EXPEDISI MEMBANGUN BUDAYA KRITIS
EDISI IV | Juli 2010
Siap Tidak Siap Harus Siap Kesiapan Kelas Internasional UNY Masih Dipertanyakan TEPI UNY memiliki Unit Pelayanan Bimbingan Konseling (UPBK), yaitu tempat bim bingan konseling ba gi mahasiswa, karya wan dan masyarakat umum. Tapi apa yang terjadi, lokasi UPBK tidak strategis.(hal.6)
EXPEDISI EDISI 4.indd 1
PERSEPSI Otonomi daerah hari ini. Dapat dikatakan se bagai otonomi daerah kebablasan yang di manfaatkan oleh kaum elit politik yang oportu nis. Fase proses otono mi daerah yang esensial pun dihilangkan.(hal. 5)
RESENSI Film bergenre drama dengan fokus cerita pencarian Mayang atas adiknya yang menja di TKW di hongkong. Film ini dibumbui ki sah percintaan yang mampu menyentuh penontonnya(hal.8).
14/07/2010 11:18:00
Enam program Studi bertaraf internasional telah dibuka di UNY. Akan tetapi, program tersebut dise lenggarakan dalam ketidaksiapan pihak universitas. Beberapa alasan dikemukakan oleh pihak rektorat lebih menerangkan PR I menerangkan bahwa tujuan didirikannya ke las bertaraf Internasional adalah untuk memberikan ruang pada lulusan dari sekolah menengah yang bertaraf Internasional. Akan tetapi, tujuan tersebut banyak kelemahan yang dikatakan oleh beberapa narasumber tentang kesiapan dibukanya kelas internasional itu. Salah satu mahasiswa kelas Internasional menga takan tidak merasakan adanya perbedaan yang cukup signifikan antara kelas reguler dan kelas internasional. Perbedaannya hanya pada penggunaan bahasa dan SPP nya yang 50% lebih mahal. Keistimewaan kelas Internasional hanya terletak pada tiga hal, yaitu, bahasa, biaya dan ‘nama’. Nama kelas Internasional dibuka hanya untuk menambah profit dari UNY dan untuk UNY sendiri. Terkait dengan perbedaan yang tipis tersebut, mengakibatkan timbulnya kesenjangan dan ke cemburuan sosial antar kelas. Terbukti dari peng adaan kelas bilingual dan kelas internasional yang perbedaannya hanya menonjol pada biayanya. Universitas yang bertujuan untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa, kini punya tujuan pengganti yaitu mencerdaskan cara mencari uang universitas. Bagaimana tidak, pihak universitas mengatakan bahwa dengan adanya kelas internasional akan menambah profit yang masuk ke universitas. Lagilagi profit. Pihak Universitas sebaiknya membuka program baru dengan persiapan dan perencanaan yang matang terlebih dahulu. Agar nantinya program yang dijalankan tidak dipaksakan. Agar tak terjadi kecemburuan sosial atau ketimpangan-ketimpangan lainnya.
REDAKSI Pimpinan Proyek| Mutayasaroh Sekretaris| Sandi Sukmawati Bendahara| Inas Nur Rasyidah Redaktur Pelaksana| Jaka Hendra Baittri Redaktur | Dindadari, Efendi, Mutayasaroh, Rista, Rima, Yuna Redaktur Foto | Indra S M Reporter|Aya, Indra, Rima, Delvira, Muhammad, Sandi, Septi, Yuna Artistik|Efendi, Dindadari, Azka Produksi| Rista R C Iklan| Septika Sirkulasi| Rizal Alamat| Gedung Student Center Lt. 2 Karang Malang Yoyakarta 55281 email : lpm_ekspresi@yahoo.com website: www.ekspresionline.com
POLLING UNY Masih Harus Berbenah
U
NY melakukan berbagai persiapan untuk menuju World Class University (WCU). Persiapan tersebut mencakup tidak hanya terdapat dalam bentuk pembangunan fisik tapi juga akademik. Dengan begitu, diharapkan kualitas UNY secara umum akan terus meningkat. Salah satu usaha yang dilakukan UNY tersebut adalah membuka kelas internasional. Bagaimanakah pendapat para mahasiswa terhadap keberadaan kelas internasional di UNY yang akan menjadi World Class University? Diada kannya poling ini untuk menjawab pertanyaan tersebut. Metode yang digunakan adalah kuantitative jenis stratified random sampling probability dan pertanyaan tertutup. Penghitungan sampel menggunakan rumus Slovin dengan sampling error 7%. Dari jumlah keseluruhan mahasiswa di enam fakultas UNY, 30.000 mahasiswa, di peroleh sampel sebanyak 203 mahasiswa. Angket disebar dengan meng gunakan rumus penghitungan populasi heterogen karena jumlah maha siswa di setiap fakultas berbeda. Angket terdiri dari 5 pertanyaan dan 8 pernyataan untuk mahasiswa kelas internasional dan 6 pernyataan untuk mahasiswa non-internasional. Dari pertanyaan tentang apakah UNY sudah siap membuka kelas in ternasional, 41,45% dari sampel menjawab ya, 53,7% menjawab tidak, dan 5,4% tidak menjawab. Hal tersebut diikuti dengan jawaban dari per tanyaan penting atau tidak dilakukan peningkatan kualitas UNY secara umum sebelum membuka kelas internasional. Hasilnya, 89,9% sampel menjawab ya, 5,25% menjawab tidak, dan 4,85% tidak menjawab. Ma h a s is w a set u j u (32%) bahkan sangat setuju (10,3%) bahwa UNY tergesa-gesa membuka kelas internasional demi mengejar WCU. meskipun ada juga yang ragu-ragu (33,7%), tidak setuju (17,7%) dan sangat tidak setuju (1,7%) dan tidak menjawab (4,6%) dengan per nyataan tersebut. Mereka sangat tidak setuju (5,1%), tidak setuju (10%), ragu-ragu (54,3%), setuju (17,1%) dan sangat setuju (25,9%) dengan pernyataan bahwa kualitas dosen sudah layak untuk menjadi pengajar di kelas internasional sedangkan 4,6% tidak menjawab. Dari data tersebut, UNY masih harus berbenah lagi terkait dengan di bukanya kelas internasional. Sangat ironis mengetahui bahwa mahasiswa merasa UNY membuka kelas internasional hanya untuk meningkatkan popularitas di tengah persaingan perguruan tinggi.
- Siap tidak siap harus siap!!
2 • EXPEDISI| EDISI IV| Juli 2010
EXPEDISI EDISI 4.indd 2-3
Idealnya, sarana prasarana yang baik menganut standar nasional pendidikan sarana prasarana, dan UNY belum siap
P
ada tahun ajaran baru 2010 ini, UNY telah membuka kelas in ternasional di beberapa program
studi, seperti Pendidikan Matemati ka, Pendidikan Akuntansi, Pendidikan Biologi, Pendidikan Fisika, Pendidikan Kimia, dan Pendidikan IPA. Padahal, dari keenam program studi yang di buka kelas internasional, satu diantara nya yakni pendidikan IPA adalah pro di yang akreditasinya baru diajukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan PD I FMIPA, Suyoso, M.Si. “Untuk Pendidikan IPA tahun yang lalu me mang telah dibuka program kelas bilingual, dan tahun ini menyusul kelas internasional. Akreditasinya menyusul, karena baru diusulkan,” terangnya. Berbeda halnya dengan pendapat dari HM. Djazari, M. Pd Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan Akuntan si, yang menyatakan bahwa nantinya akreditasi menjadi pertimbangan khu sus bagi dibukanya kelas internasional dari kebijakan pendidikan nasional. Melihat kenyataan tersebut, Pem bantu Rektor I (PR I) Prof. Dr. Nurfina Aznam SU, A.Pt menyatakan bah wa tujuan dari dibukanya kelas inter nasional semata-mata adalah untuk para siswa yang mengenyam pendidik
Pelayanan fasilitas kampus belum siap menghadapi adanya kelas internasional
an di Sekolah Menengah Atas yang berbasis Internasional serta guna me
hasiswa kelas internasional, Dessy R Fitriyani mahasiswi jurusan Pendidikan Matematika Internasional 2009 berpen dapat bahwa UNY belum siap membuka kelas internasional karena dosen yang mengajar masih belum konsekuen da lam mengajar. Fasilitas yang diberikan pun masih sama dengan kelas reguler yang biaya SPPnya lebih murah 50% dari kelas internasional serta jalur pe nerimaan mahasiswanya yang terkesan masih dicampur dengan mahasiswa lainnya. Selain itu, tidak ada spesifi kasi kemampuan Bahasa Inggris yang menjadi poin utama penilaian untuk calon mahasiswa kelas Internasional. Ketika hal ini dikonfirmasikan de
tus World Class University (WCU).
Akuntansi, beliau mengungkapkan bah
yang
“Siap tidak siap harus siap,“ begi tulah yang diucapkan PR I guna men jawab pertanyaan seputar kesiapan UNY membuka kelas internasional. Senada dengan PR I Pembantu Dekan II Fakultas MIPA, Dr. Heru Nurcahyo
TIM EXPEDISI
Menanggapi dari pernyataan PR I dan PD II FMIPA, salah satu ma
bersta
universitas
Seharusnya Kesiapan Nomor Satu
UNY membuka kelas internasional untuk meningkatkan popularitas di tengah persaingan perguruan tinggi
salah satu fakultas yang membuka kelas internasional
ngan HM. Djazari, M.Pd selaku Kaprodi
wujudkan
+Bilang aja mau nyaingin UGM, Bu! -(hening)
Kesiapan Kelas Internasional UNY Dipertanyakan
memberikan ruang pendidikan bagi
Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.
SEMPIL
SENTRA
Indra EXPEDISI
EDITORIAL Kesiapan Terletak Dibelakang
berujar, ”Ya ini dalam proses persiap an, tapi kalau dibilang siap ya belum”.
wa kesiapan adalah hal pertama yang menjadi modal
awal membuka kelas
internasional. ”Seharusnya suatu lemba ga harus memperhatikan Instrument ke layakan jika ingin membuka kelas inter nasional, karena tak sepantasnya jika output-nya tidak berkompeten,” jelasnya. Mengejar Status WCU Adanya wacana bahwa dibukanya
kelas internasional hanya mengejar status WCU, dibenarkan oleh Prof. Dr. Nurfina Aznam SU, A.Pt. Ia menya takan bahwa dari status World Class University maka pihak universitas pun akan mendapat profit lebih karena ke percayaan masyarakat akan bertam bah dan peminat pun akan meningkat. Status kelas internasional yang di sandang oleh UNY, sebenarnya be lum layak untuk disebut sebagai kelas internasional. Keadaan yang ada baru menunjukan arah untuk menuju inter nasional. Hal ini diungkapkan oleh Suyoso, M.Si yang menyatakan bah wa kelas internasional di UNY tepat nya disebut sebagai kelas standar inter nasional, bukan kelas internasional. Masih menurut Suyoso, M.Si, kelas internasional mempunyai arti yang luas se perti adanya dosen dari luar negeri, pertu karan mahasiswa asing, dan lain sebagai nya. Padahal, dosen yang mengajar kelas internasional dan fasilitas yang ada relatif sama dengan kelas reguler maupun non reguler. Bedanya hanya ada beberapa mata kuliah yang pengantarnya bahasa Inggris. Sedangkan menurut Dessy, dengan mem bayar lebih mahal 50% tersebut mahasiswa kelas Internasional pun merasa dirugikan. Selain itu, Dessy juga mengungkap
2010 Juli | EDISI IV | EXPEDISI • 3
14/07/2010 11:18:03
Dok.Istimewa
UNY membuka kelas Internasional untuk memberi ruang pada lulusan Sekolah Menengah bertaraf internasional
yang
RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Inter
sempat mem buat mahasiswa kelas internasional iri. Kecemburuan sosial
nasional) dan SBI (Sekolah Bertaraf
kan
adanya kelas
Bilingual
tersebut disebabkan oleh kebanyakan materi pengantar bahasa Inggris me reka yang sama. Namun secara tegas Suratsih M.Si selaku Kepala Program Studi Biologi menyatakan bahwa kelas internasional dan kelas bilingual berbe da. Kelas bilingual dipersiapkan untuk
Internasional) sedangkan kelas Inter nasional diharapkan lebih dari itu. Mau Dibawa Kemana? Menurut Prof. Dr. Nurfina Aznam SU, A.Pt, konsekuensi yang harus dilakukan pihak universitas dengan dibukanya ke las internasional adalah bagaimana ca ranya agar dapat mencetak lulusan yang
PERSEPSI
berkompeten dan dapat diserap pasar guna memperoleh pengakuan publik
Menjadi Mahasiswa !
yang mutlak. Menurutnya, karena kelas Internasional dibuka di jurusan-jurusan kependidikan seperti Pendidikan Ma tematika, Pendidikan Akuntansi, dan Pendidikan IPA, maka link akan dibuka ke sekolah-sekolah yang mempunyai ta raf internasional pula. Pembukaan link tersebut dilakukan melalui program universitas PPL mahasiswa yang ber tugas menjadi guru di sekolah tersebut. Padahal selain link, kompetensi dari mahasiswa itu sendiri juga sangat dibutuhkan, seperti apa yang disam paikan Suratsih, M.Si selaku Kaprodi Pendidikan Biologi bahwa, “Kesiap an harus mencakup SDM, kesiap an pendukung dari dibukanya kelas internasional seperti sarana-prasara na. Untuk SDM ada syarat akademik seperti pengalaman pendidikan, jen
P
jang pendidikan, dan ke arah bahasa“.
Dindadari Arum Jati Yuna, Sandi, Delvira, Indra
EKSPRESPEDIA
4 • EXPEDISI| EDISI IV| Juli 2010
EXPEDISI EDISI 4.indd 4-5
berujung pada pemecatan Dr. Pignier sebagai kepala lembaga dan larangan penggunaan tulisan braille. Karena sis tem itu dianggap tidak lazim, sulit un tuk meyakinkan masyarakat mengenai kegunaannya bagi tunanetra. Salah sa tu penentang tulisan braille adalah Dr. Dufau, asisten direktur L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles. Dufau kemudian diangkat menjadi kepala lem baga baru. Untuk memperkuat gerakan anti-braille, semua buku dan transkrip dengan huruf braille dibakar dan disita. Kegunaan huruf braille terbukti dengan perkembangan murid-murid tunane tra yang begitu cepat. Menjelang tahun 1847, sistem tulisan tersebut diperbo lehkan kembali. Tahun 1851, huruf braille diajukan kepada pemerintah Perancis agar diakui secara sah. Sejak saat itu, penggunaan huruf braille mulai berkembang luas. Pada akhir abad ke-19 sistem diakui se cara universal dan diberi nama ‘tulisan braille’. Di tahun 1956, Dewan Dunia untuk Kesejahteraan Tunanetra (The World Council for the Welfare of the
erubahan adalah keniscayaan. Setiap tahun usia kita semakin lebih dewasa. Setiap hari kita menghadapi tantangan-tanta ngan baru. Oleh karena itu, setiap saat kita mengalami sebuah perubahan. Maka sejatinya pengetahuan tentang perubahan itulah yang akan membuat bagaimana kita menjalani hidup. Karena sesung guhnya cara kita memahami hidup sama dengan cara menjalaninya. Perubahan selalu terasa cepat. Kalau kita tak mam pu ikut dalam arena perubahan atau menjadi aktornya, ma ka sejatinya kita hanya menunggu waktu untuk terlindas ro da perubahan. Karena begitulah kaidah sebuah perubahan. Pada titik ini perubahan radikal terjadi dalam diri kita. Peruba han status dari ‘siswa’ ke ‘mahasiswa’ seharusnya diikuti perubahan paradigma berpikir kita. Karena tak ada gunanya jika status maha siswa yang diidam-idamkan anak muda Indonesia bila sikap dan ka rakter kita masih bermental anak SMA. Maka makna dari ‘mahasis wa’ akan dikhianati. Konteks ini menyatakan menjaga isi itu tidak boleh diab aikan, membangun substansi kokoh sebagai mahasiswa. Menjadi mahasiswa bukanlah menjadi kertas kosong dan ti daklah menjadi seonggok patung yang duduk diam dalam ru ang-ruang kelas saja. Tetapi menjadi mahasiswa ialah menjadi pena yang menggoreskan catatan sejarah dalam lembar-lembar kehidupan dan orang yang menyerap pengetahuan dalam ru ang kelas untuk menyalurkannya dalam medan realitas sosial. Menjadi mahasiswa tidaklah menjadi seorang cerdas dan pin tar saja. Bukanlah menjadi orang yang memenuhi waktunya dengan beragam aktifitas hiburan melenakan.Tetapi menjadi seorang inte lektual yang mempunyai hati dan empati untuk turut larut dalam realitas sosial yang kadang terasa tidak adil dan penuh ketimpangan. Menjadi mahasiswa adalah menjadi orang yang bekerja dalam ruang-ruang kesunyi an, dan membuahkan karyakarya besar. Dan biarkanlah orang mengenal karya kita, tanpa perlu tahu siapa kita. Maka pilihanku dan pi lihanmu bukanlah perkara kita ‘bisa’ atau ‘tidak’ men jadi mahasiswa, tetapi apa kah kita ‘layak’ menjadi mahasiswa. Sebab ‘bisa jadi mahasiswa’ adalah perkara yang berurusan dengan prosedur administrasi saja, tetapi ‘layak ja di mahasiswa’ bertumpu pada diri kita sendiri. Wallahu’alam.
Dok.Istimewa
M
unculnya inspirasi mencipta kan huruf-huruf yang dapat dibaca oleh tunanetra bera wal dari seorang bekas perwira artile ri Napoleon, Kapten Charles Barbier. Barbier menggunakan sandi berupa garis-garis dan titik-titik timbul untuk pesan atau perintah kepada serdadu nya dalam gelap malam. Pesan tersebut dibaca dengan meraba rangkaian kom binasi garis dan titik yang menyusun sebuah kalimat. Sistem demikian kemu dian dikenal dengan sebutan night wri ting atau tulisan malam. Demi menyesuaikan kebutuhan tuna netra, Louis Braille mengadakan uji co ba garis dan titik timbul Barbier kepada beberapa diantara mereka. Ternyata jarijari tangan mereka lebih peka terhadap titik daripada garis. Oleh karena itu, Braille hanya menggunakan kombinasi titik dan spasi. Sistem ini pertama kali digunakan di L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles, Paris, untuk mengajar siswa-siswa tunanetra. Kontroversi mengenai kegunaan huruf braille di Perancis sempat muncul yang
dok.Istimewa
Sejarah Huruf Braille
Koreksi Pilkada dan Otoda
Blind) menjadikan bekas rumah Louis Braille di Coupvray, 40 km sebelah ti mur Paris, sebagai museum. Kini pemanfaatannya semakin ber kembang. Misalnya pada 2006, produ sen alat komunikasi mencoba mengapli kasikan touch pad berhuruf braile pada telepon genggam. Hal tersebut sangat membantu tunanetra menikmati era di gital. (dari berbagai sumber)
Rima Sekarani I.N.
Fiqi Ahmad Presiden ReMa UNY Redaksi menerima artikel, opini, dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi. Tulisan dikirim ke: lpm_ekspresi@yahoo.com
P
ilkada (Pemilihan Kepala Daerah) ibarat dua mata koin, menguntungkan dan merugikan. Dikatakan sebagai sisi yang menguntungkan mana kala Pilkada digunakan sebagai ajang pembela jaran bagi masyarakat setempat mengenai demokrasi dan pengelolaan wilayahnya masing-masing. Akan te tapi, Pilkada justru menjadi bumerang bagi masyarakat ketika penyelenggaraannya banyak kemudharatan. Pe nyelenggaraan Pilkada di setiap kabupaten dan provin si tanpa ada kontrol secara langsung dan tegas adalah dampak dari adanya otonomi daerah, di mana setiap daerah telah memiliki kebijakan di masing-masing wi layahnya. Padahal kita tahu bahwa tak semua daerah layak untuk meng-otonomi daerahnya sendiri, karena sumber daya manusia yang masih terbatas. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Desentralisasi, Prof. Dr. Ryaas Rasyid, “Kalau pemilihnya tidak cer das dan miskin, mereka dibeli yang biasa kita dengar sebagai money politics (politik uang),” ungkapnya di Lombok Post. Kita refleksikan melalui kenyataan saat ini, bagaimana Pilkada menjadi salah satu jalan alter natif yang diperebutkan banyak pihak. Motif kompetisi yang kabur, membuat konsep demokrasi semakin uto pis untuk diterapkan di Indonesia. Pada Orde Baru, otonomi daer ah sangat eksklusif dan mempunyai daya tawar yang tinggi karena syarat berdirinya cukup sulit. Pada saat itu, efisiensi dan ke stabilan sebagai ‘ideologi’ UU 5/74, sangat menonjol. Hal tersebut memiliki arti bahwa suatu daer ah otonom, akan mendapatkan status otonomi setelah melalui fa se persiapan atau transisi. Contoh, sebuah wilayah untuk bisa menjadi kotamadya otonom, harus melalui fase sebagai kota administratif terlebih dahulu selama beberapa tahun. Faktor terebutlah yang dihilangkan atau tidak diperhatikan pada UU No.22/99 maupun UU No.32/2004. Akibat dari kelonggaran dari pemimpin elit oportunis itulah, Pilkada dilaksanakan sebagai wujud demokrasi otonom justru menimbulkan carut-marut, seperti kasus Pilkada yang mengangkat calon-calon gubernur, wakil gubernur hingga bupati dan wakil bupati kontroversial seperti Julia Perez dan Eva Maria. Untuk itulah, perlu kita koreksi kembali otonomi dae rah yang selama ini telah banyak mengalami penyim pangan dalam penyelenggaraannya. Sudah saatnya, pemerintah merevisi kembali undang-undang tentang otonomi daerah. Bukan tak mungkin apabila otono mi daerah justru bisa membuat disintegrasi keutuhan NKRI.
Pratina Ikhtyarini Jurnalis EXPEDISI
2010 Juli | EDISI IV | EXPEDISI • 5
14/07/2010 11:18:04
Peran UPBK Tidak Nampak Indra EXPEDISI
“Sosialisasi UPBK selama ini hanya lewat leaflet dan dari lisan ke lisan,” kata Sri Iswanti, M.Pd., kepala UPBK waktu ditemui di kantor jurusan. pacar.” Sama halnya dengan Gita, ma hasiswa Pendidikan Sejarah 2008 yang belum pernah berkunjung ke UPBK padahal fakultasnya dekat. Jika ada masalah, dia lebih memilih bicara dengan temannya. “Lagi pula tertutup terus kok,”tandasnya. Kurangnya sosialisasi ini diakui oleh Sri Iswanti, M.Pd. bahwa ketika OSPEK mereka tidak diberikan kesem patan untuk bicara memperkenalkan UPBK oleh panitianya, padahal PR III telah memberikan kesempatan untuk mensosialisasikannya. Untuk alternatif nya, pihak UPBK melakukan sosialisasi lewat leaflet dan dari mulut ke mulut.
Atapnya terlalu rendah sehingga memberikan kesan pengap. Pada hal dulunya ruang UPBK terbuka UPBK tidak hanya melayani mahasiswa, tetapi juga karyawan dan masyarakat sekitar. namun letak UPBK yang tidak strategis membuatnya sepi pengunjung.
U
PBK (Unit Pelayanan Bimbi ngan Konseling) berperan untuk menjadi tempat bimbingan ke tika ada mahasiswa yang bermasa lah, membantu menyelesaikannya dan berkonsultasi bidang akademik serta mengembangkan potensi. Pernyataan tersebut terlontar dari kepala UPBK Sri Iswanti, M.Pd. Didukung oleh PR III, Prof. Dr. Herminarto S. yang me ngatakan, “UPBK untuk memberikan pelayanan bimbingan pada mahasiswa yang mendapatkan masalah akademik.” Selain sebagai tempat bimbingan mahasiswa untuk mengkonsultasikan masalah mereka, Sri Iswanti, M.Pd menerangkan UPBK juga membuka pelayanan untuk karyawan dan keluarga beserta masyarakat umum. Mahasiswa dan karyawan yang berkonsultasi ke UPBK tidak dipungut biaya sedangkan untuk masyarakat umum diambil seke darnya saja. Sosialiasi UPBK Kurang Dibuka pukul 08.00-13.00 Wib, UPBK Nampak sepi setiap harinya. Pintu UPBK pun terkunci, ketika melongok kedalam lewat pintu akan terlihat ruang sempit yang berisikan almari berderet, tidak nampak adanya penjaga UPBK
6 • EXPEDISI| EDISI IV| Juli 2010
EXPEDISI EDISI 4.indd 6-7
didalam sana. Ketika di ketuk pintu pun tidak ada sahutan hal ini menandakan bahwa UPBK memang tidak dijaga, pa dahal masih menunjukkan Pukul 10.00 Wib. Dipintu masuk UPBK yang meng hadap ke utara akan terlihat menempel kertas bertuliskan jadwal piket UPBK, pergantian jaga dimulai Pukul 11.00 Wib. Keadaan sepi UPBK ini diklarifikasi oleh Sri Iswanti, M.Pd sebagai ketua UPBK bahwa, “Ya karena masih jam kuliah jadi mereka mengajar.” Hal ini dimak lumi oleh PR III, Prof. Dr. Herminarto S. “Mereka tidak setiap hari ada disana, karena tugas utama mereka kan sebagai dosen, ya tugas mereka mengajar.” “Fikiran positif kami kan mahasiswa tidak punya masalah, ya negatifnya karena sosialisasinya kurang,” ungkap Sri Iswanti, M.Pd. Seorang mahasiswa dari FT (Fakultas Teknik) Andika Sapta PT. Elektronika, 2008, menyatakan tidak tahu keberadaan UPBK, alasannya karena tidak pernah dikenalkan tentang UPBK. Senada dengan Andika S, Seno Catur S. PT. Teknik Mesin 2008 mengatakan, “Tidak tahu UBPK ya karena tidak pernah mendengar, kalau ada ma salah mending cerita sama teman atau
Terutama untuk sosialisasi kepada ma syarakat umum, pihak UPBK melaku kan sosialisasi lewat pengabdian ma syarakat dan website. “Dulu pernah ada kesempatan masuk ke fakultas-fakultas tetapi sekarang sulit, mungkin karena proses pembelajaran yang sudah padat,” tambahnya. Kantor UPBK di Balik Gedung Museum Pendidikan Letak kantor UPBK dibelakang Muse um pendidikan sebelumnya adalah tem pat registrasi ketika Sri Iswanti, M.Pd. menjadi mahasiswa dulu. Sebelumnya kantor UPBK adalah sebgaian dari ba ngunan museum. Akan tetapi, museum mengalami perluasan ditahun 2008 sehingga kantor UPBK digeser di ruang dibelakangnya. Menurut cerita Sri Iswanti, M.Pd., pernah ada yang menanyakan, “UPBK dimana tho?” katanya menirukan ga ya bicara pengunjungnya. Letak miliki pengaruh tersendiri terhadap pengunju ng. Pengunjung tidak mudah menemu kannya. Dia lalu memberikan gambaran ru angan tersebut, atapnya terlalu rendah sehingga memberikan kesan pengap. Padahal dulunya ruang UPBK terbu ka, sudah memiliki sekat-sekat untuk kenyamanan pengunjung, “Privasi se
seorang kan dibutuhkan ketika menceri takan masalahnya,” katanya. UPBK juga tidak memiliki staf khu sus, hanya ada satu pegawai administrasi dan satu pegawai pembersih, itu pun merangkap kerja di rektorat. “Pernah minta, tapi belum diijinkan,” kata Sri Iswanti, M.Pd. PR III mengklarifikasi pula mengenai ketiadaan staf khusu ini, “Belum ada penggantian, karena semua tergantung dari pusat, kalau tidak ada informasi untuk itu ya belum bisa mengangkat pegawai,” katanya. Pembangunan Kantor Baru UPBK Sri Iswanti, M.Pd menerangkan pu la tentang pembangunan kantor UPBK yang sudah direncanakan ditanah ko song antara Puskom dan Lemlit, dan akan berhadapan dengan aulan FT yang lama. “Kantor UPBK sekarang ini hanya bersifat sementara karena mulai tahun ini sudah merencanakan pembangunan gedung baru bersama pihak rektorat,” kata Sri Iswanti. Pihak UPBK sendiri sudah membuat desain yang sesuai dengan keinginan me reka. Gedung ini rencananya terdiri dari dua lantai, lantai satu untuk koperasi atau minimarket dan kantor Darma Wa nita UNY. UPBK akan menempati lantai dua dengan alasan untuk menjaga pri vasi. Perencanaan ini dibenarkan oleh PR II, Drs. Sutrisna Wibawa, M.Pd
Indra EXPEDISI
TEPI
Letak UPBK di tempat registrasi lama dibelakang Museum Pendidikan. sepi tak ada pengunjung dan pintunya pun terkunci.
ketika ditemui dikantornya, “Ya, nanti kantornya akan di perluas di antara Puskom-Lemlit.” Perluasan program UPBK pun di tambah. UPBK akan mengaktifkan kon seler sebaya. Konseler ini akan diambil dari mahasiswa UNY yang berminat, mereka akan mendapatkan pelatihan untuk menjadi seorang konseler. “Pro gram ini bekerja sama dengan PR III, mungkin baru dilaksanakan sehabis le baran karena sekarang terbentur dengan libur.” Kata Sri Iswanti, M.Pd., kepala UPBK. Sri Iswanti menambahkan pro
INFO KAMPUS Teater Drama dan Musikal Unstrat
Bertempat di gedung laboratorium karawitan (10/7), unstrat mengadakan per tunjukkan drama musikal. Dimulai pukul 19.00 WIB, dibuka dengan pertunjuk kan musikalisasi puisi oleh grup musikalisasi Unstrat. Kemudian serangkaian acara pun dilaksanakan, yakni: Drama teater berjudul “Mandor”, dilanjutkan musikalisasi puisi, dan terakhir monolog berjudul “Demonstrasi”. Acara ini bertema “siluet Improvisasi unstrat”. Hingga selesai acara ini berjalan lancar.
Mutaya
Orkestra di Auditorium
KAMIS (8/7) Auditorium UNY, Pukul 19.00 WIB dimulai konser musik berta juk “Tribute to Yuana Arifin”. Acara ini diadakan dalam rangka mengenang al marhum Yuana Arifin. Acara yang diadakan oleh istri beliau Heni Kusumawati yang juga selaku Kepala Jurusan Musik FBS ini menampilkan karya-karya mu sik Yuana Arifin. Acara berlangsung dengan nada-nada indah dari karya-karya Yuana Arifin. Jaka
UpGrading HIMA PKnH SENIN (12/7) Camping Ground Garongan, Wonokerto, Turi, Sleman, digunakan mahasiswa jurusan PKnH untuk berkemah selama dua hari dari tanggal 12-13 Juli 2010. Acara Upgrading ini digunakan sebagai ajang menambah kesolidan anggotanya. Peserta ugrading ini selain pengurus HIMA diikuti juga oleh panitia OSPEK jurusan dan panitia MAKRAB.
Efendi
gram kerja lain yang masih dilaksa nakan ialah program kerja hari senin untuk penulisan skripsi dan hari selasa untuk program percepatan perencanaan karir. Sayangnya program kerja ini masih di kampus FIP (Fakultas Ilmu Pendidikan).“Semestinya menyeluruh, tapi masih agak kesulitan, jadi semen tara di FIP dulu,” tambah Sri Iswanti, M.Pd.
Mutayasaroh Rima, Muhammad, Septi
SURAT PEMBACA Apa Ada yang Diistimewakan? UNY mempunyai banyak UKM. Tentunya juga mempunyai kewajiban memenuhi fasilitas UKM demi kelancaran kegiatan UKM sendiri. Namun ternyata ada perlakuan berbeda yang dirasakan terhadap masing-masing UKM.Salah satu contoh adalah UKM Catur yang sudah la ma mengajukan proposal untuk pembelian satu unit komputer ternyata belum juga dipenuhi oleh pihak universitas. Pengajuan komputer ini di anggap sangat penting sekali dalam memperlan car semua aktivitas dan kegiatan-kegiatan yang diagendakan UKM Catur. Jika melihat UKM lainnya, hampir semua sudah mendapatkan fasilitas komputer . sampai saat ini belum kami ketahui apa alasan yang tepat dari pihak universitas atas tertundanya permintaan kami. Karena fasilitas komputer dirasakan sangat pen ting setiap saat, maka dari itu UKM Catur berini siatif menyisihkan sebagian uang kas yang diam bil dari pemotongan uang pembinaan atau setiap kali mendapatkan juara dalam kompetisi-kompe tisi catur yang diselenggarakan oleh instansi luar universitas. Dana urunan yang digunakan untuk membeli komputer itu seharusnya bisa dialokasikan untuk kegiatan atau fasilitas lain UKM Catur. Jika kom puter dari rektorat dikabulkan.
Ali Faozi Mahasiswa AKP 2010 Juli | EDISI IV | EXPEDISI • 7
14/07/2010 11:18:08
RESENSI
F
ilm bergenre drama garapan Lola Amaria ini seperti oase di tengah gurun pasir perfilman Indonesia. Film yang penuh dengan informasi ter kait kehidupan TKW (Tenaga Kerja Wa nita) ini mengajak kita ke dalam pere nungan mendalam tentang bagaimana menghargai dan menghormati profesi TKW yang selama ini kita pandang se belah mata. Film berdurasi kurang lebih 2 jam ini mengisahkan tentang kehidup an para tenaga kerja wanita Indonesia di Hongkong dengan fokus cerita pa da kehidupan TKW bernama Mayang (Lola Amaria) dan Sekar (Titi Sjuman). Mayang dan Sekar adalah kakak bera dik asal Jawa Timur yang digambarkan tidak harmonis hubungannya dalam keluarga. Perlakuan ayah mereka yang mengan akemaskan Sekar sebagai adik ternyata menghantui Mayang sehingga membentuk karakter Mayang yang min der, dingin, dan selalu merasa dinomor duakan. Mayang adalah anak pertama dari pasangan Sukardi dan Lastri, yang
disuruh ke Hong Kong untuk mencari tahu keadaan adiknya yang tidak lagi menggambarkan kondisinya selama be berapa bulan. Secara emosional film ini mampu menghadirkan deraian air mata para pe nontonnya. Betapa tidak, adegan demi adegan yang dibawakan secara apik oleh para pemainnya, ditambah dialog cer das yang mampu membawa penonton untuk sementara hijrah ke Hong Kong menelusuri kehidupan para TKW disa na. Bagaimana kisah seorang Mayang selaku tokoh sentral bergelut di antara rasa benci sekaligus sayang kepada adik kandungnya sendiri, Sekar. Kisah per cintaan dan pola hubungan pertemanan di antara sesama TKW di Hong Kong ini juga menjadi sajian yang tidak kalah menarik untuk dijelajahi. Film inipun menjadi lebih hidup dengan dialog khas Jawa Timuran, dan selalu terdengar di setiap minggu pagi di Victoria Park, Hong Kong. Film ini cukup komunikatif dan be berapa adegannya mampu menggugah
Doc. Istimewa
Kehidupan (Pahlawan Devisa) di Hong Kong Durasi Sutradara Produksi Pemain
: 120 Menit : Lola Amaria : Pic[k]lock Production : Lola Amaria Titi Sjuman Donny Alamsyah Imelda Soraya Permatasari H.
emosi kita. “Sari, bilang sama Se Jun bahwa kita harus menyadari dan mene rima kekurangan kita dengan lapang da da, supaya olok-olok orang lain atas ke kurangan kita tidak kita sikapi dengan salah, sehingga kita tidak dihantui oleh itu semua sepanjang hidup kita”. Be gitulah kira-kira dialog mengena yang disampaikan oleh tokoh Mayang dalam film Minggu Pagi di Victoria Park.
Rista Rahayu Cahayaningrum
2010 Juli| EDISI IV | EXPEDISI • 8
EXPEDISI EDISI 4.indd 8
14/07/2010 11:18:10