EXPEDISI E D I S I I B E TA | M A R E T 2 0 1 2
MEMBANGUN
KETIMPANGAN PILWAREK
Menyoroti Matinya Demokrasi di UNY
B U D AYA
KRITIS
SURAT PEMBACA Kurang Sosialisasi atau Mahasiswa Tidak Peka? Saya bingung dengan peran media sekarang yang kurang sosialisasi dan kurang informatif atas isu-isu yang se dang terjadi dan tengah diperdebatkan. Atau salah khalayak yang kurang peka terhadap permasalahan yang ada? Contohnya, banyak mahasiswa yang tidak tahu tentang Pilwarek. Padahal mereka seharusnya paham atau paling tidak tahu siapa saja wakil mereka di periode ke depannya. Akan aneh jika para mahasiswa tidak tahu siapa yang akan jadi pemimpin mereka. Itu mungkin hanya sebagian kecil dari banyak hal yang seharusnya tidak terjadi. Para aktivis media kampus seyog yanya berjuang mensosialisasikan isu-isu yang ada di kampus agar mahasiswa yang
kurang peka dapat lebih peduli terhadap kelangsungan masa depan almamaternya Ayu Ardhitya Suci PB Prancis 2011
Tidak Punya Suara, Tidak Bisa Bersuara Saya mengetahui di UNY akan di adakan pemilihan wakil rektor untuk memilih wakil rektor II, III, dan IV dari berita di ekspresionline.com. Anehnya, mayoritas mahasiswa UNY tidak menge tahui perihal pemilihan tersebut. Pihak birokrasi khususnya panitia pilwarek terkesan membatasi ruang gerak maha siswa untuk menyatakan pendapatnya mengenai hal tersebut. Mahasiswa yang tidak memiliki hak suara seolah-olah ditutup mata dan teli nganya dari informasi-informasi tersebut.
EDITORIAL Atas Nama Demokrasi Pem il ih an par a pem imp in di UNY seperti Rektor, Wakil Rektor, Dekan, Wakil Dekan, dan lain seba gainya seharusnya menjadi sebuah pesta demokrasi yang tidak hanya dirasakan oleh pihak birokrat saja, namun juga menyentuh seluruh lapi san mahasiswa. Hal ini merupakan konsekuensi demi terciptanya iklim demokratis di sebuah institusi pen didikan. Apalagi di sebuah kampus yang mend id ik cal on lul us ann ya sebagai calon pendidik di masya rakat. Dem ok ras i tent un ya tid ak hanya sebatas teori yang diajarkan di rua ng kul ia h, nam un jug a im plem ent as in ya pad a tiap mom en pemilihan para pemimpin birokrat. Pemilihan wakil rektor (Pilwarek) yang berlangsung 5 Maret 2012 kema rin, menentukan siapa saja yang akan mendampingi rektor dalam periode kerja ke depan. Permasalahan mun cul ketika pilwarek tersebut seakan mencederai demokrasi di UNY dengan menerapkan sebuah sistem bahwa rektor memiliki 35 % hak suara dan sisa 65 % diberikan pada senat. Jika suara senat nantinya terpecah menja di 3 sesuai jumlah calon wakil rektor, maka suara rektor seakan menjadi suara mutlak yang menentukan ca
2
lon yang akan terpilih. Inikah yang disebut demokrasi? Fakta di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa sebagai pihak yang nantinya paling merasakan buah dari kebijakan para wakil yang terpilih ternyata tidak tahu-menahu soal sistem tersebut. Parahnya lagi, sebagian besar mahasiswa ternyata ti dak tahu jika akan diadakan Pilwarek dan belum mengenal siapa saja calon wakil rektornya. Bagaimana mungkin hal ini sampai terjadi? Fenomena ter sebut tentu akibat sangat minimnya sosialisasi dari panitia Pilwarek. Patutkah menyalahkan statuta UNY yang mencakup semua pera turan tentang Pilwarek ini? Statu ta adalah rekomendasi rektor yang disahkan oleh Menteri Pendidikan (sesuai tugas dan wewenang rek tor pada statuta bab VI pasal 16). Isi statuta bukannya tidak mungkin untuk diubah demi kepentingan ma hasiswa sendiri. Pertemuan bersama dengan segenap elemen birokrat dan kemahasiswaan memang wajib untuk dilaksanakan. Pembahasan dan revisi statuta terutama berkenaan dengan Pilwarek diharapkan bisa menyajikan sistem pemilihan yang lebih demo kratis lagi ke depannya.
rektor pernah berujar dalam salah satu sambutannya bahwa elemen terpenting dalam suatu lembaga kependidikan adalah mahasiswa. Harapan saya, pi hak-pihak yang terlibat dalam pilwarek khususnya panitia agar terbuka kepada mahasiswa dan mengusahakan sosialisasi yang mencakup seluruh mahasiswa UNY. Wakil-wakil rektor inilah yang nanti akan menahkodai bidang-bidangnya sebagai salah satu upaya untuk mema jukan dan menyejahterakan mahasiswa. Jika rektor saja mau terbuka, kenapa panitia pilwarek tidak? Faisal Okta Mandala Manajemen FE 2010
Suara Kampus Wates Saya sebagai salah satu mahasiswa UNY Kampus Wates merasa tidak nya man saat kuliah. Banyak sekali faktor pe nyebabnya. Antara lain kurang lengkap nya buku-buku yang ada di perpustakaan dan ruang baca, membuat mahasiswa malas untuk masuk ke perpustakaan. Jadi jika kami membutuhkan buku, ka mi harus mencari ke perpustakaan pu sat. Dis amp ing it u, kur angn ya un it kegiatan menimbulkan rasa jenuh di kalangan mahasiswa. Harapan saya hendaknya para birokrat terutama di Kampus Wates secepatnya menindak lanjuti masalah-masalah ini. Ratih Fitria Rs D3 Sekretaris UNY Wates
SEMPIL EXPEDISI EDISI III JANUARI 2012
MEMBANGUN
Portal Benar-Benar Membatasi
B U D AYA
KRITIS
+ 35% hak suara rektor, 65% untuk senat. Hak suara mahasiswa? 0, 00 % saja...
Pimpinan Proyek Akhmad Muawal Hasan | Sekretaris Neti Mufaiqoh | Bendahara Dwi Handari | Redaktur Pelaksana Ninda Arum R R| Redaktur Najih, Abi, Awal, Nimas, Joseph, Irfah, Sofwan, | Reporter Taufik, Rahadian, Latief, Bayu, Hanif, Yekti, Dwi, Septiadi, Zaenal, Anggun | Redaktur Foto Rahadian Rahmad| Artistik Sofwan Makruf, Andrean | Produksi Irfah Lihifdzi A | Iklan Ayushinta, Hanif, Nia Aprilianingsih | Sirkulasi Septiadi Setia W | Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang Yoyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@ yahoo.com | Web ekspresionline.com Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.
EDISI I BETA | MARET 2012
SENTRA
Cidera Demokrasi Pilwarek Ketika demokrasi mahasis wa dibungkam, senat berda lih “Itu peraturan dari atas yang harus ditaati”.
P
MARET 2012 | EDISI I BETA
Latif | EXPEDISI
emilihan wakil rektor (pilwarek) UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) yang dilaksanakan pada 5 Maret 2012 lalu, menimbulkan dua sisi persepsi yang sangat berlawan an dimana semuanya perlu diperhatikan dan dicari jalan tengah yang terbaik. Di satu sisi, mahasiswa yang menjadi entitas dan komponen utama universi tas, menginginkan agar suara mahasis wa diikutkan dalam pemilihan petinggi universitas seperti rektor, wakil rektor, dekan, dan lain sebagainya. Kenya-taan nya, mahasiswa hanya mempunyai hak suara dalam pemilihan ketua HIMA, DPM, dan ketua BEM. Untuk tingkatan diatasnya seperti pemilihan dekan, wa kil rektor, dan rektor, mahasiswa hanya diberi kesempatan untuk memberikan aspirasinya dalam penyampaian visi misi terbuka dari para calon. Dalam pilwarek hal tersebut bahkan tidak ada. Zamzam (ketua BEM KM) berpendapat terkait hal ini, “Mahasiswa bagaimanapun ju ga harus diikutkan, karena mahasiswa adalah elemen terbesar. Ini secara tidak langsung akan membunuh budaya de mokrasi dari mahasiswa sendiri”. Disisi lain, senat menganggap bahwa pemilihan wakil rektor selayaknya de ngan sistem pemilihan 65% suara senat dan 35% suara rektor. Ini merupakan peraturan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang harus dipatuhi, karena peraturan tersebut adalah yang terbaik untuk saat ini dibanding sebelumnya yang menentukan suara penuh dari senat. Seperti yang disampaikan Prof. Djumadi (cawarek III) dari FMIPA “Statuta pil warek sudah sesuai, dalam arti sudah lebih baik dibanding dengan pemilihan sebelumnya dengan 100% suara senat”. Bagaimanapun juga, yang merancang statuta adalah kebijakan dari universi tas. Adapun pengesahannya ditentukan oleh Mendiknas. Terkait dengan acuan yang digunakan dalam menentukan sta tuta, Prof. Dr Yoyon Suryono (Dewan Pertimbangan UNY) mengatakan bahwa
Suasana ruang sidang saat pemilihan wakil rektor II, III, IV secara tertutup, difoto dari luar ruangan. Foto ini menggambarkan kurangnya transparansi dalam pilwarek..
“Acuan pembuatan statuta tergantung kebijakan dari Jakarta, yang menganut asas sentralisasi. Kami hanya membuat sesuai peraturan yang sudah ditetap kan”. Ini seperti dua sisi mata uang yang sangat berbeda dan harus dipertemukan serta dicari jalan pemecahan yang baik, tanpa harus ada yang diabaikan dan di rugikan. Seperti diinginkan mahasiswa yang diwakili oleh BEM dari 7 fakultas menyatakan diperlukan suara mahasiswa dalam pemilihan birokrat. Seyogyanya para birokrat membuka audiensi untuk mengakomodasi aspirasi dari mahasiswa demi mencari statuta pemilihan yang benar-benar berasal dari konsensus se mua elemen universitas, baik birokrat dan mahasiswa. Hal ini dimaksudkan supaya tidak ada lagi papan tuntutan di setiap pemilihan birokrat. Kurang Sosialisasi Pilwarek membawa banyak persoal an, diantaranya adalah rentang waktu yang sempit dan kurangnya sosialisasi yang menyebabkan banyak mahasiswa UNY yang belum tahu tentang adanya pilwarek. Terkait kurangnya sosialisa si, Deni Hardiyanto sebagai sekreta ris panitia pilwarek yang ditemui tim EXPEDISI di acara diskusi terbatas yang diselenggarakan BEM KM di Auditorium
menjelaskan, “Panitia pilwarek sendiri baru dibentuk pada 1 Februari tapi ba ru mulai bekerja 6 Februari dan mulai mengumumkan nama-nama yang meme nuhi syarat. Kemudian diinformasikan ke fakultas-fakultas, dan 17 Februari nama-nama itu harus masuk ke rektor.” Itu membuktikan kurang siapnya pani tia pemilihan dalam menyelenggarakan pemilihan calon wakil rektor. Ditambah lagi dengan sosialisasi yang kurang efektif karena panitia hanya men sosialisasikannya lewat fakultas. Maha siswa sangat menyayangkan hal ini. “Jadi logikanya mahasiswa itu milik fakultas, dosen dan karyawan pun milik fakul tas” tegas Deni. Dia juga menambahkan kalau ada mahasiswa yang belum tahu tentang adanya pemilihan wakil rektor itu mungkin disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dari fakultas dan rentang wak tu yang sangat sempit. Ini adalah suatu hal dasar dan tidak boleh dilupakan oleh panitia pemilihan wakil rektor. Mendamba Warek Ideal Dibalik seabrek permasalahan ten tang pilwarek, tertumpu sejuta harapan dari para mahasiswa kepada para calon wakil rektor II, III, IV. Terutama kepada calon wakil rektor III yang mengurus terkait kemahasiswaan baik itu orga
3
SENTRA Rahadian | Expedisi
Sebuah pernyataan kekecewaan mahasiswa tertera pada pagar taman Pancasila. Tulisan tersebut merupakan bentuk protes dari mahasiswa karena tidak dilibatkan pada pemilihan wakil rektor.
nisasi mahasiswa, organisasi fakultas, maupun UKM yang sekarang ini diba tasi dengan adanya jam malam. Hal ini dijelaskan oleh cawarek III Djumadi mengenai pemberlakuan jam malam. “Sebenarnya pemberlakuan jam malam itu tidak membatasi ruang gerak ma hasiswa, karena jika mahasiswa akan melakukan kegiatan diluar jam malam bisa minta izin kepada pengelola, atau satpam yang bertugas”. Mahasiswa juga menantikan kinerja calon wakil rektor yang mengurusi bidang hubungan inter nasional untuk mewujudkan UNY tidak hanya menjadi barometer perguruan tinggi nasional , tetapi juga perguruan tinggi internasional. Se m en t a r a i t u, wak il rekt or II yang mengur usi bi dang sarana dan prasarana diharapkan men yed iakan leb ih ban yak fas il it as yang bis a men unj ang keg iat an per kul ia ha n dan keg iat an bero rg an is as i mah as isw a. It ul ah sekel um it har ap an dar i sejut a har apan sem ua mah as iswa UNY unt uk bis a dip erh at ikan ol eh cal on wak il rekt or dem i mew uj udkan UNY yang leb ih bai k. Diskusi Terbatas “Mencari Kriteria Wakil Rektor yang Ideal” Diskusi terbatas yang diselengga rakan BEM KM pada 2 Maret 2012 di Auditorium UNY dengan jumlah peserta 150 bertemakan “Mencari Kriteria Wa kil Rektor yang Ideal” dengan peserta undangan meliputi: ketua Hima, BEM
4
Fakultas, DPM, para calon wakil rektor dan perwakilan UKM. Acara dimulai pada pukul 13.00 WIB, mendiskusikan tentang kriteria-kriteria calon wakil rek tor, dengan pembicara Prof. Herminanto Sofyan (Wakil Rektor III), Prof. Drs. Suparwoto, M.Pd (Ketua panitia pe milihan calon wakil rektor 2012), Prof. Dr Yoyon Suryono (Dewan Pertimbang an Universitas Negeri Yogyakarta), dan Larasati Susanti S.H (alumni UGM). Diskusi diawali dengan pemaparan te ma oleh para pembicara, dilanjutkan dengan tanya jawab oleh para peserta yang hadir. Namun, sesi tanya jawab hanya diberi tiga kali kesempatan kepa da tiga peserta, padahal banyak peserta yang ingin bertanya. Hal ini sungguh timpang dengan fungsi sosialisasi yang seharusnya menjadi tugas dari panitia pilw arek malah dar i mah asiswa yang menc ari tah u inf ormasi terkait calon yang terpilih. Padahal Prof. Herminanto dalam sambutannya kemarin mengatakan ‘‘Wakil rektor tanpa ada mahasiswa ti dak akan pernah ada’’. Ini menunjukkan betapa pentingnya mahasiswa sebagai elemen utama dari suatu universitas. Jika para birokrat tidak tahu apa yang mahasiswa inginkan, maka apa yang ha rus dikembangkan dan diperbaiki untuk kemajuan UNY ini? 35% Rektor, 65% Senat. Sistem pemilihan calon wakil rektor yang terdiri dari 65% suara senat dan
35% suara rektor menimbulkan banyak opini dari para mahasiswa. Suara senat yang 65% mungkin pecah oleh jumlah calon wakil rektor yang berjumlah tiga, sehingga suara rektor yang 35% menjadi sangat menentukan bagi para calon untuk bisa terpilih. Dikhawatirkan suara rektor yang sangat menentukan tersebut tidak diimbangi dengan pemilihan yang obyek tif karena adanya hubungan kedekatan dengan para calon wakil rektor. Terkait kemungkin tersebut Yudha mahasiswa PLS (Pendidikan Luar Sekolah) yang menjabat sebagai ketua BEM FIP me ngatakan “Suara mahasiswa harus di perhatikan, serta transparansi, dan ob yektifitas dalam pemilihan”. Diharapkan orang yang terpilih menjadi wakil rektor memang orang-orang pilihan dan yang terbaik untuk mengabdi pada mahasiswa khususnya dan UNY pada umumnya. Sesuai penuturan dari Yoyon Suryono (Dewan pertimbangan), “Or ang-orang yang terp il ih menj ad i wak il rekt or nantinya adalah or ang yang memang benar-benar paham tentang tugasnya. Karena seleksi untuk pendaftaran men jadi calon sudah sangat ketat.” Pemilihan Wakil Rektor II, III,IV Pem il ih an wak il rekt or yang di laks an ak an pad a tangg al 5 Mar et 2012 lalu dihadiri 65 orang senat de ngan perol eh an has il suar a seb agai berikut: pemilihan wakil rektor II, Dr. Edi Purwanto, M.Pd (9 suara), Dr. Moch. Alip, M.A (84 suara), Dr. Moch. Farozzin, M.Pd (6 suara), abstain (0 suara), tidak sah/gugur (0 suara). Pemilihan wakil rektor III, Prof. Dr. Djumadi, M.Pd (30 suara), Dr. Suharno, M.Si (3 suara), Drs. Sumaryanto, M.Kes (64 suara), abstain (2 suara), suara tidak sah/ gugur (0 suara). Pemilihan wakil rektor IV, Prof. Dr. Anik Gufron, M.Pd (16 suara), Dr. Sanam, M.Si (13 suara), Prof. Suwarsih Madya, P.Hd (70 suara), abstain (0 suara), suara tidak sah/ gugur (0 suara). Dengan sistem pemilihan 65% suara senat dan 35% suara rektor, 35% suara rektor tidak berbentuk satu suara utuh tetapi diberi kertas suara yang nilainya sama dengan 35% suara. Jadi, rektor dapat memberikan hak suaranya pada masing-masing calon wakil rektor.
Najih Shu’udi Taufik, Rahadian, Latief, Bayu, Hanif
EDISI I BETA | MARET 2012
POLLING
Pilwarek Abaikan Suara Mahasiswa
P
emilihan wakil rektor (pilwarek) II, III, dan IV diselenggarakan pada 5 Maret 2012 lalu. Mekanisme pe laksanaan pilwarek dilakukan berdasar kan isi statuta UNY bagian ketiga yang mengatur tentang pemilihan wakil rektor. Berdasarkan statuta tersebut, persentase suara cawarek (calon wakil rektor) di tentukan dengan 35% dari hasil suara rektor dan 65% dari hasil suara senat. Untuk mengetahui respon mahasiswa mengenai pemilihan wakil rektor II, III, III Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Tim EXSPEDISI mengadakan polling. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Jenis sampling aksidental dengan memberikan angket langsung pada responden. Teknik pengumpulan data menggunakan angket yang terdiri dari tiga belas pertanyaan tertutup. Perhitungan pengambilan sampel menggunakan rumus slovin dengan sampel error 5%. Penyebaran angket dilakukan mencakup 7 fakultas, di antaranya Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Fakultas Ekonomi (FE), Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), Fakultas Teknik (FE), dan Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK). Jumlah angket yang disebarkan sebanyak 367 lembar. Pilwarek dilaksanakan tanpa meng
jika wakil rektor terpilih memiliki kre dibilitas yang tinggi, 12,3% mahasiswa sangat tidak setuju, 31,1% mahasiswa setuju, 7,9% mahasiswa sangat setuju, dan sisanya 2,7% tidak menjawab. Selanjutnya, mahasiswa yang tidak mengetahui tentang pilwarek sebanyak 76,3% dan 23,7% yang mengetahui ten tang pilwarek. Hal ini dikarenakan sosia lisasi tentang pilwarek kur ang efektif dan tepat sasar an. 60,2% mah asiswa set uj u den gan pern yat aa n ters eb ut, 21,5% mah asiswa sangat tidak setu ju, 15,3% mah as isw a set uj u , 1,1% mah as isw a san gat tid ak set uj u, dan sisanya 1,9% tidak menjawab. Disebabkan sosialisasi yang kurang efektif, sebanyak 95,4% mahasiswa tidak mengetahui calon-calon wakil rektor, dan 4,4% mahasiswa mengetahui ca lon wakil rektor dan sisanya 0,2% tidak menjawab. Selain itu 60,8% mahasiswa setuju bahwa pilwarek tidak transpa ran, 22,9% mahasiswa sangat setuju, 13,1% mahasiswa tidak setuju, 1,6% mahasiswa sangat tidak setuju, dan tidak menjawab sebesar 1,6%. Demokrasi mengenai mekanisme pilwarek di UNY kurang baik. Seba nyak 59,7% mahasiswa setuju, 15,8% mahasiswa sangat setuju, 22,3% ma hasiswa tidak setuju, 0,3% mahasiswa sangat tidak setuju, dan sisanya 1,9% tidak menjawab. Hal ini menyebabkan sistem pilwarek di UNY perlu ditata kembali dan lebih demokratis. 49,3% mahasiswa sangat setuju dengan per nyataan tersebut, 33,5% mahasiswa setuju, 10,4% mahasiswa tidak setuju, 3,8% mahasiswa sangat tidak setuju, dan 3,0% mahasiswa tidak menjawab. Mengenai mekanisme pilwarek yang berdasarkan pada statuta UNY, sebanyak 57,2% mahasiswa menyatakan tidak setuju jika statuta UNY sudah tepat, 13,1% mahasiswa sangat tidak setuju, 23,7% mahasiswa setuju, 2,5% maha siswa sangat setuju, dan sebanyak 3,5% tidak menjawab.
