisian. Pada umumnya, kekerasan yang ter jadi pada jurnalis memunculkan aksi solidaritas dari sesama jurnalis. Mereka
22
biasanya menuntut penyelesaian kasus kekerasan -yang berlatar bela kang berita- tidak diselesaikan dengan cara kekerasan tetapi, dengan menggu nakan mekanisme UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Namun, aksi solidaritas ini jangan sampai membuat jurnalis tutup mata dengan adanya realitas rendahnya kuali tas penulisan berita. Sebelum menunjuk ke pihak lain, jurnalis dan medianya harus mau mawas diri bahwa bisa jadi kekerasan yang dialami oleh jurnalis berakar pada dilanggarnya Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang menjadi bagian tak terpi sahkan dari UU Pers itu sendiri. Berita yang menjadi sumber sengketa pers harus diteliti apakah sudah mengikuti KEJ atau justru melanggarnya. Sejum lah pertanyaan dasar harus muncul untuk menguji berita tersebut. Jur nalis harus benar-benar melakukan konfirmasi atas tema berita tersebut. Bukankah yang membedakan profesi jurnalis dengan profesi lain adalah aktivitas konfirmasi dan disiplin da lam verifikasi? Hal ini persis seper ti yang disampaikan dalam buku jurnalisme karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism bahwa esensi jurnalisme adalah disiplin dalam melakukan verifikasi (journalism essence is a discipline of verification). Independen Salah satu esensial lain dalam me lakukan aktivitas jurnalisme adalah in dependen. KEJ pun sudah memberikan definisi yang jelas tentang independen yaitu memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani, tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik peru sahaan pers. Independen merupakan hal sulit yang menjadi tantangan jurnalis, begitu pun tantangan bagi Persma. Persma yang bi asanya menjadi bagian dari unit kegiatan mahasiswa di kampus jangan sampai tidak berani menyuarakan suara publik kampus.Ketika Persma memilih untuk memasukkan kata “pers” di dalamnya,
jurnalis-jurnalis Persma juga mempunyai tanggung jawab akan fungsi Pers. vSelain menjadi media informasi, pendidikan, dan hiburan. Persma ju ga mempunyai fungsi sebagai kontrol sosial. Lebih dari itu, dalam sebuah ne gara demokrasi seperti Indonesia, pers menjadi salah satu bagian penting dalam demokrasi yaitu sebagai pilar ke empat demokrasi. Usia Perak, Momentum Makin Profesional LPM EKSPRESI bukanlah kawan yang baru saya kenal kemarin sore. Se cara historis pun, EKSPRESI mempu nyai hubungan yang sangat baik de ngan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta. Bahkan, sejumlah jurnalisjurnalis professional di AJIYo dilahirkan dari EKSPRESI. Meski demikian, kontinuitas harmo nisasi hubungan ini tak boleh berhenti. Hal ini sejalan dengan semangat AJIYo untuk selalu berangkulan dengan kawankawan Persma dan memberi perhatian lebih terhadap kasus-kasus Persma yang tidak terdengar. Sejumlah fakta yang kami temukan, permasalahan yang mun cul di Persma ternyata tak jauh berbeda dengan kasus jurnalis dan media pada umumnya. Dengan berkaca pada sejumlah poin di atas maka jurnalis yang bergabung dengan Persma, khususnya EKSPRESI, tidak boleh berpikir coba-coba untuk membuat berita. Jurnalis Persma harus profesional dan menjunjung tinggi etika jurnalisme. Ketika kesalahan penulisan berita yang tidak sesuai kaidah jurnalistik terjadi di Persma, jurnalis Persma tidak boleh berdalih bahwa apa yang mereka lakukan di Persma adalah sekadar latihan saja. Poin ini menjadi penting karena bila kekerasan akibat penulisan berita dialami jurnalis Persma, kekerasan yang terjadi bukanlah main-main dan sekadar latihan saja. Untuk menjaga dan meningkatkan kapasitas jurnalisnya, Persma pun harus secara kontinu mengadakan kegiatan penunjang seperti diskusi, pelatihan, kompetisi menulis, atau kegiatan lain yang dirasa perlu oleh para anggotanya. Hendrawan Setiawan Ketua AJI Yogyakarta
edisi KHUSUS ULANG TAHUN KE-25 20 APRIL 2014
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••• • • • • • ••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
APRESIASI
Bertahan untuk Kebaikan Diri
K
urang lebih selama tiga tahun saya ber gelut dan berpeluh bersama kawan-kawan di LPM EKSPRESI tercinta. Kata gelut dan peluh, itu benar-benar apa adanya. Gelut dengan sesama kawan karena mempertahankan prinsip, pendapat, bahkan jabatan pernah saya alami. Pe luh, hingga saya ambruk dalam kondisi badan tak lagi bisa berdiri juga pernah menghampiri saya. Ah, beberapa dari anda mungkin akan menyebut saya ini sebagai orang yang berlebihan. Terserah anda.Akan tapi bagi anda yang benarbenar berproses di rimba LPM ini, pasti pernah mengalami hal serupa. Saya menyebut masa-masa berat tersebut sebagai suatu keberuntungan. Beruntung, karena pada kenyata annya, tidak semua kawan seperjuangan saya dulu, bisa bertahan hingga akhir proses belajar. Banyak di antara kami yang pupus terba wa paradigma klasik mahasiswa. Ya, paradigma kalau mahasiswa baik adalah dia yang menyelesaikan sekolah tepat waktu dengan indeks prestasi selangit. Hal yang ingin saya ungkapkan pa da kesempatan ini, tak lain adalah soal kualitas diri. Mungkin saya akan sedikit menuliskan kesan narsis, membanding kan kualitas diri dari mahasiswa baik dan buruk (saya harap anda tak perlu tersinggung dengan penyebutan buruk, toh anda tahu maksud saya yang sebe narnya). Perbandingan ini hanya sebagai penggambaran, kenapa saya menyebut masa-masa berat di EKSPRESI sebagai suatu keberuntungan. Sebelum masuk lebih dalam, saya ingin bertutur kalau kualitas diri yang dimaksud, mirip dengan pemaknaan atas kata tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). Kata SDM yang sohor di kala ngan elit akademik tersebut tidak kupilih karena terlalu biasa dan membosankan. Dan tentu, kata itu terlalu berjarak de ngan diri saya. Kualitas menurut KBBI diartikan sebagai kadar atau derajat atas sesuatu. Apa dan bagaimana cara mengukur kadar atau derajat sifatnya subjektif. Melalui pe ngalaman diri, kadar atau derajat itu ter
bentuk. Sela ma berkarir di EKSPRESI inilah, kualitas diri saya me ngada. Kualitas dalam memandang kehidupan sehari-hari, mengambil kepu tusan, bertindak, hingga menyiapkan segala resiko. Lalu, apakah kawan-kawan yang memilih menjadi mahasiswa baik, ti dak memiliki kualitas diri? Oh, tentu mereka punya. Bedanya, terletak pada persoalan di mana kita berproses dalam pembentukan kualitas diri. Saya yakin, kebanyakan mahasiswa baik di kampus calon guru ini dibesarkan melalui tima ngan rutinitas perkuliahan padat, tugas kuliah seabrek, teori memusingkan, dan segala hal yang disebut sebagai konsen trasi studi. Sedangkan kami di EKSPRESI, tumbuh dengan berbagai macam dera hujatan dan makian dari dosen, hing ga kalangan birokrat kampus. Menjadi kumpulan anak-anak bengal keras ke pala, dan bahkan sesekali dianggap sok pintar oleh sesama mahasiswa juga kami alami. Dan pada akhirnya, proses dengan kenyataan seperti itu, yang membuat saya tahan banting dalam menghadapi apa yang dikata manusia sebagai dunia orang dewasa. Hubungan dari proses pencapaian kualitas diri di atas, dengan kondisi EKSPRESI yang sebentar lagi beru mur perak, mungkin bisa tercermin da
ri jumlah p e rs on i l yang meng gawangi LPM saat ini. Sudah bukan lagi rahasia kalau EKSPRESI tiap tahun mengalami krisis jumlah manusia. Banyak di antara kawan anda yang memilih jadi mahasiswa baik dan meninggalkan EKSPRESI bukan? Saran saya, jangan anda tangisi kepergian mereka. Berda yakan manusia yang tersisa. Orang-orang terdahulu selalu bersi keras, kalau EKSPRESI tidak butuh ba nyak manusia. Yang biasanya dibutuhkan hanyalah komitmen. Sebagai tambahan, sikap anti malas. Dua hal itu yang mem pertahankan rumah EKSPRESI dari badai keruntuhan. Dan bertahan saja, tentu tidak cukup. EKSPRESI butuh pula manusia-manusia yang andal dalam kapasitas otak dan mental. Bukan apaapa. Kalau jumlah manusianya sedikit dan bodoh-bodoh mesti repot juga. Mau jadi apa EKSPRESI nanti? Refleksi tulisan ini silakan anda timbang dengan kadar diri anda. Me nimbang untuk menentukan pilihan, apakah EKSPRESI masih menjadi gan jalan konsentrasi studi anda? Atau opsi lain, menempatkan EKSPRESI sebagai ladang mencari kualitas diri. Saya tidak tahu persis bagaimana keadaan EKSPRESI sekarang ini. Se moga anda semua yang masih bertahan, diberi kekuatan untuk terus berproses. Ada saatnya nanti, ketika anda akan bangga dengan almamater tercinta ini. Oh ya, bukan almamater jas biru lho yang saya maksud. Pratina Ikhtiyarini Bendahara Ekspresi 2010
33
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••• • • • • • ••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
POJOK EKSPRESI
edisi KHUSUS ULANG TAHUN KE-25 20 APRIL 2014
Saya Sombong karena Saya Pernah Belajar di EKSPRESI
S
aya mulai jatuh cinta pada UKM ini, saya datangi rumah UKM ini, saya ambil segala informasi ten tangnya serta mendaftar menjadi ang gota baru. Saya buka lembaran leaflet yang diberikan panitia PAB EKSPRESI, kemudian saya baca. Ada banyak hal mulai dari sejarah EKSPRESI didirikan sampai gambaran akhir setelah masuk EKSPRESI. Hal yang paling muluk-mu luk adalah ajakan untuk belajar dalam komunitas imajiner. Entah apa itu, saya benar-benar tidak paham (waktu itu). Usut punya usut komunitas imaji ner yang berjumlah 5 ini mulai digagas sejak 1999, Kepala Sekolah EKSPRESI waktu itulah yang menjadi dalangnya. Komunitas ini mengajak mereka yang berpikiran sama tergabung menjadi satu menjadi Jurnalis Profesional, Pengelola Media, Intelektual Kritis, Pekerja Sosial Transformatif ataupun Media Watch. Ka mi diiming-imingi dengan segala macam
profesi ini. Saya bingung, semua profesi yang artinya harus saya cari tahu sendi ri ini adalah sulit. Bagaimana saya bisa menjadi salah satu diantaranya? Terlepas dari kebingungan saya, ada serangkaian kegiatan yang harus sa ya lakoni untuk sah menjadi anggota Ekspresi. Orientasi Intelektual atau ORI adalah salah satunya. Dari sana saya dikenalkan dengan pendidikan pem bebasan. Pembelajaran dimana kami sendiri yang harus mencari sendiri dan menentukan apa yang akan kami pelajari. Mau tidak mau saya harus sepakat untuk melakoni pembelajaran jenis ini yang (katanya) cocok untuk orang dewasa. Nah, dari sini saya mulai merintis impian untuk bergabung menjadi salah satu dari komunitas imajiner. Saya mu lai belajar menulis, membaca, menata letak untuk Expedisi. Saya berkenalan dengan Komunitas Cinta Buku (KCB), Komunitas Kajian Gender (KKG),
Komunitas Cinta Film (KCF) dan lainlain yang secara riil diadakan sebagai wa dah untuk mewujudkan impian-impian yang (masih) imajiner. Pada KCB saya tidak hanya diajari untuk membaca ta pi saya juga harus mampu menganalisa apa makna dan maksud dari buku yang saya baca. Membaca, menulis, berdiskusi sela manya adalah belajar juga proses menuju bisa dan tahu. Belajar dan berproses bagi saya tidak akan pernah berhenti seumur hidup. Hal ini yang saya dapat dari EKSPRESI. Jangan pernah mere mehkan proses membaca dan menu lis di EKSPRESI. Saya sombong saya pernah belajar membaca dan menulis di EKSPRESI. Selamat ulang tahun EKSPRESI, teruslah berproses dan be lajar untuk tetap ada. Proficiat! Rhea Yustitie Pemimpin PSDM 2010
Bebas Berekspresi di Perusahaan EKSPRESI
P
ertama kali terjun mencari iklan pada saat magang, rasanya sangat sulit, karena buletin magang be lum cukup dikenal oleh klien yang ada di sekitar kampus sekalipun. Tapi tak disangka pada saat itu kelompok saya justru mendapatkan iklan terbanyak sampai akhirnya dana tersebut dialoka sikan untuk menutup kekurangan biaya cetak kelompok lain. Selain subdivisi Iklan, masih ada bagian lain yang ada di bawah nau ngan Divisi Perusahaan, yaitu Event Organizer, Produksi, dan Sirkulasi. Mu lai dari mencari iklan, mengorganisir acara, mengurus ke percetakan, hingga menyebarkan buletin, semuanya dilaku kan dengan memutar otak dan menguji kreativitas. Salah satu contohnya adalah dalam mengonsep acara launching pro duk EKSPRESI, saya dan teman-teman
harus berpikir keras agar acara menarik dan terjadi transaksi di lokasi launching, entah itu dengan mendatangkan pembi cara yang memiliki fan base atau hiburan dan gimmick yang unik. Menurut saya, Divisi Perusahaan iba rat satu baut di dalam rantai EKSPRESI. Karena, tanpa divisi ini, semua tidak akan berjalan. Hal itu akan berdampak pada tidak adanya pemasukan dana dari iklan yang akan digunakan untuk mence tak dan melakukan publikasi dari produk media yang dihasilkan redaksi. Jika tak ada sirkulasi, produk EKPRESI tak akan sampai ke tangan pembaca. Selain menulis, di EKPRESI saya juga pernah mengemban tugas sebagai Manajer Iklan dan Produksi langsung di bawah Pemimpin Perusahaan sela ma dua tahun berturut-turut, sebelum akhirnya saya hijrah ke Divisi Redaksi
sebagai Koordinator Artistik. Selama dua tahun tersebut saya belajar banyak hal yang sampai detik ini ilmu tersebut masih saya terapkan sebagai Redaktur Madya di Feminagroup. Pada awalnya, saya berpikir redaksi hanyalah sekadar menulis. Tapi ternyata tidak, karena saya dituntut memiliki soft skill dalam hal lobbying dan event organizer. Kalau dulu saya sempat merasa terjerumus masuk ke divisi ini, justru sekarang saya merasa sangat beruntung. Selamat Hari Lahir rumah belajar LPM EKSPRESI. Terima kasih pernah memberi saya kesempatan untuk singgah dan menimba ilmu. For all of EKSPRESI’s ‘warriors’, be sure you put your feet in the right place, then stand firm. See you soon! Novita Permatasari Manajer Iklan & Produksi EKSPRESI 2006-2007
Pimpinan Proyek Winna Wijayanti | Sekretaris Rohmana Sulik | Bendahara Milda Ulya R.| Redaktur Pelaksana Novelia Puspitasari | Pj. Bingkisan Perak Winna Wijayanti | Pj. Apresiasi Mariyatul K. | Pj. Pojok Ekspresi Triana Y. | Redaktur Foto Ubaidillah F. | Artistik Imam Ghazali, Muhammad Aziz D., M. Fahrur S. | Produksi Eny Yuly | Iklan Anggun Mita T.K., Mohammad N.P, Triana Y. | Sirkulasi Prima Abadi Sulistyo | Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang Yogyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@yahoo.com | Web ekspresionline.com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.