4 minute read

Kajian Utama II

Next Article
Resensi

Resensi

Menjadi Bijak Menerima Informasi dengan Kacamata Islam

Advertisement

Kehidupan ini salah satunya adalah terdiri dari teknologi buatan manusia yang akan terus berkembang. Tak terlepas dari sistem informasi, semakin berkembangnya teknologi, maka kemudahan berkomunikasi dan menyampaikan informasi juga semakin terfasilitasi. Kemudahan-kemudahan tersebut dimanfaatkan oleh sebagian besar dari kalangan masyarakat. Tentu saja dari segala kemajuan yang diciptakan, ada dampak positif dan negatif yang ditimbulkan. Contoh, sebuah akun media sosial digunakan untuk menyampaikan pendapat, meminta dukungan, atau bahkan digunakan sebagai wadah beradu argumen. Di sisi lain, semakin ada kemudahan yang didapat, informasi-informasi yang beredar juga tidak tersaring dengan baik.

Akhir-akhir ini banyak fenomena yang disiarkan di media sosial. Entah itu terkait dengan peristiwa dunia yang sedang berlangsung atau terkait dengan personal yang menyuarakan pendapat mereka. Dari berbagai informasi yang menyebar itu, respon yang didapat dari kalan gan masyarakat juga sangat beragam. Ada yang menafikan dan ada yang sangat mendukung. Tentu saja kita tidak mempermasalahkan bagaimana respon masyarakat, yang menjadi hal yang menyedihkan adalah, ketika menyaksikan informasi namun yang menyimak hanya menelan mentah-mentah tanpa ada tinjauan ulang, dan yang paling disayangkan adalah ketika seseorang menyaksikan informasi namun ia mengiyakan sesuatu yang tidak dibenarkan atau menyimpang.

Tentu saja berbagai respon tersebut lahir karna ada faktor-faktor yang melatarbelakangi. Diketahui ada beberapa penyebab seseorang mudah sekali mengiyakan gagasan yang mereka terima, antara lain sebagai berikut:

1. Berkembangnya teknologi modern Tidak bisa dipungkiri bahwa berkembangnya teknologi menjadi akses yang sangat memudahkan untuk mencari informasi. Namun sangat disayangkan, kemudahan tersebut mengakibatkan dampak buruk yaitu siapa pun dapat menyebar dan mendapatkan kabar yang salah. Teknologi di sini mencakup banyak hal, mulai dari media sosial seperti Facebook, Twitter, atau Instagram, atau laman media so-

sial lainnya. Kebanyakan orang-orang lebih memilih memainkan gawai di waktu senggang mereka dengan membuka laman media sosial yang mereka sukai.

Dilansir dari aptika.kominfo.go.id.co, menurut data Google, selama 60 detik terdapat 16 juta pesan terkirim, 4,1 juta video dilihat di YouTube, 46.200 konten diunggah di Instagram, 3,5 juta pencarian di Google, 342.000 aplikasi diunduh di Playstore, $751,522 transaksi belanja online, 900.000 aktifitas log in Facebook, serta 452.000 tweet dikirim. Data tersebut menunjukkan betapa mudahnya akses informasi sekarang yang bisa menyebabkan banyak informasi yang tidak tersaring dengan baik.

2. Tingkat populasitas informasi Semakin mudahnya akses teknologi, maka semakian mudah pula informasi yang tersebar. Terlebih informasi-informasi tertentu yang sedang hangat diperbincangkan akan menjadi buah bibir masyarakat. Sayangnya, hal seperti ini mengakibatkan kebenaran yang seharusnya diketahui masyarakat menjadi tertutupi karena ada informasi yang lebih ‘asyik’ untuk dikonsumsi.

3. Bias informasi Bias informasi ini merupakan sebuah fenomena di mana pencari informasi hanya membaca informasi apa yang mereka cari saja, atau mereka hanya membaca informasi yang melintas di beranda media sosial mereka, tanpa mencari tahu apakah informasi yang mereka dapat itu benar atau tidak, atau pembaca akan condong terhadap apa yang mereka yakini saja. Kebanyakan orang akan mempercayai informasi yang ia yakini daripada mempercayai informasi yang bersifat faktual. Dalam kasus bias yang seperti ini, dapat menyebabkan seseorang tidak mau mendengarkan dan hanya mengiyakan apa yang mereka yakini saja.

Selain hal-hal yang menjadi latar belakang, ada hal-hal yang bisa tercipta dari mudahnya ‘termakan’ informasi yang menyebar. Di antaranya adalah, seseorang bisa dengan mudah tersulut emosinya, menimbulkan perpecahan, saling mencela dan menghina,

saling menyalahkan, bahkan bisa menyebabkan ‘merasa paling benar dan itu salah’.

Dari rangkaian faktor dan dampak di atas, hal yang paling cerdas dalam menyikapi sebuah informasi adalah sikap kritis seseorang pada informasi yang didapat. Jika seseorang memiliki daya kritis, maka ia tidak akan mudah menelan mentah-mentah informasi yang ia dapat. Tentunya pribadi yang kritis disiapkan dari pribadi yang memiliki kesiapan literasi yang cukup, agar lebih mengetahui rujukan-rujukan yang benar dan mampu mengetahui kredibilitas informasi yang beredar di media sosial.

Sikap Cerdas Sebagai Seorang Muslim

Di kehidupan yang sudah modern ini, kita bisa melihat bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang begitu cepat. Misalnya ketika dihadapkan dengan suatu permasalahan yang baru, tak sedikit dari sejumlah tokoh atau figur yang terkenal akan melahirkan ‘teori’ baru atau mengutarakan pendapat (opini) mereka. Namun terkadang, gagasan yang mereka ambil ada yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama.

Pada beberapa keadaan, fenomena-fenomena tersebut kerap kali terjadi. Tokoh atau figur publik menyuarakan apa yang mereka gagas kemudian secara langsung atau tidak masyarakat akan mulai mengambil apa yang mereka katakan. Entah yang mereka katakan itu hanya karena prinsip hidup mereka atau memang sudah jelas berpedoman pada agama. Jika ‘teori’ yang mereka gagas adalah dari opini pribadi saja dan itu menyalahi aturan agama, maka penerima informasi yang tidak memiliki kesiapan literasi akan langsung mengiyakan.

Sebagai seorang muslim, tentunya sudah memiliki pedoman dan aturan-aturan tetap yang mengatur kehidupan. Begitupun dalam menyikapi informasi yang didapat, atau bagaimana ia menerima segala bentuk realita dengan bijak.

Dalam penyikapannya, ada teori unik yang digagas oleh Syed Muhammad Naquid Al Attas tentang bagaimana konsep kehidupan seorang muslim, yaitu dengan melihat sudut pandang dunia dengan kacamata Islam, atau yang lebih dikenal

This article is from: