EXPEDISI EDISI II APRIL 2013
MEMBANGUN
B U D AYA
KRITIS
Kesimpangsiuran Pembangunan
Mengungkap Kejanggalan Pembangunan Lab KWU
surat pembaca UNY Berkarakter? PENDIDIKAN karakter tidak ampuh dengan menyuguhkan penjelasan, pe mahaman dan pembiasaan. Pendidikan karakter memerlukan kekuatan moral individu, sekaligus dukungan melalui kultur akademik, dan keteguhan sikap. Upaya mendasar dan pertama yang harus ditempuh untuk membentuk karakter adalah membina keteguhan hati. UNY harus menginovasi sistem aka demik, kurikulum, dan pembelajaran untuk menghantarkan rasa keim anan, sehingga semua sivitas akademik me rasa diawasi dan dibimbing Tuhan. Me nutup dan memberantas semua celah yang dapat mengot ori hati, UNY harus menciptakan kultur yang dapat men cegah semua aktivitas yang mengarah kemaksiatan dan dosa. Drs. Suparlan Dosen PPSD FIP UNY
Kelas Internasional Riwayatmu Kini APA yang harus dilakukan oleh anakanak pendidikan internasional, khusus nya Pendidikan Akuntansi Internasional? SPP persemester yang tidak murah, tidak sebanding dengan fasilitas dan tenaga pengajar yang diberikan kepada kami. Tidak ada pembeda dengan kelas-kelas yang lain. Permasalahan manajemen serta pe layanan dari birokrat yang berani mela beli kami dengan sebutan internasional, seharusnya membaik dari hari ke hari. Namun, kenyataannya itu hanya angan-a ngan belaka. Jika birokrat berani melabeli kami dengan sebutan Kelas Internasional, sudah sepatutnya diimbangi dengan tena ga pendidik yang bertaraf internasional. Kalau seperti ini, apa yang dimaksudkan dengan Kelas Internasional ? Mengapa pelayanan terhadap mahasiswa kelas
editorial Nama Mahasiswa Dijadikan Tameng UNIVERSITAS Negeri Yogyakarta (UNY) kembali membangun dengan mengatasnamakan mahasiswa. Wakil Rektor II UNY, Mochammad Alip me ngatakan nantinya Lab Kewirausahaan akan dijadikan sebagai tempat pe ngembangan mahasiswa dalam berwi rausaha. Pernyataan tersebut sangat timpang sekali dengan apa yang di rencanakan. Dari empat lantai gedung tersebut mahasiswa hanya mendapat tempat di lantai tiga. Sisanya bukan diperuntukan mahasiswa. Perkataan Alip menunjukan bah wa, perencanaan dengan tujuan sudah jelas berbeda. Tujuan pembangun an mengatasnamakan kepentingan mahasiswa tapi dalam perencanaan mahasiswa hanya diberi jatah satu lantai. Alip beralasan apabila semua lantai diberikan kepada mahasiswa, minat orang untuk berkunjung ke Lab Kewirausahaan menjadi berkurang. Perencanaan yang kurang matang dari UNY bukan hanya soal pem bagian lantai, untuk manajemen ju ga. Menurut Ketua Pusat Studi dan Pengembangan Kewirausahaan UNY, Dr. Endang Mulyani, untuk mana jemen yang akan diterapkan di Lab Kewirausahaan baru sampai pada tahap perencanaan dan belum dite
2
tapkan. Semua kekurangmatangan dalam perencanaan pembangunan Lab Kewirausahaan ini menunjukan bahwa UNY sebenarnya belum siap untuk membangun gedung ini. Kal au pemb an gun an Lab Kewirausahaan tersebut untuk ma has isw a, seh ar usn ya mah as isw a mendapatkan kuota lebih besar pada gedung tersebut. Gedung tersebut ha rus benar-benar mampu memberikan kesempatan pada mahasiswa dalam mengeksplorasi bidang kewirausa haan. Keputusan satu lantai untuk mahasiswa pada Lab Kewirausahaan ini tidak hanya mencerminkan ketidak adilan bagi mahasiswa. Keputusan tersebut juga menunjukkan bahwa dalam menentukan kebijakan pemba ngunan, UNY tidak mengedepankan kepentingan mahasiswa. Semestinya UNY memiliki meka nisme yang melibatkan mahasiswa untuk mengambil kebijakan yang berkaitan dengan mahasiswa. De ngan demikian mahasiswa dapat ikut menentukan apa yang menjadi kepentingannya. Pelaksanaan kebi jakan pun tidak akan melenceng dari tujuan awal. Redaksi
Internasional begitu memprihatinkan? Kiranya, para pengambil kebijakan di UNY ini lebih fleksibel. Pengambilan kebijakan pendidikan tidak boleh sete ngah-setengah. Toh akhirnya mahasiswa juga yang akan dirugikan. Febrianti Dian Sari Mahasiswa Pendidikan Akuntansi Internasional 2012
Ruwetnya Parkiran di Kampus MUNGKIN banyak masyarakat UNY yang mempermasalahkan persoalan sis tem serta kebijakan yang dirasa kurang pas untuk mahasiswa. Saya merasa ada hal yang luput dari sorotan teman-teman mahasiswa selama ini. Yaitu, ruwetnya lalu lintas kampus serta semrawutnya penataan tempat parkir. Menurut saya perlu dibuat peraturan bagi mahasiswa pengguna kendaraan bermotor dan penataan tempat parkir. Saya pikir kondisi lalulintas di daerah kampus yang begitu ruwet disebabkan banyaknya mahasiswa yang mengguna kan kendaraan bermotor. Saran saya adalah mahasiswa yang jarak dari rumah atau tempat kos bi sa dijangkau dengan jalan kaki atau bersepeda, diberikan larangan untuk menggunakan kendaraan bermotor ke kampus. Kondisi parkir yang begitu ruwet, perlu pengaturan ulang. Saya perhatikan setiap halaman fakultas di UNY, di seti ap sudut selalu digunakan untuk parkir kendaraan bermotor, yang menurut saya menjadikan pemandangan menjadi ku rang alami dan asri. Dian Nuryanto Mahasiswa Teknik Sipil 2012
sempil + “Rencananya kita mau studi banding ke Lab Kewirausahaan di Uni versitas Brawijaya.“
- Studi banding kan, bukan studi wisata ? Pimpinan Proyek Rizpat Anugrah | Sekretaris Prasetyo Wibowo | Bendahara Gresthi Pramadya Dewi | Redaktur Pelaksana Muhammad Nur Farid | Redaktur Agil Widiatmoko, Bima Saputra, Desinta Kusumaningrum, Heri Yulianta, Hesti Pratiwi, Muhammad Nur Farid, Prasetyo Wibowo, Rizpat Anugrah | Reporter Bima, Desinta, Heri, Merynda, Prasetyo | Redaktur Foto Hengki Afrinata | Artistik Agil Widiatmoko, Hesti Pratiwi | Produksi Desinta Kusumaningrum | Iklan Arde Candra Pamungkas, Fatmawati, Merynda Puspitaningrum | Tim Polling Heri Yulianta, Irega Gelly Gera, Randy Arba Pahlevi | Sirkulasi Bima Saputra | Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang, Yoyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@yahoo.com | Website ekspresionline.com Redaksi menerima artikel, opini, dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.
edisi II | APRIL 2013
sentra
Kejelasan Pembangunan Laboratorium Kewirausahaan Hengki | Expedisi
UNY membangun Laboratorium Kewirausahaan untuk tempat belajar mahasiswa, namun mahasiswa hanya mendapat jatah satu lantai.
Jumat (12/04), tampak gedung Laboratorium Kewirausahaan masih dalam proses pembangunan di bekas rumah dinas UNY.
U
niversitas Negeri Yogyakarta (UNY) berusaha memberikan fasi litas belajar berupa Laboratorium (Lab) Kewirausahaan. Tujuan dibentuk nya Lab Kewirausahaan adalah menjadi tempat praktek untuk penerapan mata kuliah kewirausahaan, menjadi tempat magang untuk mahasiswa yang mau berlatih berwirausaha dan mencipta kan generasi muda yang mempunyai pengalaman dalam berwirausaha. Wakil Rektor II (WR II) Dr. Mochammad Alip, M.A. mengungkapkan, “Nantinya Lab Kewirausahaan akan dijadikan seba gai tempat pengembangan mahasiswa dalam bidang wirausaha.” Hal ini sa ngat timpang dengan perencanaan yang diungkapkan Alip selanjutnya, bahwa lantai satu akan disewakan ke pihak umum, sedangkan lantai 2 akan ditem pati bank.
April 2013 | edisi II
Menanggapi hal itu Muhammad Iqbal Abdul Aziz ketua Komisi III Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) mengungkapkan bahwa, jika Lab Kewirausahaan dijadikan tempat pengembangan mahasiswa jangan dikomersialisasikan untuk umum. “Lab kewirausahaan harus untuk mahasiswa,” tegasnya. Informasi mengenai bangunan Lab Kewirausahaan ini juga masih dira sakan Iqbal simpangsiur. Iqbal mengung kapkan bahwa, “Kejelasan pembangunan masih simpangsiur karena dari rektorat belum memaparkan secara jelas tentang Lab Kewirausahaan.” Gunawan Ariantapa S.T. selaku kepala Bagian Umum Hukum Tata Laksana dan Perlengkapan UNY meng ungkapkan, bahwa basement di Lab Kewirausahaan akan dijadikan tempat parkir pengunjung Lab Kewirausahaan.
Alip menambahkan, “Bila parkiran basement tidak memadai maka lahan par kir akan diperluas ke area bekas gedung Bank Pembangunan Daerah (BPD).” Untuk lantai satu Gunawan me nerangkan bahwa lantai tersebut akan disewakan untuk umum yang menawar dengan harga paling tinggi. Hal terse but dibenarkan oleh Alip, “Lantai satu memang untuk disewakan ke penawar, untuk penawar terserah yang penting mereka berani membayar sesuai standar biaya pasar bisnis.” Menanggapi hal ter sebut, Suyatno, mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum angkatan 2009 mengungkapkan, “Daripada lantai satu disewakan, lebih baik digunakan sendiri keuntunganya semakin banyak, tidak hanya dari hasil penyewaan.” Alip mengungkapkan bahwa uang dari penyewaan akan dipergunakan un tuk perawatan gedung dan untuk biaya operasion al gedung. Mahasiswa tidak akan dipungut biaya terkait hal tersebut. “Selain untuk pembiayaan, ada fung si lain yaitu untuk menarik pelanggan supaya datang ke Lab Kewirausahaan,” ungkap Alip. Alip juga menambahkan bahwa, kalau Lab Kewirausahaan hanya ditempati mahasiswa nanti minat orang berkunjung ke Lab Kewirausahaan jadi berkurang. Dalam perencanaannya, lantai dua Lab Kewirausahaan akan disewakan ke pada bank. Menurut Alip hal ini terjadi karena bank adalah sebagai mitra UNY. Gunawan menambahkan, ”Di lantai dua akan ditempati 4 sampai 5 bank yaitu Bank Nasional Indonesia, Bank Tabungan Negara, BPD dan satu lagi belum tahu.” Mahasiswa mendapat jatah untuk menempati lantai tiga. Alip menuturkan bahwa nantinya mahasiswa boleh mena warkan produk apapun tanpa dipungut biaya sewa. Gunawan mengungkapkan bahwa, untuk lantai tiga khusus diperun tukan bagi mahasiswa, sementara untuk
3
sentra
Rep
ro.
Ag
il |
Exp
edi
si
biaya sewanya gratis. “Saya tegaskan biay a sewa untuk mahasiswa gratis,” ungkap Gunawan. Terkait hanya lantai 3 yang diperun tukan bagi “mahasiswa, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Wahyudi Iman Satria, menga takan, “Kita (BEM KM, -red) akan mem perjuangkan 2 lantai untuk mahasiswa jika animo dari mahasiswa besar untuk berwirausaha di Lab Kewirausahaan.” Keputusan pemberian ruang usaha bagi mahasiswa di lantai 3 dirasa kurang bisa memberikan keuntungan yang maksimal bagi usaha mahasiswa. Hal ini diung kapkan Iqbal, ”Jika mahasiswa di lan tai tiga daya tarik pengunjung itu pasti berkurang, karena semakin tinggi lantai semakin kurang daya tariknya.” Untuk lantai 4 Alip menuturkan bah wa, rencananya lantai tersebut akan di jadikan sebagai tempat kuliner, namun bentuknya belum diputuskan. Menang gapi hal tersebut Suyatno meminta agar pengelola foodcourt adalah mahasiswa, “Kalau nantinya lantai 4 digunakan untuk kuliner, yang menempati harus mahasis wa, supaya dapat menampung mahasiswa yang mau berwirausaha dalam bidang masak.” Ketua Pusat Studi dan Pengembangan Kewirausahaan UNY, Dr. Endang Mulyani M.Si. mengungkapkan bahwa, untuk manajemen yang akan diterapkan di Lab Kewirausahaan baru sampai tahap peren canaan, belum ditetapkan. “Rencananya kita mau studi banding ke Lab Kewira usahaan di Universitas Brawijaya yang sudah berkembang pesat,” terang Endang. Sementara untuk prosedur penyewaan dan pembagian outlet bagi mahasiswa juga masih dalam tahap perencanaan.
Gambar sruktur bangunan Lab Kewirausahaan
4
Transparansi Dana Lab Kewirausahaan U n t u k p e m b an guna n Lab Kewirausahaan yang memiliki 4 lantai ini membutuhkan dana miliaran rupiah. Alip menerangkan, sampai saat ini untuk pem bangunan struktur Lab Kewirausahaan sud ah mengh ab iskan dan a seb es ar Rp21.369.200.000,00. Dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar Rp20.301.240.000,00 sedangkan yang Rp1.067.960,00 bera sal dari dana Pendapatan Negara Bukan Pajak UNY. Pembangunan Lab Kewirausahaan dibagi menjadi dua tahap, yaitu ta hap pembangunan struktur dan ta hap pen yemp urn aa n. Unt uk tah ap penyempurnaan membutuhkan dana sek it ar Rp20.000.000.000,00. “Lab kewirausahaan sampai saat ini baru sampai tahap pembangunan strukturnya. Nanti nya kalau sudah pada tahap finishing atau penyempurnaan bangunan, dana yang dikeluarkan keseluruhan bisa melonjak hingga sekitar Rp40.000.000.000,00.” ungkap Gunawan. "Molornya" Pembangunan Lab Kewirausahaan Pemb an guna n strukt ur Lab Kewirausahaan UNY mengalami kemo loran waktu penyelesaian. Hal itu terbukti pada papan penjelasan di depan lokasi pembangunan Lab Kewirausahaan. Waktu yang diberikan untuk membangun struk tur Lab Kewirausahaan adalah sampai tanggal 31 Desember 2012 ditambah 50 hari kerja. Artinya, tanggal 20 Februari 2013 pembangunan struktur itu sudah harus jadi. Kenyataannya dalam pem bangunan struktur Lab Kewirausahaan sampai tanggal 3 April 2013 Alip meng ungkapkan bahwa, pengerjaannya baru mencapai 90%. Alip mengungkapkan, “Faktor kem ol or an itu menc a kup masalah cuaca, tekni si, dan peru bahan struk tur fondasi.” Alip jug a men er ang kan bahwa, hal tersebut adal ah re sik o kerj a kalau harus diganti pem bia y aa nn ya dit angg ung
Lantai satu memang untuk disewakan ke penawar, untuk penawar terserah yang penting mereka berani membayar sesuai standar biaya pasar bisnis. pemborong. Nanti kontraktor akan di kenai denda sebesar 1/1000 kali keter lambatan. ”Dendanya akan masuk ke kas negara bukan ke UNY,” terang Alip. Keterlibatan Mahasiswa Dalam Penentuan Kebijakan Iqbal mengungkapkan bahwa, maha siswa tidak dilibatkan dalam penentuan kebijakan, Iqbal merasa UNY tidak meng hargai mahasiswa, “Kita (mahasiswa, -red) hanya dilayani akademisnya saja, untuk masalah penentuan kebijakan, mahasiswa tidak dilibatkan.” Hal senada juga diungkapkan Suyatno, “Penentuan kebijakan di UNY tidak pernah melibat kan mahasiswa, pihak birokrat hanya memberitahu setelah kebijakan itu sudah ditetapkan.” Iqbal mengungkapkan bahwa, da lam menetapkan suatu kebijakan perlu dilakukan uji publik dan uji materi. Pe netapan kebijakan pembangunan Lab Kewirausahaan tidak ada uji publik mau pun uji materi. Uji publik yang seha rusnya di lakukan bersama warga UNY, kenyataannya tidak dilakukan oleh pihak birokrat. “Mahasiswa tidak tahu sama sekali terkait penentuan kebijakan pem bangunan Lab Kewirausahaan, ini yang melanggar asas keadilan,” ucap Iqbal. Suyatno juga mengungkapkan bahwa, selama ini untuk uji publik terkait pem bangunan Lab Kewirausahaan belum ada. ”Seharusnya sebelum melakukan pemba ngunan, pihak rektorat harus melakukan uji publik, karena nanti dampaknya juga akan ke mahasiswa.” Iqbal memberikan contoh bahwa, di Universitas Gadjah Mada (UGM), dalam penentuan suatu kebijakan mahasiswa di libatkan. Perumusan kebijakan dari rektor kemudian turun ke Majelis Wali Amanah (MWA), yang terdiri dari perwakilan mahasiswa S1, S2, S3 dan guru besar. Kebijakan dirumuskan dalam sidang ber sama MWA , setelah itu baru diputuskan kebijakan itu berlaku atau tidak. Iqbal juga mengatakan, “UNY harus punya MWA supaya mahasiswa punya daya tawar dalam penentuan kebijakan.” Agil Widiatmoko Bima, Merynda
edisi II | APRIL 2013
polling
Menyingkap Kejelasan Pembangunan Laboratorium Kewirausahaan
P
ada awal tahun 2013 ini UNY akan melakukan pembangunan beberapa infrastruktur kampus, salah satunya adalah membangun pro yek pembangunan Laboratorium (Lab) Kewirausahaan . Pembangunan Lab Ke wirausahaan akan direalisasikan di lahan parkir Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP). Tujuan dari pembangunan Lab Kewirau sahaan adalah sebagai wadah mahasiswa untuk melakukan praktik kewirausahaan, tempat kunjungan industri, dan tempat magang belajar kewirausahaan. Dalam pembangunan Lab Kewirau sahaan diketahui telah menggusur lahan parkir mahasiswa FIP yang ternyata me nimbulkan polemik tersendiri di kalangan mahasiswa. Masalah yang dihadapkan kepada para mahasiswa adalah keti dakjelasan terkait dengan transparansi anggaran dana untuk pembangunan Lab Kewirausahaan dan dampak yang ditim bulkan dari pembangunannya. Dari permasalahan tersebut, maka tim EXPEDISI melakukan polling un tuk mengetahui bagaimana respon dari mahasiswa tentang pembangunan Lab KWU. Metode sampling yang diguna kan adalah aksidental, yaitu memba gikan angket secara langsung kepada responden yang kita jumpai. Teknik pe ngumpulan data yaitu menggunakan angket dengan empat pertanyaan dan tujuh pernyataan. Pengambilan sam pel menggunakan rumus slovin dengan sampling error sebesar 5%, sehingga diperoleh sampel sebanyak 395 sampel untuk mewakili dari 26.717 jumlah ma
hasiswa UNY. Angket selanjutnya disebar secara langsung kepada responden ke seluruh fakultas di UNY yaitu Fakultas Teknik (FT), Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Fakultas Ekonomi(FE), Fakultas Ilmu Tidak Setuju Pendidikan (FIP), Fakultas Bahasa dan 56,2% Seni (FBS), Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK), dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Berdasarkan hasil dari pengolahan data angket yang disebar, diperoleh bah wa 67,3% mahasiswa belum mengetahui tentang pembangunan Lab Kewirausaha an di lahan parkir FIP dan sebesar 32,7% Sangat Tidak Setuju Mahasiswa mengetahui pembangunan 26,3% Lab Kewirausahaan di lahan parkir FIP. Lalu, mengenai perlunya dibangun Lab Setuju Kewiraus ahaan sebesar 77,2% maha 10,1% siswa sepakat dengan hal tersebut dan sebesar 22,8% mahasiswa menganggap tidak perlu adanya pembangunan Lab Sangat Setuju Kewirausahaan. 7,3% Kemudian mahasiswa setuju dengan tujuan pembangunan Lab Kewirausa haan sebesar 74,2% dan sebesar 25,6% Hesti | Expedisi mahasiswa menganggap kurang setuju dengan tujuan pembangunan Lab Ke Prosedur penyewaan Lab Kewirausahaan wirausahaan sisanya sebesar 0,3% ma kepada mahasiswa sudah jelas. hasiswa tidak menjawab, selanjutnya mengenai mahasiswa ingin berpartisipasi dalam praktik kewirausahaan jika pemba mahasiswa direspon sebanyak 15,2% ngunan telah selesai sebesar 52,9% ber mahasiswa menyatakan sangat setuju, minat berpartisipasi dan sebesar 46,6% sebanyak 40,8% menyatakan setuju, se mahasiswa tidak berminat berpartisipasi banyak 32,4% menyatakan tidak setuju, sisanya sebesar 0,5% mahasiswa yang sebanyak 11,4% menyatakan sangat tidak lain tidak menjawab. setuju, dan sisanya sebanyak 0,3% ma Terkait dengan kejelasan status Lab hasiswa yang lain tidak menjawab. Kewirausahaan sebagai laboratorium Tim Expedisi
RALAT
Setuju 20%
Ralat buletin EXPEDISI edisi I Maret 2013
Sangat Setuju 9,6%
Tidak Setuju 46,6% Hesti | Expedisi
Sangat Tidak Setuju 23,8%
Adanya transparansi dana kepada mahasiswa, untuk pembangunan Lab Kewirausahaan.
APRIL 2013 | edisi ii
Pada surat pembaca pertama nama dosen Bambang Supraiyanto, M.Sc seharusnya Bambang Suprayitno, M.Sc. Pada diagram polling sistem UKT mampu mem perlancar biaya kuliah, sebanyak 25,1% mahasiswa menyatakan sangat setuju seharusnya hanya 5,2%. Di rubrik Tepi terdapat penulisan Fakultas Ilmu Kependidikan seharusnya Fakultas Ilmu Pendidikan.
5
persepsi
Rasionalisasi Pasal Santet
P
asal santet dalam rancangan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) seperti “menyantet” publik dalam perdebatan pro dan kontra. Banyak pakar hukum yang menegaskan kesulitan penerapan pasal santet jika santet masuk dalam KUHP. Tidak sedikit juga para ahli dan guru besar hukum yang menyatakan bahwa pasal santet layak menjadi hukum materiil baru dalam KUHP. Berkaitan dengan itu, tulisan pendek ini hanya akan mengingatkan tentang pentingnya akal sehat dalam aturan hukum. Salahsatu elemen paling prinsipiil dari konstruksi hukum adalah akal sehat. Sebagai sebuah gagasan dan norma, hukum seharusnya tidak berseberangan dengan apa yang dinyatakan benar dan salah oleh akal sehat. Beberapa pemikir klasik menegaskan hal itu. Plato (427 - 347 SM) dalam dua bukunya, Politeia dan Nomoi, menegaskan bahwa hukum adalah pikiran yang masuk akal (reasonable thought). Oleh karena itu, legitimasi hukum menurutnya tidak semata-mata berdiri di atas kemauan kekuasaan yang memerintah (sovereign ruler). Puncaknya, keadilan sebagai cita tertinggi hukum tidak dapat dilihat dari keharusan patuh pada seluruh aturan hukum, tetapi pada aturan hukum yang berkesesusaian dengan akal sehat. Tidak jauh berbeda dengan Plato, Cicero (106 – 43 SM), seorang filsuf Romawi berpandangan bahwa hukum positif yang semata-mata berlaku dalam suatu masyarakat, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, tidak cukup untuk dipedomani sebagai standar keadilan. Dalam kalimat yang lebih lugas, Filsuf Abad Pertengahan Santo Thomas Aquinas (1225 - 1274 M), menegaskan bahwa aturan-aturan hukum merupakan peraturan akal budi yang diundangkan bagi kebaikan-kabaikan umum oleh penguasa yang sah. Dengan basis argumentasi itu, maka hukum hendaknya bersifat rasional, sebangun dengan akal sehat. Aturanaturan hukum hendaknya sebangun dengan premis-premis logika. Berkaitan dengan pasal santet dalam Rancangan Undang-Undang
6
(RUU) KUHP yang sedang “digodok” pemerintah, mari kita cek konstruksi hukum dan logikanya. Dalam salah satu versi RUU KUHP yang saya baca, santet tertuang dalam Pasal 293. Ayat (1) Pasal tersebut berbunyi, “Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.” Sedangkan ayat (2) Pasal tersebut memberikan pemberatan hukuman atas “pebisnis santet”. Bunyi lengkap pasalnya, “Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).” Pasal santet tersebut menegaskan bahwa pembuat hukum sesungguhnya menyadari kesulitan pembuktian praktek santet. Sementara di sisi lain santet dipercaya oleh banyak anggota masyarakat sebagai fakta. Oleh karena itu, tindak pidana yang dijerat dalam pasal ini bukan perilaku menyantet secara langsung, akan tetapi tindakan menyatakan diri, memberitahukan
Hengki | Expedisi
harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa. Dengan konstruksi hukum materiil demikian, maka penegakan hukum atas santet menjadi lebih “mudah” dan rasional. Santet, sihir, tenung dan sejenisnya pada hakikatnya merupakan perkara gaib, sehingga pembuktiannya secara formil menjadi rumit dan kompleks. Pembentuk hukum membayangkan penegakan hukum dalam kasus santet menjadi lebih sederhana tidak menekankan pembuktian pada tindakan menyantet secara langsung. Rasionalisasi hukum atas tindak pidana santet secara praktik dapat memudahkan penegakan hukum formalnya. Resikonya, secara substansial hukum tidak akan mampu menjelaskan secara logis tindakan menyantet yang menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang. Sebagai catatan akhir, “tarik ulur” pasal santet mestinya tidak mengurangi urgensi revisi KUHP. Dengan atau tanpa pasal santet, revisi KUHP tidak boleh ditunda demi terwujudnya hukum yang lebih adil, kontekstual, dan progresif. Sudah 67 tahun merdeka, apakah kita tetap menggunakan KUHP warisan penjajah? Halili, S.Pd. Dosen PknH Fakultas Ilmu Sosial UNY
edisi II | APRIL 2013
persepsi
Pancasila Bukan “Pilar” Kebangsaan Hest
D
ewasa ini tema empat pilar kebangsaan yang terdiri da ri Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Re publik Indonesia menjadi topik hangat perbincangan masyarakat. Di tengah gejolak politik internasional dan ber bagai permasalahan dalam negeri yang mengancam eksistensi negara, konsepsi empat pilar kebangsaan ini seperti men jadi vaksin terhadap berbagai peliknya penyakit bangsa. Padahal jika dicermati lagi, rumusan empat pilar ini, akan ter lihat adanya kejanggalan yang sangat fundamental. Dal am Kam us Bes ar Bah as a Indonesia kata pilar berarti tiang pe nyangga. Sedangkan jika kita kemba likan lagi ke dalam rumusan empat pilar kebangsaan, di dalamnya ada Pancasila yang sebelumnya dikenal kan oleh Founding Father kita sebagai fondasi negara. Segala hal yang ber hubungan dengan bangsa dan negara akan menjadi sejajar tingkatannya jika Pancasila dideskripsikan sebagai pilar. Maka dari itu, kita perlu melakukan kajian kritis terhadap konsepsi empat pilar kebangsaan yang sedang disosi alisasikan secara masif oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Tujuannya agar kita tidak secara naif mengamini rumusan ini tanpa mengetahui landas
i | Ex
pedis
i
an filosofisnya. Pasalnya saya merasa sanksi ketika Pancasila sebagai dasar negara posisinya disejajarkan dengan konsepsi-konsepsi lain. Realita yang terjadi sekarang, Pancasila seolah-olah disejajarkan dengan adanya rumusan empat pilar ini. Dengan menjadikan Pancasila sebagai “pilar”, mungkin akan menimbulkan pertanyaan logis. Jika da sar negara sudah menjadi “pilar”, lalu apa “fondasi” negara Indonesia? Pancasila sebagai dasar negara ber peran untuk memberikan suatu aturan penyelenggaraan negara. Hal tersebut bisa diuraikan bahwa Pancasila dija dikan dasar dalam penyelenggaraan negara, pengaturan, dan sistem peme rintahan negara. Selain itu, Pancasila juga merupakan sumber hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lima sila yang tercantum dalam Pancasila bukanlah hal yang baru pada pembentukan negara Indonesia, akan tetapi unsur-unsur tersebut merupakan hasil dari penggalian yang telah menjadi karakteristik bangsa Indonesia. Arti
nya, sebelum dan sesudah terbentuknya Republik Indonesia, bangsa Indonesia sudah ber-Pancasila sebagai asas so siokultural, yang kemudian setelah bernegara Republik Indonesia dijadi kan asas kenegaraan. Dengan demiki an Pancasila sifatnya mengikat segala konsepsi yang terlahir di bumi Indonesia dengan dituangkan ke dalam bentuk konstitusi negara yaitu UUD 1945. Peran Pancasila sebagai sumber hu kum konstitusi negara Indonesia pada hakikatnya merupakan konsekuensi logis. Pasalnya, Pancasila selaku da sar negara yang darinya seluruh per undang-undangan diletakkan, digali, diangkat, dan dirumuskan. Hal ini di jelaskan dalam pembukaan UUD 1945 alenia empat. Seb ag ai raky at Indonesia, kit a perlu kembalikan lagi semangat jiwa proklamasi. Semangat merdeka, se mangat persatuan, dan semangat per juangan bangsa berlandaskan Pancasila. Pancasila tidaklah bisa diartikan sebagai “pilar” tetapi haruslah dipahami sebagai suatu fondasi yang di atasnya akan di bangun bangsa-negara Indonesia yang berdaulat. Dengan Pancasila sebagai landasan dasar negara sekiranya akan mampu untuk menjawab berbagai per masalahan bangsa dan negara Indonesia dahulu, sekarang, dan kelak. Bima Saputra
INFO KAMPUS Festival Ala Mahasiswa FMIPA
Dies Natalis Akuntansi
RABU (10/04), Organisasi Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (Ormawa FMIPA) UNY menga dakan kegiatan open house bertempat di Lobby Laboratorium FMIPA UNY. Acara berlangsung selama tiga hari, 10-12 April. Acara ini dibuka oleh Wakil Dekan III FMIPA UNY Suhandoyo, M.S. Agenda tahunan ini mengambil tema “Save Our Earth” dan mengusung konsep festival. Menurut Febri Kurniawan, salah satu panitia pelaksana, kegiatan tersebut bertujuan un tuk mengenalkan ormawa yang ada di FMIPA. Kegiatan ini juga diharapkan menjadi sarana silaturahmi antara ormawa dengan mahasiswa. “Selain stan nanti juga ada diskusi buku karya mahasiswa Pendidikan IPA dan puncak acara pada hari Rabu akan ada penampilan drama dan akustik dari UKMF Sekrup.” ungkap Febri.
SABTU (13/04), Himpunan Mahasiswa Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta (Hima Akuntansi UNY) menyelenggarakan Dies Natalis Akuntansi. Acara ini diselenggarakan di Taman Pancasila UNY, dimulai pukul 15.00 WIB sampai selesai. Dies Natalis ini merupakan acara rutin Hima Akuntansi tiap tahunnya. Acara yang bertema “Accounting for All” ini, diawali dengan syukuran bersama anak panti asuhan. Setelah magrib, dilanjutkan dengan acara Pentas Seni yang diisi oleh setiap angkatan mahasiswa Prodi Akuntansi. Acara ini juga dimeriahkan oleh band dari luar kampus dan pertunjukan angklung. “Acara ini bertujuan untuk mendekatkan mahasiswa antar angkatan di Prodi Akuntansi, selain itu agar kekeluargaan di Prodi Akuntansi semakin kuat,” ujar Ridhlo Yahya Ismail, selaku ketua panitia.
Hari Yulianta
Desinta Kusumaningrum
APRIL 2013| edisi iI
7
tepi
Profesionalisme Dosen Diragukan Dos en mem iliki kewajiban unt uk men gajar, melakukan pen elit ian, dan men gabd i pada masyarakat. Pem akn aan kewajiban in i cend erung bias seh ingg a mer ugikan mahas iswa.
S
terdapat beberapa mahasiswa Pendidik an Sejarah angkatan 2011 sedang duduk dan mengobrol. Ezatama Rizky Anggara salah seorang di antara mereka menu turkan bahwa mereka sedang tidak ada dosen. Eza mengeluhkan hal ini, pasalnya itu kali ketiga dosennya tidak memberi kuliah selama setengah semester. Bukan hanya di Pendidikan Sejarah FIS, ketidakhadiran dosen juga terjadi di fakultas lain. “Ada satu dosen luar yang tidak masuk dan memberi ku liah, meski baru sekali ini,” ung kap Henry Dicko F. salah satu mahasiswa Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreas i Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) angka tan 2011, saat ditemui disela-sela aktivitas memainkan gadget-nya di gazebo FIK bersama tiga temannya yang lain. Hal yang sama sempat di rasakan juga oleh Maulana, mahasiswa Jurusan Tek nik Mesin Fakultas Tek nik (FT) angkatan 2011. Dalam wawancara pada Kamis (11/4) mahasis wa asal Lampung ini mengungkapkan ke kecewaannya. Ia me rasa tidak puas dan dirugikan jika do sennya tidak ma suk untuk mem berikan kuliah
Prasetyo | Expedisi
enin pagi(8/4), sekitar pukul 07.45 ruang kelas G.01 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) tampak lengang. Lorong-lo rong kelas tampak kosong. Tidak terli hat mahasiswa FIS di Taman Ganesa, yang biasa dijadikan tempat mahasiswa berkumpul. Tampak hanya dua orang pegawai kebersihan sedang menyapu daun-daun kering. Seor ang mahasiswa terlihat keluar dari kelas menuju toilet. Sementara mahasiswa-mahasiswa lainnya melaksanakan perkuliahan di ruang kelas masing-masing. Namun, hal yang ber beda nampak di depan ruang G.01.108
Kamis (11/04), Wakil Dekan II FMIPA, Dr. Suryanto, M.Si., di ruang kerjanya saat diwawancarai perihal profesionalisme dosen UNY.
8
atau telat masuk. “Ada beberapa dosen yang tidak memberikan kuliah, rata-rata alasannya mereka sedang mengajar di Jakarta,” tambah Maulana. Saat ditanya bagaimana perasaannya saat ada dosen yang tidak mengajar Maulana sontak menjawab, “Rasanya kesal, kecewa, dan mangkel juga kalau dosen tidak masuk. Kadang-kadang sampai mikir ‘makan gaji buta ini dosen’,” jawabnya diakhiri senyuman. Selain itu, ada beberapa dosen yang tidak memberi kuliah dengan berbagai alasan. Seperti yang diungkapkan Jati Nuswantari, mahasiswa Pendidikan Ki mia Fakultas Matematika Ilmu Penge tahuan Alam (FMIPA) angkatan 2012. Kamis (11/4), Jati mengungkapkan bahwa ada beberapa dosennya yang tidak masuk dengan alasan sakit atau sedang mengajar di China. Terlebih lagi, ada dosen yang tidak mengkomunikasikan dahulu bahwa ia tidak memberi kuliah sehingga mem buat mahasiswanya kesal. Seperti yang dikeluhkan salah satu mahasiswa kepada Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Ma hasiswa (DPM) FIS Sugiarto. “Hari Rabu kemarin (10/4, -red) ada anggota DPM, jurusan Pendidikan Sejarah buru-buru berangkat kuliah tidak mandi dan hanya gosok gigi, ternyata kuliahnya kosong, ia mengekspresikan kekesalannya tidak ka ruan,” tutur Sugiarto saat menceritakan keluhan anggotanya sambil tertawa. Lain lagi cerita yang dialami oleh Sandy Yanuarta, mahasiswa Pendidikan Luar Biasa (PLB) angkatan 2010. Saat di temui di Taman Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Sandy menyatakan bahwa perasa annya biasa saja ketika dosen tidak masuk kuliah. “Tapi kalau tidak masuk kuliah pagi, jangan memberitahunya mendadak.” ungkapnya sambil duduk dan memainkan telepon genggamnya. Sama-sama Sivitas Akademik Kamis (10/4), Wakil Dekan I Fa kultas Ekonomi (WD I FE) Prof. Dr.
edisi II | APRIL 2013
tepi Dosennya kemana?
Nglayat, mungkin. .
Jangan sampai dosen seenaknya!
He
ng
ki
|E
xp
ed
isi
tidak begitu ketat untuk dosen oleh se bab itu nantinya akan dibuat peraturan yang baru. Suryanto mengungkapkan, “Peraturan baru dirumuskan oleh WR I dengan tim, salah satunya, dosen dalam peraturan baru, kalau tidak memenu hi tugas mengajar akan diberi sanksi. Kemudian jika nilai keluar tidak pada waktunya juga ada sanksinya.”
Moerdiyanto, M. Pd. MM. saat ditemui di ruangannya dia sedang terlihat sibuk mengetik dan mencetaknya. Kemudian, ketika ditanya tentang profesionalisme dosen yang tidak sesuai dan merugikan mahasiswa, Moerdiyanto membenarkan posisi duduknya lalu mengungkapkan bahwa, “Peraturan akademik dibuat oleh seluruh Wakil Dekan II dari semua fakul tas di UNY, Wakil Rektor I, dan Rektor UNY. Peraturan akademik diikuti oleh dosen dan mahasiswa. Contohnya, baik dosen maupun mahasiswa harus meme nuhi 75 % perkuliahan.” Bagi yang melanggar peraturan aka demik akan diberi sanksi. Sanksi paling berat akan diberikan oleh pihak rektorat, ungkap Moerdiyanto. Ia juga menambah kan bahwa mahasiswa tidak boleh diru gikan. Teguran kepada dosen diberikan ketika tidak memberi kuliah. “Saya seba gai Wakil Dekan I berusaha memberi pela yanan terbaik untuk memberikan fasilitas kepada mahasiswa” ungkap Moerdiyanto dengan yakin. “Tidak hanya mahasiswa yang dimarahi tapi dosen juga apalagi kalau tidak hadir (mengajar, red.) maka akan ditindaklanjuti,” tegasnya. WD I FIS mengungkapkan hal yang
APRIL 2013 | edisi iI
sama dengan WD I FE. Saat ditemui di ruangannya, lantai dua Dekanat FIS, Kamis (3/4), Cholisin M. Si. selaku WD I FIS menuturkan “Ada beberapa kom posisi nilai, ada nilai proses kehadiran, jadi ada tugas, aktivitas, Ujian Tengah Semester (UTS), dan Ujian Akhir Semes ter (UAS).” Dosen FIS baru bisa menguji kalau dia melakukan pengajaran sesuai ketentuan peraturan akademik. Sama halnya seperti mahasiswa yang harus memenuhi 75% kehadiran. Banyak keluhan dari mahasiswa yang ditampung Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIS melalui Divisi Advokasi dan Pelayanan Publik, “Mahasiswa merasa tidak ada keadilan dari dosen, misalnya dosen sudah melakukan kontrak kuliah pada awal perkuliahan,” ungkap Gurnito Dwidagdo selaku kepala Divisi Advokasi dan Pelayanan Publik BEM FIS. Dalam pelaksanaannya dosen tidak membe rikan contoh yang baik. “Mahasiswa butuh contoh tapi kadang dosen pada pelaksanaannya tidak berangkat kuliah,” tambah Gurnito. WD I FMIPA Dr. Suryanto, M. Si. membenarkan keluhan mahasiswa, pe raturan akademik yang lama diakuinya
Harapan Mahasiswa Yanwa Sari mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) angkatan 2012 yang akrab dipanggil Sari menuturkan, “Ha rapannya ada jaringan komunikasi dulu sebelum akan memutuskan tidak masuk kuliah.“ Sementara Jarot Dwi Handoko ketua DPM FMIPA tahun 2013 menegas kan bahwa dosen sama seperti mahasis wa, memiliki hak dan kewajiban. Bedanya dosen mengajar dan mahasiswa mendapat pengajaran ilmu. “Jangan sampai dosen seenaknya!” Jarot mengungkapkan de ngan tegas. Jarot juga mengharapkan ke depannya jika dosen menyarankan, dosen juga harus melakukan hal yang sama seperti yang disarankan. Dosen yang pengampu mata kuliah diharapkan hadir untuk mengajar dan membuat nyaman para mahasiswanya. Hal ini diungkapkan Ikmal Nur Muflih Ketua DPM FE 2013, “Karena ada juga beberapa dosen yang tujuannya baik, ta pi cara dosen memberikan kuliah tidak membuat nyaman mahasiswanya, misal nya dosen yang galak,” tutur Ikmal. Jika merunut pada peraturan akade mik UNY BAB IV tentang Pelaksanaan dan Waktu Perkuliahan Pasal 5 ayat (1) dan (2), antara mahasiswa dan dosen memiliki kewajiban memenuhi 75% tatap muka dalam satu semester. Mahasiswa dan dosen keduanya anggota sivitas aka demik sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 pasal 12 dan pasal 13 ayat 1. Dosen memiliki tiga berkewajiban, yaitu mengajar, melakukan penelitian, dan mengabdi di masyarakat. Meski demikian, dosen tetap harus me menuhi kewajiban mengajar yaitu 75% tatap muka.
