EXPEDISI EDISI I MEI 2016
MEMBANGUN
TANDA TANYA PENARIKAN DANA BIDIKMISI
B U D AYA
KRITIS
SURAT PEMBACA Anggaran Terkikis, Mahasiswa Semakin Kritis MENURUNNYA dana ormawa tentu tidak lepas dari beberapa faktor, salah satunya adalah kebijakan remunerasi. Jika dilihat dari sudut pandang mahasiswa, hal ini tentu menjadi polemik tersendiri karena anggaran masih menjadi salah satu acuan pokok untuk menentukan arah kerja. Di sisi lain, penurunan dana ormawa tentu harus disikapi dengan positif agar tidak menjadi polemik yang berlarut. Sangat di sayangkan memang jika kemahasiswaan menomorsekiankan mahasiswa padahal maha siswa merupakan stakeholder untuk kampus. Mahasiswa dituntut untuk berprestasi tetapi dukungan dari dalam justru dipangkas dan ke mudian kembali dituntut untuk menyelesaikan masalah sendiri tentang pemangkasan dana. Namun, menurut saya, justru kasus pe mangkasan dana harus membangkitkan kem bali gairah mahasiswa untuk lebih keras
menghidupi kebutuhan masing-masing. Ma hasiswa memang bukan EO karena mahasis wa masih memiliki idealisme untuk menjadi aktivis sejati. Maka, jangan sampai uang mengikis idealisme mahasiswa. Pengawalan terhadap birokrasi harus tetap dijalankan agar angga ran yang sudah dialokasikan oleh birokrasi tetap sesuai dengan plafon awal dan bahkan lebih baik Bisma Putra A Ketua BEM Fakultas Ilmu Pendidikan 2016
ICT: Dosen sebagai Fasilitator DARI tahun ke tahun, kurikulum di Indonesia mengalami perkembangan. Mulai dari kuri kulum berbasis materi-psikologis-behaviour hingga kurikulum 2013 yang lebih mengede pankan metode scientific. Perkembangan ku rikulum dilakukan supaya Indonesia mampu bersaing dalam era globalisasi ini. UNY sendiri menerapkan Information
EDITORIAL Transparasi adalah Hak Kami TERBITNYA Surat Keputusan (SK) ter tanggal 24 Maret 2016 dari Wakil Rektor (WR) 2 tentang pencairan dana operasio nal KKL/PKL bagi mahasiswa bidikmisi 2014 masih menjadi misteri. Dana sebesar Rp290.000,00 harus dikembalikan se bagai dampak dari surat edaran terse but. Padahal, di tahun-tahun sebelumnya mahasiswa bidikmisi diberi hak sebesar Rp1.090.000,00 sebagai keperluan selama menjalani KKL/PKL. Tercatat 5 mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi terkena penarikan sebesar Rp290.000,00 sebagai imbas dari kebi jakan rektorat tersebut yang tentunya tak akan semudah membalik telapak tangan dalam pengembaliannya. Hingga saat ini para mahasiswa yang terkait kasus ini belum bersedia mengembalikan dana tersebut. Pasalnya, mereka tidak diberi kejelasan akan digunakan untuk apa dana tersebut jika dikembalikan. Apalagi pihak rektorat seakan enggan memberikan penje lasan ketika ditanya masalah penggunaan anggaran tersebut. Berbagai protes dan keluhan tentunya akan terus mengalir jika pihak rektorat sendiri tak mau memberikan penjelasan mengenai ketransparanan anggaran yang ada, terlebih jika itu memang hak maha siswa. Hingga kini mahasiswa hanya bisa menduga-duga tentang penggunaan dana
2
tersebut jika dikembalikan ke pihak bi rokrat. Akankah benar-benar digunakan untuk pemerataan terhadap mahasiswa lain atau angkatan selanjutnya sebagai mana yang diutarakan pihak birokrat atau hanya akan menjadi anggaran si luman saja? Pengalihan dan pelemparan tanggung jawab oleh sebagian birokrat yang terkait menyebabkan kecurigaan yang semakin besar bagi para mahasiswa. Hak maha siswa sebagai pengawas birokrat kembali dipertanyakan. Padahal adanya penga wasan dari bawah adalah mutlak adanya bagi sebuah institusi. Tanpa adanya ma syarakat yang mengawasi, pemerintahan akan menjadi otoriter. Hal itu juga berlaku untuk dunia perkuliahan, tanpa adanya mahasiswa yang aktif, pendidikan akan berlangsung kosong tanpa arti. Mengawa si kinerja birokrat juga merupakan bentuk pendidikan kritis yang akan memajukan pendidikan yang ada di Indonesia. Bukan melulu mahasiswa hanya dijadikan robot penurut yang hanya bisa mengekor pada setiap kebijakan. Menginformasikan perihal trans paransi anggaran memang kewajiban pihak birokrat sebagai bukti kinerja me reka memang bersih. Namun, yang lebih penting adalah transparansi anggaran adalah hak untuk kami, para mahasiswa. Redaksi
and Communication Technology (ICT) karena ICT merupakan aspek penting untuk bertahan dalam era sekarang di mana teknologi sangat berperan penting. Bahkan rektor sudah me nerapkan kebijakan perihal dosen yang ingin naik pangkat harus aktif menerapkan ICT dalam pengajarannya. Salah satunya adalah mengunggah karya-karya dan semua makalah mereka ke laman web resmi universitas. UNY juga secara berkala memberikan pelatihan mengenai ICT untuk para dosen. Dengan diterapkannya ICT di UNY ini, diharapkan dosen tidak lagi hanya menjadi pemberi, tapi juga sebagai fasilitator. Karena bagaimanapun, ICT lebih berorientasi pada mahasiswa supaya mereka lebih inovatif dan mampu bersaing dengan baik pada zaman sekarang. Prof. Dr. Marsigit, M.A. Sekretaris Senat UNY
Jangan Tutupi Jalan Saya! DI DEPAN perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) sering saya jumpai mahasiswamahasiswa sedang mengerjakan tugas kuliah atau sekadar mencari sinyal wi-fi. Tugas ku liah dan sinyal wi-fi tentu merupakan aspek penting dalam perkuliahan. Akan tetapi, yang menjadi masalah adalah ketika para ma hasiswa tersebut sampai menutupi jalan di depan perpustakaan FIS. Hal ini tentu saja merugikan pejalan kaki yang mempunyai hak untuk berjalan di sana. Selain itu, akibat ulah mereka, tempat tersebut menjadi terli hat semrawut. Maka dari itu, saya berharap kepada mahasiswa-mahasiswa yang bersangkutan agar tidak menutupi jalan sehingga tidak mengganggu pejalan kaki yang lewat. Lalu ke pada pihak birokrasi juga diharapkan mencari solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini. Ikhsan Kirana Mahasiswa Pendidikan Sejarah 2015
SEMPIL + "Birokrat enggan melakukan transparasi" _ "Mungkin mereka emang tidak suka yang transparan"
Pimpinan Proyek Wachid As-siddiq | Sekretaris Hanum Tirtaningrum | Bendahara Maria Purbandari | Redaktur Pelaksana Nisa Maulan | Redaktur Danang Suryo, Fahrudin, Hanum Tirtaningrum, Maria Gracia, M. Sukron, Umi Zuhriyah | Reporter Heni, Meida | Redaktur Foto Dwi Putri | Artistik Danang Suryo, Fahrudin, Gigih Nindia | Produksi Heni Wulandari | Iklan Maria Gracia, Meida Rahma, Moh Agung | Tim Polling Umi Zuhriyah, Iwan Dwi, Jimal Arrofiqie | Sirkulasi Erya Ananda| Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang Yogyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@yahoo.com | Web Ekspresionline.com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.
