ekspedisi edisi 1(2009)

Page 1

rusan, karena mereka punya kebutuhan sendiri.” Berbeda dengan apa yang diungkapkan di atas, Suharto mengatakan, “Dari pihak fakultas berjanji akan memenuhi pada tahun 2010 dan sekarang janji tahun 2011, janji terus, dulu studio pernah dijanjikan akan bagus seperti teknik dan lab-lab yang lain karena bayarnya pun hampir sama. Mereka (mahasiswa lain) kuliah bisa menikmati lab sedangkan di kerajinan tidak bisa menikmati lab, padahal kita sudah mengajukan kepada fakultas.” Dari pihak rektorat, Sutrisna Wibawa selaku PR II membenarkan soal kebijakan otonomi yang diberikan kepada tiap fakultas untuk melaksanakan kebijakan masing-masing. “Jadi, urusan fasilitas dan lain-lain tanya saja pada PD II, saya hanya mengurusi hal-hal yang bersifat universal di UNY.” Dibeberkan pula perihal pengembangan fasilitas dan perbaikan bangunan untuk Jurusan Seni Rupa masuk dalam program jangka panjang. Konfirmasi tentang kapan hal itu dilaksanakan, PR II menjawab, “Belum tahu pasti.” Mahasiswa pun menyayangkan tidak adanya dialog antara mahasiswa dan birokrat. Mereka merasakan perlunya audiensi terbuka antara birokrat dan mahasiswa tentang fasilitas kampus, karena fasilitas merupakan hak mahasiswa yang harus diberikan oleh pihak

Indra EXPEDISI

tas yang ada di Jurusan Seni Rupa memang kurang. Selain terbatasnya luas ruang praktek. Banyak alat rusak dan terbatas. Kity, mahasiswa Seni Rupa angkatan 2009 pun turut mengungkapkan uneg-unegnya, “Yang paling tidak terurus adalah alat-alatnya. Terutama studio lukis, alatnya rusak dan tidak terurus. Pembayaran tidak ada pengaruh. Seharusnya tiap semester bayar, tiap semester juga ada perbaikan.” Kemana harus mengeluh Saat dikonfirmasi kepada pihak fakultas, PD II Fakultas Bahasa dan Seni, Sri Harti Widyastuti, M.Hum mengungkapkan bahwa anggaran dana praktek anggarannya sama, bahkan pihaknya mengklaim bahwa Jurusan Seni Rupa diutamakan pengadaan dananya, pihak fakultas tidak ingin ada jurusan yang dibawah standar. Ketika ditanya apa yang menyebabkan hal ini terjadi di Jurusan Seni Rupa, dia mengungkapkan, “Mungkin dari kesadaran mahasiswa itu sendiri, yang perlu melakukan penataan terhadap ruang praktek mereka, dan pengelolaan yang lebih maksimal.” Sri Harti Widyastuti, M.Hum, menambahkan, “Perlu diketahui bahwa untuk tembusan ke rektorat, memang tidak dilakukan karena di FBS telah menganut sistem otonomi. Pengadaan fasilitas, dan peralatan, dan lainnya diajukan melalui proposal. Isi proposal sangat beragam dari masing-masing ju-

EXPEDISI MEMBANGUN BUDAYA KRITIS

EDISI I | April 2010

Mahasiswa sedang menggunakan alat praktek

universitas sebagai timbal balik pembayaran pendidikan oleh mereka setiap semesternya. Niko, sebagai ketua Hima sering mendapatkan keluhan dari teman-temannya, mengatakan “Lucu to mbak, kita belajar disini, tapi fasilitas praktek mencari di luar, jadi kita ya bisa cukup bayar saja sama orang,” imbuhnya ketika disinggung mengenai kegiatan praktek. “Teman-teman sering kebingungan meletakkan hasil karya yang masih basah (lukisan-red), dulu ada ruang pameran, sekarang sudah berubah jadi ruang dosen.”

Indra Widianto Safri Muzahidin Aya, Inas, Rima, Yuna

EKSPRESPEDIA

Para Penjelajah Antariksa

Isti

me wa

Uni Soviet dan AS Awalnya, Uni Soviet dan Amerika Serikat merintis upaya penjelajahan ke ruang angkasa. Uni Soviet tercatat sebagai negara pertama yang berhasil melesat ke luar orbit Bumi dengan meluncurkan satelit Sputnik I pada 4 Oktober 1957. AS pun tak mau kalah dan segera menerbangkan satelit Explorer I, 31 Januari 1958. Sejak itu, kedua negara raksasa terus berlomba “menguasai” ruang angkasa. Yuri A. Gagarin, kosmonot pertama Uni Soviet, berhasil sekali mengelilingi Bumi pada 12 April 1961 dengan kapsul Vostok I. Sebulan kemudian, dengan terburu-buru, AS meluncurkan kapsul Mercury 7 yang diawaki oleh Alan B. Shepard. Bila Gagarin mampu terbang selama 108 menit dengan ketinggian 301,4 km, Shepard hanya bisa terbang selama 15 menit sampai ketinggian 184

4 • EXPEDISI| EDISI I| April 2010

km. Persaingan kedua negara terus berlanjut. Uni Soviet semakin menggebu. Dengan kapsul Vostok II, kosmonot Stephanovich Titov berhasil mengitari Bumi sebanyak 17 kali selama 25 jam 18 menit. Enam bulan kemudian, astronot AS John Glenn dengan kapsul Frienship 7 “hanya” bisa mengelilingi Bumi 3 kali dalam waktu 4 jam 56 menit. Uni Soviet dan AS kemudian mengarahkan misi masing-masing untuk pendaratan di Bulan. Untuk penjagaan Uni Soviet mengirimkan pesawat tak berawak Lunix IX, awal 1966. Namun, AS kemudian berhasil melakukan lompatan besar. 20 Juli 1969, astronot Neil Armstrong dan Edwin Aldrin berhasil menginjakkan kaki di Bulan dengan pesawat Apollo XI. Arianespace Milik Eropa Badan Angkasa Luar Eropa (ESA) pun mendirikan Arianespace tahun 1980. Pendirian itu untuk menyaingi AS dalam industri peluncuran satelit. Arianespace merupakan perusahaan ko-

mersial milik swasta yang berhasil meluncurkan lebih dari 150 satelit. China Menyusul Diam-diam, negara raksasa China juga mengembangkan teknologi ruang angkasanya dengan gigih. Tahun 2003 China mampu menerbangkan pesawat ruang angkasa yang diawaki astronot Yang Liwei. Hasilnya, Yang Liwei berhasil mengitari Bumi sebanyak 14 kali. Jepang dan India September 2008, Jepang sukses meluncurkan pesawat penjelajah pertama ke Bulan. Pesawat peneliti tak berawak itu diberi nama Kaguya, yang menyelidiki asal-usul Bulan dan perkembangannya. Oktober 2008, India juga melayangkan pesawat penjelajah tak berawak ke Bulan dengan nama Chandrayaan I. Ternyata, ilmuwan India telah melakukan penyelidikan dan percobaan sejak tahun 1963.

Septika Khoridatus S.

Laboratoriumku...Laboratoriumku... Di Mana Hak Belajar Mahasiwa TEPI Pagar dan trotoar yang baru dibangun tak terlihat bermanfaat di sepanjang jalan depan Lemlit hingga Kopma UNY Trotoar terlihat sepi dari pejalan kaki, lalu PKL?

PERSEPSI Para penghibur layar kaca yang tiba-tiba menjadi seorang tokoh politik, mendadak memimpin daerah. ada apa dengan partai politik hari ini? Apakah mereka tak dapat lagi mengkader orang-orang yang lebih mempunyai kemampuan dalam bidangnya

RESENSI Penyakit Lupus yang sangat berbahaya hinggap di tubuh Prasasti, penyakit tersebut mengubah hubungannya dengan orang-orang yang dicintainya? Dan bagaimana dengan Zahrir yang mencintainya?


POLLING

Perhatikan Fasilitas Seni Rupa Perkembangan akademik Jurusan Seni Rupa, mengenai kualitas mahasiswa perlu ditunjang dengan praktek. Fasilitas praktek pun kemudian menentukan hasil dan kualitas sebuah karya atas kemampuan mereka. Namun, jika jumlah fasilitas itu tidak sebanding dengan jumlah mahasiswa yang ada maka kemampuan seperti apa yang dapat diharapkan? Mahasiswa Jurusan Seni Rupa tidak dapat menikmati fasilitas yang semestinya. Jika dibandingkan fakultas lain seperti Fakultas Teknik, FMIPA yang memiliki fasilitas lab yang relatif lebih lengkap. Serta dapat memfasilitasi seluruh mahasiswanya. Maka, mahasiswa Jurusan Seni Rupa harus menggunakan fasilitas secara bergantian. Selain itu, mereka juga harus mencari fasilitas di luar kampus setiap kali mengerjakan tugas. Lalu peran apa yang telah diberikan oleh fakultas untuk menfasilitasi mereka jika di lapangan hanya ada beberapa fasilitas minim dan studio praktek yang tidak terawat dengan baik. Keluhan-keluhan mahasiswa hanya mengendap di Hima atau hanya didengarkan oleh dosen. Kemudian“sabar”menjadi milik mereka setiap kali menikmati fasilitas praktek. Keinginan beberapa pihak untuk menambah fasilitas praktek hanya berbuah janji. Mahasiswa tidak mampu menunggu pengadaan fasilitas lebih lama lagi. Mereka akan segera lulus, jika kemampuan praktek mereka tidak sesuai dengan gelar tentu hal ini akan memalukan. Karena lapangan pekerjaan yang paling dekat dengan mereka ialah menjadi pendidik. Perlu penyikapan lebih lanjut oleh pihak fakultas untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Daripada hanya memperbaiki jalan di depan kampus Seni Rupa dan menambah fasilitas parkir motor mahasiswa. Fasilitas praktek pun perlu diperbaiki. Redaksi

Pimpinan Proyek| Mutayasaroh Sekretaris| Sandi Sukmawati Bendahara| Inas Nur Rasyidah Redaktur Pelaksana| Jaka Hendra Baittri Redaktur | Indra, Delvira, Efendi, Septi, Rista Reporter| Mutaya, Inas, Rima, Rizal, Dika, Sandi, Yuna, Muhammad Artistik|Rojib, Muhammad, Azka Produksi| Rista Iklan| Septika K. Sirkulasi| Rizal Alamat| Gedung Student Center Lt. 2 Karang Malang Yoyakarta 55281 Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.

SEMPIL (Lagi jalan ke ruang praktek) + Kita hari ini praktek ga’? (Masuk ruang raktek)

R

SENTRA

Fasilitas Jurusan Seni Rupa Kurang Perhatian

Ruang Praktikum Seni Rupa Berkualitas Buruk

uang praktikum merupakan salah satu fasilitas penting dalam setiap lembaga pendidikan, khususnya kampus. Seni Rupa sebagai jurusan yang lebih banyak melakukan praktek daripada teori dalam kuliah, seharusnya mendapat fasilitas praktek yang layak. Untuk mengetahui komentar mahasiswa mengenai hal tersebut maka polling ini diadakan sebagai salah satu alternatif jawaban. Menggunakan metode kuantitatif jenis stratified probability. Dari jumlah keseluruhan mahasiswa di Jurusan Seni Rupa, 542 mahasiswa, diperoleh sampel sebanyak 100 mahasiswa. Penghitungan sampel menggunakan rumus Slovin dengan sample error 9%. Angket disebar dengan menggunakan rumus penghitungan populasi heterogen karena jumlah mahasiswa kedua program studi di Jurusan Seni Rupa berbedabeda. Angket terdiri dari 4 pertanyaan dan 8 pernyataan. Dari pertanyaan ada atau tidak ruang praktikum di jurusan, 79 % menjawab ada, 7% menjawab tidak ada, dan sisanya 14 % tidak menjawab. Pertanyaan berikutnya adalah nyaman atau tidaknya melakukan praktek di ruang praktikum, 14 % menjawab ya, 72 % menjawab tidak, dan sisanya tidak menjawab. Ruang praktikum yang digunakan untuk mengasah keterampilan dalam berkarya justru membuat mahasiswanya tidak nyaman berada di dalamnya. Terlebih pada pertanyaan pertama, terdapat sejumlah mahasiswa yang menyatakan bahwa ruang praktikum tidak ada. Meski prosentasenya kecil, rasanya sangat ironis ruang praktikum yang ada dianggap tidak ada. Apalagi jawaban tersebut dilontarkan oleh mahasiswa di atas semester 4. Apakah keadaannya sangat tidak layak untuk mereka sebut sebagai ruang praktikum? Pernyataan tentang kelayakan ruang praktikum. 7% menjawab layak, 78% menjawab tidak layak, dan sisanya tidak menjawab. Tingginya prosentase mahasiswa yang berpendapat bahwa ruang praktikum yang mereka gunakan tidak layak, mempengaruhi jawaban pertanyaan penting atau tidaknya dilakukan perbaikan kualitas ruang praktikum. Hasilnya, 76% menjawab penting, 8% menjawab tidak penting, dan sisanya tidak menjawab. Terkait dengan pernyataan bahwa jumlah peralatan praktikum tidak memadai dibanding jumlah mahasiswa yang melakukan praktek, banyak mahasiswa yang menyatakan setuju (24%), bahkan sangat setuju (28%). Pernyataan peralatan kebanyakan sudah berusia tua dan sering rusak, yang menyatakan setuju (24%) dan sangat setuju (29%). Dengan keadaan tersebut, sebanyak 17% menyatakan sangat tidak setuju, 9% tidak setuju, 9% ragu-ragu, 22% setuju, dan 29% sangat setuju bahwa fasilitas yang kurang tersebut membuat mereka mengalami kesulitan dalam kegiatan praktek Jurusan Seni Rupa.

- La...mana fasilitasnya? + Bawa sendirilah

2 • EXPEDISI| EDISI I| April 2010

Tim EKSPEDISI

Dibeberkan pula perihal pengembangan fasilitas dan perbaikan bangunan untuk Jurusan Seni Rupa masuk dalam program jangka panjang. Konfirmasi tentang kapan hal itu dilaksanakan, PR II menjawab, “Belum tahu pasti.” Indra EXPEDISI

EDITORIAL

Salah satu alat praktek yang rusak

Semangat di Tengah Keadaan yang Minim eralatan yang kurang, suatu hal yang menjadi penghambat Mahasiswa Jurusan Seni Rupa dalam perkembangan akademisnya. Tak bisa dipungkiri sebagian besar kegiatan belajar mereka adalah praktek. Namun, apa jadinya bila peralatan yang ada tak memenuhi standar baik dari segi jumlah maupun kualitas. “Peralatan praktek jika dinilai hanya 10% dari jumlah mahasiswa padahal dalam 1 kelas ada 30 mahasiswa,” ungkap Dosen Seni Logam, juga sebagai Kaprodi Kerajinan, Suharto, M.Hum. Hal ini bukanlah isapan jempol belaka mengingat bila dibandingkan dengan SMK, peralatan masih kalah baik. “Alat yang di SMK lebih bagus, padahal kita tingkat perguruan tinggi sedangkan SMK tingkat sekolah menengah. Sehingga anak lulusan dari SMK kaget masuk ke sini. Bahkan fasilitas praktek untuk

P

Jurusan Seni Rupa jika dibandingkan dengan Teknik masih jauh (jumlahnyared), jelasnya fasilitas di Jurusan Seni Rupa tidak mendapat perhatian khusus,“ imbuh Suharto, M.Hum Senada dengan Suharto M.Hum, Niko, Mahasiswa Pendidikan Seni Rupa angkatan 2008 yang juga Ketua Hima Seruker mengungkapkan bahwa alatalat masih sangat kurang. “Alat ada, tapi dari kuantitas kurang mencukupi. Misalnya meja interior yang merupakan alat dari mata kuliah pokok, yang memadai jumlahnya hanya ada 1 sehingga lainnya mengerjakan tugas secara manual. Kemudian ruang lukis yang dijadikan satu dengan ruang pameran sehingga tidak ada tempat untuk karya yang baru. Jumlah alatnya kurang dan sebagian ada yang rusak.” Jurusan yang berdiri tahun 1964 ini pun harus berpuas diri dengan gedung lama peninggalan ISI (Institut Seni Indonesia). Selain itu, studio yang ada

pun dirasa kurang luas. “Ada studio logam, kayu, grafis, lukis, patung, keramik, batik, dan lain-lain. Ketua lab atau studio membawahi studio-studio tersebut, dan kurang nyaman sebagai ruang praktek. Karena bangunannya pendek dan atapnya dari asbes sehingga panas dan menjadi kurang nyaman kalau ruang studio dimasuki lebih dari 20 mahasiswa,” kata Kajur Seni Rupa, B. Muria Zuchdi, M.Sn. Selain itu, jurusan juga kekurangan teknisi, hal ini diungkapkan oleh Kaprodi Seni Kerajinan, Suharto M.Hum, “Satu Teknisi untuk mengurusi delapan studio, itu pun baru bisa mengurusi soal bahan,” hal ini dibenarkan oleh B. Muriya Zuchdi, M.Sn, Kajur Seni Rupa, “Iya, dulu ada dua orang, satu diambil kembali oleh univ.” Logika yang semestinya ialah satu studio memiliki seorang teknisi yang mengurusi masing-masing studio. Mahasiswa sependapat tentang fasili-

2010 April | EDISI I | EXPEDISI • 3


RESENSI

PERSEPSI

Tebal Buku ix+239 Halaman

H

Penulis

Judul Novel

Penerbit

Harga

Demian Dematra Tuhan Jangan Pisahkan Kami PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta Rp 35.000,00

idup di dunia memang tidak selamanya akan terisi dengan kebahagiaan, adakalanya hidup harus dilalui dengan berbagai cobaan. Gambaran hidup itulah yang dialami oleh Prasasti Alanis dalam novel “Tuhan Jangan Pisahkan Kami”. Novel karya Demian Dematra ini menceritakan seorang gadis cantik yang hidupnya penuh dengan berbagai cobaan dan ujian. Diceritakan juga bagaimana Prasasti berjuang melawan penyakit lupus. Sejak kecil Prasasti harus menjalani hidup tanpa seorang ayah dan keadaan seperti itu membuat Prasasti sering menanyai keberadaan ayah kepada sang Ibu, Karina Maharani. Akan tetapi, Ibunya yang bekerja sebagai pendamping priapria kaya dan menjadi pecandu narkoba tidak pernah menceritakan dengan jelas hingga Ibunya meninggal dunia. Disini cobaan kembali diterima Prasasti, dia harus menjalani hidup sendirian. Ia harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri. Prasasti bekerja sebagai penyobek karcis pada pintu masuk planetarium. Selain itu, ia mengambil double job sebagai penjaga bioskop. Di tempat itulah Prasasti mengenal Salman, laki-laki yang menaruh perasaan pada Prasasti. Kecintaan Salman pada Prasasti, membuatnya rela berkorban, asalkan Prasasti senang. Tempat kos yang berdampingan dan bekerja pada tempat yang sama membuat keduanya sering terlihat bersama. Walaupun begitu, Salman masih sulit untuk membuka hati Prasasti. Demi menghidupi kebutuhan, Prasasti terus bertahan dengan keadaan tubuhnya. Ia kemudian menerima tawaran untuk menjadi model lukis pada sebuah kelas melukis. Pada kelas melukis itulah ia bertemu sosok pemuda tampan, Zahir Amara. Perjumpaan mereka dalam kelas melukis terus berlanjut hingga di luar kelas. Saat itu pula, Zahir merasa Prasasti

adalah wanita yang selama ini diinginkannya. Zahir tidak butuh waktu lama untuk mencuri hati Prasasti, hal ini menyebabkan Salman menyimpan rasa cemburu dan berusaha menjauhkan Zahir dari kehidupan Prasasti. Namun, kondisi kesehatan Prasasti menurun: tubuhnya memerah, rambutnya kian tipis karena rontok. Dokter mendiagnosa Prasasti terserang penyakit lupus. Harapan untuk hidup normal pun menipis, ia hanya menunggu kematian. Tidak cukup di situ cobaan yang diterima oleh Prasasti, setelah Salman melamarnya, Salman mengalami kecelakaan dan harus meninggalkan Prasasti untuk selamanya. Dalam keadaan terbaring di rumah sakit, Zahir muncul kembali dan menawarkan sebuah harapan baru pada Prasasti untuk menikah dengannya. Namun, kedua orang tua Zahir menentang hubungan mereka berdua karena orang tuanya sudah mempersiapkan calon la-

in. Kekuatan cinta Zahir dan Prasasti pun diuji. Disela-sela ujian terdapat sebuah keajaiban bagi Prasasti, ia dipertemukan dengan sosok papa yang dicarinya, Pramana Widogdo Amara dan restu didapat dari keluarga besar Zahir. Namun, kembali dokter mendiagnosa Prasasti terkena tumor otak. Dia harus menjalani serangkaian pengobatan, termasuk operasi. Kehilangan Prasasti merupakan hal menakutkan bagi Zahir maupun Pramana. Akan tetapi, Tuhan berkehendak lain, operasi berhasil dan kondisinya kembali stabil. Kemudian, Zahir mengajak Prasasti untuk menikah. Kendati novel ini mendapat pujian dari banyak pihak, namun ada catatan penting yang perlu diperhatikan oleh si penulis, dimana kelemahan yang sering melekat dalam novel atau film roman adalah sifatnya yang terlalu mengadaada. Tidak tunduk terhadap logika ketat padahal si penulis mengangkat kisah nyata dalam pembuatan novelnya. Sayangnya, novel ini pun terperosok ke dalam cacat yang nyaris sama. Memang tidak ada salahnya imajinasi berkelana dengan bebas akan tetapi harus memiliki batas kewajaran. Novel ini bukan sekedar roman biasa, dengan tata bahasa yang semaunya dan dengan ditutupi gaya bahasa yang baik dan sedikit puitis dapat menelurkan pemikiran baru, menstimulasi dan mengajak pembaca untuk masuk ke dalam kisah nyata tersebut. Kita dapat menikmati novel ini tanpa jeda. Dapat dipetik pelajaran tentang kesadaran masyarakat akan bahaya laten penyakit lupus. Sekaligus memberikan segores tebal harapan, bahwa penyakit lupus bukanlah akhir kehidupan.

Rista

Siapkah kita untuk UN?

Artis dan Partai Politik

Hari senin, tanggal 26 April 2010 diumumkan hasil Ujian Nasional tingkat SMA. Jumlah siswa tidak lulus dinyatakan meningkat dari tahun sebelumnya. Ada satu pertanyaan yang secara otomatis muncul di kepala saya pada saat mendengar tentang berita itu dari TV yaitu “kenapa?” secara otomatis juga saya jadi ingat tahun lalu ketika saya juga mengalami momok paling mengerikan dan menyebalkan yaitu Ujian Nasional. Pada waktu itu saya sempat ditawari jawaban UN yang katanya akurat. Ayah saya berkata lebih baik tidak lulus daripada lulus tetapi menyontek. Kemudian pada saat di sekolah, teman-teman saya membahas UN. Banyak juga di antara mereka yang mengandalkan jawaban yang berasal dari calo yang mereka bilang akurat. Kenyataan yang membuat saya “sesak napas” adalah bahwa ada suatu hal yang disepakati di daerah kami bahwa pengawas tidak akan mengawasi dengan ketat. Hasilnya, siswa di sekolah kami 100% lulus. Dari hal ini bisa saya simpulkan bahwa siswa memang tidak siap dan tekanan lulus atau tidak UN membuat siswa melakukan apa saja asal lulus. Permasalahan yang timbul disini sebenarnya bukan semata-mata tekanan psikologis yang ditimbulkan, tetapi lebih kepada UN yang dijadikan satu-satunya standard untuk kelulusan. Jadi, ujian ini seakan-akan mengabaikan proses yang terjadi selama 3 tahun di SMA. Karena banyak kenyataan yang muncul bahwa anak-anak dengan prestasi baik bisa tidak lulus UN. Berkebalikan dengan anak-anak yang dianggap nakal, malas ataupun tidak sopan, lulus dengan mudah. Selain permasalahan tersebut, ada lagi masalah lain yang jauh lebih penting untuk dipikirkan dan diatasi yaitu kualitas yang berbeda-beda dari tiap sekolah di Indonesia. Mungkin bagi kita mudah mendapatkan fasilitas pendidikan seperti buku, alat-alat tulis dan komputer. Tetapi saya pernah melihat tayangan di TV tentang anak-anak dari pedalaman di Papua yang belajar di ruangan yang sangat jauh dari layak. Mereka diajar bukan oleh seorang guru, tetapi oleh senior mereka. Lebih parahnya, mereka menggunakan tanah pasir untuk menulis. Jangankan pensilnya, kertaspun mereka nggak punya.

Hiruk pikuk pentas politik negeri ini semakin hari semakin tak terprediksi. Selalu saja ada kejadian yang saling tumpang tindih berganti-ganti jadi headline media. Belum lekang dari ingatan kita kasus Bank Century yang menyita perhatian masyarakat Indonesia, sekarang tidak jelas bagaimana penyelesaiannya, digantikan kasus mafia pajak yang menyeret nama Gayus Tambunan berkat nyanyian mantan Kabareskrim POLRI, Susno Duadji. Jangan lupa kasus makam mbah Priok dimana Satpol PP mendapat kecaman keras dari berbagai pihak dan lain sebagainya. Menjelang PILKADA yang akan berlangsung di beberapa daerah terjadi fenomena unik. Beberapa artis mulai unjuk gigi mendaftarkan diri menjadi calon kepala daerah. Hal ini sengaja karena keprihatinan atas banyaknya penyelewengan amanat rakyat dari para elit politik atau malah hanya aji mumpung, dengan melihat beberapa pendahulu mereka yang berhasil merengkuh posisi politik di beberapa daerah. Artis di panggung politik bukan hal yang tabu lagi di negara demokrasi ini. Bisa kita lihat namanama seperti Rieke Dyah Pitaloka, Dedi Gumelar atau Miing BAGITO, Venna Melinda, Aji Masaid, Angelina Sondakh, Tere, Nurul Arifin, Rachel Maryam, Rano Karno, Dede Yusuf, Dicky Candra dan lainnya. Mereka memang mempunyai banyak kelebihan-kelebihan daripada kader-kader partai politik yang telah puluhan tahun merintis karirnya dari bawah. Dengan kelebihan popularitas, finansial dan sedikit pandai bicara mereka dengan mudah menjadi politisi instan, dan melenggang ke Senayan ataupun jadi kepala daerah. Belakangan ini pun, ada dua artis kontroversial yang mengklaim dirinya didukung oleh beberapa partai politik untuk maju dalam PILKADA. Ya, benar sekali, Julia Perez untuk Pacitan dan Maria Eva untuk Sidoarjo, atau artis lainnya yang dikader oleh partai politik yang ada untuk daerah tertentu. Benarkah sekarang ini partai politik tidak mampu lagi mensuplai calon-calon pemimpin bangsa yang sesuai dengan harapan masyarakat sehingga pilihan masyarakat beralih pada para artis yang belum jelas sepak terjangnya di dunia politik. Partai politik sebagai representasi aspirasi masyarakat salah satu fungsinya adalah rekruitmen politik. Fungsi ini adalah kelanjutan dari fungsi mencari serta mempertahankan kekuasaan. Fungsi rekruitmen ini sangat penting bagi kelangsungan politik sebab tanpa adanya elit yang cakap dalam melaksanakan peranannya maka kelangsungan hidup suatu sistem politik akan terancam. Banyaknya politisi instan dari kalangan artis yang menjadi ujung tombak partai politik untuk mendulang suara, benarkah partai politik telah mengalami kegagalan dalam sistem kaderisasinya. Tentunya kita dapat menilai bersama. ataukah ada sekedar pengalihan isu dibelakang semua fenomena yang terjadi akhir-akhir ini.

Istimewa

Maut Takkan Memisahkan Cinta

Sebenarnya apa sih tujuan UN? Pada saat pertanyaan ini muncul, jawaban dari orang-orang terkait adalah penyamarataan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia. Yang membuat saya jauh lebih bingung, bagaimana caranya memberikan standar untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Solusi untuk hal ini sebenarnya tidak begitu mudah. Karena perlu memulai lagi dari awal, yang paling penting adalah peningkatan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia. Pendidikan di sini bukan semata-mata nilai mata pelajaran tetapi kualitas moral, mental dan juga religiusitas serta nasionalisme anak bangsa. Sebenarnya hal itulah esensi dari pendidikan.

Rainy Ayu Gustira Bahasa dan Sastra Inggris, 2009

2010 April| EDISI I | EXPEDISI • 8

Efendi Ari Wibowo Jurnalis Expedisi

2010 April | EDISI I | EXPEDISI • 5


Rizal EXPEDISI

TEPI

PKL : Pedagang Keusir Lagi Rizal EXPEDISI

Dibangunnya trotoar, dan ditambah pula pemasangan pagar, sepanjang jalan Lemlit FBS timur hingga depan Kopma UNY, dengan dalih demi kenyamanan para pejalan kaki, atau apakah dengan maksud pengusiran pedagang kaki lima (PKL)?

Sepi, terlihat pejalan kaki meilih berjalan di jalan raya, sedangkan trotoar kosong.

S

uasana jalan siang itu padat merayap seperti biasa, mobil, motor, dan tidak kalah pejalan kaki seolah ingin berebut saling mendahului, ditambah lagi dengan adanya lahan parkir di sepanjang tepi jalan, trotoar menambah sempit suasana jalan sepanjang Lemlit FBS timur hingga depan Kopma UNY tersebut. Hal tersebut dibenarkan oleh Hany, salah satu mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris,“Jalan terlihat sempit sejak ada trotoar, dan juga saya memilih jalan di jalan raya saja, dan juga lewat trotoar saya harus berputar jauh” ujarnya. Mengenai sempitnya trotoar yang telah dibangun Pembantu Rektor II, Sutrisna Wibawa, M.Pd mengatakan hal tersebut sudah sesuai dengan perencanaan, “Memang sengaja dibuat cukup untuk dua orang, jika lebih luas lagi maka dikhawatirkan akan dipakai untuk berjualan pedagang (lagi).” Ujarnya. Pemasangan pagar tidak untuk kenyamanan pejalan kaki Pembantu Rektor (PR) II, Sutrisna Wibawa, M.Pd. menjelaskan bahwa pembangunan trotoar tersebut sudah sesuai dengan program UNY yang sedang menuju green campus atau kampus hijau, dibangunnya trotoar diharapkan dapat menertibkan dan menjadikan kawasan itu terlihat lebih hijau. Meskipun fungsi trotoar sebagai tempat khusus untuk pejalan kaki, agar pejalan

kaki nyaman, namun realitas itu tidak terlihat di sana. Pejalan kaki, khususnya mahasiswa lebih senang berjalan di tepi jalan atau melewati halaman kampus depan Puskom. Seperti yang dituturkan oleh Ratna, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, kepada kami sembari minum es kelapa muda siang itu, “saya tidak pernah lewat trotoar, karena saya lebih senang lewat halaman kampus depan Puskom, dengan alasan lebih dekat” ujarnya. Tidak hanya fungsi trotoar yang masih dipertanyakan, pagar besi yang berdiri kokoh di tepi trotoar juga belum jelas fungsinya. Apakah pengadaan pagar besi memang kenyamanan para pejalan kaki, ataukah hanya akal-akalan pihak rektorat saja untuk menuju World Class University? Bukankah dengan adanya pagar besi, justru mempersulit pejalan kaki yang ingin berjalan di trotoar? Karena mereka harus mencari celah yang berada di ujung ataupun pangkal trotoar? Pejalan kaki semakin enggan menggunakan trotoar sejak pemasangan pagar, ditegaskan oleh Erny, mahasiswa Pendidikan Administrasi Perkantoran. Ia merasa trotoar memang bermanfaat, tapi tidak dengan pagar, ia tidak mengerti manfaat pagar tersebut,”sebenarnya pagar itu manfaatnya apa ya? saya sebagai pejalan kaki kok merasa tidak nyaman dengan adanya pagar, tidak efektif,

pejalan harus berputar jauh.”ujarnya. Penghasilan PKL menurun Pindahnya tempat berjualan mereka membuat penghasilan yang didapatkan para PKL menurun. Seperti yang ditegaskan oleh Pak Zumadi (45), “meskipun, pindahnya hanya berjarak beberapa meter dari tempat sebelumnya, tapi tetap saja hal itu mempengaruhi penghasilan.” Hal tersebut dibenarkan pula oleh Yuli, salah satu PKL yang tergusur siang itu di warung korannya “pendapatan sedikit menurun, mungkin banyak yang tidak tahu saya pindah ke sini ya mbak, tempatnya kurang strategis” ujarnya. Para PKL sadar keberadaan mereka mengganggu pejalan kaki, “Mengganggu pengendara dan pejalan kaki, memang iya mbak, tapi kita tetap bertahan untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anak,” tutur Pak Saleh (25) siang itu, sehabis melayani pembeli kepada kami. Selain itu suasana sepanjang jalan tersebut tidak terlihat seperti sekitar dua bulan yang lalu, PKL yang dulunya berada di utara jalan, sekarang berpindah haluan berada di selatan jalan kampus FBS timur. Warung-warung kecil dari triplek dan seng juga tidak terlihat di pojok perempatan karang malang. Mereka terpaksa pindah jika tidak ingin berjualan di dalam pagar. Keramaian PKL yang dulu banyak berjualan di utara jalan FBS timur, pun sekarang tidak terlihat lagi. Nasib mereka ditentukan oleh kebijakan birokrat kampus yang tidak melihat masyarakat kecil. Kurangnya Diplomasi Yang Baik dengan PKL Survei sudah dilakukan oleh rektorat, namun penyediaan foodcourt sebagai tempat khusus untuk PKL yang pernah dijanjikan oleh rektorat belum terlaksana. Melihat realitas yang tampak, PKL masih tetap berjualan di sepanjang selatan jalan FBS timur. Hal tersebut terbukti dengan tidak dipenuhinya kesepakatan yang pernah diungkapkan pihak rektorat kepada para PKL. “Kerja sama dengan pihak rektorat belum maksimal, tepatnya bagaimana nasib PKL selanjutnya? akan direlokasikan ke mana? Semuanya belum jelas,” ungkap Saleh

Suasana PKL yang semerawut

sambil merokok siang itu kepada kami. Meski pihak rektorat telah mensurvei tempat berjualan para PKL di FBS timur, namun survei tersebut belum ditindaklanjuti dengan janji mereka pada PKL. Hal tersebut dibenarkan oleh Kasubag Rumah Tangga UNY Gunawan A, S.T (19/4), yang menyatakan bahwa, “survei tempat untuk pembangunan foodcourt sudah dilaksanakan, tapi pembangunan belum terlaksana, karena kami belum memiliki konsep yang ma-

tang dan anggaran dana untuk pembangunan tersebut belum ada, kan butuh biaya banyak, mbak!” selain itu menurutnya pihak rektorat sudah melakukan diplomasi dengan pihak PKL, tapi sayang pihak PKL tidak diwakili langsung oleh para PKL, namun oleh Ketua RT dusun Karangmalang. Bertambahnya jumlah PKL juga menjadi kendala bagi terlaksanakannya pembangunan foodcourt. Dari data yang kami peroleh, PKL yang legal berjumlah

INFO KAMPUS Lomba Robot Line Follower di PNJ, UNY raih juara 3 Himpunan Mahasiswa Elektronika dan Informatika (HIMANIKA) UNY mengirimkan 17 tim robot pada perlombaan Robot Line Follower tingkat Nasional (24-25 April 2010 ) yang diadakan di Politeknik Negeri Jakarta (PNJ). Dari jumlah total peserta sebanyak 71 tim, robot dari UNY lolos dalam babak 8 besar sebanyak 5 tim. Akhirnya, robot buatan Trubus Nugroho (Mahasiswa T. Elektronika FT UNY) menjadi satu-satunya robot dari UNY yang berhasil menggotong Piala, yakni juara 3. Sedangkan juara 1 dan 2 diraih tim robot dari UGM.

Muhammad

Menuju Puncak Titik Awal Hima PBSI Jum’at (17/ 04), Hima PBSI menyelenggarakan open house di Labkar FBS UNY, Pukul 19.30 WIB. Acara ini bertemakan “Kau dan Aku, Itulah Kita Melukis Pelangi Indonesia”, ini bertujuan untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan mahasiswa di UNY, khususnya FBS, yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, budaya, dan agama. Acara yang diketuai oleh Ayu (PBSI 2008), dimeriahkan oleh berbagai hiburan dari Hima-Hima FBS, seperti teater Misbah (PBSI), teater Sangkala (FBS), Stupa (Seni Musik), KMSI (Sasindo), Edsa (PBI), BDS (PB Jerman), BEM FBS, UKMF Al Huda, dan Hima PB

Ultah UKM MB-CDB UNY

Sandi

Bertempat di Aula FT UNY tanggal 25 April 2010, UKM MB-CDB (Marching Band "Citra Derab Bahana") merayakan ultahnya ke-37 dengan tema Suatu Malam di Museum CDB. Acara di mulai Pukul 19:00 WIB, di isi dengan potong tumpeng, hiburan perdivisi CDB, laporan proker CDB selama satu tahun kedepan hingga doa bersama yang di pimpin oleh pembina UKM.

Mutaya 6 • EXPEDISI| EDISI I| April 2010

25, sedangkan PKL yang sekarang berjualan jumlahnya lebih dari 35 PKL. Ditegaskan pula oleh Gunawan A, S.T (19/4) di kantornya, bahwa sebenarnya masalah PKL, trotoar, dan pagar itu bukan wewenang kampus, melainkan wewenang masyarakat Karangmalang. Oleh karena itu, pihak rektorat tidak mengetahui mana PKL yang legal dan ilegal. Sutrisna Wibawa, M.Pd. menambahkan kapan dan dimananya pembangunan foodcourt masih dalam perencanaan, karena itu semua perlu kerjasama dan komunikasi dengan warga masyarakat Karangmalang. Harapannya jika pembangunan foodcourt khusus PKL segera terlaksana, para PKL yang tergusur mengalami perbaikan nasib. Mengingat rencana pembangunan akan dilaksanakan di sebelah timur Karangmalang atau di barat Mrican diperkirakan cukup menampung para PKL. PKL berharap pembangunan foodcourt disegerakan dan pembangunan yang lebih bermanfaat seperti fasilitas pembelajaran lebih diutamakan.

Delvira C. Hutabarat Sandi, Rizal, Dika

SURAT PEMBACA Pagar Trotoar Mengganggu Kenyamanan Trotoar di sepanjang pinggir jalan kampus belum selesai dibangun. Sebagian yang sudah selesai misal di depan Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi (FISE) dan di sekitar Kopma UNY telah di pasang pagar di sekeliling trotoar. Trotoar yang telah dibangun cukup bagus dan terlihat lebih rapi dari sebelumnya, para pejalan kaki pun terlihat cukup aman berjalan di trotoar tersebut. Akan tetapi, adanya pagar di sekeliling trotoar sangat mengganggu kenyamanan untuk menyeberang. Menurut saya pagar disekeliling trotoar tersebut kurang berguna bagi para pejalan kaki. Bukankah akan lebih baik jika biaya untuk membangun pagar digunakan untuk kebutuhan akademik mahasiswa. Mungkin pagar tersebut bisa di pasang untuk pagar di dekat foodcourt UNY, karena parkiran di foodcourt belum ada pagar kelilingnya. Seiring berjalannya waktu semoga pihak yang terkait dapat menindaklanjutinya. Kita semua berharap ke depan yang lebih baik.

Indah Hening Herdianti Mahasiswa FMIPA UNY 2009 2010 April | EDISI I | EXPEDISI • 7


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.