Sofwan | Expedisi
ikutsertakan suara mahasiswa. 46,3% mahasiswa setuju jika suara mahasiswa diikutsertakan dalam pemilihan pilwarek, 29,2% mahasiswa sangat setuju, 14,7% mahasiswa tidak setuju, 8,4% maha siswa sangat tidak setuju, dan sisanya 1,4% tidak menjawab. Persentase suara wakil rektor didapatkan dari 35% suara rektor dan 65% suara senat. 46,3% suara mahasiswa tidak setuju dengan persen tase suara tersebut, 16,1 % mahasiswa sangat tidak setuju, 32,4% mahasiswa setuju, 3,3% mahasiswa sangat setuju, dan sisanya 1,9% tidak menjawab. Dengan mekanisme Pilwarek seperti dijelaskan sebelumnya, sebanyak 46% mahasiswa menyatakan tidak setuju
Sofwan | Expedisi
Tim EXPEDISI
MARET 2012 | EDISI I BETA
5
PERSEPSI
Kondisi Ironis di Kampus Berlabel “World Class University”
S
etiap tahun U N Y m en er im a l ebi h d ari 6 0 0 0 m ah as i sw a b ar u d ar i p e lb ag a i p e nj u ru nusantara maup u n dun ia . D e n ga n kekay aan b uday a da n S D M yan g d im il ikiny a , U N Y s ia p m e ngemb angk an dir i men uj u kamp us mult ie tn ik, hum an is, ag am is, dan men ghargai lo cal ge ni us . “ K in i , UNY ter us mem ant apk an dir i men jad i kamp us mod ern yang dik el ol a sec ar a prof es ion al bers tand ar ISO 9 001 : 2008. Se b a g a i s a l a h s a t u un iv e rs it a s d i Ko t a Pe n d i d i ka n dan Budaya, UNY tur ut menga m b il p eran d al am m en g emb a n gka n dun ia p e nd id ikan m en uj u Wor l d C l a s s U n i v e r s i t y , ” d em ik ia nl a h p et ika n kat a d ar i Re k t o r U N Y. Buk an han ya it u, dal am mis i UNY j ug a t e rd ap a t kal im a t y a n g m e n ar i k d a n m e n gg air a hka n y ait u “M emantapkan S i st em Kelemb a gaa n d an j e j ar i ng ker j a y a n g m e nunj ang fungs i dan ot on om i UNY men uj u “World Class University”. S ep e rtiny a UN Y b eg it u m en gg e b u - g eb u d al a m m e mb id i k t a rg e t “ Wo r l d C l a s s U n i v e r s i t y ” . Me nur ut Philip G Albach dal am The Costs and Benefits of World Class Universities (2005), “World Class University” ad al ah un iv ers it as yang mem il ik i ranking ut am a di dun ia dan mem il ik i stand ar int ern as io nal dal am keu ngg ul an (exellence) menc ak up : (1) Keu ngg ula n dal am ris et yang diak ui mas yar ak at ak a dem is int ern as ion al mel al ui pub lik as i int ern as ion al. (2) Keu ngg ula n dal am ten ag a pengaj ar (prof es or) yang berk ual it as tingg i dan terb ai k dal am bid angn ya. (3) Keu ngg ula n dal am keb eb as an ak ad em ik dan keg air ah an int el ekt ua l. (4) Keu ng gula n man aj em en dan governance. (5) Fas il it as yang mem ad ai unt uk pek erj aa n ak ad em is (perp ust ak aa n yang lengk ap, lab or at or iu m yang mut akh ir, ICT). (6) Pend an aa n yang mem ad ai unt uk men unj ang pros es bel aj ar mengaj ar dan ris et. (7) Keu ngg ula n dal am kerj as am a int ern as ion al dal am prog ram ak a dem is dan ris et. 6
Repro. Latif | Expedisi
D em ik ia n k r it er ia yang h ar us d ic ap a i ol e h l e mb ag a p e nd id i k a n g un a m e nd ap a t p e n gak ua n s eb ag a i K a mp u s “ Wo r l d C l a s s U n i v e r s i t y ” . A rt in y a p oi n - p oi n d iat a s h ar u s t e rd ap a t d al a m s e gal a akt iv it as lemb ag a pend id ika n t e rs eb u t . Aka n t et ap i j ika k it a mel ih at fakt a di lap anga n, ban yak h a l y a n g dir as a mas ih jau h dar i krit er ia ters eb ut. Cont ohn ya, un tuk kul ia h saj a kek ur anga n rua ng kel as yang pad a akh irn ya men ye b a bka n jadw al s el al u berub ah - u b a h karen a h ar us men ungg u ad a r ua n g k ul ia h y ang kos ong. Seh a rusn ya unt uk sek el as kamp us yang m e mp u n y a i c it a - c it a “ G o i n g t o World Class University”, mas al ah d em ik ia n s ud ah tid ak ad a lag i. D i Fa k u l t a s I l m u Pe n d i d i ka n fas il it as Lab Komputer han ya ter d ap a t d al am s at u r ua ng s aj a, s e ment ar a fas il it as it u dip ak ai ol eh leb ih dar i 2 jur us an bahk an ham p i r s eb agia n jur us an yang ad a di FIP mengg un ak an rua ng ters eb ut. Ko nd is i r ua n g kel a s y a n g t id a k m em adai pun s ud ah menj ad i pe mand anga n hangat sep anj ang har i, mul ai dar i rus akn ya LCD proy ek t o r ( t et ap i mas ih mengg ant ung) samp ai den gan kur angn ya temp at d ud u k mah as isw a. Jik a c it a- c it a suat u lemb ag a pend id ika n ad al ah m em il i ki s t a nd a r i nt e rn as ion a l , ap aka h h a l - h a l d em ik ia n p at u t t erj ad i ? Men ur ut Siswoyo, dkk (1997)
dal am buk un ya Im u Pendidi kan , men y at ak an bahw a did al am p ro s es pend id ika n terd ap at ko mp o n e n - ko mp on e n p e nd id i ka n y a n g terl ib at s ec ar a akt if , s al ing b e r int era ks i sat u sam a lai n. Komp o nen ters eb ut ad al ah sisw a/mur id, gur u, kur ik ul um, sert a sar an a dan pras ar an a. Jik a up ay a pend id ika n hend ak dil aks an ak an den gan ter atur dan ter enc an a, mak a be rb a gai komp on en dan h ub unga nn ya h ar u s d iken al i , d ikaj i , d a n d i kemb angk an seh ingg a mek an ism e ke rj a ko mp on e n - ko mp on e n it u men y el ur uh dan terp ad u. Pros e s pend id ika n y ang berk ual it a s te r jad i ap ab il a komp on en pend id ika n yang ad a dal am up ay a pend id ika n it u s al i n g b e rh ub u n ga n s ec ar a f ungs ion al dal am s at u kes at ua n . Dap at dis imp ulk an bahw a u nt u k m e mp e rol e h o u t p u t p e nd id i ka n y a n g b e rk ual it a s m aka d ib ut u h ka n ad an y a ko mp on e n - ko mp o nen pend id ika n yang beri nt era ks i s ec ar a t e rp ad u . A rt in y a , o u t p u t pend id ika n yang berk ual it as dap at dir ai h bil a did al am pros es pend i dika n terd ap at int era ks i ko mp o n e n - ko mp on e n p e nd id i ka n y a n g t e rp ad u . S al a h s at u ko mp on e n ters eb ut ad al ah s ar an a dan p ra s ar an a , d im an a s ec ar a ot om at i s keb e rh as i la n s uat u u n iv e rs it a s kel a s d un i a ad al a h t e rs ed i an y a s ar an a d a n p r as ar an a g un a m e nunj ang pros es bel aj ar mengaj ar. Ak an tet api jik a terd ap at seb ua h lemb ag a pend id ika n yang memp u nyai mis i “ Go in g t o Wo rl d Clas s Un iv e rsit y” tet ap i mah as isw a ti dak dap at bel aj ar den gan nyam an kar en a mas al ah sar an a dan pras a ran a, mak a pert any aa n yang ak an munc ul ad al ah ap ak ah U N Y sia p m e nj ad i ka mp u s b e rl ab e l Wo r l d Cl ass Un iv e rsit y ? A r j u n a P u t ra Aldino M ah as i sw a Te k n o l o g i Pe n d i d i kan, F IP, UN Y
EDISI I BETA | MARET 2012
PERSEPSI
“Matikan TV Anda Sekarang Juga”?
Doc. Istimewa
T
elevisi menjadi barang yang wajib ada menemani manusia di tiap ru ang tinggalnya. Menarik memang. Cukup menekan tombol on, penonton akan disuguhi beragam channel mu lai dari tayangan infotaiment, berita, musik, sampai tayangan reality show yang menguras emosi. Setiap jeda, pe nonton akan disuguhi beragam iklan produk yang dikemas dengan menarik. Tetapi, keajaiban televisi menjadi sebuah ironi ketika bersinggungan de ngan sebuah sistem bernama kapital isme. Pada tataran kapitalisme, televisi merupakan media ampuh untuk mem perluas pasar dan mendidik masyarakat untuk berlaku konsumtif. Tayangan ik lan diterima masyarakat secara kontinu menjadi sebuah proses brain washing yang efektif. Orang akan membeli suatu barang bukan lagi untuk kebutuhan te tapi keinginan. Siapa yang diuntungkan? Jelas, mereka para pemilik modal yang berinvestasi di televisi dengan orientasi pada keuntungan materiil dan lupa soal edukasi. Rugikah masyarakat sebagai konsumen? Penulis rasa sebagian besar dari mereka terlalu sibuk mengurusi perihal belanja dan konsentrasi di de pan televisi untuk sekedar menyadari bahwa mereka (sebenarnya) merugi. Kerugian terutama ada pada pro duktivitas seorang pecandu televisi
yang menyia-nyiakan waktu luangnya untuk menikmati acara yang sering melupakan mutu. Tentu saja, ini me rupakan bagian dari bisnis untuk me naikkan rating tanpa terlalu mempri oritaskan feedback kepada khalayak. Televisi merupakan saluran yang ampuh bagi pihak yang ingin memulai membangun citra mengingat tahun 2014 sudah dekat. Aburizal Bakrie bersama kroninya di Golkar mulai sering muncul di ANTV dan media Viva News lainnya. Surya Paloh gencar mengumbar profil dan sisi baik dirinya di Metro TV. Tidak ada yang salah dari manuver mereka se bagai seorang pemilik sah stasiun-stasiun televisi tersebut. Tetapi yang dibutuhkan rakyat adalah seorang negarawan sejati, bukan politisi yang hobinya menjaja kan citra di depan publik. Perihal sisi negatif televisi bukanlah sebuah generalisasi atas apa yang ada
pada televisi sesungguhnya. Jika kita menelisik lebih lanjut, sebenarnya ada sisi positif yang disajikan televisi lewat tayangan yang bermutu. Sebut saja Trans 7 yang konsisten memberikan tayangan edukatif kepada penonton anak-anak. Untuk tayangan berita yang informatif dan up to date, TV One dan Metro TV bisa menjadi alternatif yang baik. Khu sus dua stasiun televisi yang disebutkan terakhir, terlepas dari pemilik yang men jadikannya media untuk sebuah citra, program yang ditampilkan pun tergolong lebih bermutu dibandingkan stasiun te levisi lainnya. Lebih penting lagi, kedua stasiun tersebut tidak mudah terjebak pada tren program televisi yang sedang booming untuk dikemas lalu dijual. Segala hal yang ditampilkan televisi layaknya mata uang yang mempunyai dua sisi, baik dan buruk. Slogan “Mati kan TV anda sekarang juga!” dari para pengkritik dunia populer agaknya perlu ditinjau ulang. Ketika hanya sistem yang disalahkan, kita akan selalu kalah. Coba sejenak berpaling pada perilaku kita ma sing-masing ketika berhadapan dengan televisi. Mungkin akan lebih baik jika yang kita matikan adalah hasrat untuk mengkonsumsi segala “sampah” di televi si dan menghidupkan kembali sikap bijak kita atas apapun yang baik didalamnya. Akhmad Muawal Hasan
INFO KAMPUS Diskusi Terbatas Pilwarek oleh BEM KM UNY
Pentas Spektakuler Kamasetra
BEM KM UNY melalui Departemen Sosial dan Politik mengadakan diskusi terbatas pemilihan wakil rektor UNY 2012. Diskusi yang berlangsung pada hari Jumat 2 Maret 2012 lalu bertajuk “Belajar Mendefinisi UNY : Menggagas Calon Wakil Rektor Ideal 2012-2016”. Diskusi ini bertempat di Auditorium UNY. Acara dimulai pada pukul 13.00 dan dihadiri oleh para ketua ormawa, perwakilan UKM, serta para birokrat UNY. "Acara ini bertujuan memberi pendidikan politik kampus dan info kepada mahasiwa bahwa akan ada pemilihan wakil rektor 5 Maret ini," kata ketua panitia penyelenggara diskusi Dwi Marfuji. Dalam acara ini juga dilakukan sosialisasi para calon wakil rektor dipilih pada pemilihan wakil rektor nanti.
UKM Kel ua rg a Mah as isw a Sen i Trad is i (Kamasetra) men amp ilk an pem ent asa n yang bert aj uk “Ngemban Dhawuh” pad a Jumat, 2 Maret 2012 di Stage Tar i Ted jok us um o FBS UNY. Ac ar a dim ul ai puk ul 19.00 hingg a sel es ai. Tik et mas uk ac ar a pad a har i pem en tasa n seh arg a Rp 7.000,-. Pros esi pemb ukaa n pem ent asa n diaw ali den gan pe nampilan Tari Soyong dari murid-murid SD Negeri Baciro 1 Yogyakarta. Selanjutnya pentas tersebut menampilkan tontonan wayang kulit yang dipadukan dengan tari-tarian tradisional, wayang orang, dan aksi lucu Gareng-Bagong. Inti ceritanya adalah sang raja memilih utusan untuk ber angkat menuju tempat dimana istrinya diculik.
Sofwan Taufik
MARET 2012 | EDISI I BETA
7
TEPI
Ruang Kuliah itu Milik Kami Mahasiswa tidak lagi bisa menggunakan ruang kuliah secara maksimal. Berdalih penertiban dosen, hak ma hasiswa dirampas.
8
Rahadian | Expedisi
A
a pemandangan baru di Fakultas d Ilmu Sosial (FIS) dan Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada awal semester genap ini. Lorong dan lobi gedung kuliah penuh dengan kerumunan mahasiswa. Mereka berkerumun bukan untuk berde mo maupun hendak mengungsi, namun karena tidak bisa masuk ke ruang kuliah. Begitu pula dengan aktivitas dosen FIS dan FE di awal semester genap ini. Dosen mempunyai dwi fungsi, selain mengajar juga menjadi “juru kunci” ruang kuliah. Kebijakan baru yang dilakukan di FIS dan FE tergolong aneh, yakni penguncian ruang kuliah. Mahasiswa tidak lagi bisa memanfaatkan sepenuhnya ruang kuli ah. Ruangan baru dibuka ketika dosen datang dan langsung dikunci kembali ketika perkuliahan selesai seolah-olah dosen mengusir mahasiswanya karena ruangan harus segera dikunci kembali. Seperti yang dijelaskan diatas, dosenlah yang menjadi juru kunci. Akibat dari kebijakan ini, mahasiswa terlantar di lorong-lorong gedung kuliah, menunggu dosen datang karena tidak bisa masuk kedalam ruang kuliah. “Kita merasa ditelantarkan jika harus menung gu dosen di depan kelas” ujar Pupun mahasiswa PKnH. Sependapat deng an Pupun, Irfan mahasiswa Akuntansi berujar “Memang agak terganggu jika harus menunggu di depan kelas. Tapi, jika demi keamanan untuk mencegah hilangnya LCD lagi, saya setuju saja”. Tidak hanya mahasiswa yang menge luhkan kebijakan ini. Dosen juga menge luhkan atas peran barunya menjadi juru kunci. Chandra D, dosen PKnH berujar “Sebenarnya agak ribet juga, kita ha rus antri ngambil kunci dan presensi di ruang transit dosen, belum lagi kalo kuncinya ada yang kelupaan dibawa pergi, udah waktunya masuk jadi harus menunggu kuncinya datang”. Begitu juga cerita Ali Muhson, dosen dari Pendidikan Ekonomi FE. Ketika di temui di ruang kerjanya, ia juga merasa kerepotan jika harus mengambil kunci.
Sejumlah mahasiswa terlantar di salah satu lorong Fakultas Ekonomi. Mereka sedang menunggu dosen untuk membuka ruang kelas tersebut.
“Kalau saya pribadi jelas merasa kere potan jika harus mengantri kebawah. Saya harus datang lebih awal agar tidak memakan waktu ketika mengantri meng ambil kunci. Karena ruangan sekecil itu ketika bapak-ibu dosen rebutan masuk akan penuh.” Tidak hanya mengeluhkan tentang kerepotannya, Ali lebih lanjut juga ber anggapan sebaiknya kebijakan ini tidak diterapkan dahulu. Selama fasilitas pe nunjang seperti tempat duduk untuk mahasiswa menunggu dosen belum ada, “Kalau memang ada kebijakan seperti ini, seharusnya fakultas juga mempersi apkan tempat duduk untuk menunggu dosen. Karena menurut saya, sangat tidak manusiawi jika mahasiswa harus menunggu dosen duduk di lantai lorong. Tidak sreg dilihatnya” Menanggapi hal tersebut, Dekan FE Sugiharsono berjanji akan menyiapkan tempat duduk bagi mahasiswa di lo
rong-lorong kuliah, “Itu sudah kami rencanakan. Rencananya di lorong akan kami sediakan tempat duduk.” Penguncian Untuk Keamanan dan Ketertiban Ada berbagai alasan yang menjadi latar belakang atas diberlakukannya kebijakan ini. Tetapi dari kedua fakultas tersebut, alasan yang lebih ditekankan adalah masalah keamanan. “Di ruang kuliah FE sudah ada fasilitas pendu kung, seperti AC, remote AC, dan LCD. Keamanan menjadi tidak terjamin jika pintu dibiarkan terbuka. Kebetulan ju ga, beberapa bulan yang lalu kami (FEred) kehilangan LCD di ruang kuliah,” ujar dekan FE Sugiharsono. Pengalaman buruk kehilangan fasi litas perkuliahan juga pernah dialami oleh FIS. Sama dengan FE, FIS juga mengunci ruangan kelas dengan ala san keamanan. Seperti yang dikatakan
EDISI I BETA| MARET 2012
TEPI
Sentralisasi dan Penertiban Dosen Tujuan penguncian ruang kuliah ini tidak hanya ditujukan untuk mahasiswa, tetapi juga untuk dosen. Selama ini se lalu ada masalah dosen yang tidak tertib dalam hal administrasi. Idealnya, tiap hari dosen mengisi absen dan menye tor absen mahasiswa ke petugas admi nistrasi. “Di FIS sedang mengembang kan pelayanan akademik yang bernama Sistem Akademik Terpadu (SIKADU). Jadi, kedepan dosen harus mengisi absen dan menyetorkan presensi mahasiswa tiap hari ke petugas administrasi, agar semua terpantau karena ini juga beruru san dengan pembayaran” jelas Saliman. Hal ini yang mendukung pengun cian ruang kuliah, karena dengan ada nya sentralisasi seperti ini dosen harus mengambil kunci ke petugas administrasi sekaligus mengisi absen dan mengambil absensi mahasiswa. Karena menurut Saliman dosen bermacam-macam, ter kadang ada dosen yang menitipkan absensi ke mahasiswa, hal ini membuat administrasi do sen tidak terpantau. S en ad a de ngan saudara tua nya(FIS), di FE sentralisasi se perti ini bertu jua n unt uk memantau dan me n e rt i b
kan administrasi dosen. “Ini hanya ba gian monitoring saja. Terutama untuk masalah absensi. Di FE juga sedang menge mb angkan SIKAFE (Sistem Akademik Fakultas Ekonomi). Dengan seperti ini dosen harus menyerahkan daftar kehadiran, jadi bisa terpantau” ujar Sugiharsono. Uji Coba Kebijakan Tidak ada mahasiswa yang tahu ala san penguncian ruangan ini selain ala san standar tentang keamanan. Tidak adanya sosialisasi kepada mahasiswa membuat mahasiswa bingung. Apalagi tidak ada pertimbangan dari mahasiswa, kebijakan ini tiba-tiba saja dilaksanakan. Mahasiswa FIS masih bisa bernafas lega, pasalnya kebijakan ini baru sekedar uji coba pada minggu pertama semester ge nap ini. Seperti yang ditegaskan Saliman “Perlu diluruskan, kebijakan ini sifatnya uji coba. Jadi pada minggu awal masuk kuliah kebijakan ini kami uji coba. Lalu tanggal 20 kami kumpulkan dosen-do sen untuk evaluasi. Dari evaluasi ter sebut, ternyata ada dosen yang tidak setuju dengan kebijakan penguncian ruang kuliah. Akhirnya kami ambil ja lan tengah, absensi tetap ambil di pusat, tapi ruangan tidak dikunci. Jadi sekali lagi, ini sifatnya flexible”. Tapi menurut pengamatan tim EXPEDISI di lapangan, penguncian ruang kuliah masih terjadi dan dosen tetap harus membuka dan mengunci ruangan kuliah. Tapi tidak untuk mah as isw a FE, mereka harus me nunggu setidaknya setengah semester untuk bisa menggu nakan kembali ru angan kuliahnya se cara maksimal. Karena berbeda deng an FIS yang memb er lak uk an uji coba s el am a seming gu di Rahadian | Expedisi
Wakil Dekan II FIS Saliman, “Ruang ku liah di FIS sudah memadai. Kemarin di FE kehilangan LCD. Di FIS juga pernah mengalami kehilangan LCD. Maka dari itu ruang kuliah kami kunci agar tidak ada lagi kehilangan.” Penguncian ruang kuliah juga diang gap membatasi ruang gerak mahasiswa. Mahasiswa tidak lagi bisa menggunakan ruangan untuk diskusi, mengerjakan tugas, atau sekedar mengobrol dengan mahasiswa lain. Alasan lain yang mela tarbelakangi kebijakan ini adalah agar mahasiswa tidak sembarangan seenak nya memindahkan kursi. Seperti yang di ucapkan Saliman “Ada aturan bahwa satu kelas maksimal diisi oleh 50 mahasiswa. Tiap ruangan sudah kami set 50 kursi. Jadi ruangan kami kunci agar mahasis wa tidak seenaknya mengambil kursi.”
