EXPEDISI EDISI IV JUNI 2012
MEMBANGUN
B U D AYA
Menanti Sebuah Kepastian Mengawali Proses Perpindahan Jurusan PAP ke FE
KRITIS
surat pembaca Dies Natalis UNY Kurang Publikasi
UNY. Perlu publikasi yang hebat untuk menyukseskan agenda yang mantap.
Beberapa waktu lalu, UNY merayakan dies natalis ke-48. Selayaknya memper ingati momentum besar, rektorat UNY mengadakan berbagai macam agenda seperti lomba karya ilmiah, seminar, dan talkshow. Banyak agenda bagus yang dibuat, namun hanya sedikit mahasiswa UNY yang tahu akan hal itu. Hanya ada beberapa banner yang dipasang seperti di dekanat Fakultas Ekonomi, dekat lapangan futsal, dan pasca-sarjana UNY. Padahal, mahasis wa merupakan obyek sasaran utama yang tepat untuk agenda-agenda ini. Seharusnya, pengoptimalisasian me dia dilakukan seperti menyebarluaskan agenda lewat facebook, website, pamflet di tiap fakultas, leaflet, dan sebagainya. Tentu akan lebih banyak orang yang turut dalam kebahagiaan dies natalis
Rizki Ageng Mardikawati Pendidikan Fisika 2011
Kesemrawutan Jadwal UAS dan Kejelasan Portal Pelaksanaan Ujian Akhir Semester (UAS) secara serentak dijadwalkan mulai tanggal 18-29 Juni 2012 setelah minggu tenang. Namun, sebagian dosen di bebe rapa fakultas sudah melaksanakan UAS di saat minggu tenang, dan bahkan sebe lum minggu tenang pun sudah ada yang melaksanakannya. Kenapa jadwal UAS tidak dilaksanakan sesuai jadwal? Hal ini terkesan tidak tertib dengan jadwal UAS yang telah dibuat oleh rektorat. Lalu, berkaitan dengan tidak maksimalnya fungsi dari portal parkir di setiap jalan masuk kampus/fakultas. Melihat keberadaan portal parkir yang
editorial Kapan Jurusan PAP Pindah ? Keputusan bahwa seluruh jaja ran dekan Fakultas Ekonomi(FE) dan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) me nyetujui perpindahan PAP ke FE, selayaknya memudahkan realisasi kepindahan tersebut. Namun, dalam pelaksanaannya proses perpindahan ini menemui beberapa kendala. Salah satu yang paling menghambat adalah munculnya dualisme pendapat dari para dosen di jurusan PAP sendiri. Hal ini menimbulkan suasana yang tidak nyaman di kalangan dosen ju rusan PAP dan semakin menyulitkan proses perpindahan yang tinggal se jengkal lagi. Hal ini sungguh miris karena seharusnya, permasalahan internal tersebut tidak perlu terjadi bila se tiap orang mau menimbang dengan seksama terkait tuntutan pasar kerja bagi lulusan PAP yang memang seha rusnya berada di FE. Imbasnya, ma hasiswa pun bertanya-tanya kenapa proses perpindahan PAP ke FE lama dan berbelit-belit. Keresahan mahasiswa jurusan PAP akan nasib ketika kelak sudah lulus dan bersaing di dunia kerja lah yang mendorong mereka untuk menuntut perpindahan jurusan PAP ke FE. Beredar info di sebuah ko ran harian lokal, bahwa lulusan PAP
2
yangberasal dari FIS tidak akan dapat melamar pekerjaan sebagai CPNS. Hal ini tentu mengkhawatirkan se mua mahasiswa PAP dan seharusnya para birokrat kampus pun segera tanggap akan hal ini. Sejatinya, di seluruh universitas (yang dulunya IKIP-red) lain di Indonesia, jurusan PAP sudah berada di naungan FE. Kedekatan rumpun PAP dengan ju rusan-jurusan di FE berkaitan erat dengan mata pelajaran ekonomi bis nis yang akan mereka ampu jika men jadi tenaga pengajar di SMK. Hal ini menyebabkan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk lulusan PAP pun dilaksanakan di FE. Banyak akibat yang harus ditang gung jurusan PAP ketika berada di FIS, semisal tidak masuknya jurusan PAP UNY dalam paguyuban jurusan PAP se-Indonesia secara kelemba gaan. Dapat dibayangkan, jurusan PAP UNY pun kerap ketinggalan informasi penting seputar penyu sunan kurikulum baru dan bebera pa pembaharuan bagi jurusan PAP. Hal ini tentu sangat merugikan dan menuntut penyegeraan proses per pindahan PAP ke FE. Menimbang semua hal penting yang sudah diutarakan sebelumnya, lantas kapan PAP pindah??
belum terpakai , rasanya sangat mem prihatinkan. Padahal, biaya untuk mem bangun portal parkir itu sendiri pasti tidak sedikit. Tetapi, fungsi dari keber adaan portal itu sendiri itu belum jelas. Mungkin lebih bijak jika anggaran yang harus digunakan untuk membangun fasilitas yang belum jelas manfaatnya, bisa dialihkan untuk perbaikan fasili tas kelas, penambahan koleksi buku di perpustakaan, atau fasilitas lain yang lebih penting. Agus Swasono Pendidikan IPS 2009
Transparansi Dana Kelas Internasional Sehubungan dengan adanya kelas internasional, kami ingin mengetahui transparansi dana pendidikan di UNY sehingga diharapkan mahasiswa tidak lagi bertanya-tanya kenapa biaya pendi dikan kelas internasional bisa mencapai lima kali lipat kelas reguler. Selain itu, dari segi penjaminan mutu diharapkan kurikulum kelas internasional dapat di tingkatkan dan mempunyai standar yang benar-benar bertaraf internasional. Berkaitan dengan wacana pemakaian sepeda di area kampus, wacana tersebut sangat baik, namun bagaimana nasib mahasiswa yang nglaju dan jarak rumah ke kampus tidaklah dekat? Lingkungan kampus yang menyatu dengan pemukim an penduduk tentu menyulitkan berlang sungnya kebijakan tersebut. Kiranya hal ini mendapat tanggapan dari birokrat demi UNY yang lebih baik. Ratna Amalia Solikhah Pendidikan Kima Internasional 2010
sempil - “Ditafsirkan dari sisi historis, ya memang PAP itu masuknya ke FE.” - "Oh, bapak ahli tafsir to temyata?"
Pimpinan Proyek Akhmad Muawal H | Sekretaris Neti Mufaiqoh | Bendahara Dwi Handari | Redaktur Pelaksana Ninda Arum R | Redaktur Akhmad Muawal H, Dini Permata Sari, Dwi Handari, Ninda Arum R, Rahadian Rahmad, Siti Hanifah, Sofwan Makruf | Reporter Abi, Bayu, Melan, Nimas, Taufik, Yekti | Redaktur Foto Rahadian Rahmad| Artistik Gunadi Jati A, Latief Aminnudin, Sofwan Makruf | Produksi Irfah Lihifdzi A | Iklan Siti Hanifah, Nia Aprilianingsih |Tim Polling Dini Permata Sari, Maelani Furqan, Nur Janti | Sirkulasi Septiadi Setia W | Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang Yoyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@ yahoo.com | Web ekspresionline.com Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.
edisi Iv | JUNI 2012
sentra Awal | Expedisi
Mendesak Realisasi Kepindahan Jurusan PAP Keinginan bulat mahasiswa PAP untuk segera pindah ke FE, belum juga terealisasi. Hal ini mendesak karena bukan sebatas masalah status.
Senin (11/6). Di tempat inilah ( Hima PAP) wacana perpindahan PAP dari FIS ke FE gencar dilakukan.
W
acana perpindahan prodi Pen didikan Administrasi Perkanto ran (PAP) dari Fakultas Ilmu Sosial (FIS) ke Fakultas Ekonomi (FE) yang mencuat lebih dari satu tahun lalu, memperoleh kepastiannya pada semi nar bertajuk “Revitalisasi Prodi PAP Menghadapi Tuntutan Dunia Kerja” pada Sabtu, 28 April 2012 lalu di ruang Ki Hajar Dewantara FIS. Kesimpulan pen ting yang dihasilkan dari seminar tersebut adalah bahwa semua pihak, termasuk dekan FIS dan jajaran dekan FE, sudah merestui perpindahan tersebut. Banyak pertimbangan penting yang mendasar inya, namun banyak juga pertanyaan yang timbul dari prosesnya yang lama dan berbelit. Wahyu Rusdiyanto, maha siswa PAP angkatan tahun 2008 yang sekarang menjabat sebagai wakil ketua BEM FIS mempertanyakan hal tersebut, “Nah, kenapa waktu perpisahan FIS dan FE PAP ditinggal? Mungkin prosesnya memang cukup sulit ya, banyak yang harus dilalui.” Men angg api hal ters eb ut, Joko Kumoro M. Si selaku kajur PAP mengaku tidak tahu menahu. “Kalau masalah itu sebenarnya tergantung pengurus yang terdahulu sebelum saya menjabat,” ki lahnya. Ketika proses perpisahan FIS dan FE, para dosen di jurusan melakukan audiensi dengan hasil posisi ideal PAP itu seharusnya ada di FE. Namun, sikap
JUNI 2012 | edisi IV
jurusan ternyata hanya sebatas audiensi, belum sampai ke usaha konkret untuk mengikutkan PAP ke FE. Sikap jurusan tersebut dinilai sebagai sebuah keraguraguan oleh PD I FIS, Cholisin M. Si, ketika ditemui di ruangannya. “Kemung kinan mereka dulu masih ragu-ragu ya,” ujarnya sambil tertawa kecil. Dualisme Pendapat Dosen Joko harus menghadapi kenyataan bahwa tidak semua dosen di jurusan me nyetujui rencana perpindahan tersebut. Jurusan PAP pun terbagi menjadi dua kubu, antara para dosen yang sepakat untuk ikut pindah ke FE dan para do sen yang ingin bertahan di FIS. “Terus terang memang dosen-dosen di jurusan tidak 100% mendukung kepindahan PAP ke FE,” jelasnya. Keadaan ini membuat kerja Joko menjadi lebih berat karena masalah ter sebut harus dimediasi secara hati-hati. “Saya sebagai orang yang dituakan harus mengak omodasi banyak kepentingan. Memang sampai memakan rasa juga, namun ya bagaimana lagi,” tuturnya. Bagi Cholisin sendiri, pihaknya terus berusaha mendorong pihak jurusan un tuk menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini penting karena pihak universitas membutuhkan kepastian. “Kejelasan si kap jurusan sudah diperbincangkan di tingkat universitas,” ujarnya.
Bagi Wahyu sendiri, dualisme ini hanyalah permasalahan terkait perbe daan kepentingan yang melekat pada tiap dosen di jurusan. “Kalau dari dosen dikatakan bulat semuanya setuju itu tidak bisa, dosen kan punya kepentingan ma sing-masing juga,” katanya. Joko menya yangkan hal tersebut karena menurutnya proses perpindahan akan lebih lancar dan mudah jika dualisme pendapat tidak terjadi. Hal tersebut juga menyangkut keharmonisan di internal jurusan sen diri. “Aura di internal jurusan menjadi tidak nyaman,” keluhnya. Berasal dari Keresahan Mahasiswa Maharani Marita Bahriani selaku ke tua Hima PAP, mengungkapkan bahwa wacana yang dulu berkembang beraw al dari mahasiswa PAP sendiri yang mem bandingkan posisi PAP di UNY dengan posisi PAP di universitas bekas Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) lain. Rasa khawatir muncul jika nanti pasar kerja para lulusan PAP dari UNY dire but oleh lulusan PAP universitas lain yang posisinya sudah ada di FE. “Dulu sebagian teman-teman ADP dapat info di koran Kedaulatan Rakyat jika lulusan PAP yang bukan dari FE ditolak menjadi CPNS,” imbuh Marita. Kekhawatiran tersebut juga dia mini oleh Joko yang mengaku pesimis
3
sentra dengan sistem di Indonesia yang diang gapnya “rawan kasus”. Walaupun belum ada kasus yang menimpa para lulus annya, ia khawatir lulusannya ditolak ketika mencalonkan diri menjadi pega wai. “Belum tentu bagian penerimaan pegawai baru itu menerima lulusan PAP yang berasal dari FIS. Padahal secara kompetensi, lulusan kita belum tentu kalah dengan lulusan PAP universitas lain yang berad a di FE,” paparnya. Menurut Marita, kedekatan rum pun PAP dengan jurusan-jurusan di FE berkaitan erat dengan mata pelajaran yang akan mereka ampu jika menjadi tenaga pengajar di SMK, yaitu ekonomi bisnis. Mata pelajaran tersebut lebih ke arah rumpun ekonomi, sehingga ke bijakan yang ada selama ini, program PPG (Pendidikan Profesi Guru) untuk lulusan PAP dilaksanakan di FE. “Nah mau jadi guru aja susah mas, apalagi yang lain,” keluhnya. Pengelolaan administrasi pun sebe narnya lebih mudah jika posisi PAP be rada di bawah naungan FE. “Sebenarnya PAP kan masuk rumpun akuntansi dan manajemen, sehingga secara pengelola an administratif pun sebenarnya lebih cocok di FE,” jelas Joko.
kap dari pihak FE dipandang berbanding terbalik dengan sikap jajaran dekan FIS. Hal ini terlihat ketika seminar PAP tang gal 28 April 2012 kemarin, seluruh jaja ran dekan FE hadir. Namun, dari jajaran dekan FIS yang hadir hanya dekannya saja. “Iya waktu itu saya kecewa sama jajaran dekan FIS. Ini kan acaranya pu nya FIS, tapi kok malah dekan tok yang datang,” keluhnya. Keterasingan Mahasiswa dan Lembaga Posisi PAP UNY yang masih berada di FIS juga membuat mahasiswa PAP sendiri kesulitan membangun jaringan kemitraan dengan forum komunikasi mahasiswa PAP di luar UNY. “Kalo un tuk mahasiswa sendiri kita merasa tera singkan ya, kalo semuanya temen-temen mahasiswa (PAP di universitas selain UNY-red) yang lain di FE kita di FIS”, keluh Wahyu. Secara kelembagaan pun, PAP se akan diasingkan. “Hampir semua uni versitas bekas IKIP lain sudah berga bung dalam paguyuban jurusan PAP yang sekarang diketuai dari pihak PAP UNESS. Kita secara kelembagaan ti dak pern ah ik ut, bahkan diu nd ang pun tidak pernah,” ujar Joko. Padahal menurutnya, banyak keuntungan yang bisa didapat jika bisa bergabung. Pagu yuban tersebut sudah mulai menyusun kurikulum-kurikulum baru serta me lakukan berbagai pembaharuan yang intensif pada bidang PAP. “Nah, kalau kita tidak ikut, kita akan selalu keting galan tentang perkembangan terbaru di lapangan,” imbuhnya. Akhmad Muawal Hasan Melan, Yekti
Selasa (12/6). Ketua Jurusan PAP Joko Kumoro M.Si, harus menghadapi kenyataan tidak semua dosen PAP setuju dengan rencana perpindahan ke FE.
Awal | Expedisi
Mengacu pada Sisi Historis dan Pasar Menurut Cholisin, dilihat perspektif historis, dahulu PAP termasuk jurusan Pendidikan Dunia Usaha (PDU) yang di dalamnya ada bermacam-macam prodi. Seharusnya paradigmanya ti dak ke administrasi publik, namun ke administrasi bisnis. “Ditafsirkan dari sisi historis, ya memang PAP itu ma suknya ke FE,” ujar Cholisin. Namun karena PAP masih di FIS, maka paradigma kurikulumnya belum bisa sepenuhnya ke administrasi bisnis. “Nah ket ika ber pind ah ke FE, mau tidak mau adm in ist ras i bisnis harus ma
suk,” imbuhnya. Joko menilai penggolongan DIKTI yang masih memasukkan PAP ke dalam rumpun ilmu sosial, memang ideal ke tika instansi yang bersangkutan masih berstatus IKIP. Namun, ketika status tersebut berubah menjadi universitas, penggolongan tersebut tentu harus di sesuaikan. Menurutnya DIKTI kurang up-to-date menghadapi kedinamisan pasar. “Rumpun keilmuan memang se lalu tidak sesuai dengan tuntutan di lapangan,” katanya. Dr. Moerdiyanto M.Pd., MM se laku wakil dekan I FE yang mengaku sangat welcome bila PAP masuk ke FE mengatakan, bahwa lulusan PAP akan lebih marketable dan memiliki citra yang baik jika berasal dari FE. Untuk prosesnya pun tidak harus ke DIKTI, cukup dengan Surat Keputusan (SK) rektor sebab secara teknis perpindahan tersebut masih dalam satu universitas. “Statuta atau aturan Organisasi Dan Tata Kerja (OTK) FE lah yang perlu dirubah,” tegasnya. Sekarang kasus ini sudah sampai pada pihak senat FIS dan selanjutnya akan dibawa ke senat universitas. “Be gitu nanti senat universitas sud ah men yet uj ui kan rektor tinggal memb ua t SK,” jelas Joko seus ai sidang senat FIS pad a Jumat, 15 Juni 2012 kemarin di ruang Ki Hajar Dewantara. Wahyu m e man dang si
4
edisi IV | JUNI 2012
polling
Polemik Perpindahan PAP ke FE Jurusan PAP Memang Seharusnya Berada di FE
PAP Sofwan | Expedisi
P
rodi Pendidikan Administrasi Per kantoran (PAP) di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ber ada di bawah naungan Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Keberadaan PAP di FIS menimbulkan berbagai polemik di ka langan mahasiswa PAP sendiri terkait nasib lulusannya kelak ketika bersaing di dunia kerja. Lulusan PAP dari FIS akan menemui beberapa kesulitan se misal pada saat mengambil Pendidikan Profesi Guru (PPG). Oleh sebab itu, rencana perpindahan prodi PAP dari FIS ke FE akan dilaksanakan. Akan tetapi, hal tersebut menemui bebera pa kendala. Untuk mengetahui respon mahasis wa PAP mengenai masalah tersebut, Tim EXPEDISI mengad akan poling. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Jenis sampling aksiden tal, yaitu memberikan angket secara
Lulusan PAP dari FIS Sulit Mendapat Pekerjaan
langs ung ke pad a resp on den. Tekn ik pengumpulan data dilakukan menggunakan angket yang terdiri atas dua belas per tanyaan tertutup. Perh i tungan pengambilan sam pel menggunakan rumus slovin dengan sampling error 5%. Jumlah angket yang disebar sejumlah 191 dari total mahasis wa 415. Penyebaran angket hanya dila kukan kepada mahasiswa jurusan PAP. Mengenai rencana perpindahan ju rusan PAP dari FIS ke FE, sejumlah 99% responden mengetahui tentang hal tersebut dan sebanyak 1% menyatakan tidak tahu. Sejumlah 95,30% mahasiswa setuju dengan rencana lintas fakultas jurusan PAP ke FE, 4,2% mahasiswa tidak mempermasalahkan jika PAP te tap berad a di FIS dan sejumlah 0,50% suara tidak mendapat tanggapan dari responden. Keberadaan PAP di kampus merah menimbulkan beberapa masalah terkait pembangunan jaringan dengan mahasis wa PAP di universitas lain. Responden yang setuju dengan hal tersebut sebanyak 39,4% dan sejumlah 30,3% sangat setuju. Sementara, 6,4% mahasiswa tidak setuju dan sisanya sangat tidak setuju terkait hal tersebut. Selain itu, keberadaan PAP di FIS akan menyulitkan pelaksanaan program PPG. Sebanyak 46,1% mahasiswa se tuju dengan pernyataan tersebut. Hal ters eb ut ju ga didukung 30,4% suara lainnya yang men yat ak an sangat setu ju. Sementara di kubu lain, 14,1% maha sisw a tid ak setuju, 6,3% sangat tidak
setuju, dan 3,1% tidak menjawab. Dampak lain yang ditimbulkan adalah lulusan PAP dari FIS kurang dapat bersaing dibandingkan yang berasal dari FE. Sejumlah 42,9% responden setuju dengan pernyataan tersebut, dan 30,4% suar a menyeru kan hal yang sama. Sebaliknya, 18,8% mahasiswa menolak pernyataan tersebut, 6,3% sangat tidak setuju, dan sisanya tidak menjawab. Apabila ditinjau dari segi kurikulum, kajian ilmu PAP akan lebih sesuai jika PAP berada di FE. Sejumlah 46,6% ma hasiswa menyatakan sangat setuju dan 41,4% lainnya setuju dengan pernyataan tersebut. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut sejumlah 4,2%, dan, 6,3% tidak setuju, serta sisa 1,5% mahasiswa lainnya tidak menjawab. Rencana perpindahan jurusan PAP dari FIS ke FE sudah bergulir sejak ta hun 2011. Sehingga, sejumlah 48,8% mahasiswa setuju jika proses perpin dahan jurusan PAP ke FE terkesan lama. Responden yang menyatakan sangat se tuju dengan pernyataan tersebut sebesar 40,3%. Sedangkan 4,7% tidak setuju, 3,1% sangat tidak setuju, dan 3,1% suara tidak memberikan respon. Perpindahan jurusan PAP ke FE yang memakan waktu lama, disebabkan karena adanya kendala. Kendala tersebut bukan berada di pihak rektorat, melainkan pa da tingkat jurusan. Hal ini disebabkan beberapa dosen tidak sepakat dengan perpindahan tersebut. Sebanyak 73,8% responden mengetahui hal tersebut dan 26,2% mahasiswa tidak mengetahui ma salah tersebut. Supaya proses perpindahan tersebut tidak berbelit-belit, sejumlah mahasiswa PAP melakukan upaya dengan mengada kan kegiatan forum diskusi dan seminar. Sebesar 86,9% responden mengetahui adanya upaya tersebut, sedangkan si sanya tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut ternyata menurut 87,4% mahasiswa mendapat tanggapan dari pihak jurusan, 11% responden me nyatakan hal yang sebaliknya, dan 1,6% mahasiswa tidak menjawab. TIM EXPEDISI
Sofwan | Expedisi
JUNI 2012 | edisi iV
5
persepsi
Wamen Oh Wamen!
J
abatan wakil menteri (wamen) se jatinya sudah ada sejak zaman or de baru. Kabinet Amir Sjarifuddin dahulu menggunakan istilah menteri muda sebagai sebutannya. Kemudian, ketika zaman Soeharto, menteri muda kembali diangkat. Kita tentu masih ingat ada menteri muda pemuda dan olah raga yang dijabat oleh Dr. Abdul Ghafur. Ju ga ada menteri muda sekretaris kabinet (Menmud sekkab) yang dijabat Saadillah Mursyid di saat menteri sekre taris negara (Mensesneg) dijabat Moerdiono. Nah, jika sekarang ada jabatan wakil menteri yang dahulu bernama menteri muda, kenapa hal ini menimbul kan polemik? Hal ini lebih karena legal standing dan masalah po litis dalam bingkai hukum yang digunakan tidaklah tepat. Akibatnya, peme rint ah har us kemb al i tercoreng kredibilitasnya karena kebijakan yang diambil dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Adalah Prof. Yusril Ihza Mahendra, salah satu staff ahli dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi yang menyatakan ketidak absahannya jabatan wa kil menteri. Saat ini, skor kemenangam Yusril sudah Sofwan | Expedisi 6:0 melawan pemerintah. Enam kali Yusril Ihza Mahendra menggu gat pemerintah di Mahkamah Konstitusi dan semua gugatan tersebut dimenang kan Yusril. Jabatan menteri muda sebenarnya se rupa tapi tak sama dengan wakil menteri saat ini. Menteri muda menangani suatu kerja khusus, seperti halnya mensekkab membantu tugas-tugas mensesneg. Baik menteri muda di kabinet Amir Syarifuddin maupun kabinet Soeharto, keduanya merupakan anggota kabinet. Dalam melaksanakan tugas khusus itu, mereka berkoordinasi dengan menteri, namun bertanggungjawab kepada pre siden karena presiden yang mengangkat menteri muda itu. Acuan inilah yang di
6
ambil ketika membuat UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dalam UU Kementerian Negara ini, wakil menteri hanya diatur di Pasal 10 yang intinya, wakil menteri diangkat untuk menangani beban kerja khusus. Pasca dibatalkannya penjelasan pasal 10 UU Kementerian Negara oleh Mahka mah Konstitusi, Presiden SBY membuat Perpres No 60/2012 untuk mengangkat kembali ke-20 wakil menterinya. Dalam perpres tersebut, disebutkan tu gas wamen yaitu membantu menteri dalam memimpin dan melaksanakan hampir seluruh tugas kemente rian sebagaimana diatur dalam pasal 8 UU Kemen terian Negara. Dilihat dari sudut ini, nyatalah bahwa perpres tersebut berten tangan dengan ketentuan Pasal 10 UU Kementerian Negara. Jika perpres ini di ajukan ke MA, sudah menjadi alasan yang cukup bagi MA untuk membatalkan perpres ini. Meski ada perpres bar u, pos is i wamen masih tidak jelas karena perpres tersebut menya takan bahwa kedudukan wamen bukan pej ab at struktural, namun bukan pula anggota kabinet. Lebih aneh lagi, wamen diangkat oleh presiden tan pa usul menteri, tetapi bertanggungja wab kepada menteri. Inilah sedikit ke ruwetan wamen dilihat dari sisi hukum, baik hukum tata negara maupun hukum administrasi negara. Jika dilihat dari kacamata politik, je las ada ketidakkonsistenan presiden da lam pengangkatan wamen. Awal Januari 2010, SBY pernah mengurungkan un tuk melantik Dr. Anggito Abimanyu sebagai Wamenkeu dan dr. Fahmi Idris sebagai Wamenkes dengan pertimbang an kedua pakar ini bukan pejabat ka rir. Hal ini mengingat bahwa di pasal 10 UU Kementerian Negara (sebelum dibatalkannya MK), ada penjelasan wakil menetri adalah pejabat karir.
Namun, saat Pasal 10 tersebut masih berlaku, presiden justru mengangkat lagi 18 wamen bersamaan dengan reshuffle kabinet dengan beberapa wamen bu kan pejabat karir seperti Prof. Denny Indrayana (Wamenkumham) dan Prof. dr. Ali Gufron Mukti (Wamenkes). Dari inkonsistensi ini, jelas terasa ada aroma bagi-bagi kue kekuasaan. Jika stabilitas politik menjadi alasan pengangkatan wamen, penulis berpikir hal ini berlebihan. Karena sebelum ada wamen, kegaduhan politik yang menga rah pada impeachment jauh panggang dari api. Dilihat dari sisi ekonomi, kebijakan mengangkat wakil menteri ini tidaklah tepat. Data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menun jukkan alokasi anggaran untuk wamen ini mencapai 15 milyar setahun. Semen tara jika mengingat hutang negara kita tercinta, per April 2012 telah menca pai Rp 1.903,21 triliun, naik Rp 99,72 triliun dari posisi di akhir 2011 yang nilainya Rp 1.803,49 triliun. Padahal dalam pidatonya di Gerakan Nasional Penghematan Penggunaan Energi (29 Mei 2012), Presiden SBY mengatakan bahwa beliau tak mau hutang negara terus meningkat dan membebani gene rasi yang akan datang. Namun, kebijakan yang diambil se olah mengarah ke penjuru mata angin yang berlawanan. Jika argumentasi pengangkatan wamen terkait dengan kementerian dan APBN yang besar, maka solusi sistemik dapat lebih dikedepankan, yaitu dengan perbaikan tata kelola kementerian yang lebih baik dan akuntabel. Alangkah baiknya dana sebesar itu digunakan untuk riset dan menerap kan bagaimana good governance yang sebenar-benarnya sehingga sistem yang dibentuk dapat digunakan untuk sete rusnya. Nah, kalau secara ekonomi, politik, dan hukum justru lebih banyak mem bawa madharat, maka buat apa wamen dipertahankan ?
Mohammad Adam Jerusalem, M.T. Dosen Jurusan PTBB Fakultas Teknik UNY
edisi IV | JUNI 2012
persepsi
Selamat Datang Kembali Cosplay
C
ostume play (cosplay), merupakan budaya Jepang yang kini kembali digandrungi anak muda Indone sia selain boyband dan girlband Korea. Cosplay yang sempat booming tahun 2005 lalu sekarang kembali diminati. Hal ini karena banyak event jejepangan termasuk cosplay yang sering diadakan di Indonesia. Masyarakat pun mulai melirik sisi komersial dari cosplay. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya desainer serta penjual aneka aksesori cosplay, sehingga peminat cosplay tidak perlu bersusah payah untuk mendapat kan kostum impian. Cosplay merupakan perwujudan dunia fantasi melalui sebuah bu sana. Mengenakan busana lengkap beserta akseso ri dan make up layaknya tokoh komik, game, dan film animasi favoritnya, cosplayer, sebutan untuk pemain cosplay akan ber gaya seperti tokoh yang sedang diperankannya. Sem ak in ban yak nya peminat cosplay di Indonesia, sebenarnya dapat dimanfaatkan un tuk memperkuat kebera daan komik dan animasi Indonesia. Namun sa yangnya, para cosplayer Indonesia pada umumnya Dok. Istimewa
lebih memilih tokoh komik, tokoh film animasi, atau tokoh game macam Final Fantasy dan Ragnarok dari Jepang ke timbang dari negaranya sendiri. Baga imana komik dan film animasi Indonesia dapat berkembang, jika anak mudanya sendiri lebih suka produk luar negeri di banding produk dalam negeri. Padahal, komik Indonesia pun tidak kalah bagus dengan komik Jepang. Soal gambar, banyak komikus Indonesia yang gam barnya lebih bagus dari pada komikus Jepang. Banyak komik Jepang sebut saja One Piece yang gambarnya tidak terlalu bagus namun menjadi best seller di to ko-toko buku. Terkait alur cerita, hal itu tergantung pendapat pembaca.
Banyak juga komik yang alur ceritanya mbulet tapi tetap disenangi pembaca. Lantas, mengapa komik dan film animasi Jepang lebih di minati dibanding komik dan film animasi Indonesia? Hal ini dikarenakan anggapan masyarakat bahwa “yang mahal, yang terkenal, yang lebih bagus”. Masyarakat lebih menga kui komik dan film animasi Jepang di banding dengan komik dan film animasi negara sendiri, karena komik dan film animasi Jepang lebih dulu terkenal. Mungkin kita bisa meniru apa yang dilakukan oleh orang Jepang di negerinya sana, yaitu membatasi distribusi komik dan film-film animasi impor. Sehing ga, perlahan masyarakat mulai membaca dan belajar mencintai komik serta film-film animasi Indonesia. Ditambah lagi, de ngan dukungan para cosplayer Indonesia yang bercosplay dengan tokoh komik dan animasi Indone sia, tentunya komik dan film animasi Indonesia akan se makin maju. Contohnya, se perti yang pernah di lakukan oleh V-Team tahun 2010 lalu di Braga City Walk (BCW) Bandung. Mereka bercosplay memerankan tokoh-tokoh da ri komik Garudayana karya Is Yuniarto, salah satu komikus Indonesia. Siti Khanifah
INFO KAMPUS Talkshow Bareng Raditya Dika
Workshop Penulisan PKM 2012
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FBS UNY beker jasama dengan Faber Castell mengadakan talkshow yang menghadirkan Raditya Dika, Rabu (7/5 2012) lalu bertempat di Auditorium UNY. Acara yang bertema “Menulis Kreatif Rejeki Tak Akan Habis” ini dihadiri sekitar 250 peserta di selingi dengan penampilan stand-up comedy dari para ma hasiswa UNY. Talkshow ini bertujuan untuk mengajak generasi muda supaya kreatif menulis dengan dimulai dari pengalaman pri badi. “Kita ingin memperkenalkan ke teman-teman tentang menulis kreatif itu seperti apa. Menulis kreatif tergantung pada individunya sendiri, dia mau menulis dengan gaya apa, namun tidak terlepas dari aturan, yaitu kode etik menulis. Makanya Raditya Dika mencontohkannya dengan menulis komedi berbasis pengalaman pribadi,” ujar Sistiono Pambudi selaku ketua panitia.
Dalam rangka memberikan penyuluhan dan pelatihan tek nik penyusunan dan pelaporan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), UNY mengadakan workshop penulisan laporan akhir PKM dan teknik penulisan artikel jurnal, Senin (11/6) lalu. Acara tersebut berlangsung di Ruang Sidang KPLT Fakultas Teknik (FT) dan dihadiri oleh beberapa tim pengaju PKM yang mendapatkan anggaran dana dari DIKTI. Materi teknik penulisan jurnal disampaikan oleh Ari Kusmiatun, M. Hum., serta beberapa dosen lain dari setiap fakultas sebagai pembimbing penyusunan laporan akhir PKM. Meski tidak semua peserta pengaju PKM hadir, namun aca ra tetap berlangsung lancar seperti yang diungkapkan oleh Endang, selaku perwakilan panitia, “Acara berlangsung dengan lancar walaupun hanya sekitar 30% dari 198 kelompok saja yang hadir,” ungkapnya.
Septiadi Setia Wijaya
Nimas M. Firdausa
JUNI 2012 | edisi iV
7
tepi
Balada itu Bernama Wismor Sudah membayar mahal, yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan yang te lah mereka bayarkan. Bah kan, ada ruangan yang me nempati bekas garasi mobil.
W
isma olahraga (Wismor) Fakul tas Ilmu Keolahragaan (FIK) UNY sore itu (Selasa, 5/6) ter lihat lengang. Suas ana lengang tersebut tak lepas dari adanya kebijakan minggu tenang. “Kalau minggu tenang ya kayak gini, mahasiswa pada pulang,” ungkap Mohammad, mahasiswa Pendidikan Jas mani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) angkatan 2011 Mohammad merupakan salah satu penghuni ruang Vini yang tidak pulang. Sesuai peraturan fakultas, dia baru me nempati wismor pada Agustus tahun lalu. Mohammad lebih memilih tinggal di wis mor karena lebih dekat dengan kampus. Sesekali saja dia keluar apabila merasa bosan. ”Sebagai mahasiswa rantau, saya tidak memiliki saudara atau teman untuk
ditinggali, jadi langsung tinggal di sini,” ujar mahasiswa asal Palembang ini. Seperti Asrama Militer Menyusuri wismor seperti berkun jung ke asrama militer. Satu ruangan utuh disekat-sekat menjadi beberapa kamar dengan kondisi berdempetan. Me reka tinggal di kamar sempit berukuran 2,5x2m yang berisikan 3 orang. Bahkan, terdapat satu kamar berisikan 4 orang. Mereka semua tidur dengan ranjang tingkat layaknya prajurit militer. Kondisi yang tidak nyaman itu mau tidak mau harus diterima oleh penghuni wismor. Tak terkecuali seperti yang di ungkapkan Rahmat Triyanto, mahasiswa PJKR angkatan 2011 lainnya. Dengan duduk bersila, dia menjelaskan pengala mannya selama tinggal di wismor. “Tidak nyamannya itu jika mau belajar. Pertama, kehidupan anak wismor yang hobi me nyetel musik. Kalau belum sampai jam 12 malam, musik belum berhenti. Yang kedua banyak anak luar wismor masuk kesini. Mereka yang punya teman di luar wismor itu masuk ke kamar, tidur bersama, nonton TV bersama. Kamar nya saja sudah kecil, penghuninya ada
4 orang, kalau ada teman datang tentu sangat mengganggu konsentrasi belajar,” keluhnya. Fransiska Eka Sari, mahasiswa PJKR angkatan 2011 yang menghuni ruang berbeda juga merasakan hal demiki an. Menurutnya, keadaan ruang yang disekat-sekat dan saling berdempetan membuat dia dan teman-temannya tidak bisa nyaman untuk istirahat. Jika satu kamar ada yang berisik, maka ruang an sebelahnya pun terganggu. “Saya menyarankan sih kalau bisa sekatnya sampai ke atap, lalu satu kamar dihuni satu orang aja,” lanjut Eka yang berasal dari Lampung ini. Menanggapi keluhan mahasiswa ter sebut, Wakil Dekan 2 FIK, Sumarjo. M.Kes, menanggapinya dengan santai. Dia berasumsi bahwa wismor sebenarnya hanyalah tempat istirahat, bukan tempat untuk belajar. “Kalau belajar tempatnya ya di kampus. Wismor itu bukan tempat untuk belajar, jadi cuma untuk tinggal saja,” kilahnya. Sumarjo berujar semua yang ada di wismor telah dikondisikan dengan disi plin yang ketat layaknya atlet. Beberapa aturan seperti jam malam dan waktu makan pun diterapkan. Bi la terdapat mahasiswa yang mengeluh, menurut pria yang juga lulusan FIK ini, sama saja melanggar aturan. “Di wismor ada aturannya, ma kan saja ga boleh di kamar tapi harus di kantin. Kalau ada yang seperti itu sama saja melanggar aturan,” bebernya memberikan contoh. Bekas Garasi Mobil Sebelum menjadi wismor, tempat itu dahulu berfungsi sebagai ruang perkuliahan dan kantor dekanat. Setelah pembangunan kantor deka nat baru serta fasilitas lain nya pada tahun 2010 lalu, ruang perkuliahan pun ikut Rabu (6/6) Kondisi wisma olahraga dengan tarif 7,5 juta per tahun.
Repro | Rahadian. Expedisi
8
edisi IV | JUNI 2012
tepi boyongan ke sebelah barat GOR UNY. Menurut Sumarjo, dari pada dipugar tidak sesuai fungsinya, maka dijadikan sebagai wismor. Gedung bekas ruang perkuliahan dan kantor dekanat tersebut memang sengaja digunakan daripada dibiarkan tanpa fungsi. Sampai-sampai ruang yang dahulu berupa garasi mobil juga tak luput digunakan sebagai tempat tinggal ma hasiswa. Ruang yang menempati bekas garasi mobil itu adalah ruang Fortius. Dengan pintu besar terpalang dan lantai luar yang samar menghitam akibat mi nyak pelumas mesin, menegaskan dulu di situ bukanlah tempat tinggal. Begitulah kenyataan yang harus di terima oleh penghuni ruang Fortius. Se lama tinggal di sana, mereka sama sekali tidak tahu ruangan itu bekas garasi mobil. Salah satu penghuni ruang Fortius, David Setiawan, mengaku baru mengetahui kalau yang dia tempati selama ini ada lah garasi mobil. Hal ini bermula karena dia penasaran kenapa di sekitar ruang Fortius terdapat banyak bekas kaleng minyak pelumas mesin. Mahasiswa Pen didikan Kepelatihan Olahraga (PKO) angkatan 2011 ini menje las kan “Saya baru menge tahui kalau ini bekas garasi mobil setelah berbincang-bincang dengan petugas,” ucapnya.
Rahadian | Expedisi
Keadaan ruang yang bersebelahan dengan ruang makan ini lantainya meng gunakan ubin lama dengan dilapisi karpet plastik yang sudah sobek-sobek. Tiap kamar bersekatkan kayu dan ditempati 2-3 orang. ”Kalau pas hujan, ruang depan yang ada televisinya itu atapnya sering bocor,” lanjut David. Di ruangan itu hanya terdapat satu kamar mandi untuk 6 orang. Terbayang repotnya mereka bila harus bersama an mengikuti perkuliahan di pagi hari. ”Repotnya itu pas semua ada kuliah pagi, jadi harus cepat-cepat mandinya,” ungkap penghuni ruang Fortius lainnya yang enggan disebut namanya. Menurut manajer wismor, Sigit Nugroho, keberadaan wismor terbilang belum lama, yaitu pada tahun 2009 lalu. Menurut pria berkacamata ini, ruang Fortius sudah diubah sesuai kebutuhan mahasiswa. Dia merasa tidak ada yang mengeluh padanya kalau ruang itu be kas garasi mobil. ”Mahasiswa penghuni wisma itu (ruang Fortius) tidak pernah mengeluh itu dahulu bekas ruang apa. Mereka biasanya mengeluhkan fasili tas yang bermasalah seperti atap bo cor dan WC mampet” kilahnya dengan mantap. Penghuni ruang Fortius juga mera sakan kalau wismor belum sepenuhnya ideal. Bila dibandingkan dengan asrama mahasiswa yang ada di Wates, wismor jelas ka lah bagus. ”Saya per nah ke kamp us Wates dan semp at iri melihat asrama m e re ka y a n g bagus, sedangkan disini bisa dibilang kayak kandang kambing,” keluh penghuni ruang Fortius lain yang enggan menyebut namanya dengan wajah masam. Sumarjo han ya bi sa ters en yum mend e ngarn ya. Menurutnya, wismor itu masih rintisan jadi belum bisa dikatakan ideal. “Namanya aja masih proses dan masih rintisan Rabu (6/6). Fransiska Eka Sari salah satu penghuni wisma olahraga ini merasa seharusnya mahasiswa berprestasi didukung oleh UNY dengan tidak dibebani biaya saat tinggal di wismor.
JUNI 2012 | edisi iV
mosok ujug-ujug ideal,” kilahnya dengan tertawa kecil. Dia juga bercerita bahwa sebenarnya sudah ada rencana dari uni versitas untuk membangun wisma atlet di tempat yang sekarang digunakan sebagai wismor. “Rencana 4 tahun lagi di situ (wismor) akan dijadikan wisma atlet dengan memakai dana IDB,” tambahnya lebih lanjut. Sanggup Bayar Boleh Tinggal Sigit menegaskan yang wajib tinggal di wismor adalah mahasiswa berprestasi dari jalur penelusuran bibit unggul (PBU) dan jalur undangan. Pendapat ini juga diamini oleh Sumarjo, “Yang wajib itu yang berprestasi,” jelasnya. Sedangkan bagi mereka yang berminat juga bisa menempati wismor asalkan sanggup membayar biaya yang telah dipatok oleh pengurus wisma. Untuk bisa tinggal di wismor tidak lah murah. Penghuni wismor baik yang berprestasi atau tidak, sama-sama diwa jibkan membayar biaya sebesar 7,5 juta pertahun. Uang yang mereka bayarkan tidaklah sedikit apalagi sebelum masuk UNY mereka juga membayar sumbangan pendidikan sebesar 6 juta. Walaupun begitu, masih saja prioritas untuk mahasiswa menjadi nomor kesekian. Menurut Sumarjo, uang sebesar 7,5 juta dinilai relatif kecil. Menurutnya biaya yang dibayarkan oleh mahasiswa sepenuhnya kembali ke mahasiswa dalam bentuk makan, listrik, dan air. “7,5 juta itu-kan hanya untuk biaya mereka makan selama satu tahun, fasilitas lain seperti listrik, air, dan tempat tidur gratis. Kalau dihitung-hitung lagi biaya segitu masih kurang,” belanya. Mahasiswa berprestasi seperti David, Fransiska, Mohammad, dan Rahmat, hanyalah sedikit contoh dari mereka yang tinggal di wismor. Seharusnya mahasiswa berprestasi seperti mereka didukung oleh UNY. Mereka telah membayar mahal untuk dapat mencicipi bangku kuliah di universitas berlabelkan WCU, tetapi yang mereka dapatkan tidaklah sebanding dengan apa yang telah mereka keluarkan. Padahal, mereka jugalah yang nantinya akan mengharumkan nama UNY. “Di dunia pendidikan itu nothing free, nggak ada yang gratis. Kalau mau berprestasi mosok nggak mau keluar uang,” pungkas Sumarjo menutup pembicaraan. Rahadian Rahmad Abi, Awal, Bayu, Taufik
9
resensi
Untuk Indonesia, We Love Papua Dok.Istimewa
Di Timur Matahari Produksi: Alenia Pictures Sutradara: Ari Sihasale Genre: Drama Durasi: 90 menit Pemain: Simson Sikoway, Abetnego Yogibalom, Lukman Sardi, Riri Ekawati, Laura Basuki, Ringgo Agus Rahman, Michael Idol
Terpujilah wahai engkau Ibu Bapak guru.. Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku.. Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku.. Sebagai prasasti terima ka sihku ‘tuk pengabdianmu
S
epenggal syair lagu “Hymne Guru” mengalun merdu dari suara bari ton sekelompok murid SD. Pakai an seragam mereka lusuh, kaki mereka telanjang tak bersepatu. Dengan riang gembira, mereka berlari-lari menembus padang ilalang di perbukitan Papua. Pagi itu, matahari kembali muncul dari ufuk timur menerangi bumi paling ujung Indonesia itu. Tapi tidak bagi Mazmur, Thomas, Agnez, Suryani, dan teman-
10
temannya. Pagi itu, mereka masih menan ti cahaya yang akan menerangi mereka dari gelapnya kebodohan. Namun, cahaya yang ditunggu tak kunjung datang. Setiap pagi Mazmur memandang pe nuh harap kelangit, semoga hari itu ada pesawat yang datang dan membawa guru pengganti karena sudah 6 bulan tak ada guru yang mengajar. Bapa Yakob, seorang pria berumur yang setia menjaga tradisi dan senantiasa duduk di tepi lapangan terbang memberitahunya guru pengganti belum datang. Mazmur berlari kembali ke sekolah dan meneriakkan kalimat yang selalu sama setiap harinya kepada teman-temannya “Guru pengganti belum datang, kita menyanyi saja.” Itulah sepenggal adegan pembuka se buah film persembahan Alenia Pictures, Di Timur Matahari. Di film bergenre drama ini, Ari Sihasale kembali mem buktikan kepiawaiannya meramu film yang bertutur tentang keindahan alam Indonesia timur beserta tradisi kehidu pan masyarakat, seperti yang pernah dilakukannya di film Denias, Senandung di Atas Awan. Satu hal yang tak luput di setiap film yang disutradarai olehnya adalah selalu menampilkan ciri khas suatu daerah dan anak-anak. Ambillah contoh film Serdadu Kumbang yang bercerita tentang cita-cita seorang anak menjadi presenter berita sepakbola dan bersetting di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Di film Tanah Air Beta, Ale kembali menampilkan kisah sepasang kakak beradik yang harus ter pisah ketika terjadi konflik pelepasan Timor Leste dari Indonesia. Dengan kekhasan tersebut, film-film garapan Ale terbukti sukses merebut animo masya rakat Indonesia. Di Timur Matahari menyuguhkan gabungan unsur pendidikan dan tra disi suku adat Papua. Di desa tempat tinggal Mazmur dan teman-temannya, kerap terjadi konflik dan perang antar suku. Ketika terjadi tragedi dimana ayah Mazmur, Blassius, dibunuh suku lain, perang pun tak terelakkan. Alex, ayah Thomas sekaligus adik dari Blassius lah yang paling gencar menyuarakan perang balas dendam bila denda yang dijatuhkan sebesar 3 milyar tak dipenuhi. Di tengah kericuhan, Michael, adik bungsu Blassius
dan Alex yang sedari kecil diasuh Mama Jawa dan tinggal di Jakarta, pulang ke Papua bersama istrinya, Vina, untuk memediasi masalah ini. Kesulitan kem bali muncul ketika bernegosiasi dengan orang-orang pedalaman yang tidak per nah mencicipi bangku pendidikan. Bagi mereka, hukum adat harus ditegakkan biarpun nyawa bayarannya. Di tengah kondisi yang berkecamuk, Mazmur, Thomas, Agnez, Suryani, dan kawan-kawannya yang lain tetap ber satu dan bersahabat. Bersama Pendeta Samuel, ibu dokter Fatimah, Om Ucok, dan Om Jolex mereka mencari jalan ke luar untuk menyelesaikan permasalahan secara damai tanpa perlu jatuh korban lagi. Ale menyisipkan pesan moral yang disampaikan secara humoris sehing ga mengundang gelak tawa penonton. Misalnya, ketika Vina yang tidak betah tinggal di kampung halaman suam inya tersebut kehabisan baterai handphone, Mazmur dan teman-temannya berusaha membangkitkan listrik dari aki mobil yang ternyata dicuri dari mobil Om Ucok. Lalu, kekagetan Vina ketika harus mem bayar 3,8 juta rupiah untuk sembako yang dibelinya. Semua tersaji secara apik dan membuat penonton benar-benar memahami esensi kerasnya hidup di bumi Papua. Kekurangan film ini ada di alur ce rita yang melompat-lompat. Contohnya di akhir film, digambarkan Michael dan Vina kembali pulang ke Jakarta dengan pesawat. Namun, di adegan selanjut nya, tampak Michael berada di sekolah Mazmur bersama Pendeta Samuel. Diba lik itu semua, film ini ditutup Ale dengan apik yang divisualisasikan Mazmur dan kawan-kawannya berhasil mendamaikan suku yang berperang dengan bernyanyi dan bergandengan tangan membentuk lingkaran di tengah-tengah medan pe rang. Sungguh sebuah epik yang manis dan menggetarkan hati. Semoga di masa mendatang, Ale Sihasale beserta Alenia Pictures terus memproduksi film-film ber mutu yang menggugah rasa cinta tanah air dan kebangsaan. Untuk Indonesia… we love Papua ! Ninda Arum Rizky R.
edisi IV | JUNI 2012
wacana
Relakah Bumi Ini Rusak ?
P
eringatan Hari Bumi tahun 2012 ini mengambil tema "Hijaukan Bumi Indonesia". Melalui tema ini, diha rapkan generasi muda Indonesia dapat lebih mencintai lingkungan dengan cara menumbuhkan sikap sadar diri akan keberlangsungan alam sekitar. Banyak hal yang bisa kita lakukan, semisal me nanam pohon, membuang sampah pada tempatnya, mengurangi tingkat polusi udara, dan sebagainya. Salah satu manfaat dari langkah ini adalah terciptanya lingkungan hijau yang asri dan nyaman. Tak kalah pen ting, juga akan tersedia cadang an air yang cukup saat musim kemarau. Hal ini sangatlah vi tal bagi keberlangsungan hidup manusia, mengingat tanpa air, manusia hanya bisa bertahan sekitar 4-3 hari saja. Berbeda halnya manusia yang bila tidak makan masih bisa bertahan hi dup sampai berminggu-minggu (P. Ginting Fathurrahman dan M S. Pinem). Air merupakan komponen utama penyusun kehidupan ma nusia. Manusia membutuhkan air dalam seluruh aspek kehidu pannya. Tetapi, mirisnya manusia sering acuh dengan hal ini. Peng gunaan air yang berlebihan dan pencemaran air menjadi hal yang lumrah. Padahal, banyak daer ah yang kekurangan air untuk me menuhi kebutuhan mereka. Con tohnya, di desa Cekel, kecamatan Dok.Istimewa
JUNI 2012 | edisi iV
Karangrayung, kabupaten Grobogan, penduduknya sering kesulitan mencari air bersih saat musim kemarau. Mereka membuat sumur-sumur di tengah sawah untuk menemukan sumber mata air. Pada waktu krisis air menimpa, penduduk desa Cekel, mereka sering tidak tidur untuk antri mendapatkan air bersih. Di samping terjadi kekeringan, pa da musim penghujan di daerah sekitar kecamatan Karangkayung juga kerap terjadi banjir dan tanah longsor karena pohon-pohan dan tumbuhan di sekitar nya sudah gundul. Hal ini menimbulkan
keprihatinan mengingat dulunya tempat ini ditumbuhi pepohonan lebat yang ber fungsi menjaga kestabilan erosi tanah. Untuk mengantisipasi kondisi ter sebut, sejatinya ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Diantaranya dengan melakukan reboisasi supaya di daerah tersebut mempunyai daerah penyerapan air. Alternatif lain yaitu dengan membu at tempat atau wadah seperti bak dan sumur di depan rumah sebagai tadah hujan yang bisa digunakan saat musim kemarau panjang. Tak kalah penting nya, gunakanlah air secukupnya demi penghematan. Di sisi lain, untuk memi nimalisir terjadinya banjir dan tanah longsor, banyak contoh tindakan sederhana yang dapat dilakukan. Semisal membuang sampah pada tempatnya, me nanam pohon dipinggir sungai untuk menjaga tanah tidak long sor, dan membuat parit-parit kecil di jalanan sekitar tempat tinggal. Contoh masalah diatas ada lah cermin bagi kita untuk se gera sadar akan bahaya sikap acuh kepada lingkungan. Jika dibiarkan terus-menerus, bukan tak mungkin sepuluh tahun lagi bumi ini sudah kering-keron tang dan bencana bermunculan dimana-mana. Relakah anak cu cu kita menanggung akibat ini semua? Renungkanlah. Dwi Handari
11
eksprespedia
Pop Art Karya Anak Bangsa Dok.Istimewa
S
aat mende ngar kata pop art, pikiran kita mung kin langsung tertu ju pad a sos ok Andy Warhol. Andy Warhol me mang sudah terkenal sebagai salah seor ang pencetus pop art, atau seni mengubah foto berwar na kontemporer menjadi berwarna unik yang memiliki kontras tinggi dan berbeda dengan aslinya. Namun ternyata,
12
Indonesia juga memiliki seni pop art sendiri, yaitu Wedha’s Pop Art Potrait atau lebih dikenal dengan WPAP. Nama Wedha’s Pop Art Potrait diambil dari nama sang pencipta pop art ini, yaitu Wedha Abdul Rasyid. Jika kita pernah membaca novel Lupus, beliau lah yang telah berhasil memvisualisasikan tokoh Lupus lewat ilustrasinya. Dari tangannya lah WPAP lahir. Awal mula WPAP lahir adalah sebagai alternatif bagi Wedha untuk membuat ilustrasi. Menginjak usia 40 tahun, penglihatannya mulai berkurang yang membuatnya tak mampu lagi membuat ilustrasi dengan detail. Kemudian, ia mencoba memozaikkan gambarnya dan dari sinilah WPAP muncul. Sebenarnya, WPAP dapat dibuat secara manual menggunakan tangan, namun akan lebih mudah apabila kita menggunakan komputer. WPAP dibuat dengan menggunakan aplikasi berbasis vektor yang ada di komputer, semisal Adobe Photoshop dan Corel Draw. Pada awal kemuculannya, WPAP
dikenal dangan nama Foto Marak Berkotak (FMB), yaitu gambar yang dibuat tanpa menggunakan garis lengkung atau kurva. Bahkan, ada seorang pecinta WPAP yang mempunyai slogan “Jangan ada kurva diantara kita”. Warna yang dipakai juga bukan warna yang monoton menyerupai warna kulit. Dalam WPAP, idenya adalah bagaimana membuat gambar mempunyai warna yang beragam kemudian dikelompokkan menurut gelap dan terangnya. Dari kemunculannya pada awal 90-an, WPAP baru terdengar gaungnya sepuluh tahun kemudian. Hal ini dikarenakan WPAP hanya tumbuh dalam komunitas. Setelah beberapa lama, barulah para penggemarnya sepakat untuk bertemu dan membuat wadah sendiri melalui website. Website ini khusus untuk mewadahi karya-karya WPAP yang telah dibuat oleh seniman, penggemar WPAP, atau orang awam yang sedang belajar WPAP. Sofwan Makruf Dikutip dari berbagai sumber.
edisi IV | JUNI 2012