4 minute read

Opini I

Next Article
Kajian Utama II

Kajian Utama II

dengan World View of Islam.

World View of Islam adalah bagaimana Islam memandang realita. Realita ini tidak terbatas pada yang hanya bisa dirasakan dan yang terjadi pada diri kita secara langsung, namun juga realita yang tak bisa dirasakan (gaib) dan yang terjadi dengan apa yang kita saksikan atau dengar baik secara langsung atau tidak langsung. Ia mengusung konsep nyata bagaimana Islam menyikapi sebuah peristiwa, apa yang ada, dan apa yang tercipta.

Advertisement

Seringkali yang dijumpai adalah sikap yang sekenanya dalam menyikapi realita, bahkan bisa saja seakan tidak ada hal yang mengatur. Namun jika seseorang memahami dan mengambil konsep WorldView of Islam, maka dengan segala bentuk realita yang ada, ia akan hidup dengan ‘penyikapan realita yang diajarkan oleh Islam’, tak terlepas dari bagaimana dia memiliki sikap cerdas untuk menyikapi dampak dan memposisikan diri agar tak menjadi sasaran empuk berbagai informasi yang tak tersaring dengan baik seperti sekarang ini.

Akan tetapi, karena kekurangan manusia yang sudah tercipta sebagai ‘mahallu khata’ wan nisyan’, yang seringkali berbuat salah dan lupa, konsekuensi akan hal ini seringkali terluput. Terkadang perwujudannya terletak pada hal-hal yang dianggap remeh, seperti respon positif/negatif terhadap sikap seseorag kepada kita, entah hanya tersenyum atau diam saja, atau contoh kecil, bagaimana cara kita bermuamalah di sosial media.

WorldView of Islam bukanlah cara pandang yang ‘overdosis dalam agama’ terhadap dunia, justru mengajarkan dan mengajak kita bagaimana menyikapi dengan cerdas terhadap berbagai realita yang ada, yang memiliki aturan yang benar dan sesuai dengan apa yang diajarkan, bukan hanya sesuai dengan prinsip atau pemikiran pribadi yang dimiliki.

Penulis Nailul Rahmah Muwafaqoh Mahasiswi International University of Africa

Open Minded; Cara Manusia Mencari Pembenaran

Globalisasi benar-benar memberikan pengaruhnya, baik positif maupun negatif. Pemikiran manusia zaman modern makin ke sini makin berubah. Globalisasi yang menuntut keterbukaan menjadikan manusia terus menghadapi hal-hal baru, termasuk pemikiran dan pandangan yang baru. Kemudian muncul istilah open minded yang terus dibicarakan oleh banyak orang di mana-mana.

Istilah open minded sudah tidak asing bagi kita. Banyak orang menggunakan istilah ini terutama di media sosial, namun masih banyak dari mereka yang belum mengerti makna sebenarnya dari open minded. Kesalahan mereka dalam mengartikan dapat menjadikannya bertindak seenaknya. Apa yang akan terjadi jika manusia berbuat seenaknya? Tentu saja dunia tak lagi baikbaik saja.

Open minded atau berpikir terbuka bukanlah suatu pemikiran yang sepenuhnya salah. Pemikiran tersebut bisa menjadi salah jika manusia tidak salah memahaminya. Open minded adalah sikap terbuka terhadap berbagai pendapat, informasi, dan ide dengan melihat suatu hal dari berbagai sisi, bukan hanya dari satu sisi saja.

Tentu saja model berpikir semacam itu tidaklah salah karena kita dapat melihat pandangan orang lain terhadap sesuatu. Kemudian kita bisa menilai pandangannya merupakan kebenaran atau kesalahan dan kita bisa mengetahui pandangan mana yang benar dan salah. Tanpa adanya open minded tentu dunia masih beranggapan bumi pusat tata surya, bumi datar, dan lain-lain.

Open minded mengharuskan kita memikirkan ulang atas apa yang kita yakini. Kita tidak secara serta merta mengatakan apa yang kita yakini adalah hal yang benar sehingga mereka yang berbeda dengan pandangan kita adalah hal yang salah. Jika manusia merasa dirinya benar dan yang lain salah juga akan menjadikan dunia mengalami kejumudan dan tak akan pernah maju, seperti yang telah dilakukan oleh gereja melalui komite Inkuisisinya. Namun akhir-akhir ini istilah open minded mengalami pergeseran makna. Banyak orang yang hanya menerima pandangan orang lain tanpa menilai benar dan salahn-

ya. Padahal open minded yang seharusnya menjadi filter untuk dapat menentukan yang baik dan yang buruk. Open minded berubah menjadi senjata untuk membenarkan sesuatu yang salah.

Penyalahgunaan istilah open minded ini akan dijadikan subuah pembenaran atas sesuatu yang sudah jelas menyimpang dari nilai dan norma, membaurkan apa yang benar dan salah, dan mencampurkan kebaikan dan keburukan hingga saling mengaburkan. Pada akhirnya dunia dibuat bingung mana yang benar dan salah. Bagaimana jadinya jika dunia tak lagi memandang nilai dan norma?

Open minded yang semestinya menjadikan seseorang cerdas dan berwawasan luas malah memunculkan manusia-manusia pinter keblinger. Orang yang pandai berbicara dan berpikir menggunakan kepandaiannya untuk membenarkan apapun yang dilakukannya demi hidup bebas tanpa aturan yang terikat oleh nilai dan norma.

Tak jauh dari istilah open minded, kita juga dibingungkan dengan pandangan relativisme. Baik dan buruk dikaitkan dengan kultur setempat. Di satu tempat tindakan dianggap baik, sementara di tempat lain tindakan yang sama dianggap tidak baik. Pandangan ini sama dengan open minded yang membawa kita pada akhir yang membingungkan. Kita tak lagi tegas memutuskan mana yang baik dan buruk.

Contoh misalnya koruptor dan pelacur. Apakah kita akan mengatakan keduanya benar karena memiliki alasannya masing-masing? Mereka korupsi karena ingin ongkos politiknya (money politics) bisa kembali dan berlipat ganda. Mereka menjadi pelacur karena terhimpit masalah ekonomi sehingga ingin mendapatkan uang secara cepat. Keduanya adalah hal yang salah dan tak bisa kita membenarkannya dengan pandangan open minded.

Open minded sekarang ini tidak menghasilkan kesimpulan benar dan salahnya sesuatu, yang penting menerima dan menghargai pandangan orang lain meskipun pandangannya salah. Padahal nilai dari open minded adalah bagaimana seseorang dibebaskan untuk berpikir dan mencerna berbagai ide yang dihasilkan oleh orang lain. Tidak mencela dan tidak juga serta merta menerima.

This article is from: