EXPEDISI MEMBANGUN BUDAYA KRITIS
EDISI V | Oktober 2010
MPI: Proyek Setengah Jadi Berbagai permasalahan dalam museum akibatkan fungsi dan tujuannya dipertanyakan.
TEPI
Mahasiswa yang mendaftar UKM menga lami penurunan. Padahal UKM sendirimem beri kontribusi bagi pengembangan kreat i vitas mahasiswa. Inikah akibat target lulus cepat dari universitas? (hal. 6)
PERSEPSI Museum kini masih sa ja dipandang sebelah mata oleh generasi muda. Semen tara itu, kini kita hidup da lam era yang mementingkan citra. Lalu apa yang diperlu kan? (hal. 5)
RESENSI Seorang penggoyah pakem yang sudah lama mengakar di masyarakat akan se lalu mendapat tanta ngan, tidak terkecuali Ahmad Dahlan. Inilah film garapan Hanung Bramantyo yang sarat inspirasi. (hal.8)
EDITORIAL
POLLING
Rektorat Tak Serius Berdayakan Museum!
Mahasiswa UNY Enggan Kunjungi MPI
Harapan yang tinggi seringkali tak sejalan de ngan usaha yang dilakukan. Kiranya itulah ung kapan yang pantas untuk menilai keseriusan Biro krat Kampus UNY dalam penggarapan Museum Pendidikan Indonesia (MPI). Dua tahun setelah diresmikan, bukannya semakin dipadati pengun jung, museum seak an terasing di kampus sen diri. Buah cita-cita yang dulu digagas Sugeng Murdiyono (alm.) ini pun kini hanya jadi salah satu fasilitas (lain) di UNY yang jarang dijamah mahasiswa. Masalah yang kami temukan sangat menda sar dan kompleks. Tidak adanya SK bagi personperson yang bekerja memberdayakan museum, atap yang tidak boleh diganti, hingga sosialisasi yang minim di kampus sendiri membuat museum makin tidak menarik. Idealnya, ketika museum telah diresmikan, pihak birokrat mesti sadar dengan segala konse kuensi yang mesti mereka tanggung. Sementara sejak MPI berdiri, belum ada SK yang mengatur struktur organisasi museum. Tentu saja perma salahan ini berimbas pada tenaga kerja yang di butuhkan. Bagaimana mungkin sebuah museum akan diberdayakan tanpa adanya Bagian Pemeli haraan dan Kuratorial yang memegang peranan penting? Masalah atap yang bocor juga tak ketinggalan. Jangan mentang-mentang Gedung MPI dulunya adalah Gedung Rektorat IKIP, hatta masalah atap saja tak boleh direnovasi. Dengan alasan historis macam itu, perkembangan museum yang esensi nya menampilkan sejarah yang lebih besar akan terhambat. Kami harap MPI diberdayakan secara serius. Tahun 2010 yang dicanangkan pemerintah seba gai tahun kunjung museum sudah hampir pergi, sementara apa yang kita lakukan belum selayak nya terpenuhi.
Pimpinan Proyek| Mutaya Sekretaris| Sandi Bendahara| Inas Redaktur Pelaksana| Aufa Redaktur | Indra, Rizal Reporter| Mutaya, Inas, Rima, Rizal, Sandi, Efendi, Aufa, Septi Redaktur Foto | Rizal Artistik|Azka, Efendi, Andra Produksi| Rista Iklan| Septi Sirkulasi| Rizal Alamat| Gedung Student Center Lt. 2 Karang Malang Yoyakarta 55281 email : lpm_ekspresi@yahoo.co.id Web | www.ekspresionline.com Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.
SEMPIL + Untuk efisiensi, jangan banyak orang dulu (yang bekerja).... - Untuk efisiensi atau memang gak punya dana, Pak?
2 • EXPEDISI| EDISI V| Oktober 2010
Bagaimanakah pendapat para mahasiswa terhadap keberadaan Museum Pendidikan Indonesia (MPI) di UNY? Untuk mengetahui nya, tim riset buletin EXPEDISI mengadakan polling. Metode yang digunakan adalah kuantitatif jenis stratified random sampling probability dan pertanyaan tertutup. Penghitungan sampel menggunakan rumus Slovin dengan sampling error 5%. Dari jumlah keseluruhan 30.372 mahasiswa, diperoleh sampel sebanyak 395 ma hasiswa. Angket disebar dengan menggunakan rumus penghitungan populasi heterogen karena jumlah mahasiswa di setiap fakultas ber beda. Angket terdiri dari 2 pertanyaan dan 12 pernyataan.
Dari pertanyaan tentang apakah mahasiswa tahu bahwa UNY me miliki MPI, 88,6% dari sampel menjawab ya, 8,4% menjawab tidak, dan 3% tidak menjawab. Jawaban tersebut menjadi ironis karena 57,5% sampel belum pernah mengunjungi MPI, 39% sudah pernah, dan 12% tidak menjawab. Mereka yang pernah berkunjung sebagian besar karena mengik uti program kampus, seperti kegiatan kunjungan ketika Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK). Mahasiswa sangat setuju (10,4%) dan setuju (43%) bahwa letak MPI tidak strategis, sementara 15,4% menjawab ragu-ragu, 23,5% tidak setuju, 7,2% menyatakan sangat tidak setuju, dan 0,5% tidak menjawab. Pemandu wisata yang bertugas memandu pengunjung MPI sering tidak ada. Padahal 41,3% dari sampel sangat setuju, 39% setuju, 8,6% ragu-ragu, 5,6% tidak setuju, 4,3% sangat tidak setuju, dan 1,3% ti dak menjawab terkait pernyataan bahwa seorang pemandu museum sangat penting untuk membantu pengunjung memahami apa yang ada dalam MPI. Dari data yang telah disampaikan sebelumnya, mayoritas mahasiswa UNY belum pernah mengunjungi MPI. Media promosi yang diguna kan untuk mempromosikan MPI selama ini, ternyata belum cukup untuk menarik minat mereka. Sebagian besar dari mereka tidak se tuju dengan pernyataan bahwa sosialisasi dan promosi MPI sudah efektif dan tepat sasaran.
Tim EXPEDISI
SENTRA
MPI, “Hanya” Proyek Pencitraan UNY
Rizal |EXPEDISI
Setelah dua tahun peresmiannya, Museum Pendidikan Indonesia (MPI) se lalu terlihat sepi pengunjung. Selain ruangan yang kurang luas dan koleksi museum yang sedikit, sosialisasi yang minim di lingkungan kampus dite ngarai menjadi penyebabnya
Ruangan museum yang memamerkan alat-alat penelitian, komputer dan mesin ketik lama
T
erletak di sebelah utara Gedung Rektorat UNY, MPI mengklaim menjadi satu-satunya museum di Indonesia yang menyuguhkan penjela san tentang perkembangan pendidikan. Hal tersebut diungkapkan Drs. HY Agus Murdyastomo, M.Hum, Ketua Tim Pe ngembang Museum. “Dibuat museum se perti itu, harapannya tidak sekedar men jadi benda mati. Di samping mengoleksi benda-benda masa lalu, arsip, dan lain-la in, kami punya mimpi besar agar museum tersebut dijadikan sumber penelitian yang dapat dikaji ulang,” ungkapnya. Sayangnya, niat baik itu tidak diba rengi dengan keseriusan dari semua ka langan. Terutama dari para pengambil kebijakan yang mengatur dan mengurusi segala sesuatunya tentang museum. Ba nyak permasalahan dan kekurangan yang masih ada di sana-sini. Mulai dari tidak adanya SK untuk museum, kelayakan gedung, sampai sosialisasi yang kurang maksimal.
Bekerja Tanpa SK SK yang seharusnya ada untuk me
ngurusi bangunan dan pertanggungja waban sebuah museum ternyata tidak ada. Bahkan struktur organisasi museum yang baru-baru ini menjalin kerja sama dengan sebuah museum di Belanda ini hanya berdasar azas sukarela dari ma sing-masing orangnya. “Jadi kami be kerja itu tanpa SK. Ditunjuk: kamu ja di ini, kamu jadi ini, tanpa SK. Karena SK akan memiliki konsekuensi dengan dana. Yang menunjuk tim itu pihak rek torat,” terang Agus. Hal ini diamini oleh Drs. Sutrisna Wibawa, M.Pd, Pembantu Rektor (PR) II, “Kalau SK itu kan per soalan administrasi, karena masih dalam pengembangan, masih dalam proses,” ungkapnya. Di samping itu, struktur organisasi MPI juga tidak jelas. Menurut Agus, setiap museum sebaiknya mempunyai struktur organisasi yang mencermin kan tugas dan fungsi museum. Idealnya sebuah museum memiliki beberapa pe gawai yang mengurusi tiap-tiap bagian. Seperti Bagian Tata Usaha Museum, Ba gian Kuratorial, Bagian Konservasi dan
Preparasi, Bagian Bimbingan dan Publi kasi, Bagian Registrasi dan Dokumentasi dan Perpustakaan. “Tapi karena kami ini volunter, ya tidak bisa setiap saat ada. Akhirnya semuanya kan menjadi pe kerjaan saya, Mas Asnan, dan Mas Tri. Saya cuma dibantu dua orang itu beser ta tim pengembang,” sambungnya. Me nanggapi hal ini, Sutrisna memandang bahwa “untuk efisiensi, jangan banyak orang dulu”. Namun, efisiensi yang diungkapkan Sutrisna harus berhadapan dengan ku rangnya tenaga kerja yang dibutuhkan oleh museum. Dua orang pekerja dirasa belum mampu untuk menangani tugastugas sehari-hari di dalam MPI. “Ya jelas kurang, Mas. Museum itu kan sebuah kantor. Tiap bagian itu harus ada yang menangani. Ada yang merestorasi koleksi, ada yang mengurusi arsip, ada yang bersih-bersih. Lha yang di museum kita itu kan yang bersih-bersih itu me rangkap juga sebagai penerima tamu. Jadi meski sebagai petugas kebersihan dia juga saya minta agar pakaiannya ju
2010 Oktober | EDISI V | EXPEDISI • 3
Rizal |EXPEDISI
ga pantas,” tambah Agus. Gedung Tidak Ideal Kendala yang lain adalah koleksi mu seum yang sangat sedikit dan ruangan museum yang kurang luas. Hanya ada empat ruangan yang dipergunakan seba gai ruang pameran dan dua lainnya ma sih belum bisa dipergunakan. Menurut Agus, rencananya dua ruangan itu akan digunakan sebagai ruang pemutaran film dan ruang diorama. Ia juga meng ungkapkan bahwa memang sebenarnya gedung yang sekarang jadi museum itu bukan diproyeksikan untuk menjadi bangunan museum seperti sekarang. “Gedung yang sekarang museum itu sebenarnya gedung rektorat IKIP, dijadi kan gedung registerasi, kemudian dialih fungsikan sebagai museum pendidikan. Sebenarnya gedung itu tidak ideal dijadi kan museum. Akan tetapi, mengingat ge dung itu adalah gedung yang bersejarah, maka dilestarikan. Maka ketika saya mau merenovasi atapnya, tidak boleh. Meski atap itu menimbulkan kendala, yaitu bocor yang sulit dikendalikan,” kata Agus. Ditanya mengenai koleksi museum yang sedikit, Agus mengatakan bahwa sebenarnya koleksi yang ada di museum belum semuanya dipamerkan karena masalah ruangan yang sempit dan sudah penuh sehingga tidak bisa jika semua barang-barang disajikan.“Masih ada dua
Sepeda kumbang yang identik dengan kendaraan guru zaman dahulu, menghiasi ruang depan museum
lemari yang ada di rektorat, saya belum berani menempatkan, karena koleksinya berupa buku. Kita mau menempatkan buku-buku itu di museum, tapi nanti dulu, masih bocor. Kalau buku kena air, hancur!” lanjutnya. Minim Pengunjung Rahardian, mahasiswa Kebijakan Pendidikan yang sudah pernah berkunjung ke MPI mengungkapkan bahwa museum yang digagas pertama kali oleh Prof. Sugeng Mardiyono, P.Hd (alm.) dan Sardiman AM, M.Pd itu tidak menarik. “Udah pernah kesana, luma yan tapi ruangannya kecil kayak bukan museum,” kata mahasiswa angkatan 2009 itu. Hal senada juga diungkapkan Ida dari jurusan Kebijakan Pendidikan. “Tahunya cuma sepeda dan buku-buku
itu. Gak menarik karena se pi,” ujarnya. Prabowo Fauzi yang mulai masuk UNY ta hun 2006 juga mengatakan hal yang sama, “Gak pernah masuk museum.” Menanggapi komentar para mahasiswa, Agus menyata kan bahwa pihaknya sudah gencar melakukan sosialisasi terkait MPI. Dinas Pariwisa ta pernah mengadakan acara di sana, Dhimas dan Diajeng Sleman juga pernah ber kunjung, sementara media baik cetak maupun elektronik tak jarang meliput kegiatan-kegiatan di MPI. “Kalau ada yang belum tahu ya mereka berarti tidak baca media. Lewat leaflet, lewat media cetak, elektronik, lewat kegiatan-kegiat an, banyak,” sambungnya. Pendapat yang lain justru diungkapkan oleh Asnan yang bertugas sebagai pe mandu museum. “Kalau museum sepi, sekarang kita lihat pengertian museum, menurut saya museum adalah lembaga nonprofit, dan juga dalam sebulan ini berapa kali kita pergi mengunjungi mu seum dari pada jalan-jalan ke mall?” ke luh Asnan yang juga alumnus UNY ini.
Rizal S. Nugroho Aufa, Inas, Mutaya, Rima, Efendi
EKSPRESPEDIA Hubble, Teleskop yang Hampir Pensiun
dok. ISTIMEWA
S
ejak dahulu manusia memimpikan agar dapat mengeksplorasi ruang angka sa sembari meramalkan masa depan melalui ilmu perbintangan. Awal abad ke-17, Galileo Galilei berhasil mengembangkan teleskop yang dapat mem bantu kegiatan penelitian ruang angkasa. Namun, kegiatan observasi luar angka sa dengan teleskop astronomi temuan Galilei tidak sepenuhnya dapat membantu meneropong seluruh penjuru sudut ruang angkasa secara jelas karena terhalang atmosfer. Mulai 1969, Amerika Serikat melancarkan proyek pemasangan teleskop bernama Hubble, yang diambil dari nama seorang ilmuwan astronomi terkenal Amerika, Edwin Hubble. Teleskop ruang angkasa Hubble pertamakali diluncurkan pada 25 April 1990. Teleskop ruang angkasa Hubble mengitari bumi pada ketinggian 610 kilometer dari permukaan bumi. Panjang teleskop ruang angkasa Hubble 13,3 meter dengan garis tengah 2,4 meter dan berat 11,6 ton. Teleskop ini dapat melihat sasaran ham pir 10 miliar kali lebih tajam dibanding daya penglihatan manusia. Mengitari bumi dengan kecepatan 8 kilometer per detik, teleskop ini mampu melakukan kegiatan observasi dan ilmiah untuk mengumpulkan berbagai informasi tentang kosmos, termasuk pengambilan foto tentang tabrakan sebuah komet pada tahun 1994 dan hasil-hasil observasi tentang proses lahirnya sebuah bintang. Teleskop ini juga telah menemukan beberapa galaksi tertua yang sejauh ini belum pernah diketahui. Menurut para ilmuwan, galaksi-galaksi tersebut terbentuk 600 juta tahun setelah Big Bang. Teleskop Hubble sangat banyak membantu para ilmuan dalam mempelajari, mengobservasi dan memahami tentang jagat raya. Hubble juga pernah mengambil foto tentang keberadaan Black Hole atau Lubang Hitam secara nyata dan membuktikan keberadaan planet di luar sistem tata surya pada 2008. Hubble adalah teleskop angkasa yang berhasil menemukan Xena, planet ke-10 beserta Gabrielle, satelitnya. Tak lama lagi, teleskop Hubble akan mengakhiri masa tugasnya dan digantikan oleh teleskop James Webb.
Rista R Cahyaningrum
4 • EXPEDISI| EDISI V| Oktober2010
PERSEPSI
Museum : Pencitraan untuk Pemaknaan Baru “Bangsa yang arif adalah bangsa yang menghargai sejarah”
Repro Azka | EXPEDISI
Selama ini, museum sering kali dimaknai sebagai tempat pe nyimpanan benda-benda (artefak) warisan masa lampau belaka. Di kalangan generasi muda, museum bahkan menjadi semakin tidak populer dan kurang menarik lagi. Hal ini ditandai dengan kian me madatnya aktifitas generasi muda di ruang-ruang publik yang lebih menjanjikan modernitas, seperti mall atau hipermarket dari pada berkunjung ke museum. Tidak heran jika generasi muda lebih akrab dengan perilaku konsumtif yang sudah menghegemoni dalam masya rakat kapitalistik. Melalui museum, setiap generasi dapat memantau akselerasi dan dinamika perubahan sosial budaya suatu bangsa. Di museum terdapat rekaman jejak perjalanan sejarah masa lampau yang dapat dijadikan wahana untuk merefleksikan apa saja, ke arah mana, dan seberapa jauh kita berubah. Ia merupakan cerminan sebuah dinamika perja lanan bang sa. Generasi baru tidak sekedar da pat meli hat, namun juga dapat berdialog untuk mempelajari, meng kritisi, mengembangkan, dan membangun budaya serta peradaban bangsa sesuai dengan zaman nya, sehingga sejarah buruk yang pernah di alami oleh bangsa ini tidak terulang. Di tengah kondisi museum yang kian di tinggalkan oleh masya rakat, perlu pencitra an baru atas museum sehingga museum dapat dimaknai secara lebih kon struktif dan sesuai dengan kon teks kekinian di era imagologi. Pada era ini, citra lebih penting daripada esensi. Museum perlu menata diri un tuk bertransformasi menjadi museum dengan citra baru yang lebih berka rakter. Perlu penempatan dan penam pakkan museum di ruang publik yang strategis sehingga eye catching. Dengan demikian, pengunjung mu seum dari kalangan generasi muda memiliki ketertarikan dan kemu dahan akses terhadap museum yang telah direvitalisasi. Museum laksana oase yang tak pernah kering untuk digali dan dikaji simbol-simbol kearifan yang sarat akan makna. Museum-mu seum yang terserak adalah keping-keping puzzle yang perlu dikum pulkan dan direkatkan kembali sehingga menjadi sebuah mozaik yang dapat memberikan gambaran sejarah suatu bangsa yang lebih komprehensif dan bermakna bagi kehidupan generasi berikutnya. Selamat menjelajahi museum!
Ariefa Efaningrum Dosen jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan
Inlander dan Kesetiakawanan Pernahkah kita bayangkan di masa depan anak cucu kita dipimpin oleh orang-orang asing? Semua sumber perputaran ekonomi dimiliki oleh bule, juga terulangnya kerja paksa. Anak cucu kita akan men jadi kuli di semua tempat kerja karena ijazah yang dulu mereka cari tidak berfungsi apa-apa, karena tujuan mereka bersekolah untuk kerja bukan untuk belajar. Hal di atas mungkin terjadi, bahkan bisa diper cepat bila yang melakukannya adalah seorang yang memegang tampuk kepemimpinan bangsa ini, dita ngannya masa depan bangsa ini diserahkan, kepada bangsa sendiri atau bangsa lain. Rabu (15/6), Presiden SBY mengundang Profesor David Ellwood berbicara dalam acara Presidential Lecture di Istana Negara, Jakarta. Dihadiri juga oleh Wapres Boediono, pimpinan BUMN, rektor pergu ruan tinggi, sejumlah perwakilan negara-negara sa habat, serta kalangan praktisi media massa. Acara tersebut berisikan materi kuliah tentang penciptaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan kese jahteraan rakyat. Perkuliahan tersebut dirasa sangat tidak diper lukan, sebab hal tersebut mengesankan kita adalah inlander yang perlu dikuliahi pihak asing. Mental Inlander merupakan sikap kurang percaya diri atau bahkan merasa rendah diri di hadapan bangsa lain sekaligus menakar kapasitas diri serta bangsanya le bih kecil. Sehingga kita merasa rendah diri terhadap bangsa sendiri. Sikap ketidakpercayaan, berlebihan mengagu mi, dan sikap rendah diri tersebut banyak contoh nya. Tak usah jauh-jauh kita menilik Freeport yang membeli dua buah gunung kita seharga lollipop, kita dapat dilihat melalui realita empiris sekitar kita. Ba gaimana sikap tak menghargai kawan sendiri yang berprestasi, misalnya, tak dihargai hanya karena per bedaan perspektif. R.A. Kartini lebih dulu memahami nasionalisme daripada Soekarno dan Hatta, tetapi dengan lebih Indonesia. Kartini memaknainya sebagai “rasa ke setiakawanan”, yang dalam masyarakat inlander tak terdapat rasa kesetiakawanan itu. Kesetiakawanan lah, yang membuat perbedaan menjadi kekuatan be sar dalam mengangkat harkat dan martabat bangsa di hadapan bangsa lain. Dimulai dari hal yang sederhana, nasionalisme dapat terbangun perlahan. Einstein pernah menga takan bahwa Tuhan pasti menciptakan dunia ini se sederhana E=MC2, seperti halnya dia merumuskan teori relativitas yang begitu rumit menjadi sangat sederhana. Dalam kesetiakawanan ada keberterimaan terha dap perbedaan sekaligus demokratis dalam pemiki ran. Mengutip Pramoedya Ananta Toer “...berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam per buatan.”
Jaka Hendra Baittri Jurnalis Expedisi
2010 Oktober | EDISI V | EXPEDISI • 5
TEPI
Runtuhnya Minat Menimpa Atap SC Paradigma keutamaan nilai akademik dan anggapan mengenai ketidakpen tingan berorganisasi membuat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sepi pen daftar baru. Lalu dimanakah fungsi UKM? Indra | EXPEDISI
Salah satu sudut lorong Student Center yang sepi
P
roses Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) untuk tahun ajar an 2010-2011 telah berakhir di UNY. Rangkaian acara OSPEK pun te lah dilaksanakan oleh mahasiswa ba ru (maba). Dalam rangkaian OSPEK sendiri ada suatu acara, yaitu Display UKM. Acara ini memang ditujukan khu sus untuk menarik minat maba masuk dan berkegiatan di UKM yang ada di UNY. Setelahnya, para pengurus UKM pun disibukkan dengan acara stanisasi dan proses Penerimaan Anggota Baru (PAB) bagi UKM-nya. PAB dimaksudkan untuk regenerasi organisasi. Di UNY sendiri terdapat be berapa UKM yang tergabung di Student Center (SC). Dalam proses PAB tahun ini beberapa UKM dapat memenuhi tar getnya atau mendapat anggota baru se suai dengan jumlah yang direncanakan, seperti UKM Serufo dan Madawirna. Namun, ada banyak pula UKM yang mengeluhkan tentang adanya penuru nan jumlah maba yang ikut atau men daftar UKM. Student Activity Forum of Foreign Languages (Safel), Unit Sastra dan Teater (Unstrat), dan Karate adalah be berapa dari sekian UKM yang menge luhkan bahwa jumlah pendaftar tahun ini lebih sedikit dibandingkan tahun lalu. Lebih dalam lagi, Saptiwi dari UKM Karate menjelaskan, “Biasanya
6 • EXPEDISI| EDISI V| Oktober 2010
PAB II yang mendaftar bisa mencapai 100 orang, namun kali ini hanya seki tar 60.” UKM Safel pun merasakan hal yang sama. Pengurus menyadari adanya pe nurunan jumlah yang mendaftar. Dari sisi kuantitas, mahasiswa yang mendaf tar di Safel memang lebih banyak jum lahnya dibanding UKM-UKM lain. Akan tetapi bukan berarti UKM tersebut tidak mengalami penurunan jumlah pendaftar yang signifikan. Untuk tahun ini saja, jumlah mahasiswa yang mendaftar ha nya sekitar 280 orang, berbeda dengan tahun lalu yang jumlahnya mencapai 400 orang. Wahid, bagian humas Safel, menyebutkan pada masanya dulu yang mendaftar bahkan hingga 600 orang. “Waktu aku jaga sekarang sepi, gak ka yak dulu, sekarang gak banyak yang daftar. Ada satu datang nanti yang lain jedanya lama,” keluhnya. Mahasiswa “Kupu-kupu” (Kuliah-Pu lang) Sepinya calon anggota baru di UKM-UKM di UNY diduga disebab kan ketakutan maba akan terganggu nya kuliah mereka. Adanya pemikiran yang tertanam pada maba bahwa tugas mereka hanyalah kuliah, menjadi ala san mengapa mereka tidak bergabung pada salah satu UKM. Seperti yang di ungkapkan oleh Rizal, maba Jurusan Mekatronika, “Ikut UKM takutnya jus
tru mengganggu kuliah, apalagi di awalawal kuliah.” Senada dengan pernyata an tersebut, Mari’ah maba Jurusan Pen didikan IPA pun mengungkapkan bah wa dirinya bingung mau ikut UKM yang mana. Dia juga mengungkapkan bahwa ikut UKM akan mengganggu kuliahnya, terlebih bila ada banyak tugas. Bayu, ketua UKM Unstrat, ikut ang kat bicara. Menurutnya, mahasiswa se karang memang hanya konsen untuk cepat lulus dan memenuhi target sesuai kurikulum yang ada, yaitu lulus dengan jangka waktu yang sependek-pendek nya. UKM itu sebenarnya penting bagi mahasiswa. Seperti halnya teater dan sastra, yang keduanya masuk materi ku liah pada kajian drama di Jurusan Sas tra Indonesia. Dirinya menambahkan, untuk di FIP sendiri, dalam Jurusan Teknologi Pendidikan mahasiswa ditun tut membuat film pembelajaran. “Dan mereka bisa mempelajarinya di UKM kami,” tegasnya.
Pentingnya UKM UKM adalah sarana untuk mendapat pengalaman tambahan dan ketrampi lan. Di UKM kita diajarkan bagaimana berorganisasi dan ikut dalam kegiatan sosial. Hal itu pula yang diungkapkan Anton, ketua dari Madawirna menje laskan dalam proses PAB-nya. Mereka menjelaskan bahwa dengan UKM ma hasiswa dapat lebih positif, dapat me nyusun kegiatan sendiri dan mengem bangkan bagaimana pola pikir mereka. Prof. Dr. Herminanto Sofyan, Pem bantu Rektor (PR) III selaku pembi na kemahasiswaan dalam ruang ling kup UNY mengatakan bahwa “pelu ang kerja tidak bisa mengandalkan IP saja, tetapi juga membutuhkan orang yang kompetitif dan bekerja ke ras.” Hal inilah, menurutnya, yang ha rus dilatih dengan kegiatan-kegiatan di UKM. Kegiatan di UKM juga memang di tujukan untuk mendapatkan penga laman. “Tugas mahasiswa memang belajar, tugas saya adalah memberi kan bekal tambahan, pengalaman, ke trampilan supaya mahasiswa UNY tidak hanya pintar,” tambahnya. Masalahnya adalah mahasiswa ku rang menyadari kesiapan hidup ke de
hasiswa yang ikut UKM minim. Dengan orientasi memenuhi target lulus secepat-cepatnya, minat maba me ngikuti UKM pun semakin berkurang. Untuk menarik minat maba, UKM-UKM pun menyiasatinya dengan melakukan cara “jemput bola”. Dari UKM Unstrat, Bayu menerangkan bahwa mereka me lakukan pentas keliling, berdandan su
Rizal | EXPEDISI
pan, tidak hanya pintar atau kecerda san, tapi juga harus kompetitif, maka mereka harus membekali pengetahuan pengalaman, ketrampilan dan itu dida pat dari organisasi di UKM. Herminanto sendiri juga menyadari bahwa perubah an mindset pada mahasiswa yang lebih mengedepankan kuliah saja merupakan salah satu alasan mengapa jumlah ma
realis, serta membagikan pamflet. Bah kan untuk menarik minat maba, mereka juga melakukan aksi door to door. Cara nya, mereka masuk kelas setelah dosen keluar dan memberi sedikit presentasi mengenai UKM mereka. UKM Karate pun tak ketinggalan, mereka mengada kan latihan langsung yang ditujukan un tuk menggaet minat maba. Memang bila dilihat, ada sisi tolak belakang antara ranah kerja jajaran I dan jajaran III. Jajaran I menginginkan mahasiswa harus kuliah tepat waktu dan mengusahakan agar mereka lulus dengan predikat cumlaude. Sementara itu, jajaran III menganjurkan agar ma hasiswa jangan hanya lulus tepat waktu tapi juga ada tambahan ilmu dalam ber organisasi dan bermasyarakat. “Orang itu kan tidak sekedar tepat waktu dan cumlaude, tapi harus diberi bekal tam bahan,” tegas PR III lebih lanjut.
Indra Widianto S M Aufa, Delvira, Septi, Yuna
Pintu masuk Student Center yang tampak lengang dan hanya tampak beberapa mahasiswa
INFO KAMPUS Madawirna Fun Boulder
SURAT PEMBACA Perlunya Softskill Bagi Mahasiswa
Pada 21-21 Oktober 2010 UKM Madawirna UNY mengadakan Fun Boulder Sebagai salah satu alat publikasi Penerimaan Warga Baru (PWB). Dilaksanakan di depan Student Center dengan biaya pendaftaran Rp.3000 peserta mendapat kesempatan memanjat tebing dan mengambil satu kupon, tiap kupon tersedia hadiah menarik dari panitia. Acara ini dimaksudmenarik minat maba untuk men coba fun boulder dan tertarik untuk mendaftar.
Delvira
Ulang Tahun STUPA (20/10) Bertempat di altar seni musik FBS UNY, STUPA, komunitas maha siswa Jurusan Seni Musik merayakan ulang tahunnya yang ke-5. Acara syukuran yang juga bertujuan untuk lebih memotivasi dan mengakrabkan tiap-tiap perso nilnya ini dimeriahkan dengan pertunjukan musik perkusi dari personil STUPA sendiri. Menghadirkan drummer Kiai Kanjeng yang biasa dipanggil Om Jijit, acara ini berlangsung cukup meriah. Acara bukan hanya dihadiri oleh mahasiswa seni mu sik tapi juga mahasiswa FBS yang lain.
Rizal
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pe nyumbang kesuksesan utama dalam dunia kerja adalah soft skills sebesar 80%, sedangkan hard skills 20%. Tapi dalam sistem pendidikan kita pelaksanaannya terbalik, hard skills 90% se dangkan soft skills hanya 10%. Sehingga kami sangat berharap banyak kepada kampus tercin ta untuk meluncurkan program-program kepa da mahasiswa yang bertujuan meningkatkan keberhasilan mahasiswa ke depan. Soft skills mahasiswa UNY perlu diberdaya kan, yaitu pada perkembangan fokus strategi dunia bisnis. Pada dekade 70-an fokus strategi dunia bisnis bergerak pada cost yang merupa kan sinergi product-market-finance. Pada deka de 80-an terfokus pada quality yang merupakan sinergi product-market-finance-productivity, dekade 90-an pada speed yang merupakan si nergi cost-quality-time, dan pada saat ini ter fokus pada creativity yang merupakan sinergi quality-human resources management-tecno logy. Melihat perkembangan yang amat dinamis pada dunia bisnis tersebut, kiranya Pihak Uni versitas harap mempertimbangkan.
Teguh Wiyono Mahasiswa Kebijakan Pendidikan 2007 2010 Oktober | EDISI V| EXPEDISI • 7
RESENSI
Penegak Syariat yang Dituduh Kafir
D
Jenis Film : Drama Produser : Raam Punjabi Produksi : MVP Pictures Durasi : 120 menit Pemain : Lukman Sardi Zaskia A. Mecca Slamet Rahardjo Giring Nidji Ihsan Idol Ikranegara Sudjiwo Tedjo Sutradara : Hanung Bramantyo
arwis muda mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan sepu langnya dari Mekkah guna ber haji dan menuntut ilmu. Inilah seorang pemuda yang pertama menyadari bahwa telah melencengnya syariat Islam yang menjurus ke hal-hal berbau bid’ah. Ahmad Dahlan mengawali pergera kannya di Langgar Kidul, dengan me ngubah arah kiblat yang salah di Masjid Besar Kauman. Akibatnya, terjadi seli sih faham yang sengit antara ia dan Kyai Penghulu Kamaludiningrat sehingga Langgar Kidul dirobohkan secara anar ki karena dianggap menyebarkan ajaran sesat. Tidak hanya sampai di situ, dalam usahanya membenarkan syariat Islam Ahmad Dahlan juga sampai dijuluki Kyai Kafir karena telah membuat se kolah sore yang menggunakan fasilitas meja dan kursi seperti pada sekolah mo dern ala Belanda. Selain itu Ahmad Dahlan juga di fitnah sebagai Kyai Kejawen hanya ka rena dekat dengan cendekiawan Jawa di Budi Utomo. Tapi fitnah tersebut tidak membuatnya patah arang. De ngan didampingi isteri tercintanya, Siti Walidah dan lima murid murid setianya : Sudja, Sangidu, Fahrudin Hisyam, dan
Dirjo, Ahmad Dahlan dapat organisasi Muhammadiyah dengan basis perjuang an melalui kesehatan dan pendidikan agar umat Islam dapat berpikiran maju sesuai dengan perkembangan zaman. Film sejarah yang disutradarai Hanung Bramantyo ini mempunyai plot lambat, kendati film ini sangat inspiratif dan nilai-nilai yang ada dalam film dapat tersampaikan dengan baik. Setting film juga sangat bagus dengan penggambar an Yogyakarta sekitar tahun 1867 -1912 yang sangat nyata dan terkesan tidak dibuat-buat, walau pada saat penggam baran lokasi-lokasi yang dilihat dari atas terlihat sekali menggunakan CGI (Computer Generated Imagery). Secara keseluruhan film ini penuh makna. Sangat disayangkan bila Anda melewatkan film ini mengingat jarang ada film indonesia yang berbobot. Film ini juga berhasil membuka paradigma yang sempit serta berhasil memberi angin segar dalam wacana toleransi an tar dan intern umat berag ama.
Dindadari Arum Jati
2010 Oktober| EDISI V | EXPEDISI • 8