Rizpat Anugrah Prasetyo
9
resensi
Travelling Hati dan Perasaan Dok. Istimewa
S
etelah mendapat respons yang luar biasa pada novel best seller 99 Cahaya di Langit Eropa, Hanum Salsabiela Rais kembali hadir dengan buku baru nya. Dalam buku perta manya tersebut, Hanum bercerita tentang perjalanan hidupnya bersama suam i di Eropa dalam bentuk novel inspirasional. Ia menyaji kan kisahnya sebagai Muslim Eropa, dimana ia menemukan jejak-jejak kebesaran Islam serta kisah yang menyentuh dan penuh makna dalam buku tersebut. Dalam buku keduanya ini, Berjalan di Atas Cahaya, Hanum menggandeng kedua temannya, Tutie Amaliah dan Wardatul Ula dalam penulisannya. Ia mengemas kisahkisahnya yang menarik di Eropa da lam bentuk kumpulan cerita pendek (cerpen). Buku keduanya ini, Hanum juga tak kalah menginspirasi pembaca nya. Meskipun ditulis dengan bentuk cerpen, kisah-kisah yang ada dalam buku ini adalah pengalaman nyata. Dalam 19 judul cerita pendek, kisahkisah perjalanan inspiratif ini disajikan Judul Buku: dengan “renyah” dan “ringan”. Berawal Berjalan di Atas Cahaya dari kisah Hanum yang ditugaskan un Penulis: tuk membuat liputan khusus Ramadhan dengan biaya yang sangat minim, ia me Hanum Salsabiela Rais, dkk nemukan betapa dimanapun ia berada, Penerbit: Islam selalu tersambung dalam ikatan PT Gramedia Pustaka Utama, persaudaraan yang tulus. Menapakkan Jakarta kakinya di 4 negara Eropa dalam pembu Diterbitkan: atan liputan tersebut, Hanum menjumpai orang-orang dengan kisah yang dianggap Maret 2013 nya jembatan-jembatan dalam mengaru Tebal: ngi perjalanannya tersebut. Tidak peduli xii+210 halaman dari mana, apa warna kulit, atau agama mereka, Hanum merasa mereka adalah “... Perjalanan adalah pematang sosok-sosok inspirasional yang kisahnya panjang tak bertepi tak berujung. patut dibagi untuk orang lain. Lebih dari sekadar jalan-jalan Selain kisah peliputan, di dalam buku untuk diunggah ke alam facebook ini ia juga kembali menghadirkan sosok atau twitter. Lebih daripada sahabat-sahabat lama yang pernah ia sekadar mendapatkan tebengan tulis dalam buku pertamanya. Kisah-ki murah. Lebih daripada sekadar sah yang pada buku sebelumnya belum mendapatkan tumpangan mobil sempat ia bagikan kepada para pembaca, gratis...” ditambahkan pada buku keduanya ini. Selain Hanum, Tutie Amaliah dan 10
Wardatul Ula juga mempersembahkan kisah-kisah yang inspiratif dalam buku ini. Dalam 6 judul cerpen, Tutie menceri takan kehidupannya di tengah masyarakat sekularis Eropa. Ia ingin sekali menjadi agen Muslim yang baik dengan bertu kar pikiran dan pengalamannya menjadi penganut Islam. Sedangkan Warda, de ngan 2 judul cerpennya menceritakan pengalamannya selama berada di Turki dalam misi pendidikan. Saat menempuh pendidikan ini, ia menemukan bahwa sisi persaudaraan Islam yang sangat kental meskipun berada di luar negeri. Buku ini tidak selaiknya kisah perja lanan lain. Cerita-cerita dalam buku ini disajikan dengan urutan kronologis yang tidak berkesinambungan. Hal ini dapat dilihat dari 5 cerpen pertama Hanum, yang diberi keterangan waktu dan urutan kronologis yang jelas. Tetapi, pada ceri ta-cerita berikutnya ia malah cenderung flashback, kembali pada cerita-ceritanya yang terdahulu dan tidak menambahkan keterangan waktu di dalamnya. Hal yang sama juga ditemui pada cerita kedua te mannya, Tutie dan Warda. Ini menunjuk kan ketidakkonsistenan dalam pengemas an tulisan buku ini. Ketidakkonsistenan lain ditemukan pada penambahan foto beserta keterangan yang tidak dapat kita jumpai dalam setiap judul cerita. Meskipun terdapat ketidakkonsisten an dalam pengemasan buku ini, dapat diakui kisah-kisah yang ditulis memang menarik dan dapat memberi inspirasi re ligius kepada para pembacanya. Berbeda dengan buku inspirasional lain yang ter kesan ditulis dengan bahasa yang kaku, buku ini ditulis dengan bahasa santai, sehingga memudahkan para pembaca untuk memahami maksud penulisnya. Cerita-cerita yang tertoreh dalam buku ini adalah cerita-cerita yang dipandang sepele namun di baliknya bersemayam kisah yang mendalam dan penuh makna. Buku ini berbeda dengan buku travelling lainnya, yang hanya menyajikan cerita traveller yang mengembara dari tem pat satu ke tempat lainnya. Cerita-cerita dalam buku ini merupakan rangkaian travelling hati dan perasaan. Pembacanya dapat merasakan bagaimana sesungguh nya seseorang tengah berjalan di atas cahaya-Nya. Hesti Pratiwi
edisi II | APRIL 2013
wacana
Menakar Peradilan Kasus Cebongan
S
angat mengejutkan. Sabtu dini hari (24/3), Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Sleman, Yogyakarta, disatroni belasan orang bersenjata laras panjang, lengkap dengan rompi, pistol, dan granat. Mereka menerobos gerbang penjara kemudian menghardik penjaga lapas dengan granat, dan menembak mati 4 tahanan. Keempat tahanan tersebut ada lah tersangka kasus pembunuhan anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di Hugo’s Cafe, pada 19 Maret lalu, yang menewaskan Sersan Satu Santuso. Tak lama setelah penyerangan, Mar kas Besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) membentuk tim investigasi untuk mengusut tuntas kasus pembantaian 4 narapidana di da lam Lapas tersebut. Dalam waktu 5 hari, tim dari TNI AD berhasil mengungkap pelaku serangan “Sabtu Berdarah” di LP Kelas II B Cebongan, Sleman. Lembaga militer tersebut mengak ui keterlibatan 11 anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura, Sukoharjo, seba gai pelaku utama dalam penyerangan. Desakan dari keluarga korban untuk memindahkan proses peradilan penyerang LP Cebongan dari peradilan militer ke peradilan umum, menurut ahli hukum se kaligus mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Muhammad Salim, sangat tidak mungkin. Hal ini ku rang memungkinkan, mengingat waktu nya yang sangat singkat serta UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer belum juga direvisi. Desakan untuk memindahkan per adilan bagi pelaku penyerangan di LP Cebongan sebelumnya juga telah dilon
Hengki | Ex
pedisi
tarkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, bagi Kontras, kekerasan yang melibatkan anggota mili ter dan proses hukumnya di peradilan mi liter akan terlihat tidak jelas dan terkesan kebal hukum. Hal ini tentunya menjadi penghalang bagi pihak lain, seperti Komi si Nasional Hak Asasi Manusia (HAM), untuk menyelidiki kasus ini lebih lanjut. Misalnya, untuk memastikan apakah kasus ini bisa dikategorikan sebagai pe langgaran HAM berat atau tidak. Bila secara normatif permasalahan ini ada pada wilayah peradilan militer maka proses itu pun harus dilakukan secara fair dan terbuka. Pengalaman kasus serupa melalui peradilan militer yang melibatkan aparat negara sebagai pelaku, hampir semuanya mengecewakan. Putusan yang dihasilkan cenderung ringan dan tidak
mencerminkan keadilan bagi masyarakat dan korban. Jika semua pemangku kepentingan gagal untuk mempelajari serta mena rik benang merah dari kasus ini, bukan hal yang mustahil jika kasus-kasus seru pa bahkan yang lebih mengerikan akan terjadi lagi. Hal ini disebabkan karena peradilan untuk pelakunya yang masih terkesan kebal hukum. Proses peradilan seperti ini akan menimbulkan ketidaka dilan bagi masyarakat khususnya para korban. Jika semua kekerasan dan kejahatan yang dilakukan oleh aparat penegak hu kum di negeri ini masih dilindungi oleh undang-undang peradilan militer, maka kekerasan ini akan dijadikan segelintir oknum sebagai jalan untuk menegakkan “kead ilan”. Maka kekerasan akan dibalas dengan kekerasan, kejahatan akan diba las dengan kejahatan, pembunuhan akan dibalas dengan pembunuhan, dan akan terus seperti itu karena semua ini memi liki tali-temali yang sangat rumit. Bila peristiwa ini hendak dijadikan momentum untuk memperbaiki peradil an di negeri ini, khususnya dalam tubuh TNI, maka perlu dilakukan terobosan penting. Salah satunya kemungkinan merevisi Undang-Undang Nomor 31 ta hun 1997 tentang Peradilan Militer atau dengan menyelesaikan kasus ini di ranah peradilan umum. Revisi undang-undang ini juga penting guna menyetarakan antar lingkungan peradilan. Menutup ruang bagi kekerasan, tindak semena-mena, serta mengatasi kekerasan ala “prosedur standar” militer. Prasetyo Wibowo
Ingin Pasang Iklan Di sini? Hubungi Arde Candra (085643356050)
april 2013 | edisi ii
11
eksprespedia
Wanita dalam Balutan Karya Sastra jadi subyek. Lebih dari itu, sastra wangi menginginkan kesetaraan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. Sastra wangi sempat menuai kontro versi dari para pengamat sastra maupun dari para penikmat karya sastra kontem porer. Sastra wangi dianggap frontal dan cenderung radikal. Tulisan sastra wangi tampak terlalu berani dalam mengekspos seksualitas tanpa “aling-aling”. Ada pula yang menyebut sastra jenis ini dengan istilah sastra lendir karena cerita yang disajikan banyak berlatar belakang seks. Bahkan sastrawan Taufik Ismail menen tang adanya sastra wangi. Ia menulis bahwa “Sastra kelamin sudah terlalu jauh”. Di lain pihak berpendapat bahwa itulah nilai seni dari sastra wangi. Sastra wangi dianggap sebagai kemajuan da lam perkembangan sastra di Indonesia. Sapardi Djoko Damono seorang novelis berpendapat bahwa masa depan sastra Indonesia ada di tangan perempuan.
LA
N
Muhammad Nur Farid dikutip dari berbagai sumber,
IK
LA IK
SP AC
E SP AC
SP AC
E
IK
LA
N
rang wanita lainnya yang berani meng kritisi sisi kehidupan yang selama ini hanya dianggap milik kaum laki-laki. Pad a er a 1990-an, Ayu Utami mengawali fenomena ini dengan novel Saman karangannya. Kemudian penulis seperti Ayu bermunculan seperti Djenar Maesa Ayu dengan Mereka Bilang, Saya Monyet, Fira Basuki dengan JendelaJendela, Dewi Lestari dengan trilogi Supernova serta masih banyak pengarang lain yang menulis dengan gaya sastra wa ngi. Kemudian novel-novel tersebut ber lanjut dengan tema-tema yang sama. Tema yang sering diangkat dalam sastra wangi adalah seksualitas. Tokoh utamanya biasanya sosok wanita yang metropolis, terpelajar, cantik, dan seksi. Ceritanya cenderung menggunakan ba hasa yang vulgar tanpa memperdulikan tabu namun bukanlah pornografi yang ingin disampaikan. Sastra wangi ingin menyampaikan pesan bahwa perempu an bukanlah obyek seksualitas, dalam hal ini perempuan juga dapat men
E
P
ada awal ta hun 2000-an, muncul feno mena sastra yang di sebut dengan istilah sastra wangi. Istilah ini pertama diungkap kan oleh Bre Redana, seorang pengamat serta pecinta sas tra. Istilah sastra wangi ditujukan ke pada para pengarang wanita seperti Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu, Fira Basuki dan pe nga
N
Hesti | Expedisi
12
N LA IK E
E
IK
LA
N
SP AC
SP AC
E
IK
Hubungi Arde Candra (085643356050)
SP AC
LA
N
Ingin Pasang Iklan di Sini?
edisi Ii | April 2013