EDISI I | MEI 2016
SENTRA
Penggantungan Dana Bidikmisi KKL/PKL Dana bidikmisi angkatan 2014 untuk KKL/PKL masih belum ada kejelasan di Jurusan Ilmu Komunikasi. Bahkan pihak Dekan FIS pun mengaku hanya menerima perintah dari atasan saja.
D
iterbitkannya surat dari Wakil Rektor (WR) 2 tentang pencair an dana ope rasional bidikmisi angkatan 2014 masih menjadi tanda tanya besar di kalangan mahasiswa bidikmisi angkatan 2014 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Dana bidikmisi untuk KKL/PKL pada pen carian awal Maret sebesar Rp1.090.000,00, setelah SK dari WR 2 keluar pada tanggal 24 Maret 2016 menjadi Rp800.000,00 se hingga terjadi penarikan kembali sebesar Rp290.000,00. Adanya penarikan dana KKL/PKL ter sebut membuat mahasiswa bidikmisi 2014 Jurusan Ilmu Komunikasi terkejut. Terlebih tidak ada pemberitahuan sebelumnya kepada mereka mengenai akan adanya perubahan pengalokasian anggaran bidikmisi. “Tentu saja kaget,” kata NDR, salah satu mahasiswa bidikmisi 2014 dari Jurusan Ilmu Komunikasi. Penarikan dana sebesar Rp290.000,00 memang belum memberikan kejelasan, dana tersebut digunakan untuk apa dan rinciannya bagaimana. Hal ini di ungkapkan juga oleh narasumber lain yang juga teman NDR, DNJ berpendapat sama dan dia menambahkan, “Karena biasanya pengajuan dana akan direspons paling cepat 2 minggu. Namun, pengajuan dana untuk KKL kemarin hanya dalam hitungan hari. Tapi ternyata ada informasi tentang pengurangan dana. Kelebihan dana tersebut diminta untuk dikembalikan.” Kedua narasumber kompak tidak meng inginkan namanya disebut. Mereka hanya membolehkan penyebutan dengan inisial, NDR dan DNJ, dalam hal ini. Keduanya beralasan bahwa mereka tidak ingin jika di kemudian hari mendapat masalah dikarenakan berpendapat tentang polemik penarikan dana bidikmisi untuk KKL/PKL ini dari pihakpihak yang bersangkutan. NDR juga menjawab mengenai alasan mahasiswa bidikmisi 2014 Jurusan Ilmu Komunikasi belum mengembalikan dana Rp290.000,00 sesuai dengan ketentuan SK WR 2. “Bukan berarti kami tidak mau meng embalikan, tapi kami melihat mahasiswa jurusan lain dengan angkatan sama mengaku belum mendapat informasi tersebut. Jadi, ke
MEI 2016 | EDISI I
napa kami berpikir untuk menunggu kabar dari jurusan lain. Lagi pula, jika ini ditujukan untuk semua mahasiswa bidikmisi 2014, ke napa hanya Jurusan Ilmu Komunikasi yang baru mendapat perintah pengembalian ter sebut?” kata NDR. Kejelasan penarikan dana bidikmisi ang katan 2014 masih samar bagi mahasiswa yang bersangkutan Pihak birokrasi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) belum memberi penjelasan untuk pengalihan alokasi dana tersebut. Kurangnya penjelasan dari birokrat diamini oleh Ukuffianazar, alumni pengu
rus Family of Mahadiksi (Fomuny) 2014. “Di birokrat memang kurang transparan jika berkaitan dengan masalah keuangan. Jika diminta konfirmasi, mereka akan sulit untuk memberikan jawaban yang konkret,” jelas Ukuffianazar lebih lanjut. Dekanat FIS sendiri enggan memberikan jawaban yang jelas terkait dana bidikmisi untuk KKL/PKL ini. Bahkan, Lena Satlita, M.Si., selaku Wakil Dekan 2 FIS, saat dimintai keterangan langsung menolaknya, “Jika dita nya tentang masalah tersebut saya tidak bisa memberikan jawaban yang jelas,” ucapnya. Dok. Istimewa
Surat Keputusan Wakil Rektor 2 pada tanggal 24 Maret 2016 terkait pencairan dana operasional bidikmisi angkatan 2014.
3
SENTRA Jawaban serupa juga dikemukakan oleh Prof. lainnya. “Semua biaya pendidikan memang misi supaya lulus tepat waktu. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag., Dekan FIS, saat langsung masuk ke rekening rektorat. Semen Ajat kembali menegaskan mengenai pe aksi yang dilakukan Aliansi Mahasiswa FIS tara untuk biaya bantuan hidup mahasiswa ngurangan dana bidikmisi untuk KKL/PKL, (AMF), pekan lalu (18/4). Menurut Ajat, perbulan sebesar Rp600.000,00 masuk ke “Uang sebesar Rp290.000,00 sebenarnya menjelaskan mengenai pengurangan dana rekening mahasiswa penerima bidikmisi uang bidikmisi yang kelebihan pembayaran operasional bidikmisi untuk KKL/PKL bukan secara langsung, jadi tidak menggunakan sehingga perlu dikembalikan ke mahasiswa kewenangannya. “SK tersebut langsung dari perantara,“ jelas Edi. Ia juga menjelaskan penerima bidikmisi yang lain.” Ajat juga WR 2 kepada seluruh fakultas. Jadi, pihak bahwa transparansi dana sudah dilakukan menambahkan bahwa penarikan kembali fakultas hanya menjalankan perintah tanpa karena pihak keuangan sudah melakukan alo uang tersebut bukan untuk fakultas maupun tahu alasannya. Yang saya tahu, pihak fakultas kasi secara umum. “Semua dana kembali ke universitas, melainkan untuk dikembalikan tidak menarik uang sebesar Rp290.000,00 mahasiswa dan biaya pendidikan,” tuturnya. ke mahasiswa bidikmisi yang berikutnya. tersebut karena itu merupakan subsidi silang Salah satu sosialisasi yang diterima oleh Menurut Dekan FIS tersebut, perihal pe antarmahasiswa,” jelasnya. mahasiswa bidikmisi UNY adalah diadakan ngurangan dana KKL/PKL tidak mengalami Ajat juga mendukung keputusan Lena nya monitoring dan evaluasi yang diadakan masalah apa pun karena saat monitoring Satlita yang tidak mau menjelaskan perihal minimal sekali tiap semesternya. Namun, dan evaluasi tersebut sama sekali tidak ada pengurangan dana bidikmisi untuk KKL. Bagi dalam monitoring dan evaluasi tersebut sama pihak mahasiswa yang menanyakan atau Ajat, yang berhak menjawab mempermasalahkannya. hanya pihak rektorat sebagai Berbeda dengan anggapan pemberi wewenang terting “SK tersebut langsung dari WR 2 kepada Ajat bahwa penarikan dana gi, “Saluran uang bidikmisi tidak dipermasalah seluruh fakultas. Jadi, pihak fakultas hanya KKL/PKL langsung ke universitas melalui kan oleh pihak mahasiswa bi menjalankan perintah tanpa tahu alasan- dikmisi. Namun, kenyataannya WR 1 lalu ke Biro Akademik dan Informasih (BAKI). Pihak mahasiswa Ilmu Komunikasi nya.” fakultas tidak menahan uang sendiri bersikukuh tidak ingin bidikmisi satu rupiah pun,” mengembalikan dana pengu Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag. tegas Ajat kemudian. rangan tersebut. Seperti yang Menurut WR 2, Prof. Dr. diungkapkan DNJ, “Saya mau Edi Purwanta, M.Pd, saat dite mengembalikan jika alokasinya mui di ruanganya pukul 15.30 WIB, (21/4), sekali tidak dijelaskan mengenai bagaimana jelas.” Bagi DNJ, tidak adil jika kemudian biaya pendidikan berasal dari pemerintah. pihak birokrat mengalokasikan dana bidikmi penarikan hanya terjadi pada mahasiswa Biaya tersebut otomatis dialokasikan untuk si. Edi sendiri menegaskan bahwa di dalam Ilmu Komunikasi. “Dari pihak birokrat juga pendanaan kegiatan pendidikan, pembelaja monitoring berisi pembinaan, dorongan dan jangan hanya menjelaskan tentang penari ran, pembimbingan, dan kegiatan mahasiswa pelatihan soft skill kepada mahasiswa bidik kan dana KKL ini. Namun, untuk semua dana bidikmisi juga seharusnya dijelaskan,” tambahnya lagi. DNJ juga mengatakan bahwa keterbukaan informasi sangat dibutuhkan oleh mahasiswa. Karena bagi DNJ, pemberian informasi jangan hanya untuk kalangan tertentu tapi untuk semua mahasiswa terkait kare na semua memiliki hak untuk mengetahuinya. Ukuffianazar juga mengi yakan bahwa Fomuny butuh melakukan audiensi dengan WR 2. Baginya, jawaban yang valid harus didapatkan oleh mahasis wa karena pihak birokrat tidak berhak menutupi informasi yang memang harus disalurkan kepa da mahasiswa. “Pengumpulan aspirasi tentu saja sangat pen ting. Karena bagaimanapun, saat banyak mahasiswa yang ber suara, pihak birokrat pasti akan mendengar.” tutup Ukuffianazar. Iwan | Expedisi
Fahrudin
Senin (18/4), Prof.Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag. selaku Dekan FIS menjelaskan terkait transparansi anggaran dana bidikmisi dalam aksi Aliansi Mahasiswa FIS.
4
EDISI I | MEI 2016
POLLING
Polemik Dana Bidikmisi KKL/PKL Gig
TERDAPAT PENGARUH PENGALOKASIAN DANA BIDIKMISI TERHADAP PERKULIAHAN MAHASISWA
P
MEI 2016 | EDISI I
edi
si
0.8% Tidak menjawab 2% sangat tidak setuju 17.5% tidak setuju 51.8% Setuju 28% Sangat Setuju
12.2 %
TIDAK
erintah pencairan dana operasional bi dikmisi untuk KKL/PKL menimbulkan kebingungan di kalangan mahasiswa bidikmisi, terutama di Jurusan Ilmu Komu nikasi. Perintah tersebut berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wakil Rektor (WR) 2 ter tanggal 24 Maret 2016. Dana bidikmisi untuk KKL/PKL mahasiswa bidikmisi Jurusan Ilmu Komunikasi sebelum SK keluar sebesar Rp1.090.000,00 lalu menjadi Rp800.000,00. Sehingga, di Ilmu Komunikasi terjadi pe narikan kembali sebesar Rp290.000,00. Pe narikan tersebut belum dijelaskan dengan pasti tujuan dan kegunaannya. Dari pihak Dekanat Fakultas Ilmu Sosial (FIS) sendi ri enggan memberikan jawaban yang jelas terkait masalah tersebut. Hal ini tentunya akan memberatkan mahasiswa bidikmisi yang seharusnya pelaku penerima bantuan dalam perkuliahan. Polemik penarikan dana bidikmisi untuk KKL/PKL itulah yang tergambar dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh LPM EKSPRESI melalui tim polling buletin EXPEDISI. Data polling didapat dengan
Exp
PENGURANGAN DANA PENGALOKASIAN SANGAT MEMBERATKAN MAHASISWA BIDIKMISI
87.8 %
YA
ih |
menggunakan rumus slovin dengan jumlah sampel sebanyak 400 mahasiswan untuk me wakili 3.777 mahasiswa bidikmisi S-1 UNY. Sampling error yang digunakan sebesar 5%. Selanjutnya, penyebaran angket dilakukan dengan menggunakan metode purposive— pembagian angket hanya kepada mahasiswa bidikmisi UNY—dengan mencantumkan lima pertanyaan dan empat pernyataan. Polling menunjukkan hasil sebanyak 95,5% responden menjawab ‘Ya’ dan sisanya 4,5% menjawab ‘Tidak’ untuk pertanyaan me ngenai perlu/tidaknya transparansi penarikan dana bagi mahasiswa bidikmisi. Tingginya persetujuan ini merupakan sentilan kepa da pihak birokrat karena belum melakukan transparansi penarikan dana dengan jelas. Menanggapi hal ini, sebesar 83% responden menjawab tidak ada tindakan dari birokrasi akan transparansi, lalu 16,5% responden menjawab sudah ada tindakan mengenai transparansi dari birokrat dan sisanya 0,5% tidak menjawab. Melihat hasil polling, mahasiswa bidikmi si sangat membutuhkan transparansi mengenai
penarikan dana bidikmisi untuk KKL/PKL. Sehingga, adanya sosialisasi terkait trans paransi dana dari birokrat perlu diadakan. Terlihat sebanyak 51,8% responden sangat setuju dan 28% setuju akan sebuah sosia lisasi dari birokrat terkait penarikan dana. Kemudian 2,2% tidak setuju, 1,8% sangat tidak setuju akan sosialisasi, dan sisanya 0,5% tidak menjawab. Terkait dengan hasil polling, sosialisasi memang dibutuhkan sebagai media yang baik bagi mahasiswa bidikmisi mendapat kejelasan tentang pengelolaan dana bidikmi si. Namun, sosialisasi harus ditujukan untuk semua mahasiswa bidikmisi, jangan dengan menggunakan perwakilan karena pemerataan dalam pemberian informasi pun diperlukan terkait transparansi. Dengan demikian, ma hasiswa tidak lagi khawatir akan pengalihan fungsi dana bidikmisi yang mereka terima sehingga nantinya tidak mengganggu proses perkuliahan. Tim Polling
5
PERSEPSI
Ketika Perempuan Mendominasi Sastra Indonesia
S
etiap 21 April, rakyat Indonesia mempe ringati kelahiran Kartini, tokoh emansi pasi perempuan, yang terwujud dalam perayaan Hari Kartini. Meski ada berbagai kontroversi tentang pandangan hidup Kartini, sosoknya cukup mengilhami kebangkitan kaum perempuan yang selama ini tersisih oleh kaum laki-laki. Yang tidak banyak ditonjolkan dari sisi kehidupan Kartini adalah pe Danang | Expedisi rannya sebagai pengarang. Apa yang ditulis Kartini sebagai surat-surat berbahasa Belanda dan dikirimkan kepada sahabat penanya kemudian dibukukan dalam versi terjemahan Habis Gelap Terbitlah Terang pada dasarnya adalah karya sastra. Lewat tulisan berupa surat-surat yang ditulis dalam kurun waktu kurang lebih lima tahunan inilah pemikiran Kartini dibaca banyak orang. Dia dinobatkan sebagai pahlawan. Sebagai tokoh pem bela perempuan yang kala itu termarginalkan oleh adat. Akan tetapi, sosoknya sebagai penga rang seakan tidak dihiraukan. Surat-surat yang sebenarnya dapat digolongkan sebagai karya fiksi, sebagaimana ditulis oleh Kartini, seringkali digolongkan sebagai karya nonfiksi. Sebenar nya hal ini mirip dengan tulisantulisan berupa diary, memoar, autobiografi, atau pun biografi yang seringkali berada dalam pusaran tarik-menarik antara karya sastra (fiksi) dan sejarah (fakta). Selain berupa surat yang seringkali digolongkan sebagai bukan tulisan sastra, perempuan asal Jepara ini menulis surat-suratnya dalam bahasa Belanda. Oleh karena itu, dalam kajian sastra Melayu atau Indonesia, namanya tidak pernah disebut. Lain persoalan jika Kartini menulis dalam bahasa Melayu, namanya tentu masuk sebagai salah satu pengarang Indonesia. Pada masanya, Kartini adalah satusatunya perempuan yang fasih berbahasa Belanda dari total empat pribumi. Tidak banyak pengarang perempuan yang aktif menulis saat itu karena perempuan dianggap sebagai kelas kedua. Bahkan di negara-negara Barat pengarang perempuan lebih memi lih menggunakan nama samaran laki-laki.
6
Hingga masa Balai Pustaka dan Pujangga Baru hanya ada segelintir pengarang perem puan: Selasih atau Saleguri, Hamidah, dan Suwarsih Djojopuspito. Pada awal kemerdekaan, Angkatan 45 punya pengarang perempuan bernama S. Rukiah. Namanya tentu saja tak seterke nal Chairil Anwar, Mochtar Lubis, apalagi Pramoedya Ananta Toer. S. Rukiah terma
suk pengarang Lekra yang kemudian karyakaryanya tidak boleh dibaca publik. Pada akhir 1960-an baru muncul pengarang pe rempuan bernama N.H. Dini, pengarang yang produktif hingga kini. Karya awalnya berjudul Hati yang Damai (1961) hingga karya yang mutakhir seperti La Grande Borne (2007) dan Argenteuil (2008). Dini juga menulis catatan kenangan masa lalunya yang bisa digolongkan sebagai karya sastra yang memiliki kaitan dengan sejarah. Bukankah dalam konteks ini tulisan Dini mirip tulisan Kartini? Pada masa kepenulisan N.H. Dini ke mudian muncul pengarang-pengarang pe rempuan lainnya seperti: Marriane Kattopo, Marga T., dan Mira W. Tahun 1970-an hingga
1980-an pengarang-pengarang perempuan mulai banyak bergeliat, terutama pada jalur penulisan cerita-cerita di majalah perempuan yang juga mulai marak pada saat itu. Titik baliknya terjadi pada angkatan 2000, ketika Ayu Utami dengan karyanya yang ber judul Saman dinobatkan oleh Korrie Layun Rampan sebagai pelopor karya sastra dalam bidang fiksi khususnya novel. Pada masa ini lah pengarang perempuan mengam bil alih peran dominasi pengarang laki-laki. Pada masa ini pula, selain Ayu Utami, muncul pengarangpengarang perempuan seperti Dewi Lestari, Djenar Maesa Ayu, Fira Basuki, Oka Rusmini, Asma Nadia kemudian Hanum Salsabila, Ilana Tan, Winna Efendi, dan sederet pengarang lainnya yang sangat pro duktif. Para pengarang perempuan ini menghasilkan banyak karya sastra, bahkan beberapa di antara nya berupa sekuel seperti Saman, Supernova dan 99 Cahaya di Langit Eropa yang banyak direspons oleh peminat sastra Indonesia secara positif. Tentu saja ada sejumlah pe ngarang laki-laki pada periode ini yang juga aktif menulis dan kualitas literernya bagus. Dari sekian peng arang laki-laki yang hingga kini aktif menghasilkan karya antara lain Seno Gumira Ajidarma, Andrea Hirata, Ahmad Fuadi, Tere Liye, hingga Zaenal Fanani yang tidak banyak dibicarakan dalam ulasan. Belum ada kajian yang memban dingkan berapa jumlah pengarang per emp uan dengan pengarang laki-laki. Juga tidak mudah untuk mengatakan apakah pengarang perempuan lebih bersifat pop sementara pengarang laki-laki lebih bersifat literer. Melihat fenomena sejarah sastra, tampaknya pengarang perempuan bukan lagi minoritas. Sebaliknya, mereka malah tampil secara lebih dominan daripada pengarang laki-laki. Apa kah hal ini merupakan dampak dari apa yang dulu diperjuangkan oleh Kartini? Dr. Nurhadi, M.Hum. Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY
EDISI I | MEI 2016
PERSEPSI
Samarnya Informasi Anggaran Dana UNY
M
enurut Surat Keputusan Wakil Rektor (WR) 2 tertanggal 24 Maret 2016, dana subsidi Kuliah Kerja Lapangan (KKL) untuk mahasiswa bidik misi diberikan sejumlah Rp800.000,00 dari sebelumnya Rp1.090.000,00. Pengurangan nominal sebesar Rp290.000,00 ini menuai keganjalan di kalangan mahasiswa. Informasi anggaran oleh WR 2 dan pihak fakultas tidak secara gamblang dijelaskan kepada mahasiswa. Hal ter sebut lantas menjadi pertanyaan bagi mahasiswa bidikmisi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) seperti yang terjadi di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Menurut penjela san pihak fakultas, pengurangan dana subsidi KKL tersebut dialokasikan untuk biaya wisuda. Akan tetapi, jika merujuk pada informasi yang disampaikan saat monitoring dan evaluasi mahasiswa bidikmisi 2015 (15/4) bukankah dana wisuda sudah dialokasikan tersendiri? Permasalahan lain dari subsidi dana KKL tersebut adalah tidak banyak mahasiswa bi dikmisi yang mengetahui, baik mahasiswa lama apalagi mahasiswa baru, adanya dana subsidi tersebut. Mahasiswa terkait baru mengetahui saat akan melakukan kegiatan KKL. Tanggung jawab siapakah informasi yang kurang tersalurkan kepada mahasiswa ini dapat dibenahi? Bahkan ketika mahasis wa yang ingin mencari kepastian informasi masih dipersulit oleh pihak birokrasi karena mereka saling melempar suara. Seperti yang telah ditetapkan pada Peraturan Rektor UNY nomor 2 tahun 2013 tentang Pedoman Sistem Akuntansi Badan Layanan Umum (BLU) UNY bahwa upaya mewujudkan transparansi keuangan BLU
MEI 2016 | EDISI I
yaitu dengan menyampaikan laporan per tanggungjawaban. Tujuannya adalah untuk menyajikan informasi posisi keuangan, reali sasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan. Kejelasan informasi menjadi hal utama jika kemudian merujuk pada UU RI nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Pasal 3 UU tersebut menjelaskan bahwa alasan pengambilan suatu keputusan publik berhak diberitahukan sehingga seha rusnya dana tentang KKL di UNY menjadi hak semua maha siswa untuk menge tahuinya. Kalaupun kemudian pihak biro krat tidak ingin men jelaskan, mereka harus mengungkapkan ala san konkretnya. Kesadaran setiap Gigih | Expedisi mahasiswa untuk mem peroleh haknya mengenai keterbukaan informasi dari birokrasi harus lebih ditingkatkan. Karena jika mahasiswa saja tak acuh dengan hal tersebut, maka ke terbukaan informasi yang semestinya ada akan diabaikan. Subsidi dana KKL tentu berkaitan langsung dengan mahasiswa bidikmisi. Namun, informasi adanya subsidi dana KKL beserta rincian anggarannya tidak diketahui mahasiswa terkait dengan jelas. Ketika ma hasiswa ingin mengetahui rincian anggaran seharusnya dapat dicari tahu dengan mudah karena telah ditetapkan pengelolanya. Seperti yang disebutkan dalam perencana strate gis (Renstra) UNY tahun 2015-2019 bahwa Bidang Keuangan, Sarana, Prasarana, dan Kepegawaian dikoordinasikan oleh Wakil Rektor 2 bersama Wakil Dekan 1, Asisten
Direktur, dan Kepala Biro Unit Perencanaan dan Keuangan (UPK). Ketika terjadi ketidakterbukaan informasi maka itu jelas terjadi hal yang tidak beres dalam birokrasi. Oleh karena itu, adanya ketidakterbukaan informasi menjadi penting untuk diperhatikan. Seperti kejadian di FIS yang meminta audiensi dengan pihak dekanat terkait dana organisasi mahasiswa (Ormawa) yang belum jelas. Saat audiensi yang diminta tidak menemui kesepakatan pada akhirnya Ormawa FIS melakukan aksi. Ormawa dan komunitas-komunitas di FIS yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa FIS (AMF) menun tut transparansi anggaran Rencana Kegiatan Perguruan Tinggi (RKPT) FIS terkait agenda dies natalis UNY ke-52 dan rincian dana subsidi KKL mahasiswa bidikmisi. Perlu diketahui juga Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 34 tahun 2011 tentang statuta UNY pasal 121 disebutkan bahwa pengelolaan keuangan dilaksanakan berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akunta bel. Di sini yang perlu digaris bawahi adalah pengelolaan keuangan di UNY belum sepe nuhnya transparan. Kiranya prinsip transparansi ini perlu dikaji ulang maknanya sehingga dalam pem raktikannya dapat dilaksanakan dengan bijak oleh birokrat. Lalu ketika para birokrat sudah melaksanakannya dengan baik, maka keter bukaan informasi dengan sendirinya akan terjadi. Namun, ketika prinsip transparansi ini terus terabaikan dan kejelasan informasi pun tidak disalurkan kepada mahasiswa, maka dapat dipastikan bahwa kepercayaan mahasiswa terhadap birokrat akan luntur. Hanum Tirtaningrum
7
TEPI
UNY Ramah untuk Difabel (?) Pendidikan Inklusif tidak bisa hanya sebagai representasi dari UU nomor 4 tahun 1997. Namun, juga harus menyediakan fasilitas yang institusional dan struktural bagi mahasiswa difabel.
I
mam Budi Prasetyo, salah satu mahasiswa tunanetra Jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB), sedang duduk di gazebo Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) bersama seorang te mannya saat ditemui, Kamis (24/4) pukul 16.00 WIB lalu. "Saya asal Klaten dan di sini tinggal di Karangmalang," ujar Imam saat ditanya tentang tempat indekosnya. Imam mengaku sering dijemput teman nya untuk pergi ke kampus saat awal kuli ah karena belum bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Setelah sudah hafal jalan menuju kampus, dia lebih sering berangkat sendiri. Hanya saja, ketika musim hujan Imam kembali meminta bantuan temannya untuk menjemput. "Saya kurang bisa mendeteksi jalan saat hujan. Banyaknya genangan air akibat jalan yang berlubang juga membuat saya kesusahan," ungkapnya lebih jelas. Imam juga menerangkan bahwa teman-temannya sangat paham dengan kondisi Imam sehingga saat musim hujan tiba, tanpa Imam meminta pun temannya berinisiatif untuk menjemput. Imam tidak memungkiri bahwa solidaritas teman-teman dan orang sekitar kepada Imam memang tinggi. Imam bahkan menceritakan bahwa dia sering ditolong oleh mahasiswa lain dan satpam untuk menyeberang jalan. “Banyak yang membantu saya saat saya mele wati jalan yang ramai. Pernah di perempatan Karangmalang, di depan Fakultas Ekonomi (FE), dan pernah pula di depan LPPMP. Di tempat-tempat tersebut memang sering ramai saat saya lewat.” Imam mengiyakan bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki UNY terbatas untuk mahasiswa seperti dirinya. Hal tersebut tidak Imam permasalahkan karena dulu ia ber sekolah di SMA yang menyelenggarakan pendidikan inklusif. Imam lebih menge luhkan jalan yang bergelombang. "Seorang tunanetra agak susah untuk mendeteksi jalan yang bergelombang karena kondisinya naikturun sehingga sulit dihafal," ungkapnya. Imam juga pernah kesulitan saat jalan di FE dijadikan tempat parkir. "Sama seperti jalan yang bergelombang, jalan yang kemudian dijadikan tempat parkir juga sulit dideteksi. Medannya berubah-ubah karena kendaraan wara-wiri," tambah Imam. Berbicara tentang menghafal jalan, Imam pun teringat saat masih menjadi mahasiswa baru. Dulu ia pernah tersesat ketika akan ke
8
Heni | Expedisi
Jumat (22/4), Dr. Sujarwo, M.Pd. ketika sedang diwawancarai terkait mahasiswa difabel di ruang dekanat FIP.
Student Center (SC). Kejadian tersebut dise babkan karena dia salah memperkirakan gang masuk SC. "Di UNY banyak persimpangan jalan dan saya yang belum hafal jalan ke SC tidak bersama teman membuat saya salah mengambil arah. Ternyata saya salah belok dan kejauhan," kata Imam sambil tertawa. Kekurangan tidak menghambat Imam untuk menjadi mahasiswa yang aktif dalam mengikuti setiap kegiatan kampus. Saat ini, ia tercatat sebagai anggota aktif organisasi Keluarga Muslim Ilmu Pendidikan (KMIP) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Catur. Bagi Imam, adaptasinya terhadap kondisi jalan menuju kampus memang yang paling memberatkan. Untuk masalah pengajaran di
kelas, dosen PLB sangat mengerti kondisinya. “Karena dosen sendiri, jadi mereka tahu cara mengajar anak berkebutuhan khusus seperti saya. Tapi, berbeda dengan dosen dari luar. Beberapa kurang mengerti kondisi mahasiswa seperti saya,” jelas Imam lebih lanjut. Menurut Imam, beberapa dosen dari luar PLB saat mengajar hanya menulis materi di papan tulis tanpa menjelaskan apa yang mereka tulis. “Hal tersebut membuat saya sulit dalam mengikuti proses belajar di kelas. Saya tidak tahu dosen tersebut menulis apa lalu mereka pun tidak menjelaskan dengan detail.“ Imam sendiri mengaku sungkan untuk menegur dosen yang demikian. Bukan kare na takut, tapi karena baginya, memang tidak EDISI I | MEI 2016
TEPI Repro.Danang | Expedisi
semua orang mengerti dalam menangani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Dari kejadian-kejadian yang pernah dilaluinya, Imam berharap dosen yang belum tahu teknis mengajar ABK supaya bisa mengkomunikasikannya. Setidaknya pada mahasiswa ABK langsung. Sela in mengenai metode mengajar, Imam pun menceritakan hal yang dilaluinya pada saat dilangsungkan Ujian Tengah Semester (UTS) maupun Ujian Akhir Semester (UAS). "UTS dan UAS kan biasanya tulis tangan nah disitu aku butuh
bantuan," katanya. Pada saat-saat seperti itu dia biasa didampingi oleh salah satu laboran jurusan PLB atau teman di luar jurusannya. UNY memang merupakan salah satu institusi pendidikan yang menerima maha siswa difabel, tapi aksesibilitas untuk mereka tergolong kurang. Bahkan FIP yang memiliki Jurusan PLB juga masih belum memiliki pe layanan khusus untuk difabel. Hal tersebut di ungkapkan langsung oleh Dr. Sujarwo, M.Pd., Wakil Dekan 3 FIP. “Di fakultas memang
membentuk komunitas bernama Sahabat Disabilitas pada pertengahan Januari tahun ini. Komunitas yang dibentuk oleh Jurusan PLB ini bertujuan untuk memberikan kepedu lian khusus untuk mahasiswa difabel layaknya PSLD di UIN Sunan Kalijaga. Ditanya mengenai Sahabat Disabilitas, Imam menuturkan bahwa pendampingan secara khusus sangat dibutuhkan oleh ma hasiswa difabel. Imam bahkan turut andil dalam kepengurusan Sahabat Disabilitas. Komunitas yang dibentuk pada awal tahun tersebut kini sedang dalam tahap pembukaan peneri “Kenapa tidak? maan anggota. Saat ditanyai terkait aksesibi Bukankah Rektor UNY juga litas sarana dan prasarana di UNY, dari Jurusan PLB?” Nur Azizah, Ph.D, selaku dosen jurusan PLB mengatakan bahwa aksesibel untuk penyandang difa Nur Azizah, Ph.D bel memang belum memadai. “Di UNY memang belum menyedia kan fasilitas khusus untuk mere belum menyediakan petugas khusus untuk ka sebagai sarana penunjang perkuliahan,” mendampingi mahasiswa difabel. Penanganan ungkap Nur Azizah saat ditemui Jumat (22/4) mahasiswa difabel diserahkan sepenuhnya lalu. “Komputer beraplikasi pembaca layar kepada dosen Jurusan PLB,” ujarnya terus untuk mahasiswa tunanetra, braille printer, terang saat ditemui Jumat, (22/4) lalu. dan pengeras suara di dalam kelas untuk Penyerahan penanganan sepenuhnya mahasiswa tunarungu ringan memang belum terhadap mahasiswa difabel hanya kepada disediakan,” jelasnya lebih lanjut. dosen Jurusan PLB seperti yang diungkapkan Sujarwo pun mengamini pernyataan Nur Sujarwo berbanding terbalik dengan fasili Azizah terkait kurangnya fasilitas bagi maha tas yang diberikan UIN Sunan Kalijaga. Di siswa difabel. Menurut Sujarwo, bangunan UIN Sunan Kalijaga sendiri menyediakan di FIP belum aksesibel untuk mahasiswa Pusat Studi dan Layanan Difabel (PSLD) difabel. “Pembangunan di UNY memang yang khusus mengurusi mahasiswa difabel. belum mendukung keberadaan mahasiswa Kesadaran pihak UIN Sunan Kalijaga difabel. Baru akhir-akhir ini pembangunan tentang pentingnya pemberian layanan dan mulai dipikirkan untuk mengakomodasi ma fasilitas kuliah secara institusional dan struk hasiswa difabel,” jelas Sujarwo lebih lanjut. Kurang aksesibelnya sarana dan prasarana tural bagi penyandang difabel sudah sejak 2 Mei 2007. Sedangkan UNY sendiri baru di UNY pun disampaikan oleh Maya Finarsih, MEI 2016 | EDISI I
ketua Himpunan Mahasiswa PLB. "Di UNY sendiri belum memberikan fasilitasi penuh untuk mahasiswa difabel, seharusnya ada braille block untuk kemudahan mahasiswa tunanetra.” Begitulah ungkapan Maya saat ditanya mengenai fasilitas mahasiswa difabel di UNY, Rabu (20/4). Maya juga berharap agar UNY lebih inklusif sehingga mahasis wa difabel lebih nyaman dalam mengikuti perkuliahan. "Prinsip memanusiakan manusia tidak akan pandang fisik. Mahasiswa difabel tentu harus dipedulikan juga," ungkap Nur Azizah dengan penuh antusias. Ia juga menambahkan jangan sampai ada diskriminasi terhadap ma nusia yang berkebutuhan khusus. Tidak jauh berbeda dengan Nur Azizah, Sujarwo bahkan memandang mahasiswa difabel sebagai ma nusia yang potensial. “Harus diakomodasi dan juga harus diberikan ruang untuk mengem bangkan potensinya. Terlebih antusias me reka tinggi dan itu bagus,” tambah Sujarwo. Wakil Dekan 3 tersebut juga mengungkapkan bahwa fakultas wajib menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung untuk mereka. “Kenapa tidak? Bukankah Rektor UNY juga dari Jurusan PLB?” ujar Nur Azizah dengan lugas saat ditanya mengenai sebe rapa siap UNY dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sudah siap atau belumnya UNY dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif, ba iknya seluruh pihak, baik birokrat maupun mahasiswa, kembali mengingat UU nomor 4 tahun 1997 pasal 5. “Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.” Umi Zuhriyah Heni, Meida
9
RESENSI
Kritik Sosial dari Seekor Monyet
“K
au tahu kenapa ayahmu almarhum memberimu nama yang lucu itu? Nama yang pendek? Hanya satu huruf? … Itu untuk mengingatkan betapa hidup ini tak lebih dari satu lingkaran. Yang lahir akan mati. Yang terbit di timur akan tenggelam di barat dan muncul lagi di timur. Yang sedih akan bahagia dan yang baha gia suatu hari akan bertemu sesuatu yang sedih, sebelum kembali bahagia. Dunia itu berputar, semesta ini bulat. Seperti namamu, O.” (Hlm. 418) “Tentang seekor monyet yang ingin me n i k ah dengan Kaisar Dangdut” itulah tulisan yang tertera pada blurb novel O. Novel ini dibuka dengan kisah seek or monyet berna ma Entang Kosasih yang berambisi menjadi manusia. Keinginan yang mustahil dan aneh, hingga kekasih nya, O, tak mengamininya. Namun, tak disangka Entang Kosasih kemudian menghilang saat menjalankan misi mewujudkan am bisinya tersebut. Pasca hilangnya Entang Kosasih, O bertemu manu sia bernama serupa dengan kekasih nya yang berprofesi sebagai Kaisar Dangdut. Karena hal itu, O berpikir ingin menjadi manusia seperti cita-cita Entang Kosasih dulu. “Entang Kosasih, monyetku, pernah bilang ia akan menjadi manusia dan setiap aku melihat Kaisar Dangdut itu, aku merasa ia adalah ke kasihku.” (Hlm. 279) Dari hilangnya Entang Kosasih ini, Eka Kurniawan mencoba menarasikan bahwa tidak hanya manusia yang bisa bersedih saat sosok terkasih pergi, bi natang pun demikian. Seperti yang di rasakan O. Lewat sosok O pula, Eka memberitahu pembaca bahwa terlalu cinta akan membuat kita menjadi pri badi yang tolol. Kepiawaian Eka dalam menggam barkan pergolakan batin tokoh dalam ceritanya memang patut diacungi jempol. Bagaimana tokoh O berpikir, merasakan kesedihan, dan merasakan kebingungan akan perasaan rindunya kepada kekasihnya yang menghilang terasa nyata bagi pemba ca. “Kenyataan pahitnya, Entang Kosasih Sang Kaisar Dangdut bukanlah monyet yang pernah dikenalinya, yang dicintainya, yang pernah mencintainya. Tapi, di sisi lain, setiap
10
Dok.Istimewa
kali ia melihat gambar Kaisar Dangdut, ia merasa itu Entang Kosasih yang sama.” (Hlm.279) O menyangkal kenyataan bahwa Kaisar Dangdut bukanlah kekasihnya dan tetap meyakini perasaannya yang setia mencintai Entang Kosasih. Eka kali ini menuliskan novel yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan novel-
novel sebelumnya. Ia menampilkan begitu banyak karakter. Pembaca digiring untuk mengikuti masalah kehidupan tiap karakternya yang berbeda-beda namun tetap berkesi nambungan dengan alur cerita. Sudut pandang yang loncat sana-sini sama sekali tidak mengganggu bagi pem baca untuk tetap menikmati novel ini hingga tuntas. Dari sinilah pembaca diajak betul-betul menyimak dan me ngikuti alur cerita setiap bab yang dikisahkan. Bisa dibilang novel ini merupakan novel semifabel, karakter sebagian besar binatang tapi masih menyerta kan manusia. Ada maksud tersendiri mengapa penulis mengangkat karakter binatang. Eka ingin menampilkan berbagai potret sosial yang terjadi di masyarakat pada masa sekarang, baik melalui kisah maupun tingkah laku tiap karakternya. Seperti O yang merasa dirinya akan dianggap sebagai manusia ketika mengenakan topeng dan bisa melakukan apa saja seperti yang dilakukan manusia. “Tanpa topeng, ia hanyalah seekor monyet. Tak lebih. Hanya melalui topeng manusia bisa menge nali monyet sebagai manusia. Dan hanya melalui topeng, si monyet bisa menanggalkan dirinya, meletakkan diri monyetnya di belakang, dan menjadi manusia yang bisa dipahami sesama manusia.” (Hlm.48) Jelas sekali banyak kalimat satir di novel O ini. Manusia bertingkah seperti binatang, kehilangan sisi kema nusiaannya, sementara binatang justru bertingkah selayaknya manusia. Suatu paradoks yang kenyataannya memang terjadi di masa sekarang. “Belajar lah dari binatang” itulah kalimat yang muncul pada bagian akhir novel ini. Bahkan seorang manusia pun akhirnya harus belajar dari binatang tentang sikap-sikap manusiawi. Kenyataan yang ironis memang. O tidak hanya untuk dinikmati, melainkan sebagai bahan pembelajaran sejauh mana manusia benar-benar telah menjadi manusia dan introspeksi apakah arti manusia sesungguhnya, dan apakah binatang memang lebih patut untuk dihormati dibanding manusia. Maria Gracia Putri
EDISI I | MEI 2016
WACANA
Dilema Transportasi Online
G
o-Jek, Ojek Syar’i, Grabbike, dan Uber adalah contoh transportasi online yang sedang naik daun akhirakhir ini. Kemudahan dalam layanan menja dikan jenis transportasi ini lebih digandrungi dibanding transportasi konvensional seperti ojek dan taksi pangkalan serta angkutan kota (angkot). Cukup dengan mengakses melalui ponsel pintar, masyarakat sudah bisa memi lih transportasi yang mereka butuhkan. Para pengendara yang memang terikat kontrak dengan perusahaan untuk bersikap ramah kepada penumpang pun kemudian menjadi poin plus. Munc uln ya tran sportasi berbasis aplika si internet ini berangkat dari pemanfaatan celah akan semakin kurangnya fasilitas pada transportasi umum. Seperti (angkot) dengan kursi yang rusak sehingga membuat pe numpang tidak nyaman, Bus Trans dengan pen jaga halte kurang ramah dan sering terjadi pen copetan, dan pengendara ojek pangkalan (opang) yang ugal-ugalan. Dari hal-hal tersebut, transpor tasi online memberikan pelayanan dan fasilitas yang lebih baik sehingga penumpang merasa aman dan nyaman. Go-Jek sendiri hadir dengan segala kelebihan nya. Transportasi online ini mengusung layanan cepat dan proaktif sebagai jawaban atas ke khawatiran masyarakat akan transportasi umum yang kurang dalam pelayanan. Lalu bak jamur di musim hujan, Go-Jek begitu cepat mengambil hati pengguna transportasi umum. Pertama hadir di Jakarta, Go-Jek kini sudah merambah Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Bali, Semarang, dan Yogyakarta. Terus berkembangnya teknologi menuntut manusia untuk berpikir inovatif. Pemikiran yang primitif akan menenggelamkan ma nusia di zaman berbasis globalisasi ini. Hal itu juga berlaku di dunia transportasi umum Indonesia. Namun, sayangnya, pemikiran maju belum dimiliki semua orang. Sikap bar-bar masih dikedepankan sebagian besar
MEI 2016 | EDISI I
orang Indonesia. Beberapa pengendara Go-Jek dianiaya oleh pengendara opang yang tidak terima akan keberadaan Go-Jek. Penganiayaan ter jadi di beberapa kota seperti Jakarta, Depok, dan baru-baru ini di Bandung. Akibat keja dian tersebut, kawasan Cibiru kota Bandung sempat memanas. Kejadian penganiayaan diperjelas oleh pernyataan AKP Syahroni, Kanit Reskrim Polsek Panyileukan, melalui portal berita JuaraNews.com bahwa dalam sehari telah terjadi empat kasus pengania Gigih | Expedisi
yaan terhadap pengendara Go-Jek di daerah tersebut. Alasan lain dari penyerangan opang ter hadap Go-Jek adalah karena opang merasa terintimidasi dengan keberadaan Go-Jek. Terlebih sejak munculnya Go-Jek, pengha silan mereka menurun. Dalam peristiwa ini, pihak Go-Jek justru menawarkan kerjasama dengan pihak opang untuk bergabung dengan Go-Jek. Akan tetapi, pengendara opang bersi keras pada sikap awalnya. Jika sudah seperti ini, keegoisan pengendara opang sama sekali tidak menguntungkan siapa pun, bahkan untuk diri mereka sendiri. Kasus antara Go-Jek dan opang sampai ke telinga Presiden Jokowi. Beberapa waktu lalu
Presiden Jokowi menjamu para pengendara Go-Jek dan opang di Istana Negara. Pada pertemuan tersebut, Presiden Jokowi bertin dak sebagai mediator guna menyelesaikan kasus persaingan antara Go-Jek dan opang yang memicu kekerasan tersebut. Perselisihan dalam ranah transportasi umum bukan hanya terjadi pada Go-Jek dan opang saja. Uber vs. taksi konvensional, selan jutnya. Perselisihan tersebut berujung bentrok. Adanya teknologi yang semakin modern memang memaksa manusia untuk terus ber pikir maju agar bisa me maksimalkan keberadaan teknologi tersebut. Sehing ga segala kebutuhan manu sia akan terpenuhi dengan mudah, termasuk layanan transportasi. Ket erb uk aa n pik i ran supaya tetap berpikir jernih untuk bersaing se cara sehat sangat diperlu kan pada zaman sekarang. Tindakan anarki yang di lakukan oleh pengendara transportasi konvensional sangat tidak patut untuk di lakukan. Seharusnya, yang harus mereka lakukan ada lah berbenah diri seperti meningkatkan pelayanan mereka agar mampu ber tahan dan bersaing dengan transportasi online. Bagaimanapun, jika tindakan anarki yang di lakukan pengendara trans portasi konvensional teru lang kembali, masyarakat akan memandang mereka secara negatif. Kemudian kepercayaan ma syarakat kepada mereka akan luntur sehing ga benar-benar beralih kepada transportasi online. Namun, layanan yang baik dan nyaman dari transportasi online jelas belum bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Mahalnya biaya yang diberlakukan masih menyulitkan masyarakat berekonomi meneng ah ke bawah. Dari hal tersebut, transportasi konvensional terutama opang dan angkot masih menjadi dambaan mereka. Dengan demikian, seharusnya transportasi online dan konvensional pun bisa bersinergi dengan baik. M. Sukron Fitriansywah
11
EKSPRESPEDIA
Pixel Art: Seni Menyusun Piksel
S
iapa tidak mengenal permainan video Mario Bros, Pacman, atau permainan arkade zaman dulu? Pasti mengenal, bukan? Grafis pada permainan tersebut terlihat kasar bahkan susunan antar pikselnya masih terlihat sangat mencolok. Dibandingkan deng an kebanyakan permainan zaman sekarang, perubahan paling mencolok terletak pada grafis tersebut. Seni grafis yang digunakan pada permainan, ikon, atau komputer zaman dulu adalah Pixel Art. Istilah Pixel Art pertama kali diumumkan oleh Adele Goldberg dan Robert Flegal dari Xerox Palo Alto Research Center pada tahun 1982. Seni grafis Pixel Art adalah sebuah se ni digital yang menggunakan piksel sebagai media. Untuk membuat suatu bentuk dengan metode Pixel Art diperlukan penyusunan yang tepat pada setiap susunan pikselnya. Dalam pembuatannya Pixel Art dibagi menjadi dua bagian: isometrik dan nonisometrik. Isometrik umumnya lebih kompleks, membuat objek terlihat tiga dimensi dengan memperhati kan bentuk, bayangan, dan sudut pandang. Nonisometrik adalah lawan dari isometrik sendiri. Teknik yang dipakai dalam Pixel Art adalah dithering, dengan alasan pada zaman
dulu palet warna masih terbatas. Teknik di thering mencampur dua warna supaya tidak melibatkan warna tambahan lagi, nantinya teknik ini akan menghasilkan nuansa dan warna yang berbeda. Teknik yang lain adalah anti-aliasing, dipakai untuk memungkinkan objek satu dan objek lain atau dengan latar belakang menjadi lebih mudah berbaur se hingga akan terlihat sangat halus.
Dok.Istimewa
Saat ini penggunaan Pixel Art semakin luas. Seni grafis ini tidak hanya digunakan untuk permainan video atau pun komputer saja. Salah satu contohnya adalah pemakaian pada iklan yang menggunakan Pixel Art isometrik untuk membentuk pemandangan kota dengan komposisi warna dan kedetailan yang tinggi. Danang Suryo Dikutip dari berbagai sumber.
Ikuti kami di
@ekspresionline 12
EDISI I | MEI 2016