awal masuk kuliah, di FE rencananya uji coba akan dilakukan selama satu semester. “Akan kita evaluasi setelah satu semester atau minimal setengah semester. Memang ada dosen yang ti dak setuju, tapi itu tidak banyak hanya 1 atau 2 orang dosen” Lebih lanjut, kedua fakultas ini yakin kebijakan ini tidak akan ada masalah untuk dosen dan juga mahasiswa. Ka rena manfaatnya lebih banyak dari pada negatifnya, “Seperti teori kemanfaatan, apapun teorinya itu jika punya manfaat akan menjadi benar,” terang Sugiharsono Tapi Sugiharsono berjanji maha siswa tetap bisa menggunakan ruang kuliah di luar perkuliahan. “Sangat ter buka jika ingin menggunakan. Fasilitas ini untuk mahasiswa selama kegiatan mahasiswa masih ada kaitannya deng an universitas kami izinkan. Tapi jika tidak ada kaitannya dengan kegiatan organisasi universitas tidak kami izin kan,” terang Sugiharsono. Setiap kebijakan tentu ada baik dan buruknya. Jika kebijakan ini demi men cegah hilangnya kembali fasilitas per kuliahan mungkin masih bisa diterima. Tapi jika memang banyak yang menen tang, ada baiknya di kaji ulang kembali. Karena tidak hanya mahasiswa yang mengeluhkan, dosen pun berharap bah wa kebijakan penguncian ruang kuliah tidak lagi diterapkan, “Jika harus memilih mendingan seperti dulu, dosen tinggal masuk, tidak perlu antri dan mengam bil kunci, mahasiswapun enak tinggal masuk ruangannya saja” ujar Chandra. Pupun juga berharap kebijakan peng uncian ruang kuliah segera dicabut “Men dingan yang kayak dulu, mahasiswa nunggu dosen didalam kelas, dan ketika dosen masuk tinggal ngajar” ujarnya. Dengan dikuncinya ruang kuliah juga membuat suasana gedung kuliah ramai karena banyak yang berjalan di lorong. Hal ini membuat mahasiswa yang sedang belajar di dalam ruang an terganggu. “Menurut saya ini tidak efektif, karena akan membuat ramai diluar dan mahasiswa bekeliaran. Lebih baik kembali kesemula, walaupun do sen tidak masuk mahasiswa tetap bisa melaksanakan kuliah dan berdiskusi sendiri sesuai silabus yang ada” tutup Dwi Anggraini mahasiswi Ilmu Sejarah. Faqihuddien Abi U Yekti, Dwi, Septiadi
Ali Muhson, salah satu dosen yang keberatan dengan kebijakan penguncian kelas.
MARET 2012 | EDISI I BETA
9
RESENSI
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
10
Doc. Istimewa
P
engajar Muda merupakan sekum pulan mahasiswa-mahasiswi yang terg ab ung dal am Ger aka n In donesia Mengajar. Perkumpulan ini membantu mengisi kekurangan guru berk ual it as di daer ah yang memb u tuhkan serta menjadi wahana untuk belajar kepemimpinan bagi generasi Indonesia agar memiliki kompetensi kelas dunia dan pemahaman yang baik terhadap masyarakat. Itulah misi dari Gerakan Indonesia Mengajar. Merekalah putra-putri terbaik bangsa ini yang terdiri atas 51 mahasiswa pilihan dari 1.383 calon. Mereka adalah gene rasi penerus bangsa yang dengan ikhlas menanggalkan pekerjaan mapan mereka, melepaskan peluang bergaji tinggi, dan berangkat ke pelosok Tanah Air selama satu tahun untuk berekspedisi menjadi guru SD. Tak sekedar mengajar baca tulis dan berhitung, mereka juga mengajari nilai-nilai kebaikan, bahkan mengajar kan makna kehidupan yang sering luput di sampaikan dalam pendidikan formal. Buku berjudul Indonesia Menga jar ini berusaha menyampaikan sebuah ajakan sosial dengan contoh cemerlang berupa tindakan sebagai manusia yang peduli bangsa. Pendidikanlah yang mam pu membentuk serta menumbuhkan potensi dan wawasan manusia. Pendu duk bangsa yang memiliki ribuan pulau ini masih banyak yang belum mengenal pentingnya pendidikan. Di daerah yang sebagian belum ada sinyal telepon selu ler atau bahkan belum terjamah listrik sekalipun, terdapat bibit generasi bang sa yang pantas disebut generasi Laskar Pelangi. Generasi yang harus disiapkan sejak dini untuk membentuk jiwa-jiwa patriotisme. Semua anak bangsa ini mem punyai imajinasi dan mempunyai impian. Impian yang tanpa batas, namun harus terhalang adanya keterbatasan ruang gerak, ruang belajar dan juga tenaga pengajar yang hanya memberikan materi mata pelajaran tanpa adanya kedekatan personal pada muridnya. Para pengajar muda yang di deploy ke berbagai daerah seperti Bengkalis, Tulang Bawang Barat, Paser, Majene, dan Halmahera Selatan selama setahun bera
Judul: Indonesia Mengajar, Kisah Para Pengajar Muda di Pelosok Negeri Penulis: Pengajar Muda Penerbit: Bentang Diterbitkan: Januari 2012 Jumlah halaman: 322 halaman da di tengah masyarakat pelosok. Bukan hanya sekadar mempelajari Indonesia dari sisi pendidikan, namun juga dari sisi kedaerahan. Salah satu contohnya yaitu coretan pengalaman Pengajar Mu da di Halmahera Selatan, Rahmat Danu Andika yang berjudul Hardiknas (Pen didikan Vs Keterpencilan). Rahmat berk is ah tent ang seb ua h des a bern am a Pel it a, terd ap at se kol ah das ar yang terl et ak di pul au kec il bern am a Mand iol i yang han ya dap at dic ap ai den gan per ah u mot or den gan 2 jam perjalana n dan it u pun han ya dua kal i sem ingg u. Di temp at yang bel um ad a al ira n lis trikn ya ters eb ut,pem er int ah nyat a sek al i memb at asi inf orm as i kel ua r mas uk des a Pel it a. Pad ah al, ban yak an ak yang mem il ik i kem amp ua n lua r
bias a, cont ohn ya ad al ah Ism ai l. An ak SD kel as 5 in i mamp u men yul ap dyn am o mob il main an menj ad i se bua h mes in pem ot ong rump ut min i. Up i, an ak kel as 2 SD yang mamp u men yel es aik an soa l hit unga n leb ih cep at dar i an ak 5 SD. Jik a mer e ka ad a di kot a bes ar, mer ek a past i mend ap at fas il it as unt uk men gem bangk an bak atn ya. Sel ai n pot ret an ak SD tad i, ma sih 61 lag i kis ah yang waj ib dib ac a. Buk u den gan samp ul fot o Pengaj ar Mud a bers am a an ak did ikn ya in i sa ngat berg un a seb ag ai insp ir as i dan mer angs ang sem ua unt uk mel ih at pend id ika n seb ag ai perj ua nga n “se mest a”, sal ing memb ant u, dan sal ing mend uk ung. “Mul ai den gan men syuk ur i perk emb anga n, memp erb a ik i kek ur anga n, dan diik ut i den gan kes ia pa n unt uk tur un tan gan dal am menc erd ask an keh id upa n bangs a. Mend id ik ad alah konst it us i neg ar a, tet ap i ses ungg uhn ya mend id ik ad a lah tug as mor al tia p or ang terd id ik “ tamb ah Anies Baswedan dalam pen gant ar buk u in i. Kel em ah an nya,buk u in i leb ih ban yak mengis ah kan sul itn ya kead aa n pend id ika n di pel os ok tan ah ai r. Han ya beb er ap a saj a yang memb er ik an sol us i un tuk mas al ah yang dih ad ap i dal am mengaj ar. Terl ep as dar i kel eb iha n dan kek ur anga n yang dim il iki , buk u in i lay ak unt uk dij ad ik an ref er ens i dal am dun ia pend id ika n. Nimas Maftuhatul Firdausa
EDISI I BETA | MARET 2012
WACANA
Syarat Kelulusan DIKTI, Tergesa-gesa Menulis dengan baik dan benar se suai dengan tuntunan EYD serta mena rik emosi pembaca kedalam isi tulisan merupakan poin penting dalam dunia tulis menulis. Tidak semua orang me miliki kemampuan demikian, karena kemampuan seseorang dalam menulis juga dipengaruhi kegemaran. Jika tak gemar menulis maka akan sulit mengha silkan tulisan yang menarik. Kemudian bagaimana nasib seseorang yang tidak memiliki kemampuan cukup dalam me nulis? Hal itu dipersulit dengan adanya aturan-aturan dalam menulis. Misalnya, ketika sebuah tulisan diseleksi untuk dimuat dalam jurnal ilmiah, meskipun menurut beberapa orang tulisan itu su dah layak, namun belum tentu masuk kriteria tulisan yang layak diterbitkan. DIKTI (Dirjen Pendidikan Tinggi) mengeluarkan keputusan tanggal 26 Januari 2012 yang ditujukan kepada rektor/ketua/direktur PTN dan PTS se luruh Indonesia. Mengenai syarat kelu lusan strata I (S1), yaitu untuk lulus program sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah. Untuk strata II (S2), yaitu untuk lulus program magister harus telah mengha silkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional diutamakan terakreditasi Dikti, sedangkan untuk lulus doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal inter nasional. Hal ini jelas menimbulkan pro dan kontra dari PTN maupun PTS serta mahasiswa dan dosen pengampu. Satu sisi positif dari keputusan ini, yai
MARET 2012 | EDISI I BETA
Doc. Istimewa
tu melatih kemampuan mahasiswa dan memicu kreatifitas mahasiswa untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang berkualitas serta meningkatkan mutu pendidikan Indonesia di mata dunia. Namun, ada sisi lain yang justru mengkhawatirkan karena jurnal ilmiah yang terbit tidak sebanding dengan jum lah mahasiswa yang akan mengajukan karyanya untuk dimuat di jurnal ilmiah guna mendapat kelulusan dan gelar S1, kecuali akan ada penambahan terbitan jurnal. Selain itu, bagaimana dengan kualitas jurnal jika setiap tulisan ma hasiswa dimuat. Hal itu tentu akan menimbulkan sistem seleksi tulisan yang tidak konsisten dan sistem seleksi yang sudah ada justru akan mengurangi kualitas jurnal, serta akan menghambat kelulusan mahasiswa. Sedangkan kebi asaan menulis yang sistematis kurang dibiasakan dalam proses perkuliahan. Keputusan Dikti ini memang mem beri dampak yang signifikan dalam upa ya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Selain itu juga untuk mengejar ketertinggalan dalam mengembangkan
kualitas pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari data Scimagojr, jumlah publikasi jurnal Indonesia berada pada posisi ke 64 dari 236 negara yang telah mempubli kasikan jurnal ilmiahnya dengan jumlah publikasi 13.047 selama 1996–2010. Sedangkan Malaysia menduduki posisi 43 dengan 55.211 publikasi jurnal pada tahun yang sama. Karya yang termasuk bagian karya ilmiah adalah sinopsis, skripsi, tesis dan disertasi. PTN dan PTS bukan begitu saja me nolak. Hanya saja, keputusan Dikti ini dianggap tergesa-gesa. Kalaupun untuk mengejar ketertinggalan, seharusnya tidak sekaligus memutuskan suatu hal yang justru menyulitkan, melainkan ber proses secara bertahap. Agar kemampuan menulis mahasiswa terasah secara pasti dan tidak instan, hal ini justru akan men jadi kemampuan yang bersifat sementara ketika usai menciptakan sebuah karya tulisan yang baik dan termuat di jurnal. Belum tentu kemampuannya berlanjut, karena tulisan itu bukan karya yang alami atau karena adanya kesadaran melainkan karena adanya kewajiban atau bahkan keterpaksaan. Seharusnya diadakan pe latihan rutin bagaimana menjadikan tulis menulis sebagai kegemaran ataupun budaya yang tidak bisa ditinggalkan. Kemudian hal itu akan menjadikan kar ya tulisan yang baik dengan kesadaran bahwa menulis merupakan kewajiban yang penting dan harus disadari. Irfah Lihifdzi A
11
EKSPRESPEDIA
Fenomena Buta Warna Parsial.
B
uta warna merupakan suatu kon disi dimana seseorang tidak dapat membedakan warna secara baik. Hal ini terjadi karena ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap spectrum warna tertentu. Faktor ini sa ngat dipengaruhi oleh genetika, baik itu buta warna total atau parsial sendiri. Perbedaan yang cukup mendasar ada lah jika pada buta warna total penderita hanya dapat melihat warna hitam dan putih, sedangkan buta warna parsial penderita hanya sulit membedakan satu warna saja. Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami buta warna atau tidak, ia harus menjalani suatu tes yang bernama Tes Ishihara. Dalam kasus ini, buta warna parsial dibagi dalam tiga jenis. Yang pertama adalah Deutrinophia dimana seseorang kehilangan sel kerucut hijau sehingga tidak melihat warna hijau atau membe dakan warna hijau. Protanophia adalah suatu kondisi dimana seseorang kehi langan sel kerucut merah sehingga ti dak dapat melihat atau membedakan warna merah. Sedikit berbeda dengan
12
Doc. Istimewa
Tritanophia dimana kondisi ini pende rita tidak mampu melihat warna biru dan hijau. Hal ini terjadi jika comus biru atau kuning tidak peka terhadap suatu daerah spektrum visual. Ada fakta yang menarik saat Perang Dunia II, dimana para pederita buta war na parsial jenis Deutrinophia dimanfaat kan sebagai pendeteksi kamuflase musuh. Penderita Deutrinophia ini digunakan karena alasan yang cukup sederhana, jika tidak dapat membedakan warna hijau maka musuh yang berkamuflase akan sia-sia karena pergerakan mereka
akan terlihat. Sejatinya penderita buta warna parsial dapat melakukan aktivitas dengan baik. Walaupun kebanyakan merasa kesulitan dalam mebedakan warna yang menurut mereka hampir sama. Di Indonesia penderita buta warna parsial tidak menemui hambatan berarti dalam kehidupan sosialnya. Misalnya, penderita buta warna parsial dapat memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) dengan kebijakan Kapolda setempat, contohnya di Polsek Kabupaten Serang biaya ditambah antara 20.000-30.000 ribu rupiah. Joseph S N S
EDISI I BETA | MARET 2012