Enviro 21st Edition: The Rise of Climate Crisis

Page 1

Enviro Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan ITB mempersembahkan:

Tidak untuk diperjualbelikan

THE THE RISE RISE OF OF

21st edition/2021

the green guide

CLIMATE CRISIS


“ The world destroyed by evil, but by them without

Copyright © Enviro HMTL ITB 2021


will not be those who do those who watch doing anything” Albert Einstein

PERUBAHAN IKLIM

Oleh: Lentina Teresia Simangunsong


H

MTL ITB sangat mengedepankan kemanfaatan dalam segala hal yang dilakukannya. Bersama Badan Pengurus Paramahita yang ingin mewujudkan HMTL ITB sebagai corong pergerakan lingkungan, besar harapan untuk memperluas jaringan dan kemitraan guna melebarkan sayap menyebarkan kemanfaatan. Hingga akhirnya salah satu bagian penting dari sayap itu telah terbit, Enviro Edisi ke-21. Berbagai macam pendekatan kami lakukan untuk menebar kemanfaatan. Pendekatan sosial kemasyarakatan yang turut melibatkan masyarakat itu sendiri dalam mengembangkan komunitasnya, sosial politik yang turut andil dalam pemecahan masalah di masyarakat dengan pendekatan vertikal, hingga pendekatan kekaryaan sebagai wahana belajar sambil memupuk empati terhadap lingkungan sekitar. Bahagia kami rasakan atas terbitnya Enviro Edisi ke-21. Melalui Enviro, kami berusaha untuk berpartisipasi aktif menyuarakan isuisu yang erat kaitannya dengan keilmuan Teknik Lingkungan. Enviro mengambil posisi sebagai media edukasi untuk membangun awareness mengenai isu-isu lingkungan, utamanya isu krisis iklim. Dengan adanya media ini, semoga HMTL ITB dapat menyebarkan kemanfaatan sebesar-besarnya untuk kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang lebih baik.

Gifty Safrilla Kurnia Pangestu Ketua Umum HMTL ITB 2020/2021

S

udah sekian banyak beredar berbagai konten yang berkaitan dengan konservasi lingkungan dan perubahan iklim, namun belum cukup manusia yang terpapar akan gentingnya krisis iklim yang sedang terjadi. Bermacam jenis audiens kian familiar dengan istilahistilah environmentalism yang datang dari media, namun apakah semua orang paham betul akan makna dan urgensinya? Kami percaya akan penyebaran informasi seluas-luasnya yang dilengkapi dengan penyusunan konten yang harus didasari data dan bukti yang nyata. Kami, mahasiswa Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung, melalui Majalah Enviro Edisi 21, merasa antusias dan terhormat untuk terus menerus menyosialisasikan narasi perubahan iklim, mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks. Tidak hanya menyematkan nilai-nilai keilmuan Teknik Lingkungan di dalam majalah ini, tetapi kami juga ingin membuka pandangan akan pentingnya kolaborasi antarbidang ilmu. Pada akhirnya, memang hanya planet Bumi satu-satunya kesamaan yang kita semua miliki. Manusia terus berbuat dan berbuat, namun alam yang selalu menanggung akibatnya. Sebagaimana gajah, alam tidak akan melawan jika tidak diganggu, namun alam tidak akan pernah lupa. Selamat membaca, semoga bermanfaat.

Nabila Safitri Editor-in-Chief

4


Annisa Gita S. Supervisor

Arsyi Aqsara Co-Layouter

Lismarda Zaifa Co-Editor

Nihdati Imamah Billah Layouter

Mutiara K.P. Editor

Luthfiah Sri N. Co-Podcaster

Harits Raditya I. Podcaster

Sekar Adinia Larosa Layouter

Ilham Jang Jaya Putra Co-Content Manager

Nadia Alma Prabandari Content Manager

meet the team

&

writer

photographer

contributors Ruth Nathania A. 15319112 Vanessa Maura F. 15319114 M. Reza Rahmaditio 15317029 Humaira F. 15318064 Faliha Alya 15317050 Daffa Reyhan A. P. 15318021 Aisya R. Dangkua 15318087 Khalisha M. Q. 15318052

Advan D. Prayuda 15318061 Maya Larasati 15317051 Werner L. Krishna 15318044 Johansen T. Girsang 15318090 Safira Salsabillah 15317036 Rosdinar N. Adelia 15316059 Ilham J. J. Putra 15319072 Nabila Safitri 15317078

co-layouter

Hasna K. S. L. 15319089 as writer Adinda M. R. T. 15318085 as illustrator

Ilham J. J. Putra Harits Raditya I. Amanda Syarifa

15319072 15318025 15317085

Menjaga Jaga

Nabila Safitri Lentina Teresia S. Ammardito S. Hanifah Rahmah A. Marzaningrum M. Avicenna A. S. Haryo Rizky Boary Nihdati Imamah B. Sekar Adinia L.

15317078 15318055 15317057 15318008 15317021 15318024 15318069 15317074 15318050

illustrator Cover Annisa Gita S. 15317039 Let's Play Izzatul H. 15319030 Collage Art Sekar A. L. 15318050

5


daftar isi 8

Climate Change for Dummies

14

Cara Indonesia dan Dunia Menghadapi Perubahan Iklim

23

24

You Say So

32

Terperdaya Ilusi Hijau

Rainwater Harvesting, Strategi Berbasis Komunitas Untuk Adaptasi Perubahan Iklim

42

Covid-19, Baik dan Buruknya Bagi Lingkungan

56

Funfacts!

72

Review Film dan Buku

6

18

Mustahil Mengatasi Perubahan Iklim Sambil Mempromosikan Konsumerisme

28

Opini Dosen: Perubahan Iklim Sebagai Isu Milik Bersama

36

Inovasi Penetapan CO2 di Atmosfer Dengan Teknologi Direct Air Capture (DAC) Terpusat di Kota Bandung

46

Aktivitas Virtual Mengancam Iklim, Memangnya Bisa?

58

50

30

Let’s Play!

38

NEK: Sebuah Harga Untuk Masa Depan

52

TTS

Football and Climate Change

66

70

Oh, Ternyata...

Jadi, Perubahan Iklim Itu Nyata Atau Tidak?

74

75

What Else Can We Do?

22

Pemanasan Global, Apakah Niscaya?

Surf The Net

DIY


7


CLIMATE CHANGE FOR DUMMIES Oleh: Ruth Nathania Ayu

S

aat ini, istilah “climate change” telah mendapatkan banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir ini. Seperti yang kita ketahui, iklim adalah kondisi cuaca rata-rata wilayah yang diamati melalui suhu tercatat, curah hujan, angin, dan lainlain. Hal ini Ini terus berubah sepanjang waktu; oleh karena itu climate change seharusnya bukan sebuah masalah besar. Jika itu masalahnya, mengapa perubahan iklim adalah isu besar akhirakhir ini?

Jadi, apa itu climate change? Iklim planet kita telah mengalami serangkaian transformasi sejak dahulu. Perubahan ini terutama disebabkan oleh kekuatan alam. Mekanisme yang mendorong perubahan iklim terbagi menjadi dua: internal dan eksternal. Faktor internal meliputi operasi pada sistem iklim, seperti aktivitas vulkanik dan perubahan komposisi atmosfer. Di sisi lain, dorongan eksternal bekerja di luar sistem iklim bumi adalah variasi orbit dan variabilitas matahari. Keduanya berkontribusi pada kenaikan suhu global dan permukaan laut yang stabil sepanjang dekade, memberikan kondisi optimal bagi makhluk hidup untuk berkembang. Dua hal tersebut juga memengaruhi periode Zaman Es reguler di masa lalu—ini adalah alasan mengapa gletser digunakan untuk mendominasi sebagian besar tanah. Namun, masyarakat memasuki Revolusi Industri pada 1850an, dimana orang mulai mendapatkan energi dari pembakaran bahan bakar fosil untuk melakukan tugas sehari-hari. Proses ini melepaskan gas rumah kaca yang mampu menyerap panas dari sinar matahari yang masuk, terdiri dari Karbon dioksida, uap air, metana, Oksida nitrogen, dan gas fluorinasi sintetis. Sebenarnya gas-gas ini telah ada di atmosfer, tetapi berbahaya jika konsentrasi mereka melebihi nilai biasanya. Gas yang terakumulasi di atmosfer mengarah pada efek rumah kaca yang memiliki prinsip yang sama dengan rumah kaca secara harfiah: radiasi dari matahari terperangkap di dalam bumi, memperkuat proses pemanasan. Selain penggunaan bahan bakar fosil, aktivitas manusia lainnya seperti deforestasi, pembangunan pabrik, dan polusi lingkungan semakin menambah konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Hal-hal tersebut memulai perubahan iklim antropogenik

8


PERUBAHAN IKLIM PADA SEKTOR PERTANIAN Oleh: Lentina Teresia Simangunsong

perubahan iklim dapat menyebabkan kerugian pada sektor pertanian di negara-negara khatulistiwa

9


BAWAH: demonstrasi menyikapi perubahan iklim (cr: pexels)

dan mempercepat proses pemanasan Bumi secara eksponensial. Suhu rata-rata bumi meningkat drastis mengakibatkan pemanasan global, perubahan iklim rata-rata dunia secara tiba-tiba dan signifikan dalam periode yang panjang.

Apa dampaknya? Perubahan iklim memengaruhi setiap aspek kehidupan, mulai dari lingkungan itu sendiri hingga sosial ekonomi dunia. Beberapa contoh tercantum di bawah ini.

Cuaca Kedatangan perubahan iklim memicu insiden sering terjadinya peristiwa cuaca ekstrem. Peningkatan suhu menyebabkan penutup awan yang lebih besar dan lebih sedikit penutup salju yang mengubah siklus musiman. Dalam kasus terburuk, musim-musim ini terjadi pada puncaknya, di mana musim panas dirusak oleh gelombang panas dan membunuh jutaan orang sementara musim dingin lebih hangat dan mengganggu kondisi kehidupan organisme tertentu. Di sisi lain, ketidakseimbangan alokasi curah hujan semakin tidak terkendali suatu wilayah dapat mengalami hujan lebat yang mengakibatkan banjir maupun kekeringan selama setahun. Bencana alam menjadi berulang pada tingkat yang mengkhawatirkan, seperti badai dan kebakaran hutan. Hal ini dapat menghancurkan mata pencaharian masyarakat sekitar.

Laut Dampak yang paling terkenal dari perubahan iklim

10

adalah mencairnya es kutub yang tidak hanya mengurangi area es laut dan membahayakan kelangsungan hidup hewan arktik, namun juga berkontribusi pada kenaikan permukaan laut yang menyebabkan hilangnya wilayah daratan. Misalnya, pantai Atlantik dikenal karena elevasinya yang rendah. Permukaan laut yang meninggi mempercepat proses tenggelamnya. Selain itu, banjir pesisir telah menjadi sesuatu yang harus diantisipasi oleh penduduk setempat yang tinggal di daerah tersebut. Semetara itu, gas rumah kaca menyebabkan perubahan suhu laut, mengubah arusnya dan dapat memicu terjadinya badai yang intens. Panas yang tersimpan di dalam perairan meningkat sejak tahun 1950-an dan suhu permukaan meningkat pada abad ke-20. Hal ini memengaruhi kehidupan makhluk laut seperti terumbu karang yang terancam untuk punah dengan perubahan iklim. Hewan-hewan di lautan juga terancam oleh nasib terlantar dan berbagai kesulitan karena keasaman air laut yang semakin tinggi di masa depan. Tingginya konsentrasi Karbon dioksida terlarut menyebabkan keasaman air bertambah. Keasaman menyebabkan ketidakseimbangan komponen mineral dan gangguan dalam pengaturan proses biokimia dalam badan air.

Manusia Manusia rentan terhadap bahaya perubahan iklim dan dapat memengaruhi setiap sektor kehidupan manusia. Misalnya, penyakit menular seperti malaria lebih mudah ditularkan pada kondisi yang lebih hangat dan basah. Banyak yang akhirnya akan terinfeksi


dan menyebabkan epidemi di wilayah tersebut. Heat stroke juga merupakan risiko besar dari panas yang terperangkap. Selain itu, emisi bahan bakar fosil menyebabkan berbagai penyakit pernapasan seperti asma. Terkait kenaikan permukaan laut, banjir akan memaksa warga untuk relokasi/bermigrasi. Orang-orang yang secara finansial tidak stabil atau dari minoritas dapat meninggalkan tempat tinggal mereka kepada anggota masyarakat yang lebih kaya. Hal ini merupakan contoh gentrifikasi iklim yang merupakan fenomena orangorang kaya bergerak untuk mengamankan lokasi dan mendorong keluar komunitas yang ada di daerah hidup pilihan mereka. Makanan bahkan dapat dipengaruhi oleh perubahan iklim. Dengan akumulasi Karbon dioksida di udara, komposisi tanaman menjadi kurang bergizi karena mempercepat proses fotosintesis dan memberikan output lebih banyak gula dan lebih sedikit protein dan vitamin. Singkatnya, makanan yang dikonsumsi telah berubah. Hal tersebut dapat memengaruhi pola makan yang kemudian akan memengaruhi kesejahteraan kita. Ini hanya ujung-dari-gunung-es; ada banyak dampak yang saling berhubungan satu sama lain dan menciptakan masalah yang lebih besar. Sejauh ini, upaya melalui kerja sama multilateral dilakukan untuk memastikan adaptasi dan mitigasi berhasil dalam menanggulangi masalah tersebut. Konferensi antarpemerintah pertama tentang perubahan iklim di Toronto, Kanada (1988) merilis pernyataan pengurangan 20% gas rumah kaca pada tahun 2005. Sementara itu, perjanjian internasional dengan 195 negara yang berpartisipasi, UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change), diberlakukan pada 21 Maret 1994 dengan harapan dapat menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca. Kemudian diadopsi Protokol Kyoto pada tahun 1997 untuk memunculkan komitmen pengurangan emisi untuk negara-negara maju. Namun, negosiasi antarnegara berlangsung lambat dan perdebatan mengenai pemerataan sering kali diangkat yaitu negara-negara maju ditugaskan untuk bertindak terlebih dahulu dari sejarah emisi dan sumber daya yang lebih besar untuk menangani masalah, sedangkan negaranegara berkembang bertanggung jawab atas pertumbuhan emisi saat ini.

lebih dari 20.000 siswa di seluruh dunia bergabung dengan gerakannya. Melalui gerakan sosial, semua orang dapat memperbaiki dunia dan meyakinkan orang-orang penting untuk menangani masalah ini. Maka, perubahan iklim adalah masalah yang sangat kompleks dimana setiap aspek kehidupan saling memengaruhi sehingga satu kesalahan kecil saja dalam menghadapinya dapat menyebabkan konsekuensi bencana. Ada berjuta akibat yang terakumulasi karenanya, tapi bagian ini hanya perkenalan. Seiring dengan dirimu membaca majalah ini, dirimu akan memahami lebih lanjut tentang bagaimana perubahan iklim memainkan peran dalam situasi yang paling tak terbayangkan. Dengan demikian, yang terbaik adalah diingatkan tentang dasar perubahan iklim, dan seperti yang telah dikatakan Greta:

“I don’t want you to be hopeful. I want you to panic.”

Gerakan aksi iklim juga dilakukan akhir-akhir ini melalui protes dan unjuk rasa untuk membujuk pemerintah agar menangani permasalahan tersebut lebih serius. Aksi Climate Strike (Mogok untuk Iklim) Greta Thunberg telah menarik perhatian jutaan orang di seluruh dunia. Pada Desember 2018,

GRETA THUNBERG Cr: Lisi Niesner/Reuters

11


CLIMATE STRIKE 2019 Oleh: Nihdati Imamah Billah

Foto ini diambil di Jakarta saat climate strike sebagai bentuk protes aksi nyata pemerintah terhadap perubahan iklim.



CARA INDONESIA MENGHADAPI

14


DAN DUNIA PERUBAHAN IKLIM Oleh : Vanessa Maura Febriana

S

ubiyanto, dkk (2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

perubahan iklim secara faktual telah terjadi serta mengancam keberlangsungan kehidupan manusia maupun lingkungan. Perubahan iklim ini juga berkontribusi pada peningkatan kejadian bencana, kekeringan, banjir, puting beliung, hingga gelombang pasang yang merupakan bencana yang kerap terjadi di Indonesia.

Menurut Nawacita yang dinyatakan oleh Presiden RI, pemerintah memfokuskan agenda kebijakan perubahan iklim sebagai salah satu agenda utama. Sejalan dengan konsep Nawacita, RPJMN tahun 2015-2019 mencakup sistem pengembangan adaptif yang berorientasi untuk ketahanan pangan, energi yang mandiri, ketahanan lingkungan, dan ketahanan wilayah khusus termasuk daerah perkotaan dan pesisir dan pulau-pulau kecil. Kebijakan ini dilaksanakan melalui peraturan hukum dan payung untuk rencana RAN/RAD GRK yang konkret (Rencana Aksi Nasional dan Daerah Emisi Gas Rumah Kaca). Kebijakan global terkait Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) digemakan oleh PBB yang akan berakhir pada 2015 yang kemudian digantikan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) (Wulansari, I, 2015). Indonesia telah mengalokasikan hutan primer untuk moratorium untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Pemerintah juga telah mengalokasikan hutan untuk investasi dan pertumbuhan ekonomi dan tidak mengabaikan mendefinisikan lahan pertanian untuk kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Hingga saat ini, total izin hutan sosial telah diberikan mencapai 1,05 juta hektar untuk 239.341 kepala keluarga yang telah bergabung dalam 3.879 kelompok. Sebanyak 2.460 kelompok juga telah difasilitasi untuk pengembangan bisnis. Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan dana USD 4 miliar tahun ini, dan akan meningkat USD 5 miliar tahun depan untuk dana desa. Desa mendanai bantuan lebih dari 74.000 desa di seluruh Indonesia dan di masa depan, dana desa dapat mendukung pencapaian target pembangunan berkelanjutan (SDG) dan berpartisipasi dalam mitigasi perubahan iklim, misalnya untuk memperkuat upaya kehutanan sosial (Ovier, 2017). ATAS: Hutan Indonesia sebagai penyerap Karbon dioksida yang dihasilkan manusia. (cr: Pexels) BAWAH: Pertanian salah satu aspek yang terdampak perubahan iklim. (cr: Nabila Safitri) KIRI: Salah satu masyarakat lansia Indonesia yang akan terdampak perubahan iklim. (cr: Unsplash)

15


Bagaimana Cara Negara-Negara Lain Menghadapi Perubahan Iklim? Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena perubahan pola keikliman yang berpengaruh terhadap perubahan pola cuaca suatu daerah hingga dunia dalam jangka panjang. Perubahan iklim memiliki banyak dampak di muka bumi, seperti naiknya suhu muka bumi, perubahan musim tanam, perubahan curah hujan dan musim kering, semakin banyak kekeringan dan gelombang panas, es kutub mencair dan membuat kutub bebas es, kenaikan muka air laut, kerusakan terumbu karang, dan sebagainya. Dampak perubahan iklim berbeda di setiap daerah di dunia karena bergantung pada posisi geografis dan kondisi keikliman pada skala lokal. Selama beberapa dekade terakhir, perubahan iklim menjadi salah satu

HONGKONG

Oleh: Ammardito Shafaat

Kehidupan perkotaan yang dibagun dengan alih fungsi lahan dan pengurangan porsi hutan dapat mendorong terjadinya climate change

16

isu penting yang diperbincangkan di seluruh dunia, didebatkan sebagai bagian agenda publik, dan mendorong anak-anak seluruh dunia membolos sekolah dan demonstrasi di jalan demi memperjuangkan masa depan mereka. Komitmen Indonesia untuk mengurangi dampak perubahan iklim global diwujudkan dengan meratifikasi konvensi PBB tentang perubahan iklim (UNFCCC). Ini berarti Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menunjukan kepada masyarakat internasional komiten serta kepemimpinannya dalam mengatasi dampak perubahan iklim (Popi Tuhulele, 2014). Lalu, bagaimana cara negara-negara lain menghadapi perubahan iklim?


Di Etiopia, World Vision telah mengembangkan sebuah projek mitigasi yang melibatkan regenerasi hampir 3.000 hektar hutan yang bertindak sebagai penyerap karbon dan menyimpan gas rumah kaca. Menurut perkiraan, lebih dari 870.000 ton karbon akan dikeluarkan dari atmosfer dalam jangka waktu 30 tahun. Di kota Schleswig-Holstein, Jerman Utara, mereka memanfaatkan angin kuat untuk menghasilkan tenaga listrik dari 2636 kincir angin yang mereka pasang. Dalam 10 tahun kota Schleswig-Holstein berharap dapat meningkatkan produksi listrik mereka hingga 3 kali lipat dan mampu memasok 8% kebutuhan listrik Jerman. Setelah itu, di Perancis telah ada undangundang baru yang mewajibkan developer di zona komersial membangun taman atau memasang panel surya di atap bangunan mereka. Otoritas Kota Paris bersikeras langkah ini tidak hanya sebagai penghias kota agar terlihat lebih ramah lingkungan tapi juga dibutuhkan untuk memotong kebutuhan energi yang diperlukan untuk memanaskan dan mendinginkan bangunan. Yang terakhir adalah Costa Rica, yang bertekad mengurangi secara bertahap penggunaan bahan bakar fosil di negaranya dengan

memanfaatkan tenaga air, angin, tenaga surya dan biogas. Dalam kurun waktu 75 hari sepanjang tahun 2015, perusahaan pembangkit listrik bernama ICE telah berhasil mengalihkan seluruh kebutuhan energi listrik di negaranya pada energi terbarukan. Menurut layanan cuaca Copernicus, suhu sepanjang September 2020 adalah yang terhangat dalam catatan di seluruh dunia. Para ilmuwan mengatakan ini adalah indikasi jelas dari kenaikan suhu yang didorong oleh emisi dari peradaban manusia. Ini hanya satu dari ratusan alasan kenapa kita harus peduli dengan perubahan iklim. Negara-negara lain sudah menanggapi masalah ini dengan serius dan sudah saatnya juga kita ikut membantu dalam upaya mengatasi perubahan iklim.

Referensi: https://www.tribunnews.com/australiaplus/2015/12/01/inilah-inovasi-sejumlah-negara-di-dunia-dalammengatasi-perubahan-iklim https://www.bbc.com/news/world-africa-49151523 Legionosuko, T., Madjid, M. A., Asmoro, N., & Samudro, E. G. Posisi dan Strategi Indonesia dalam Menghadapi Perubahan Iklim guna Mendukung Ketahanan Nasional. Jurnal Ketahanan Nasional, 25(3), 295-312.

17


STASIUN PENGUMPUL PADA INDUSTRI MIGAS Oleh: Nabila Safitri

Penggunaan energi memiliki sumbangsih 73,2% emisi gas rumah kaca pada 2016 (ourworldindata. org). Salah satu industri penghasil energi adalah industri minyak dan gas.


Mustahil Mengatasi Perubahan Iklim Sambil Mempromosikan Konsumerisme Oleh: Muhammad Reza Rahmaditio

Pemerintah selalu labil! Mereka ingin menghentikan pandemi, namun tidak ingin menghentikan ekonomi. Mereka juga tidak ingin perubahan iklim semakin parah, namun tidak ingin pertumbuhan ekonomi Indonesia kalah dengan negara-negara tetangga. Saya jadi teringat kata-kata motivator saya sewaktu duduk di bangku sekolah dasar: “Hidup adalah pilihan”. Memang terdengar seperti omong kosong, tetapi ada yang lebih omong kosong: mencegah perubahan iklim sambil mengejar pertumbuhan ekonomi.


untuk mengurangi emisi GRK: Pertama, kurangi aktivitas yang menghasilkan emisi GRK; Kedua, kurangi emisi GRK yang dihasilkan aktivitas tersebut. Tentu saja, pemerintah memilih pendekatan kedua. Buktinya, mereka masih menargetkan pertumbuhan yang sangat ambisius, yaitu 5% pada tahun 2021 dan sekitar 7% pada tahun 2030—Jika ini tercapai, maka Indonesia dapat menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 di dunia. Ingat, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi dan semakin banyak konsumsi berarti semakin banyak aktivitas yang menghasilkan emisi GRK baik pada tahap produksi maupun konsumsi barang dan jasa.

ATAS: salah satu komoditas yang paling banyak dikonsumsi manusia adalah daging sapi (cr: Hanifah Rahmah)

S

ebagian besar pertumbuhan ekonomi ditopang oleh sektor konsumsi individu/rumah tangga. Artinya, semakin kita membeli lebih banyak atau lebih mahal suatu barang dan jasa (misal makanan, perumahan, dll), maka kita semakin berjasa terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Tidak heran kalau pemerintah sangat rajin mengajak masyarakat untuk berbelanja, bahkan dalam urusan ini pemerintah juga tidak pelit-pelit untuk membagikan uang ketika daya beli masyarakat sedang lesu—walau dengan satu syarat: belanjakan uang itu! Semuanya dilakukan dengan dalih “memutar roda perekonomian”—kata-kata andalan para pejabat untuk membenarkan segala hal, termasuk konsumerisme yang berujung pada kerusakan lingkungan. Konsumerisme akan selalu terlihat baik selama kita memakai kacamata pertumbuhan ekonomi konvensional. Terlebih, pertumbuhan ekonomi tidak peduli dengan dampak sosial dan kerusakan lingkungan—kalau tidak percaya, periksa saja bagaimana produk domestik bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi kita dihitung. Untungnya, seiring tren sustainability, sustainable development, dan konsep-konsep lain sejenisnya berkembang, aspek lingkungan hidup kian mendapat perhatian. Walau begitu, masih terlihat bahwa masalah lingkungan hanya menjadi semacam kosmetik untuk mempercantik pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks perubahan iklim, Indonesia memiliki target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) nya sebesar 29% pada tahun 2030 sebagai bentuk komitmennya pada perjanjian Paris. Ada dua pendekatan

20

Bukannya pesimis dan tidak suportif kepada pemerintah. Hanya saja, memenuhi komitmen perjanjian Paris dan secara bersamaan berhasil menempati peringkat ke-4 ekonomi dunia terdengar seperti mimpi di siang bolong. Namun, Indonesia tidak bermimpi sendirian. Sebab, hampir seluruh negara (kecuali Bhutan) juga tidak rela meninggalkan pertumbuhan ekonomi demi mengatasi masalah perubahan iklim. Sehingga, dalam rangka mencapai keduanya, mereka berupaya memisahkan (decoupling) antara pertumbuhan ekonomi dengan emisi GRK. Ukuran keberhasilan dari upaya pemisahan tersebut adalah terciptanya pertumbuhan ekonomi yang disertai penurunan emisi GRK (disebut absolute decoupling) atau peningkatan emisi GRK tetapi lebih rendah dari laju pertumbuhan ekonomi (disebut relative decoupling). Menurut laporan carbon brief, terdapat 35 dari 216 negara yang berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus penurunan emisi GRK pada rentang tahun 2000-2014. Namun, hal yang menarik baru terlihat ketika variabel emisi GRK berbasis teritori tersebut diganti dengan emisi GRK berbasis konsumsi (consumption based emissions) yang mengukur jumlah emisi GRK dari barang-barang yang dikonsumsi dalam suatu negara terlepas di mana barang tersebut diproduksi. Hasilnya, jumlah negara yang berhasil memisahkan (decoupling) pertumbuhan ekonomi dengan emisi GRK turun menjadi hanya 21 negara dan dengan persentase penurunan emisi GRK yang jauh lebih kecil. Dari perbedaan hasil tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa keberhasilan decoupling adalah semu karena sebagian emisi negara-negara tersebut dihasilkan di teritori negara lain. Dengan kata lain, penurunan emisi GRK negara-negara tersebut dicapai karena sumber emisinya berpindah ke negara lain. Memang kesimpulan tersebut membutuhkan justifikasi lebih lanjut, namun data global juga belum menunjukkan pola decoupling karena pertumbuhan ekonomi masih diikuti oleh peningkatan emisi GRK. Ekonomi butuh energi dan energi menghasilkan emisi. Upaya decoupling yang umum dilakukan adalah peningkatan efisiensi: Bagaimana sesedikit mungkin energi dan sumber daya lain dapat menghasilkan output ekonomi yang maksimal? Namun, efisiensi juga menurunkan harga yang berakibat pada peningkatan konsumsi—fenomena ini disebut rebound effect. Bayangkan kendaraan kita hanya membutuhkan sedikit sekali bahan bakar, maka ada dua kemungkinan: Pertama,


kita semakin sering bepergian; Kedua, uang yang kita hemat dari bahan bakar akan dibelanjakan untuk barang dan jasa lain. Kedua kemungkinan tersebut berakhir pada peningkatan emisi GRK—sang penyebab perubahan iklim. Berita baiknya, perkembangan teknologi tidak hanya berkutat pada meningkatkan efisiensi, tetapi juga mengurangi emisi dari produksi energi. Dalam hal ini, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu dengan transisi energi dan penyerapan emisi GRK dari udara bebas. Jika kita dapat mengganti sumber energi kita menjadi bebas dari emisi GRK atau kita dapat menyerap seluruh emisi GRK yang kita buang ke atmosfer, tentunya kita tidak perlu khawatir lagi dengan perubahan iklim. Maka dari itu, transisi energi secara global gencar dilakukan—kita dapat melihatnya dari tren peningkatan kapasitas pembangkit listrik dari energi terbarukan, terutama tenaga surya. Secara bersamaan, teknologi penangkapan karbon (carbon capture) juga berkembang—ditandai dengan peningkatan jumlah fasilitas penangkapan karbon skala besar yang tersebar di berbagai belahan dunia. Namun, lagi-lagi, masalah konsumsi menjadi penghalang bagi peluang yang sudah di depan mata. Emisi GRK dari sektor energi meningkat sebesar 1,7% pada tahun 2018. Hal ini disebabkan oleh tingginya laju peningkatan konsumsi listrik sehingga menutupi dampak penurunan emisi GRK dari transisi energi. Peningkatan konsumsi listrik tidak lepas dari pengaruh pertumbuhan konsumsi barang dan jasa pada tingkat individu/rumah tangga. Ditambah lagi, tren digitalisasi membuat konsumsi barang elektronik tumbuh semakin pesat. Pada akhirnya, peningkatan konsumsi oleh budaya konsumerisme—yang dipromosikan oleh pemerintah dan pelaku bisnis—akan memperpanjang jalan mencapai pertumbuhan ekonomi yang bebas dari emisi GRK (decoupling).

BAWAH: sifat konsumerisme acapkali menyebabkan makanan menumpuk di kulkas (cr: Aristina Marzaningrum)

Mengatasi perubahan iklim sekaligus mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan selalu menjadi omong kosong—ibarat tikus mengejar keju yang menggantung dari punggungnya sendiri. Kecuali, kita semua mengerem (bukan berarti menihilkan) laju konsumsi. Para pemangku kepentingan perlu melirik pendekatan kedua dalam mengurangi emisi: Kurangi aktivitas yang menghasilkan emisi GRK. Saya tahu ini mustahil karena tujuan hidup mereka adalah pertumbuhan ekonomi dan akumulasi kapital. Jadi, terpaksa saya sampaikan pesan klise ini kepada masyarakat: beli secukupnya, konsumsi seperlunya.

Referensi: Suzanne, Jacobs. 2016. Consumerism plays a huge role in climate change. Diakses dari https://grist.org/living/consumerism-plays-a-huge-rolein-climate-change/, pada 24 Desember 2020. Julita, Lidya. 2020. Jokowi Beri Rp 600.000 ke Pegawai Bergaji Rp 5 Juta ke Bawah. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/ news/20200804154206-4-177361/jokowi-beri-rp-600000-ke-pegawaibergaji-rp-5-juta-ke-bawah, pada 25 Desember 2020. Badan Pusat Statistik. Produk Domestik Bruto (Pengeluaran). Diakses dari https://www.bps.go.id/subject/169/produk-domestik-bruto-pengeluaran-.html, pada 25 Desember 2020. Setiawan, Kodrat. 2020. Sri Mulyani Ungkap Syarat Pertumbuhan Ekonomi RI 5 Persen pada 2021. Diakses dari https://bisnis.tempo.co/ read/1414382/sri-mulyani-ungkap-syarat-pertumbuhan-ekonomi-ri5-persen-pada-2021, pada 25 Desember 2020. Anggit, Iswari. Pedenya Sri Mulyani di 2030 RI Bisa Masuk 4 Besar Dunia. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/ news/20190402183118-4-64396/pedenya-sri-mulyani-di-2030-ri-bisamasuk-4-besar-dunia, pada 25 Desember 2020. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK). Diakses dari https://www.ojk.go.id/sustainable-finance/id/peraturan/ peraturan-lainnya/Pages/Peraturan-Presiden-No.-61-Tahun-2011tentang-Rencana-Aksi-Nasional-Penurunan-Emisi-Gas-Rumah-Kaca. aspx, pada 26 Desember 2020. Mikayilov, Jeyhun I.; Hasanov, Fakhri J.; Galeotti, Marzio (2018). Decoupling of CO2 emissions and GDP: A time-varying cointegration approach. Ecological Indicators, 615–628. Evans, Simon. 2016. The 35 countries cutting the link between economic growth and emissions. Diakses dari https://www.carbonbrief.org/ the-35-countries-cutting-the-link-between-economic-growth-andemissions, pada 26 Desember 2020. Harvey, Fiona. 2012. Britain merely ‘outsourcing’ carbon emissions to China, say MPs. Diakses dari https://www.theguardian.com/ environment/2012/apr/18/britain-outsourcing-carbon-emissionschina pada 26 Desember 2020. Ritchie, Hannah. CO2 emissions. Diakses dari https:// ourworldindata.org/co2-emissions, pada 26 Desember 2020. Ivanova, Diana; Stadler, Konstantin; Steen-Olsen, Kjartan; Wood, Richard; Vita, Gibran; Tukker, Arnold; Hertwich, Edgar G. (2016). Environmental Impact Assessment of Household Consumption. Journal of Industrial Ecology, 20(3), 526–536. Energy Industry Review. 2020. Carbon Capture Utilisation and Storage in Clean Energy Transition. Diakses dari https://energyindustryreview. com/environment/carbon-capture-utilisation-and-storage-in-cleanenergy-transitions/, pada 27 Desember 2020. IEA. 2019. The Critical Role of Buildings. Diakses dari https://www. iea.org/reports/the-critical-role-of-buildings pada 27 Desember 2020. BBC. Reasons for increase in demand for energy. Diakses dari https:// www.bbc.co.uk/bitesize/guides/zpmmmp3/revision/3, pada 27 Desember 2020. Shao, Qinglong; Rao, Lei (2018). The rebound effect of dematerialization and decoupling: a case of energy efficiency. Chinese Journal of Population Resources and Environment, 16(4), 299–313. Grant, Don; Jorgenson, Andrew K.; Longhofer, Wesley (2016). How organizational and global factors condition the effects of energy efficiency on CO2 emission rebounds among the world’s power plants. Energy Policy, 89–93.

21


Pemanasan Global, Apakah Niscaya? fakta dan bukti mengenai perubahan iklim dan pemanasan global SUHU RATA-RATA BUMI

MINIMUM ES ANTARTIKA

Karbon dioksida GLOBAL

per 13,1 persen dekade[1]

Celcius sejak 1,1 1880 o

[1]

415 ppm

Bagaimana dengan Indonesia? Peringkat di dunia Laju kenaikan permukaan air laut tahunan Indonesia menyentuh angka

±4,5 mm/ tahun[3]

Am

#10

emisi CO2 tahunan (0,61GT) [2]

#19

emisi karbon per kapita (2,3T/tahun)[2]

Indo n

China (28%)

Asia

%)

Amerika

Jepang (3%)

Eropa Federasi Rusia (5%)

Afrika Oseania

India (7%) Negara lainnya (21%) (Amerika Serikat) 15%

Negara Produsen CO2 Terbesar di Dunia

Gas Rumah Kaca

Indeks Peningkatan Suhu Global

0,8

U ta

ra

jumlah tutupan pohon (85% lahan Indonesia merupakan tutupan pohon, dan pada 2016, 19% tutupan pohon di Indonesia adalah hutan utuh) [4]

GT : gigaton metrik; T: ton metrik

1,0

ik a

esia (2

#7

1,2

Eropa (7%)

er

0,6 0,4 0,2 0,0

1880

1900

1920

1940

1960

1980

2000

2020

- 0,2 - 0,4

Sumber : https://data.giss.nasa.gov/gistemp/graphs/graph_data/ Global_Mean_Estimates_based_on_Land_and_Ocean_Data/graph.txt

Bumi telah mengalami kenaikan temperatur sebesar

1,14 oC sejak abad ke-19. Perubahan ini dipicu oleh revolusi industri yang menyebabkan maraknya penggunaan mesin uap untuk generasi energi dengan gas rumah kaca sebagai produk samping.

22

Gas rumah kaca memerangkap panas yang kemudian diabsorbsi oleh lautan sehingga mengakibatkan peningkatan suhu air laut sebesar 0,33oC sejak 1969. Hal ini dapat memicu dampak lain:

melelehnya bongkahan es.

es yang hilang (1993-2019)[1]:

Sumber : https://climate.nasa.gov/

Gas rumah kaca ialah senyawa fasa gas tertentu di atmosfer yang menghalangi panas keluar dari atmosfer

ton/tahun (Greenland) 279 triliun ton/tahun (Antartika) 148 triliun

Sumber dan Pustaka [1] NASA | https://climate.nasa.gov [2] Union of Concerned Scientists | https://www.ucsusa.org/resources/eachcountrys-share-co2-emissions [3] Dikutip dari Kumparan, Jurnal Geoid 2019 | /malikamutiazahra/ kenaikan-permukaan-air-laut-beberapawilayah-indonesia-terancam-tenggelam1ujqYYTTojr/full [4] https://www.globalforestwatch.org/


YOU SAY SO

Tim Enviro bertanya kepada massa kampus ITB dari jurusan yang berbeda-beda mengenai pendapat mereka terhadap perubahan iklim ditinjau dari bidang ilmu masing-masing

Mikroorganisme dapat Syifa Salsabila memengaruhi climate change dan begitupun se- Mikrobiologi 2017 baliknya. Mikroorganisme dapat terlibat dalam banyak proses, seperti siklus C dan N serta produksi dan konsumsi gas rumah kaca. Climate change ini sendiri dapat memengaruhi eksistensi dari mikroorganisme, seperti misalnya dengan adanya climate change bisa saja mikroorganisme yang sudah lama dorman dapat menjadi aktif dan ini bisa menjadi concern baru.

M Rahman Amrullah Teknik Pertambangan 2017 Perubahan iklim diartikan sebagai iklim yang berubah dalam jangka waktu panjang di berbagai belahan dunia akibat ketidakseimbangan gas di atmosfer. Untuk mengurangi potensi climate change yang semakin parah, perlu pembatasan dan penggantian bahan bakar yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dari bahan bakar fosil menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan. Namun, sebagai mahasiswa tambang, melihat dari sudut pandang ekonomi dan pemanfaatannya, maka hal tersebut saat ini sulit terwujud bahkan hingga 20 tahun kedepan, sebab suplainya yang masih tinggi serta nilai ekonominya yang lebih ekonomis. Sehingga, potensi climate change terjadi di masa depan akan semakin besar.

M Naufal Zikri

Teknik Geologi 2017 Kalau ditinjau dari sisi skala waktu geologi, sebenarnya climate change merupakan hal yang normal terjadi dan akan selalu terjadi kedepannya sesuai dengan prinsip geologi, yaitu

Climate change punya dampak besar bagi makluk hidup di bumi, contohnya glacier yang bikin banjir daerah pesisir. Selain itu, climate change membuat musim kemarau makin panjang dan sering, akibatnya tanaman jadi lebih sulit tumbuh, yang pada akhirnya akan memengaruhi pasokan dan ketersediaan makanan.

Yusa Hean Fisika 2017

Climate change terjadi sekarang, dan laut memegang peranan besar. Meningkatnya GRK menyebabkan penghangatan suhu atmosfer, maka suhu muka laut meningkat, es mencair, muka laut meninggi. Akibatnya, terjadi pemutihan karang. Perubahan iklim pun mengganggu sistem cuaca seperti munculnya El Niño dan La Niña, peningkatan kejadian cuaca ekstrim yang berakhir pada banjir rob, dan lainnya. Di sisi lain, laut juga merupakan penyerap gas karbon yang terbesar. Mangrove, lamun, dan biomassa di laut yang jumlahnya sangat banyak inilah yang berjasa menyerap karbon. Jadi, selain aksi yang dekat dengan kehidupan kita seperti mengurangi penggunaan kendaraan bermotor dan mengurangi konsumsi daging, kita juga harus tahu bahwa ekosistem laut sangat penting untuk dijaga.

Tsamara Tsabita Oseanografi 2017

“present is the key to the past”, tetapi memang perubahan iklim sekarang lebih dinamis dan cepat karena dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Tetapi, kita tidak perlu takut karena sejatinya climate change itu normal terjadi di bumi kita.

23


24

TERPERDAYA ILUSI

Oleh: Humaira Fathiyannisa

HIJAU

K

iamat sudah di depan mata. Namun, banyak dari kita yang belum menyadarinya. Kiamat yang akan kita hadapi itu punya nama: perubahan iklim.

Perubahan iklim bukanlah hal baru. Sejak tahun 1850-an, sudah banyak terdapat studi yang meneliti hubungan antara gas rumah kaca dan peningkatan suhu bumi. Kini, ilmuwan 95% yakin bahwa manusia adalah “penyebab dominan” perubahan iklim sejak tahun 1950. Mengetahui hal ini, banyak dari kita yang mengubah gaya hidup menjadi lebih hijau. Alih-alih menggunakan produk plastik, kita menggunakan tote bag (yang terbuat dari kanvas, kapas, dan lain-lain) dan sedotan aluminium. Kita membeli barang-barang berlabel “alami”, “hijau”, dan “ramah lingkungan”. KIRI: Salah satu brand yang berusaha mengadopsi konsep ekonomi melingkar. (cr: Pexels)


25

Pencucian Otak Intensi untuk menyelamatkan bumi adalah hal yang baik. Tetapi, apakah produk-produk tersebut benarbenar “ramah lingkungan”, “alami”, dan “hijau”? Apakah tote bag atau sedotan aluminium yang kita gunakan benar-benar lebih baik daripada kantong plastik, atau apakah ini hanya cara perusahaan untuk “mencuci otak” kita? Pasalnya, klaim-klaim ramah lingkungan seringkali hanyalah label yang dibuat oleh perusahaan untuk menyasar segmen pembeli tertentu, dalam hal ini, orang-orang yang sadar lingkungan (eco-conscious). Namun, klaim itu hanya sebatas label. Praktik cuci otak ini seringkali disebut sebagai greenwashing. Halverson (2018) mendefinisikan greenwashing sebagai situasi ketika organisasi memperkuat dan menekankan bahwa mereka ramah lingkungan, bahkan hingga membuat klaim palsu yang menyesatkan konsumen supaya membeli produk mereka. Perusahaan-perusahaan ini memanfaatkan niat baik kita hanya untuk mendapatkan keuntungan semata. Hal ini mengkhawatirkan, karena praktik tersebut mengalihkan perhatian orang dari kenyataan yang ada. Orang yang tercuci otaknya merasa seperti telah melakukan sesuatu, tetapi sejatinya mereka tidak melakukan apa-apa.

Penipuan

Greenwashing klaim juga tidak sulit dikenali. Program Garment Collection H&M, yang mengumpulkan produk H&M yang sudah tidak digunakan untuk didaur ulang dan memberi insentif berupa kupon potongan harga bagi yang mengumpulkan mengklaim hal ini adalah salah satu upaya pengembangan circular economy. Nyatanya, tahun lalu, hanya 2,2% bahan daur ulang dari program ini yang digunakan untuk membuat pakaian baru—hanya meningkat 1,5% sejak peluncuran program ini pada tahun 2013. Jauh lebih sedikit pakaian yang didaur ulang daripada jutaan yang dijual. Mungkin, contoh yang paling ironis adalah perusahaan minyak dan gas yang menyilaukan pelanggan dengan ilusi hijau yang mereka ciptakan. Selama lebih dari satu dekade, beberapa perusahaan minyak telah mengklaim bahwa mereka secara sukarela menggunakan keuntungannya untuk berinvestasi dalam peralihan menuju penggunaan energi baru terbarukan (EBT). Pada tahun 2000, BP (perusahaan minyak di Eropa) mengubah namanya menjadi “Beyond Petroleum”—lebih dari minyak. Chevron, menjalankan kampanye terkenal yang menyatakan, “Sudah waktunya perusahaan minyak ketinggalan jaman. ... Kami setuju.” Namun menurut sebuah studi oleh Center for American Progress (2010), hanya 4 persen dari keuntungan gabungan perusahaan minyak besar diarahkan ke investasi usaha EBT pada tahun 2008. Sebaliknya,

de Freitas Netto dkk. (2020) menemukan dua klasifikasi utama greenwashing yang berbeda: greenwashing klaim dan greenwashing eksekusional. Greenwashing klaim adalah pernyataan-pernyataan yang diasosiasikan dengan alam dan lingkungan yang dikaitkan dengan sesuatu oleh suatu organisasi. Di sisi lain, greenwashing eksekusional adalah praktik ketika suatu organisasi menggunakan elemen yang menyimbolkan alam seperti penggunaan warna (hijau, biru) atau suara (laut, burung), atau bisa juga berupa gambar yang mewakili lanskap alam (pegunungan, hutan, lautan) atau gambar spesies hewan yang terancam punah (panda, lumba-lumba) atau sumber energi terbarukan (angin, air terjun). Untuk memberi gambaran sejauh mana praktik greenwashing dapat terjadi, kita harus melihat contoh-contohnya. Greenwashing sangat mudah ditemukan dimana saja: The Bodyshop menggunakan gambar alam pada sebagian besar produknya. Banyak perusahaan air minum kemasan menggunakan label bergambar gunung, air terjun, dan pemandangan. Ketika kamu berbelanja, perhatikan label-label yang digunakan pada produk-produk yang sering kamu beli. Kamu bisa menghitung sendiri berapa banyak produk yang menggunakan simbolisasi alam dalam kemasannya. Cr: Pexels


26

mereka terus mengalirkan profit ke kantong pemegang saham dan pengembangan teknologi baru yang dirancang untuk mengekstraksi bahan bakar fosil yang bahkan lebih kotor dan lebih berbahaya.

Akankah Kita Tenggelam? Banyak perusahaan yang konon ‘berkelanjutan’ justru menstimulasi lebih banyak konsumsi (Greening et al., 2000). Padahal, untuk benar-benar ‘berkelanjutan’, yang perlu kita lakukan adalah mengonsumsi lebih sedikit. Dapat disimpulkan bahwa sifat greenwashing adalah sebagai berikut. 1. Menipu: membuat pelanggan merasa dia berkontribusi pada perbaikan iklim; 2. Menciptakan rasa aman: membuat pelanggan terhindar dari rasa bersalah tentang membeli barang yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Greenwashing berperan dalam perubahan iklim dengan menyesatkan konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi lebih banyak, dan pada akhirnya menghasilkan lebih banyak emisi. Saya terkadang merasa kita memiliki kecenderungan untuk melihat sesuatu secara teknis dan menyelesaikan masalah secara dangkal—murni dari sudut pandang teknis. Persoalan perubahan iklim bukanlah persoalan yang bisa diselesaikan dari segi teknis, misalnya dengan teknologi saja. Semua sistem yang ada di bumi memengaruhi dan dipengaruhi (atau akan terpengaruh) oleh perubahan iklim. Saya percaya manusia harus mengubah sistem yang kami miliki sekarang secara fundamental, tetapi kita juga berpacu dengan waktu. Jika kita tidak melakukan apa pun, kita akan hidup di neraka yang panas. Kita berada di tepi periode antediluvian: bisakah kita melampauinya dan menghadapi banjir dengan bahtera, atau akankah kita tenggelam? Referensi Center for American Progress. (2010). Big Oil Goes to College. Diakses melalui https://www.americanprogress.org/wp-content/uploads/issues/2010/10/ pdf/big_oil_lf.pdf pada 24 November 2020. de Freitas Netto, S.V., Sobral, M.F.F., Ribeiro, A.R.B. et al. (2020). Concepts and forms of greenwashing: a systematic review. Environ Sci Eur. https://doi.org/10.1186/s12302-020-0300-3 Greening, L.A., Greene, D.L., Diglio, C. (2000). Energy efficiency and consumption—The rebound effect—A Survey. Energy Policy, pp. 389-401. Halverson, R. (2018). Consumer Perceptions of Greenwashing: Understanding Awareness, Trust, and Effectiveness. Bachelor Thesis, School, Location, Month.

ATAS: logo eco-friendly pada kemasan belum tentu benarbenar ramah lingkungan (cr: M. Avicenna A. S.)


27

cr: M. Avicenna A. S.


B

u Driejana—atau akrab disapa Bu Ndit—adalah salah satu tenaga didik di Teknik Lingkungan ITB. Bu Ndit memiliki spesialisasi di bidang pencemaran udara. Pada kesempatan ini, tim Enviro ingin menggali lebih dalam mengenai tanggapan Bu Ndit tentang perubahan iklim ditinjau dari sudut pandang keahlian beliau. Q: Bagaimana keadaan iklim saat ini dan kaitannya dengan perubahan iklim dari sudut pandang akademisi? Sebenarnya keadaan iklim saat ini tidak hanya dapat diamati oleh akademisi, namun juga dapat dirasakan oleh masyarakat, baik itu dari siklus hujan, terjadinya pergeseran musim, peningkatan frekuensi bencana, dan sebagainya. Namun, untuk data dan bukti ilmiah dapat dilihat dari lembaga sientifik dan pengumpul data, seperti BMKG, NASA, NOAA, dan IPCC. Q: Terjadinya bencana alam dianggap sebagai tanda-tanda perubahan iklim. Apakah bencana-bencana ini merupakan fenomena alam yang pasti terjadi, atau terdapat kontribusi manusia di dalamnya? Saat terjadi ketidaksetimbangan di alam, maka alam akan mencari cara untuk kembali setimbang. Proses mencari kesetimbangan ini menyebabkan perubahan alam, tak jarang dalam bentuk bencana. Di mana kontribusi manusia dalam hal ini? Terdapat bukti yang menyatakan perubahan komposisi atmosfer—secara kimiawi maupun fisik—akibat emisi gas yang dihasilkan dari kegiatan manusia. Perubahan komposisi atmosfer berpengaruh pada kesetimbangan energi karena adanya bermacam-macam gas yang memiliki kemampuan menyerap dan memancarkan energi yang berbeda-beda. Implikasinya adalah perubahan kesetimbangan temperatur atmosfer—menjadi lebih panas atau dingin—yang menyebabkan perubahan siklus hidrologi yang dapat berakibat pada pergeseran pola hujan. Bukan berarti mengklaim bahwa peristiwa cuaca ekstrem seperti El Niño dan La Niña adalah

bersama Ibu Ir. Raden Driejana MSCE, Ph.D. wawancara oleh Nabila Safitri

Perubahan Iklim Sebagai Isu Milik Bersama 28


buatan manusia, ya. Kedua fenomena tersebut alami, namun dapat diprediksi. Nah, akibat ketidakseimbangan alam ini, kedua fenomena tersebut menjadi lebih sulit diprediksi dan terjadi secara lebih drastis. Untuk detail mengenai hal ini, sebaiknya cari sudut pandang dari bidang ilmu Meteorologi.

depannya tidak mendapat “jatah” dari sumber daya alam yang ada sekarang. Analoginya seperti rebutan barang dengan saudara di rumah. Misalnya makanan kita direbut oleh kakak, tapi bisa jadi makanannya baru bisa dibeli lagi bulan depan, atau ternyata bulan depan sudah tidak dijual lagi.

Q: Emisi gas rumah kaca (GRK) pada umumnya dihitung dalam satuan berat CO2 ekivalen. Mengapa satuan itu yang digunakan?

Lalu, kita harus melihat masalah dengan pikiran dan kepala yang dingin agar bisa mencari solusi, karena kalau panik biasanya malah tidak bisa berpikir, bukan? Tapi, inti yang ingin disampaikan Greta adalah bahwa ini masalah masalah yang serius. Kalau kita mau hidup terus dengan cara yang nyaman, ya, gaya hidupnya yang harus berubah, mencari yang nyaman tapi tidak destruktif. Boleh saja kesetimbangan alam itu berubah, tetapi kita harus bisa menyesuaikan dengan usaha-usaha seperti mitigasi, adaptasi, dan kontrol untuk menghadapi dan menanggulangi perubahan tersebut.

Jadi, gas CO2 itu sudah ada bahkan sebelum ada manusia. CO2 adalah yang menjaga permukaan Bumi agar tetap hangat. Cara kerjanya adalah CO2 menyerap energi dan memancarkannya kembali ke permukaan Bumi. Kemudian, saat manusia sadar bahwa suhu permukaan Bumi meningkat, ternyata telah terjadi peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer, sehingga anggapan saat itu adalah CO2 yang meregulasi temperatur permukaan Bumi. Seiring pengetahuan berkembang, ditemukanlah gasgas lain yang dihasilkan manusia yang sifatnya sama dengan CO2, tetapi kemampuannya dalam menyeimbangkan energi dan pengaruhnya terhadap temperatur berbeda-beda. Akhirnya dicarilah satu unit yang bisa menyetarakan, yaitu relatif terhadap CO2. Satuan berupa CO2 ekivalen ini menggambarkan kekuatan meradiasikan energi, yang disebut radiative forcing. Q: Di dunia ini terdapat polarisasi pendapat mengenai perubahan iklim. Dari perbedaan pendapat ini, sering terjadi penolakan terhadap data yang beredar. Misalnya, banyak yang tidak percaya bahwa kenaikan temperatur permukaan Bumi disebabkan oleh manusia, atau percaya bahwa pemanasan global justru menguntungkan. Bagaimana pendapat Ibu terhadap hal tersebut? Nah, klaim-klaim seperti itu bisa dianggap benar jika dilihat dari skala lokal, namun perlu diketahui bahwa perubahan iklim merupakan masalah skala global. Meskipun ada yang mengklaim bahwa kenaikan suhu permukaan Bumi menguntungkan di daerah mereka tinggal, di tempat lain terjadi kerugian. Jadi, masalah ini tidak bisa dilihat secara lokal karena jika ditotalkan keuntungan dan kerugian yang terjadi secara global, bisa saja kerugiannya lebih besar. Misalkan, meskipun pemanasan global menyebabkan kesuburan di beberapa daerah, di tempat lain bisa saja terjadi pelelehan bongkahan es, gagal panen, atau bencana alam yang merusak tanaman, jadi lebih banyak orang yang kelaparan. Memang ada untung-rugi dari perubahan iklim, namun hasil akhirnya harus dilihat secara global. Q: Aktivis iklim Greta Thunberg pernah berkata, “I don’t want you to be hopeful. I want you to panic. I want you to feel the fear I feel every day. And then I want you to act. ... I want you to act as if our house is on fire.” Bagaimana tanggapan Ibu terhadap pernyataan tersebut? [Saya rasa] wajar bagi Greta untuk bereaksi seperti itu, karena generasi muda tentunya tidak ingin masa

Kalau kita mau hidup terus dengan cara yang nyaman, ya, gaya hidupnya yang harus berubah, mencari yang nyaman tapi tidak destruktif.

Q: Apa usaha yang dapat dilakukan untuk menghadapi perubahan iklim ditinjau dari disiplin ilmu Teknik Lingkungan? Banyak! Misalnya seperti penggunaan sumber energi alternatif dari limbah (waste to energy) yang sumber dan metodenya ada banyak sekali. Selain itu, juga bisa dilakukan monitoring yang memiliki banyak ruang untuk inovasi, misalnya meregulasi temperatur dalam ruangan tanpa penggunaan AC. Spesifiknya dari sudut pandang spesialisasi pencemaran udara, diketahui bahwa kandungan gas dan partikulat di udara—selain berkontribusi terhadap perubahan iklim—juga memengaruhi kualitas udara yang dapat memengaruhi kesehatan manusia, misalnya partikulat, ozon, atau NO2 yang dapat menyebabkan penyakit pernapasan. Hal penting yang kita semua perlu tahu, pekerjaan ini tidak bisa dilakukan dari ilmu Teknik Lingkungan sendiri. Meskipun fokusnya memang ke bidang Teknik Lingkungan, tetapi untuk menyukseskannya diperlukan kerja sama dari bidang lain. Jadi, intinya, ya, kita harus banyak bergaul. Q: Adakah pesan untuk mahasiswa Teknik Lingkungan dalam menghadapi perubahan iklim? Perubahan iklim itu adalah masalah seluruh umat manusia, jadi tidak bisa diklaim bahwa perubahan iklim adalah masalah milik Teknik Lingkungan. Belajarlah untuk bekerja dalam tim dalam suatu kolaborasi multidisiplin. Hargai keahlian masing-masing dan cari solusi bersama-sama. Masing-masing keahlian itu akan menjadi kekuatan yang sangat besar jika berkolaborasi.

29



LET’S PLAY!

Coba temukan barang-barang ini di halaman ini!


credits : unsplash

Rainwater Harvesting,

Strategi Berbasis Komunitas Untuk Adaptasi Perubahan Iklim Oleh: Faliha Alya

32


D

alam beberapa dekade terakhir, perubahan iklim telah menjadi isu yang diperbincangkan berbagai kalangan di seluruh belahan dunia. Tahun 2018 PBB memperingatkan bahwa hanya 12 tahun waktu yang dibutuhkan hingga kenaikan temperatur rata-rata global melebihi 1,5 derajat Celcius di atas level industri—target yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris tahun 2015. Salah satu sektor krusial terdampak perubahan iklim menurut IPCC (2007) adalah sumber daya air, diantaranya perubahan dalam siklus hidrologi. Peningkatan temperatur menyebabkan kemampuan atmosfer dalam menahan air lebih tinggi sehingga laju evaporasi meningkat dan menyebabkan intensitas curah hujan ekstrim menjadi lebih tinggi. Akibatnya, suatu wilayah dapat mengalami banjir, sedangkan wilayah lain mungkin dilanda kemarau yang lebih panas dan berkepanjangan hingga terjadi kekeringan yang parah dan krisis air bersih. Semakin berkurangnya suplai air bersih akan berdampak pada produktivitas dan kesehatan manusia.

Meskipun demikian, IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) percaya dampak perubahan iklim pada masing-masing wilayah akan bervariasi dari waktu ke waktu dan tergantung pada kemampuan sistem sosial dan lingkungan di wilayah tersebut untuk memitigasi atau beradaptasi terhadap perubahan. Salah satu upaya adaptasi terhadap ancaman penurunan ketersediaan air akibat perubahan iklim adalah pemanenan air hujan (rainwater harvesting). Dengan sistem ini, air hujan dialirkan pada permukaan resapan yang kedap air dan menuju ke tempat penyimpanan yang dapat berupa tangki atau kolam terbuka, waduk, maupun permukaan tanah, kemudian dapat diekstraksi untuk berbagai kebutuhan. Rainwater harvesting merupakan metode yang dapat diterapkan pada komunitas kecil karena tidak butuh pembangunan infrastruktur yang masif, perawatan relatif murah dan mudah, serta tidak dibutuhkan keahlian khusus untuk mengoperasikannya.

33


Sayangnya, rainwater harvesting belum menjadi pilihan utama dalam hal penyediaan air bersih. Hal ini diakibatkan beberapa faktor, diantaranya keterbatasan data curah hujan di wilayah tertentu serta kekhawatiran akan kualitas air yang rentan kontaminasi dan kurangnya suplai air selama musim kemarau. Keterbatasan data curah hujan dapat diatasi dengan memodelkan kualitas dan kuantitas air. Sementara itu, terkait dengan kualitas air, menurut Kim et al. (2016), jika dibandingkan dengan air tanah, air hujan berkualitas lebih baik karena hanya mengandung padatan tersuspensi dan mikroorganisme saja—yang dapat diolah dengan sederhana menggunakan sedimentasi atau filtrasi. Kurangnya suplai pada musim kemarau dapat diatasi dengan mengombinasikan sumber air hujan dan air tanah—misalnya air hujan untuk irigasi dan air tanah untuk kebutuhan lainnya. Hal ini juga dapat dihindari apabila masyarakat dapat mengatur konsumsi air mereka dengan baik.

Oleh karena itu, UNEP (1997) menekankan bahwa partisipasi masyarakat berperan besar dalam kesuksesan implementasi sistem rainwater harvesting. Di tahap awal, edukasi kepada masyarakat diperlukan agar masyarakat mengetahui manfaat dan keuntungan dari sistem rainwater harvesting, sehingga bersedia untuk berpartisipasi dalam operasionalnya. Masyarakat atau beberapa perwakilan masyarakat yang ditugaskan harus mengetahui aspek teknis dari sistem ini agar dapat mengatasi masalah yang mungkin terjadi di kemudian hari. Selain itu, masyarakat harus dapat melakukan self-regulation untuk menjaga keberlanjutan sistem rainwater harvesting. Dengan memonitor data curah hujan, volume air yang tersisa, dan konsumsi harian, sebuah komunitas dapat mengatur konsumsi air mereka sehingga tidak terjadi kekurangan suplai selama musim kemarau. Dengan melibatkan masyarakat, diharapkan akan tumbuh sense of belonging terhadap sistem rainwater harvesting ini sehingga dapat menjadi sumber air bersih yang dapat diandalkan.

?

Bagaimana, sudah tertarik untuk menginisiasi rainwater harvesting di komunitasmu

Referensi : Asian Development Bank. (2017). A Region At Risk: The Human Dimensions Of Climate Change In Asia And The Pacific. DOI:10.22617/TCS178839-2. Intergovernmental Panel on Climate Change. (2007). Climate Change 2007 – Impacts, Adaptation and Vulnerability. New York: Cambridge University Press. Kim, Yongkyun et al. (2016). Community-based rainwater harvesting (CB-RWH) to supply drinking water in developing countries: lessons learned from case studies in Africa and Asia. Water Science & Technology: Water Supply 16.4, 1110-1121. DOI:10.2166/ws.2016.012. United Nations Environment Programme. (1997). Sourcebook of Alternative Technologies for Freshwater Augmentation in Some Countries in Asia. Washington, D.C.: UNEP, Unit of Sustainable Development and Environment General Secretariat.

34


35 credits : unsplash


DAC INOVASI PENANGKAPAN CO2 DI ATMOSFER DENGAN TEKNOLOGI DIRECT AIR CAPTURE (DAC) TERPUSAT DI KOTA BANDUNG Gerald Joshua Joseph, Cindy Maura Bernadine, Mario Juara Kedua Lomba Karya Tulis Ilmiah ENVIRONATION ITS 2020

S

APA ITU DAC?

udah menjadi rahasia umum bahwa sektor transportasi memiliki peran signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global. Kontribusi sektor transportasi secara keseluruhan terhadap emisi gas rumah kaca global pada tahun 2016 adalah sebesar 16,2% (Our World in Data, 2020), dan angka ini berpotensi terus meningkat dengan semakin bertambahnya pengguna kendaraan bermotor, terutama kendaraan pribadi.

Modul DAC tampak depan (cr: Joseph, dkk)

Seiring dengan berkembangnya isu perubahan iklim dan pemanasan global di Indonesia, diperlukan kesadaran dalam kegiatan mitigasi dan adaptasi di berbagai sektor, tak terkecuali sektor transportasi. Salah satu tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perubahan iklim adalah dengan melakukan penangkapan CO2 dari atmosfer dengan menggunakan teknologi Direct Air Capture (DAC). DAC adalah teknologi untuk mengurangi CO2 yang ada di udara dengan menyimpan CO2 dalam formasi geologi atau digunakan kembali sebagai CO2 murni. Dengan begitu, CO2 yang ada di atmosfer akan menurun dan membantu dalam mitigasi perubahan iklim. BAWAH: Modul DAC tampak belakang (cr: Joseph, dkk)

CARA KERJA DAC Udara ambien yang mengandung banyak CO2 (misalkan di jalan raya dengan konsentrasi kendaraan tinggi) dihisap oleh modul DAC yang dipasang di tempat tertentu. Udara yang dihisap melewati packing di dalam alat yang dialiri Natrium hidroksida (NaOH) cair dari bagian atas packing. CO2 akan diserap dan bereaksi dengan cairan NaOH, sebagaimana cara kerja cross-current wet scrubber, membentuk Natrium karbonat (Na2CO3) dan air. Sementara itu, udara yang sudah terbebas dari CO2 keluar dari modul DAC ke udara ambien. Pada umumnya, cairan penangkap CO2 (cairan scrubber) diolah langsung di modul DAC sehingga sistem DAC umumnya bekerja secara lokal. Namun, penelitian ini mengusulkan inovasi untuk melakukan pengolahan CO2 yang ditangkap dari DAC secara terpusat, sebagaimana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) skala perkotaan, sehingga modul DAC dapat disebar di suatu wilayah tertentu—misalkan di sepanjang jalan raya—dan dapat melakukan pengurangan kandungan CO2 di udara di lingkup area yang lebih luas.

36

Larutan Natrium karbonat disalurkan melalui perpipaan menuju fasilitas terpusat untuk pemurnian CO2 dan daur ulang bahan pengolahan. Pada fasilitas pengolahan terpusat terdapat alat-alat berikut.


PEMURNIAN CO2

KIRI: Skema pemurnian CO2 (cr: Joseph, dkk)

1. Slaker untuk membentuk Kalsium hidroksida atau kapur (Ca(OH)2) dari Kalsium oksida (CaO). 2. Fluidised-bed pellet reactor untuk mengubah Na2CO3 dan Ca(OH)2 dari slaker menjadi palet-palet Kalsium karbonat (CaCO3). Reaksi ini juga membentuk NaOH yang akan dikembalikan ke modul DAC untuk memerangkap CO2. 3. Oxy-fired kiln untuk memanaskan palet CaCO3 menjadi CaO dan CO2. 4. Condenser untuk memisahkan CO2 dan uap air yang terdapat pada gas buang hasil oxy-fired kiln. Pada fasilitas pengolahan, terjadi pembentukan kembali NaOH dan CaO sehingga meminimasi keperluan bahan kimia dari luar sistem. CO2 yang sudah dimurnikan dari condenser dikompresi lalu dapat dipergunakan untuk industri yang membutuhkan CO2 murni maupun disimpan dalam struktur geologis.

APLIKASI SISTEM DAC TERPUSAT Penelitian ini menguji kelayakan aplikasi DAC di Kota Bandung dengan merancang sistem DAC untuk menangkap CO2 di skala perkotaan dengan persebaran modul di lima jalan terpadat di Kota Bandung dan pembangunan satu fasilitas pemurnian CO2 secara terpusat.

Pada setiap jalan, akan diberikan modul DAC berupa air contactor yang dilengkapi kipas untuk menghisap udara ambien. Tiap modul dilengkapi sistem perpipaan untuk menyalurkan hasil penyerapan CO2 menuju fasilitas pemurnian terpusat. Desain modul disesuaikan untuk menangkap 26% dari CO2 yang dihasilkan oleh sektor transportasi dengan pertimbangan kecepatan udara, efisiensi modul, dan kerapatan modul. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa sistem penangkapan CO2 dengan DAC pada lima jalan besar di Kota Bandung dapat menyerap 23 kiloton CO2 per tahun dari amosfer, dan mendukung penurunan kadar CO2 di udara berdasarkan upaya sukarela penurunan emisi di Indonesia sebesar 26%.

POTENSI PENGEMBANGAN DAC Sistem DAC yang ada saat ini baru ditujukan untuk penangkapan CO2, namun DAC memiliki potensi untuk penangkapan gas pencemar lainnya, sehingga dapat diwujudkan sistem pengolahan pencemar udara terintegrasi. Sistem DAC terpusat juga dapat dikembangkan dengan menambah wilayah layanan penempatan modul dan dihubungkan ke fasilitas pengolahan terpusat.

Jalan Raya Terpadat di Kota Bandung (sumber: Lumba, 2005) Nama Jalan

Panjang Jalan (km)

Beban Emisi (ton CO2/tahun)

Jl. Kiaracondong

5,1

19.740,2

Jl. Djundjunan

3,4

15.500,1

Jl. Cihampelas

5,2

35.153,0

Jl. Pasir Kaliki

3,8

9.719,1

Jl. Wastukencana

1,26

7.127,9

KIRI: Tabel data 5 jalan raya terpadat di Kota Bandung BAWAH: Sketsa kasar fasilitas pemurnian CO2 terpusat (cr: Joseph, dkk)

37


credits : unsplash

NEK: Sebuah Harga Untuk Masa Depan Oleh: Daffa Reyhan Aldrien Putra

S

ebagaimana yang telah kita ketahui bersama, Karbon dioksida telah kembali memenuhi atmosfer kita saat ini. “Kembali? Memangnya kapan terakhir kalinya?” Ya, bumi pernah kok memiliki konsentrasi Karbon dioksida sebanyak hari ini sebelumnya, yaitu sekitar empat juta tahun yang lalu, saat benua-benua besar di bumi masih terhubung. (Shulmeister, 2020) Loh, terus kok bisa turun sejauh itu konsentrasinya?

38

Dahulu, terdapat banyak sekali “alat” penangkap karbon alami. Di daratan, banyak hutan yang senantiasa meredam dan menangkap karbon. Di laut, banyak ikan-ikan paus yang memakan alga yang sudah menyerap Karbon dioksida sehingga dapat terakumulasi dan tidak terjadi penumpukan populasi alga pada lautan, es pada kutub juga berperan dalam memerangkap karbon dan gas rumah kaca lainnya. Namun, sekarang hutan dibakar (yang justru menjadi bom Karbon dioksida!), laut tidak dapat ditinggali oleh paus karena banyaknya plastik di sana, dan es di kutub juga telah mencair.


Ilmuwan telah menciptakan sangat banyak teknologi untuk mencoba mengurangi konsentrasi Karbon dioksida di atmosfer dengan meniru mekanisme alami tersebut, mulai dari penanganan dari sumber, seperti pemasangan filter pada knalpot, hingga penanganan pada atmosfer itu sendiri, seperti memasang alat yang berbentuk masif untuk menangkap karbon dari udara kosong. Namun, usaha tersebut masih belum cukup, kecenderungan konsentrasi Karbon dioksida masih meningkat. Sembari berharap dengan perkembangan teknologi, banyak negara yang telah memikirkan cara alternatif lain untuk menekan angka emisi Karbon dioksida ini, salah satu caranya adalah dengan menetapkan nilai ekonomi pada karbon, atau bisa disingkat NEK. Apa itu NEK? Singkatnya NEK adalah sistem yang menaruh harga pada setiap kegiatan yang melepaskan Karbon dioksida dari atmosfer. Harganya dibayarkan ke siapa dan untuk apa? aliran dana dari kegiatan berbasis karbon tersebut akan dibayarkan kepada pihak-pihak yang memiliki carbon sequester (penyerap karbon) seperti hutan dan kolam alga. Misalnya suatu perusahaan memproduksi satu ton Karbon dioksida pertahun, maka pihak perusahaan akan membayar karbon tersebut kepada pemilik hutan yang menyerap karbon sebanyak satu ton selama satu tahun. (Chou, 2020) Beberapa negara seperti Uni Eropa juga menerapkan kredit karbon untuk memvariasikan metode pembayaran dari emisi karbon ini. Bagaimana sistem kreditnya? semua perusahaan pengemisi karbon pada negara tersebut memiliki batas tahunan jumlah karbon yang diperbolehkan untuk diemisikan. Jika tidak mencapai batas tersebut, perusahaan boleh menjual kredit yang tersisa pada perusahaan yang

mengemisikan karbon berlebih. Prosedur ini dapat mendorong perusahaan saling berlomba-lomba menurukan emisinya agar dapat meraup keuntungan lebih.

95% dari tumbuhan adalah karbon. Tentunya pihak yang secara sengaja membakar hutan untuk dapat membeli lahan tersebut justru akan lebih rugi.

Indonesia sendiri telah mulai mencanangkan untuk diterapkannya peraturan ini, bulan Juli lalu, Presiden RI telah menyetujui untuk ini. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia saat ini, Ibu Siti Nurbaya Bakar pun telah memproyeksikan peluang yang besar untuk Indonesia. Dilansir dari ppdi.menlhk.go.id:

Memang betul, bagi rakyat, mungkin ini dapat menguntungkan. Namun, apa daya kalau ternyata perusahaan-perusahaan yang ternyata diharuskan membayar karbon menaikkan harga produknya. Jika kita melihat sejarah, revolusi industri telah menjadikan segala hal menjadi lebih murah, sebuah berkah yang indah yang menguntungkan bagi sebagian besar manusia. Namun ironisnya, murahnya segala sesuatu yang muncul saat revolusi industri hanyalah berlaku pada zaman itu saja. Layaknya sebuah dana pinjaman dari masa depan, mungkin saat ini generasi kita perlu membayar lebih dengan memberlakukan pajak karbon untuk menjaga bumi ini agar tetap bisa anak cucu kita tempati. Siapkah kamu untuk membayar lebih?

Dengan perhitungan rata-rata kandungan karbon dari hutan (dari aboveground biomass) sebesar 200 ton C/ha dan rata-rata kandungan karbon dari mangrove (termasuk soil carbon) adalah 1.082,6 ton C/ ha, serta ratarata karbon gambut 460 ton C/ ha, dan hutan gambut primer mencapai 1385,2 ton C/ha, maka jika hutan Indonesia ini dikelola dengan baik dan dicegah dari kerusakan akan didapat nilai ekonomi yang sangat besar. “Dengan adanya landasan peraturan tentang NEK, potensi ini akan dihitung nilai ekonomi karbonnya,” tuturnya. Adakah negara yang telah menerapkan sistem ini dan terbukti sukses? Tentunya ada: Swedia! mereka berhasil menurunkan emisi karbon sebanyak 25% sejak 1995, sementara ekonomi mereka telah berkembang sebanyak 75% selama periode tersebut. Harga pajak karbon yang mereka terapkan adalah 127 USD per tonnya (atau setara Rp1.800.000 per ton). (Chou, 2020) Banyak sekali potensi yang bisa diturunkan dari ide pajak karbon ini. misalnya kita dapat meningkatkan sikap tanggung jawab negara dan masyarakat untuk menjaga hutan. Sebuah lahan hasil pembakaran hutan dapat dihargai dengan sejumlah Karbon dioksida yang terlepaskan di udara sehingga harganya bisa melonjak tinggi berhubung

Referensi Chow, C., 2020. Carbon Tax: A Shared Global Responsibility For Carbon Emissions | Earth.Org - Past | Present | Future. [online] Available at: <https://earth.org/carbontax-a-shared-global-responsibility-for-carbonemissions/#:~:text=A%20carbon%20 tax%20has%20been,in%20the%20 same%20time%20period.> [Accessed 20 December 2020]. Anugrah, N., 2020. Menteri LHK : Presiden Setuju Segera Diatur Nilai Ekonomi Karbon. [online] Available at: <http://ppid.menlhk. go.id/siaran_pers/browse/2551> [Accessed 20 December 2020]. Shulmeister, J., 2020. Climate Explained: What The World Was Like The Last Time Carbon Dioxide Levels Were At 400Ppm. [online] The Conversation. Available at: <https://theconversation.com/climateexplained-what-the-world-was-like-the-lasttime-carbon-dioxide-levels-were-at-400ppm141784#:~:text=The%20last%20time%20 global%20carbon,levels%20were%20 higher%20than%20today.> [Accessed 20 December 2020].

39



KABUT ASAP DI RIAU 2014 Oleh: Nabila Safitri

Kabut asap menyelimuti provinsi Riau (Maret 2014) yang disebabkan oleh pembakaran hutan untuk pembukaan lahan.


COVID-19, Baik dan Buruknya bagi Lingkungan Oleh: Khalisha Meliana Qatrunnada

S

udah lebih dari 10 bulan pandemi COVID-19 melanda di berbagai penjuru dunia. Untuk mencegah penyebaran COVID-19, berbagai negara menerapkan kebijakan lockdown sehingga otomatis banyak kegiatan manusia yang terhenti. Seakan-akan hiruk-pikuk kehidupan “beristirahat” sejenak. Sejak tahun 1950, para peneliti mulai menetapkan faktor antropogenik sebagai penyebab utama perubahan iklim. Apakah dengan berkurangnya aktivitas manusia, seperti transportasi dan ekonomi, berarti memberi pengaruh baik bagi perubahan iklim? Pada bulan Maret lalu, saat lockdown diterapkan, terpantau konsentrasi gas NO2 di udara menurun cukup drastis jika dibandingkan dengan data konsentrasi NO2 di tahun 2019. Penurunan konsentrasi gas NO2 di udara tersebut terpantau di wilayah Tiongkok, India, dan negara-negara Eropa. Tidak hanya gas NO2, di awal tahun 2020 (sekitar bulan Maret-April), terjadi penurunan emisi gas CO2. Penurunan emisi gas karbon, Nitrogen dioksida, dan gas lainnya yang termasuk gas rumah kaca, tentu saja berdampak baik bagi perubahan iklim. Karena dengan begitu, konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer tidak bertambah yang akhirnya berpengaruh pada jumlah panas atau radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke permukaan Bumi. Selain itu, terjadi pula penurunan jumlah partikulat di udara, menyebabkan langit menjadi “bersih” dan dapat terlihat jelas. Dampak positif dari lockdown juga terjadi di lingkungan perairan. Terdapat beberapa tempat yang dilaporkan bahwa kualitas airnya meningkat. Contohnya di Kanal Kalingarayan, India. Pada bulan April, tidak ada efluen limbah dari kegiatan industri yang masuk sehingga air di kanal menjadi jernih dan tidak berbau. Begitupun di kolam-kolam kecil di daerah perumahan. Biasanya, kolam tersebut digunakan sebagai tempat pembuangan sampah penduduk sekitar. Berpindah ke benua Eropa yaitu di Italia, tepatnya di Kanal Venesia yang terkenal dengan wisata kapalnya. Tidak ada turis sehingga kapal-kapal tidak beroperasi seperti biasanya. Air di kanal menjadi jernih hingga ikan-ikan dapat terlihat. KANAN : Salah satu dampak negatif pandemi COVID-19 terhadap lingkungan adalah meningkatnya timbulan limbah plastik dari Alat Pelindung Diri, salah satunya masker sekali pakai. (cr : Aristina Marzaningrum)

42


43


Dari contoh-contoh di atas, terlihat bahwa pandemi membawa dampak positif bagi lingkungan, terutama untuk masalah emisi gas rumah kaca di udara. Tapi, pandemi sebenarnya membawa masalah lainnya, seperti peningkatan limbah rumah tangga serta limbah medis. Peningkatan limbah rumah tangga utamanya disebabkan oleh penggunaan barang sekali pakai serta kegiatan belanja online. Barang sekali pakai cenderung digunakan dan dianggap lebih aman karena dapat mengurangi penyebaran virus. Beberapa restoran mengganti peralatan makan keramik dengan peralatan makan sekali pakai yang terbuat dari plastik. Seperti yang kita tahu, plastik sulit untuk terurai dan hingga saat

44

ini masih menjadi masalah dalam pengelolaan limbah. Berdasarkan data dari Los Angeles Times, kemasan makanan menyumbang limbah plastik sebanyak 1470 ton di Singapura saat lockdown diberlakukan. Timbulan limbah plastik karena pandemi bukan hanya berasal dari penggunaan alat makan sekali pakai. Jangan lupakan limbah APD, baik dari rumah sakit maupun dari masyarakat umum. Masker merupakan APD yang paling umum digunakan oleh masyarakat. Di awal pandemi, masker sekali pakai (atau biasa disebut masker bedah), sulit ditemukan di apotek juga pertokoan. Belum lagi harganya yang melonjak drastis. Karena jumlahnya yang langka, terdapat anju-

ran/himbauan agar masker bedah diprioritaskan untuk tenaga kesehatan sedangkan masyarakat umum dianjurkan untuk menggunakan masker kain. Saat ini, produksi masker bedah sudah kembali stabil dan diperjualbelikan dengan harga normal. Maka tidak heran jika sekarang sering terlihat masyarakat umum menggunakan masker bedah. Di forum online, beberapa orang mengutarakan alasan mengapa mereka lebih memilih untuk menggunakan masker bedah daripada masker kain. Pertama, masker bedah dianggap lebih aman karena efektivitasnya sudah teruji sedangkan masker kain yang dijual di pasaran kebanyakan belum diketahui.


September lalu, Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan SNI untuk masker kain yaitu SNI 8914:2020. Namun, seringnya penjual tidak mencantumkan apakah masker kain yang dijualnya sudah memenuhi SNI atau belum sehingga membuat masyarakat ragu untuk membelinya. Kedua, masker bedah lebih nyaman digunakan daripada masker kain yang berlapis-lapis. Masker bedah dianggap lebih ringan daripada masker kain.

litian dengan data standar populasi global, diperkirakan setiap bulan dihasilkan sampah masker sebanyak 129 miliar. Dilansir dari South China Morning Post, di Wuhan dihasilkan limbah APD berbasis plastik sebanyak 240 ton, sekitar 6 kali lipat dari biasanya. Plastik berasal dari bahan bakar fosil sehingga dapat mengemisikan gas rumah kaca saat dibakar. Pada masa pandemi, daur ulang limbah dihindari karena limbah dikhawatirkan terkontaminasi dan dapat menyebarkan virus.

Terlepas dari kelebihannya, sayangnya, terdapat komponen plastik pada masker bedah. Oleh karena itu, penggunaan masker bedah menghasilkan timbulan sampah yang merugikan bagi lingkungan. Berdasarkan pene-

Pandemi pada awalnya memang terlihat seperti membawa dampak positif bagi perubahan iklim. Namun, seiring berjalannya waktu, semakin banyak limbah yang dihasilkan, yang akhirnya berdampak buruk bagi

perubahan iklim. Apalagi saat ini sudah banyak negara yang menghentikan lockdown sehingga aktivitas manusia seperti industri dan transportasi kembali beroperasi. Lockdown tidak mungkin dilakukan selamanya, maka hal tersebut bukan merupakan solusi untuk menangani emisi gas penyebab perubahan iklim. Saat ini, fokus utamanya adalah untuk menghentikan penyebaran virus dan memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat. Namun, jangan sampai kita abai dengan permasalahan limbah yang juga mengancam kesehatan serta memiliki pengaruh besar pada perubahan iklim.

KIRI : Dampak positif dari COVID-19 pada lingkungan adalah air sungai yang jernih dan langit yang cerah. (Gambar hanya ilustrasi, cr: unsplash)

Referensi Bauman, Brooke. 2019. How plastics contribute to climate change. https://yaleclimateconnections.org/2019/08/how-plastics-contribute-to-climate-change/, diakses pada 21 Desember 2020. Badan Standardisasi Nasional. 2020. SNI 8914:2020. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Bengali, Shashank. 2020. The COVID-19 pandemic is unleashing a tidal wave of plastic waste. Los Angeles Times. https://www.latimes. com/world-nation/story/2020-06-13/coronavirus-pandemic-plastic-waste-recycling, diakses pada 22 Desember 2020. Jauregui, Jason Pareja. 2020. What is the effect of COVID-19 on Climate Change?. https://www.oneyoungworld.com/blog/what-effect-covid19-climate-change, diakses pada 20 November 2020. Kannadasan, Akila. 2020. Lockdown due to COVID-19: How our waterbodies are cleaner. https://www.thehindu.com/sci-tech/energy-and-environment/lockdown-due-to-covid-19-how-our-waterbodiesare-cleaner/article31518267.ece, diakses pada 22 Desember 2020. Prata, Joanna C., Ana L. P. Silva, Tony R. Walker, Armando C. Duarte, dan Teresa Rocha-Santos. 2020. “COVID-19 Pandemic Reprecussions on the Use and Management of Plastics”. Environmental Science & Technology 54(13), 7760-7765. Zuo, Mandy. 2020, 12 Maret. Coronavirus leaves China with mountains of medical waste. South China Morning Post.https://www.scmp. com/news/china/society/article/3074722/coronavirus-leaves-china-mountains-medical-waste., diakses pada 21 Desember 2020.

45


46

Aktivitas Virtual Mengancam Iklim, Memangnya Bisa? Oleh: Aisya Rahmania Dangkua

B

ackup data, sudah tidak asing lagi di era sekarang ini. Ditambah dunia yang rasanya semakin hari semakin bergantung pada kegiatan virtual, seakan berjalan menuju kehidupan virtual sesungguhnya. Pernahkah kalian berpikir, kemana perginya data-data yang kita simpan secara virtual? Seperti pesan-pesan yang tersimpan di dalam email bertahun-tahun, foto-foto yang kita unggah atau bagikan, akun media sosial atau game, dan lainnya. Jika gadget kita saja memiliki kapasitas penyimpanan, begitu pun dengan dunia virtual. Seberapa besar kapasitas dan daya listrik yang dibutuhkan untuk menyimpan data dari jutaan orang di dunia?


47

BAWAH: Selama pandemi Covid-19, hampir seluruh aspek kegiatan dilakukan jarak jauh, seperti bersosialisasi dan sekolah.

Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan jumlah komputasi data bertumbuh secara eksponensial, terutama teknologi informasi yang menjadi tenaga penggerak ekonomi dunia. Saat ini, laju pertumbuhan volume data global bertumbuh 40% setiap tahunnya. Dengan pertumbuhan ini, dibutuhkan lebih banyak pusat data setiap harinya. Pusat data adalah fasilitas fisik yang digunakan oleh perusahaan untuk menyimpan atau menampung aplikasi dan data yang digunakan dalam bisnis mereka (Kerravala, 2020). Namun, energi yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu pusat data sangatlah besar. Sebagai gambaran, suatu pusat data membutuhkan daya yang setara dengan 25.000 rumah dan mengonsumsi energi 100-200 kali lebih besar dari kantor pada umumnya dengan ukuran yang sama (Nambiar, 2008). Energi sebesar ini tentunya akan meninggalkan jejak karbon yang sama besarnya pula jika tidak ditangani secara khusus. Lagi-lagi lingkungan harus menerima konsekuensi dari kebutuhan dan keinginan manusia.


Emisi Karbon yang Ditimbulkan Oleh Kegiatan Virtual Pusat data yang dibutuhkan agar kita dapat mengirimkan pesan, main permainan virtual, atau mempublikasikan sesuatu dimuat dalam pusat data yang luasnya 40 kali lebih besar dari lapangan tenis. Hal ini berarti terjadi pengurangan lahan seluas 40 lapangan tenis untuk dijadikan ruang terbuka hijau. Bukan hanya itu, bangunan ini membutuhkan daya listrik selama 24 jam penuh untuk menjalankan server dan penyimpanan, belum lagi ditambah daya untuk menjalankan fasilitas pendukung yang ada. Berbicara mengenai listrik, pembangkit listrik merupakan salah satu dari tiga sumber utama emisi gas rumah kaca. Di dunia, sumber energi listrik yang paling banyak digunakan adalah minyak bumi (34%), batu bara (26%), dan gas alam (21%). Minyak bumi menyumbang emisi karbon dunia sebesar 38%, batu bara menyumbang 42%, dan gas alam menyumbang 20%. Sementara sumber lainnya yang justru menyumbang 0% emisi karbon merupakan yang paling sedikit digunakan. Kembali pada pusat data, suatu penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2017 di Jerman terdapat seluas 2.250.000 m2 pusat data dengan penggunaan energi listrik sebesar 13,2 miliar kWh per tahun. Berdasarkan U.S. Energy Information

48

Administration, 1 kWh listrik mengemisikan karbon sebesar 0,99 pound, atau setara dengan 44,9 kg CO2. Maka, jika dihitung, pada tahun 2017, Jerman mengemisikan 588,72 miliar kg CO2 hanya dari sektor industri informasi dan komunikasi. Terlepas dari industri makanan, industri tekstil, consumer goods, dan transportasi, industri informasi dan komunikasi merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar yang cukup jarang disorot. Padahal karbon yang dihasilkan dari industri ini bahkan lebih besar dari industri penerbangan. Semakin banyak jaringan yang terkoneksi (50 miliar per tahun 2020), semakin banyak pula energi dan pusat data yang dibutuhkan. Sebuah studi menyebutkan bahwa emisi gas rumah kaca dari industri ini dapat meningkat hingga melebihi 14% per 2040, dengan laju penggandaan jumlah emisi karbon setiap 4 tahun. Pertumbuhan industri ini sangat pesat. Cepat atau lambat, industri ini dapat menjadi penyumbang emisi karbon terbesar. Walau tampaknya kegiatan virtual sudah menjadi bagian dari gaya hidup dan tidak tampak berbahaya, namun tanpa adanya perhatian khusus terhadap lingkungan, gaya hidup seperti ini dapat menjadi awal dari malapetaka dunia. Lantas, masihkah menganggap sektor ini tidak butuh diperhatikan?


Renewable Energy Renewable energy, istilah yang sudah tidak asing lagi di tahun 2020 ini terutama di kalangan Generasi Millennial dan Generasi Z. Cara ini seringkali digunakan oleh suatu perusahaan atau industri untuk mencapai tujuan keberlanjutannya. Dengan mengganti sumber energi listrik pusat-pusat data dengan sumber terbarukan yang menghasilkan 0% emisi, emisi akibat aktivitas virtual dapat ditekan. Terdapat beragam pilihan sumber energi listrik terbarukan seperti turbin tenaga angin, panel surya, dan lain-lain. Walaupun memang, sekarang ini, biaya modal penggunaan renewable energy masih terhitung mahal jika dibandingkan dengan minyak bumi atau batu bara. Namun, untuk jangka panjang, renewable energy akan jauh lebih murah karena menggunakan sumber yang terus terbarukan dan masih tersedia secara gratis di muka bumi, tidak seperti minyak bumi atau batu bara. Meskipun demikian, penggunaan renewable energy pada seluruh pusat data pun akan percuma jika tingkat permintaan dan ketergantungan masyarakat terhadap penyimpanan data ini terus melejit. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pembangunan pusat data membutuhkan lahan yang luas. Semakin tinggi permintaan masyarakat maka semakin sedikit pula lahan yang tersedia untuk ruang terbuka hijau. Gaya hidup masyarakat perlu pula dipulihkan. Regulasi yang tegas pun perlu terus diikembangkan dan ditegakkan.

Kesimpulan Suatu roda perubahan tidak dapat bergerak jika hanya satu komponennya yang bekerja. Hal ini berarti untuk mencegah kemungkinan malapetaka yang dapat disebabkan oleh manusia, seluruh komponen masyarakat harus bertindak. Pemerintah, industri, lembaga swadaya masyarakat, mahasiswa dan pelajar semua harus bertindak. Bertindak serentak dengan kemitraan yang baik ke arah yang sama merupakan kunci dari suatu perubahan. Manusialah yang menciptakan teknologi untuk memudahkan kehidupan, maka jangan biarkan teknologi malah berbalik menghancurkan kehidupan kita. Teknologi layaknya bom waktu yang perlahan menggerogoti kehidupan kita. Jadi, silahkan pilih: mau termakan oleh senjata sendiri atau berubah?

Referensi Poess M, Nambiar RO. 2008. Energy cost, the key challenge of today’s data centers: a power consumption analysis of TPC-C results. Auckland: Proceedings of VLDB. Costello, Patrick. 2012. Data Centers Energy Efficiency, Renewable Energy and Carbon Offset Investment Best Practices. Hintemann, Ralph. 2019. Energy Consumption of Data Centers Worldwide. Berlin: Borderstep Institute. Ipsen, Heather. 2018. Catching the Cloud and Pinning It Down: the Social and Environmental Impacts of Data Centers. New York: Syracuse University. Bouley, Dennis. Estimating a Data Center’s Electrical Carbon Footprint. Paris: Schneider Electric. Credits untuk semua foto artikel ini: Pexels.com

49


S TT

2

3

4

6

8

9 10

men da tar

14

15

Pengotoran, pencemaran.

6

Senyawa organik yang digunakan sebagai refrigeran (singkatan).

10 Panas dinginnya badan atau hawa. Pancaran (umumnya gas atau radiasi).

14

8

13

Bentuk pemasaran yang menggunakan teknik ‘pemasaran hijau’ untuk meyakinkan masyarakat bahwa produk, tujuan, dan kebijakan suatu organisasi adalah ramah lingkungan dan ‘lebih baik’ bagi alam.

Fenomena dimana sebuah wilayah (umumnya metropolitan) lebih hangat dibanding wilayah sekitarnya (umumnya pedesaan) disebut Urban Heat _____.

50

16

18

4 Lapisan atmosfer tempat lapisan ozon berada. 7 Gas yang paling banyak terdapat di atmosfer.

11

18


Seberapa tahu kamu tentang Climate Change?

1

5

7

me nu run

12

13

17

1 Buatan manusia atau kejadian yang disebabkan oleh manusia.

Bahan bakar ____ terbentuk karena adanya proses alamiah berupa pembusukan dari organisme yang mati ratusan juta tahun lalu.

2

3 (Bersifat) menyedihkan. Lapisan gas diantara 15 dan 30 km di atas permukaan bumi dengan fungsi menahan radiasi sinar ultraviolet B (UV-B) dari matahari.

9

5

“Carbon ____” adalah jumlah karbon atau gas emisi yang dihasilkan dari berbagai kegiatan (aktivitas) manusia pada kurun waktu tertentu, diekspresikan dalam satuan CO2 ekivalen. Saluran air (dari buluh, seng, dan sebagainya) pada cucuran atap.

10

tempat disusunnya persetujuan internasional dalam UNFCCC terkait 11 Kota usaha reduksi emisi CO yang ditandatangani pada tahun 2016. Sebutan untuk gas di atmosfer yang memiliki kemampuan memerangkap energi radiasi matahari. 12 udara dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang 15 Pergerakan bertekanan rendah. Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim (singkatan). 16 es yang besar yang terbentuk di atas permukaan tanah 17 Bongkahan yang merupakan akumulasi endapan salju yang membatu. 2

Cr: Freepik

51


FOOTBALL AND CLIMATE CHANGE

Oleh: Advan Dwi Prayuda

Ada apa dengan sepakbola?

A

ku akan memulai tulisan ini dengan suatu keniscayaan bahwa sepakbola merupakan salah satu penyumbang emisi karbon di dunia yang perlu segera ditangani. Olahraga yang berawal dari permainan buruh dan rakyat kecil ini terus berekspansi menjadi industri besar yang terus berkembang dan memengaruhi berbagai aspek kehidupan. Sepakbola saat ini memiliki peran penting dalam praktik ekonomi, politik, dan sosial. Dan seperti biasa, lingkunganlah yang “dianaktirikan”, dengan menerima sumbangan dampak buruk dari industri sepakbola. Dari perhelatan sepakbola paling prestisius di dunia: Piala Dunia Afrika Selatan 2010, Brazil 2014, dan Rusia 2018, masing-masing menghasilkan 2,75; 2,27; dan 2,16 juta ton emisi CO2 ke atmosfer. Jika berdasarkan perhitungan pertahun, kita bisa menarik asumsi dari hasil penelitian Fluminense FC, klub sepakbola dari Brazil yang menghitung

52

total emisi CO2 dari aktivitas klub, tim, penerbangan, dan perjalanan penonton, sebesar 2.500 ton pertahunnya. Maka, bisa ditarik kesimpulan bahwa liga Brazil yang berisi 20 tim mengemisikan 50.000 ton CO2 pertahunnya. Jika kita tarik lebih jauh menuju liga paling populer di dunia, Premier League (Liga Inggris) dengan perbandingan kapita 5,59:2,37 dari negara Brazil, dan jumlah penonton yang mencapai 2 kali lipatnya, maka Premier League dapat menghasilkan sekitar 200,117 ton CO2/tahun. Dengan pendekatan terhadap 200 lebih Liga sepakbola profesional di dunia serta melibatkan industri apparel, kompetisi antarnegara, dan penerbangan penonton, maka bisa diasumsikan sepakbola menghasilkan emisi CO2 sebanyak yang diemisikan negara Tunisia yaitu sekitar 32 juta ton CO2 per tahun, atau 0,083% dari total emisi CO2 di dunia! Angka yang cukup besar bagi industri olahraga. Dan hampir 70 persennya berasal dari penonton.


Dampak dari perubahan iklim tidak jauh dari gambaran menyeramkan. Februari 2020, puluhan pertandingan seperti Bundesliga Jerman, Eredivisie Belanda, dan Pro League Belgia dibatalkan karena cuaca ekstrim yang disebut badai Ciara dan badai Sabine. Pembatalan pertandingan karena cuaca ekstrim sering terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2015, Stadion Carlisle United, klub divisi bawah Inggris, terendam banjir akibat badai Desmond yang menerjang wilayah Britania Raya. Lebih jauh, diprediksi 23 stadion dari 92 klub sepakbola di Inggris akan terendam banjir setiap tahunnya pada tahun 2050. Selain dibatalkannya pertandingan, berbagai bencana ini akan menguras biaya perbaikan yang tidak sedikit. Lebih jauh lagi, dilihat dari entitas kegiatan sepakbola itu sendiri, bermain sepak bola pada temperatur 35oC adalah ide yang buruk. Kondisi ini dapat menyebabkan terganggunya koordinasi tangan, mata, memori, sampai heat stroke dan kram panas. Kondisi ini sedang menanti kita di masa yang akan datang: Musim panas yang sangat menyakitkan dan musim dingin dengan berbagai badai yang mengerikan dan sangat berbahaya (semoga tidak!).

Apa dampak nya pada sepakbola?

KIRI: Lapangan sepakbola Saraga ITB (cr: M. Avicenna)

Bak seorang remaja, industri sepakbola terus berkembang dengan pesat. Peserta Piala Dunia diperbanyak, kompetisi klub antarnegara Eropa bertambah, dan berbagai ekspansi industri ini terus bergejolak dan berdampak pada naiknya sumber emisi CO2. Namun sayang, tidak ada kebijakan asosiasi sepakbola yang berdampak nyata dalam mengatasi perubahan iklim. Gerakan ramah lingkungan malah diinisiasi oleh berbagai klub sepakbola yang tergolong “kurang” populer. Sebut saja Forest Green Rovers. Tim Liga Tingkat 4 Inggris dari Nailsworth, West England. Mereka adalah klub pertama yang mendapatkan predikat Zero Carbon Football Club dari PBB. Mereka menggunakan 100% energi terbarukan, hanya menyajikan makanan vegan untuk pe-

main, staf, dan penonton, mengolah air hujan, menggunakan pemotong rumput bertenaga matahari, menyediakan pengisian mobil listrik di dekat stadion, serta sekarang sedang dalam proses pembangunan stadion dari kayu yang dipercaya zero carbon emission. Di Jerman, gerakan serupa juga banyak dilakukan. Mainz FC dan Freiburg telah mendaur ulang limbahnya dan menggunakan energi terbarukan selama sedekade ini. Wender Bremer membangun stadion dengan solar panel terbesar di dunia dan melarang parkir di stadion. TSG Hoffenheim berinvestasi untuk hutan di afrika dan mengembangkan textile and environmental education project. Sedangkan Ausburg FC berinvestasi untuk membangun pembangkit listrik geotermal.

Ekspansi sepakbola dan agenda perubahan iklim

53


Sebenarnya, PBB telah mengundang FIFA dan UEFA dalam rangka merilis the UN sport for climate action framework pada tahun 2016 untuk ditandatangani oleh semua klub sepakbola di dunia. Perjanjian ini merupakan kerangka arahan kerja dalam mencegah perubahan iklim. Isi perjanjiannya adalah setiap klub wajib melakukan audit emisi karbon dan gas rumah kaca yang dihasilkan setiap tahunnya serta ikut serta mewujudkan misi zero emission di tahun 2050. Setiap klub juga harus mengedukasi atlet, staf klub, dan penonton tentang isu perubahan iklim, serta mengutamakan solusi berkelanjutan dalam setiap kegiatan klub. Namun sayangnya tidak ada target, mekanisme kontrol, ataupun semacamnya yang membuat perjanjian ini tidak berdampak besar hingga saat ini. KIRI: Penggemar sepakbola sedang mendukung klub favoritnya. (credits : unsplash) BAWAH: Banyaknya penonton dalam satu pertandingan sepakbola. (credits: unsplash)

Pandemi lagi-lagi jadi angin segar!

54

Pandemi Covid-19 disinyalir telah menurunkan emisi karbon sebesar 7% akibat berbagai pembatasan kegatan di berbagai sektor sumber emisi. Bukan angka yang besar, tapi sangat membahagiakan karena setiap tahunnya emisi terus meningkat. Hal ini juga berlaku pada sepak bola. Pagelaran Liga Champions yang dilanjutan tanpa penonton menurunkan emisi CO2 yang awalnya diprediksi 10.000 ton menjadi 3.000 ton CO2. Maka dapat diasumsikan jika setahun penuh dilaksanakan tanpa penonton, maka 70% dari total emisi yang dihasilkan dari kegiatan sepak bola bisa dikurangi, yakni sam-

pai 21 juta ton dalam setahun! Hal ini seharusnya bisa menjadi pengingat bagi stakeholder industri sepak bola bahwa industri ini berdampak besar terhadap perubahan iklim dan harus segera dilakukan gerakan nyata untuk mengatasinya. Namun, yang harus diingat adalah gerakan ini bukan dilakukan dengan melarang hadirnya suporter. Karena suporter adalah ruh dari industri ini. Semua lingkar bisnis berbasis dari dukungan suporter. Yang harus dilakukan adalah mitigasi yang lebih masuk akal.


Dikutip dari penjelasan Tifo Football dan David Goldbaltt, yang bisa dilakukan adalah menjadikan industri sepakbola lebih ramah lingkungan. Yang paling dekat adalah memaksimalkan komitmen setiap klub pada UN sport for climate change action framework. Setiap tim, kompetisi, dan asosiasi sepakbola harus menandatangani perjanjian tersebut. Kemudian setiap tim harus melaporkan rencana jangka pendek dan panjangnya serta melakukan audit berkala dalam implementasi perjanjian tersebut. Pada tahun 2030, semua tim harus mencapai target pengelolaan secara zero carbon. Sedangkan klub atau liga yang belum mencapai target harus dihentikan keberjalanannya. Sedangkan asosiasi sepakbola suatu negara yang

tidak mencapai target zero carbon harus minggir dari kompetisi internasional. Perjanjian tersebut juga harus dipatuhi oleh berbagai pihak pendukung sepakbola seperti sponsor dan broadcaster. Kemudian pada puncaknya, semua tim harus bersih dari dukungan perusahan minyak, penerbangan, dan berbagai industri penghasil emisi karbon besar lainnya. Hal ini memang sangat kompleks untuk dilakukan, namun tidak ada pilihan selain menyelamatkan sepak bola dan dunia kita. Harapannya, olahraga yang berasal dari kaum buruh dan rakyat kecil ini mampu membawa dampak besar dari semangat masyarakatnya. Jangan sampai kita mengagendakan piala dunia tapi tidak memiliki dunia.

Apa yang dapat dilakukan?

“If we use this unprecedented chance to plan, show foresight and think realistically about the role football might play in our collective futures, perhaps we can still have the world and World Cups.” - Tim Walters Referensi [1] https://www.theguardian.com/commentisfree/2020/aug/21/climate-crisis-football-global game-carbonneutral [2] https://www.theguardian.com/football/2020/aug/04/the-football-industry-needs-to-wake-up-to-the-climateemergency [3] https://www.ucsusa.org/resources/each-countrys-share-co2-emissions [4] https://www.goal.com/id/berita/badai-ciarasabine-laga-bundesliga-eredivisie-proleague/5ymbvl5l3wyr1mkkyy3ekoz6t [5] https://knoema.com/atlas/Tunisia/CO2-emissions [6] Tifo Football. “Will Your Football Club Be Underwater In 2050?” https://www.youtube.com/watch?v=NRAusanxXkg [7] https://www.goal.com/id/berita/badai-ciarasabine-laga-bundesliga-eredivisie-proleague/5ymbvl5l3wyr1mkkyy3ekoz6t

55


56 Perubahan iklim tak hanya menyebabkan peningkatan suhu global, namun di beberapa negara terjadi penurunan suhu ekstrem yang membahayakan pula kehidupan manusia yang tinggal di dalamnya

di dunia akan hidup dengan kekurangan air pada tahun 2040

(sumber: Before the Flood)

Cr :U

1 dari 4 anak

Cr

:U

nsp las

h

Cr: Pexels

Sejak tahun 1950 terjadi kenaikan temperatur global yang diakibatkan oleh aktivitas manusia

galon air!

(sumber: Cowspiracy: The sustainable secret)

Cr

:U

Cr: Pexels

Dalam pembuatan satu hamburger ternyata dihabiskan setidaknya 660

Afrika adalah daerah yang menanggung dampak dari climate change terbesar di dunia walaupun benua tersebut hanya menyumbang 4% penyebab perubahan iklim


57 Setiap tahunnya terdapat

800.000

hektar hutan bakau yang hilang akibat penebangan

250.000

spl ash

Un

ls :P exe Cr

nsp

:U

spl ash

Cr: Pexels

Cr h las

Un

ls exe :P Cr

kematian manusia per tahunnya terjadi akibat dari dampak perubahan iklim

(sumber: https://spunout.ie/)

Migrasi dan ekosistem akan dipengaruhi oleh perubahan iklim

Perubahan iklim dapat menyebabkan kerusakan pada terumbu karang di dasar laut

Pembakaran hutan hujan tropis merupakan penyebab utama pelepasan CO2 ke atmosfer.

FUNFACTS! Cr: Freepik


Fashion on Climate

Oleh: Maya Larasati

D

id you know, kalau fashion industry berpartisipasi sekitar 4% gas rumah kaca global? Jangan salah, 4% itu jumlah yang besar loh! Menurut Berg dan Magnus (2020), emisi karbon pada tahun 2018 untuk apparel dan footwear mencapai 2.106 juta ton CO2eq. Kok bisa, ya?

OH, 58

Pada fashion industry, lebih dari 70% emisi karbon berasal dari aktivitas produksi seperti produksi bahan dasar hingga menjadi kain, kemudian didesain dan diproses menjadi pakaian jadi, sedangkan 30% lainnya berasal dari transportasi distribusi, pengemasan, operasi retail, penggunaan, dan end-of-use.

NY R E

Lalu, bagaimana cara mengurangi emisi karbon di fashion industry? Global Fashion Agenda dan McKinsey melakukan research mengenai potensi pengurangan emisi gas rumah kaca pada industri fashion. Menurut riset tersebut, emisi karbon dapat berkurang sebesar 1,676 juta ton CO2eq. KANAN : Persentase emisi karbon yang dapat dikurangi pada fashion industry

A .. . AT

T

Pertama, coba kita telaah proses pada fashion industry sampai membuahkan suatu produk. Fashion industry dimulai dari memproduksi bahan, misal dari menanam kapas, lalu dipanen, dipintal jadi benang jadi kain, lalu kain diwarnai, bisa pakai pewarna alami atau sintetik. Kemudian proses desain deh, digunting kainnya,

kalau mau ada tulisan p*ll and b*ar ya berarti harus disablon dulu ya, baru tuh masuk tokotoko. Tidak lupa proses distribusi pasti perlu transport dong. Tidak sampai situ, kalau sudah dibeli ada istilah end-of-use, kalo udah ga suka atau ga muat dikemanain tuh?

ATAS: Salah satu cara mencegah produksi tekstil yang berlebihan adalah menjual dan membeli pakaian bekas (cr: Sekar Adinia L.) BAWAH: Persentase emisi karbon pada fashion industry


Upstream production Produksi bahan mentah

Memperbaiki penanaman dan produksi bahan, seperti katun, polyester, dan viscose

Persiapan dan pengolahan bahan

Memperbaiki penggunaan energi dan meningkatkan efisiensi pengolahan

Manufakturing produk

Memperbaiki penggunaan energi dan meningkatkan efisiensi manufakturing

Transportasi yang sustainable

Alternatif mencampurkan bahan yang ada dan mengenalkan bahan baru Mengurangi timbulan sampah pada tahap pengolahan Mengurangi timbulan sampah pada tahap manufakturing Transportasi dan distribusi Menggunakan bahan bakar ramah lingkungan, meningkatkan efisiensi operasional armada Memperbaiki kemasan dengan menggunakan bahan yang ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan kemasan Retail Memperbaiki penggunaan energi dan efisiensi pada toko Mengurangi jumlah pengembalian produk

Operasi

Mengurangi overproduction, sehingga mengurangi timbulan sampah dari stok yang tidak terjual Meningkatkan model bisnis peminjaman (rental)

Model bisnis baru

Meningkatkan model bisnis secondhand (langsung dari toko) Mengenalkan pada produk upcycle/refurbish Menyediakan servis perbaikan Penggunaan produk

Pencucian dan pengeringan

Recycling dan pengumpulan

Meningkatkan perawatan dan kebiasaan pencucian dan pengeringan, misalkan pemilihan air dingin atau panas dalam pencucian dan mengeringkan dengan menjemur End-of-use Meningkatkan pengumpulan dan recycle center pakaian dan sepatu untuk mengurangi timbulan sampah pada landfill

ATAS: Upaya penguranan emisi karbon pada fashion industry KANAN: Hierarki kebutuhan untuk mengurangi emisi karbon. (sumber : Fashion Revolution)

Nah, apa yang dapat kita lakukan untuk turut berkontribusi? Dengan menerapkan perilaku konsumsi yang sustainable dan responsible tentunya. Just remember this ‘buyerarchy of needs’!

Referensi: Berg, Achim dan Karl-Hendrik Magnus. 2020. Fashion on Climate Report. McKinsey & Company.

59


Gaming with Climate Werner Leonhardt Krishna

B

ATAS : Playstation, salah satu gawai game yang sering digunakan. (cr : unsplash.com)

Tapi apakah kamu akrab dengan kaitan dari gaming secara keseluruhan dan iklim?

dalam produksinya seperti Aluminium polikarbonat untuk CD-nya, plastik polipropilena dan polietilena untuk kemasannya, dan kertas mengkilap untuk cover-nya. Selain itu, 50 miliar ton sampah elektronik dihasilkan tiap tahunnya, angkanya diproyeksikan mencapai 120 miliar ton pada tahun 2050. Belum lagi kegiatan-kegiatan bisnis dan operasional dari gaming industry itu sendiri.

uat kamu yang sering main game, pasti akrab dengan gaming platform seperti Xbox dan PlayStation. Keduanya, bersamaan dengan PC gaming, merupakan platform yang terus bersaing untuk memberikan pengalaman bermain video game yang paling baik.

Secara umum, segala perangkat elektronik yang kerap kita gunakan setiap hari seperti handphone, laptop, dan sebagainya menggunakan bahan-bahan petroleum-based dan gaming console bukan pengecualian. Penggunaan listrik oleh perangkat gaming sendiri diestimasikan dalam angka 34 teraWatt jam energi tiap tahun, atau ekivalen dengan 5 juta mobil. Emisi CO2 juga datang dari kemasan fisik CD game karena bahan yang digunakan

Lantas, apa saja yang sudah dilakukan pelaku industri gaming untuk menindaklanjuti hal ini?

BAWAH : Pesawat sebagai salah satu penyumbang perubahan iklim (cr : unsplash.com)

Penerbangan dan Iklim Johansen Tuahman Girsang

P

enerbangan berkaitan erat dengan pengoperasian pesawat terbang yang merupakan komponen utama yang membawa manusia pergi ke seluruh dunia. Tentu saja, pengoperasian pesawat terbang ini menghasilkan gas buang yang berasal dari pembakaran bahan bakar pesawat, yaitu kerosin. Untuk setiap kilogram pembakaran kerosin, dihasilkan Karbon dioksida sebagai hasil emisi sebanyak 3,15 kg. Para pakar iklim menghitung bahwa sektor penerbangan menjadi penyumbang kontribusi dari konsentrasi gas rumah kaca sekitar tiga persen. Gas rumah kaca sendiri menjadi pemicu pemanasan global. Kontribusi sektor penerbangan sendiri pada perubahan iklim memiliki rata-rata sekitar 2,2 persen. Untuk mengatasi permasa-

60

lahan perubahan iklim ini, telah dilakukan pengembangan pesawat terbang dengan teknologi bahan bakar yang lebih modern, yang membantu menurunkan emisi gas buangan. Salah satu contoh adalah pesawat Airbus tipe A320 Neo. Pesawat ini dikatakan mengonsumsi kerosin 15% lebih sedikit dari pesawat-pesawat pendahulunya. Selain emisi Karbon dioksida, pengaruh komponen utama gas buang lainnya dari mesin pesawat terbang terhadap perubahan iklim masih terus diteliti. Salah satu komponen gas buang lain yang sedang diteliti dampaknya terhadap atmosfer adalah gas Nitrogen oksida. Pada ketinggian lebih dari 16 km, Nitrogen oksida dapat menyebabkan penguraian lapisan ozon melalui proses fotokatalisis, yaitu reaksi yang terjadi akibat keberadaan cahaya dengan material katalis, yaitu Nitrogen


Penulis (yang gemar bermain FIFA menggunakan console PS4) diestimasikan mengemisikan CO2 sebanyak 0,266 kg jika bermain selama kurang lebih 8 jam per hari. Untuk perbandingan, next-gen console PS5 dapat mengurangi emisi karbon sebanyak 0,172 kg atau setara dengan 35% emisi karbon yang lebih kecil. KEMASAN YANG DAPAT DIDAUR ULANG Video game developer seperti Sega menggunakan 100% recyclable packaging dengan bahan dasar cardboard sleeves untuk kemasannya dan cover-nya menggunakan tanaman serta tinta berbahan dasar air. MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT Di tahun 2017, 666 juta orang menonton orang lain memainkan video games di YouTube dan Twitch (live video game streaming platform), lebih banyak dari jumlah penonton HBO, ESPN, dan Netflix yang digabung. Berdasarkan laporan UNEP, memberikan sedikit porsi untuk menyorot perhatian isu iklim dapat membuahkan dampak yang cukup besar. oksida itu sendiri. Namun sebaliknya, pada ketinggian kurang dari 12 km, Nitrogen oksida justru menjadi zat yang memicu pembentukan lapisan ozon. Sebagian besar jalur penerbangan pesawat saat ini berada di bawah ketinggian 12 km. Hal ini berarti sektor penerbangan memberikan kontribusi yang relatif besar bagi pembentukan lapisan ozon di atmosfer.

Referensi Setiawan, Agus. 2012. Penerbangan dan Perubahan Iklim. https://www. dw.com/id/penerbangan-dan-perubahan-iklim/a-15758593 (diakses pada 7 November 2020) Khoiri, Ahmad Masaul. 2020. Ketinggian Pesawat Berpengaruh ke Perubahan Iklim. https://travel.detik.com/travel-news/d-4913771/ketinggian-pesawatberpengaruh-ke-perubahan-iklim (diakses pada 18 Desember 2020)

REFERENSI Campbell, M. 2020. Is playing video games making climate change worse?. Diakses 20 Desember 2020 dari https://www.euronews.com/ living/2020/02/17/is-playing-video-games-making-climate-change-worse Gordon, L. 2019. The environmental impact of a PlayStation 4. Diakses 20 Desember 2020 dari https://www.theverge.com/2019/12/5/20985330/ ps4-sony-playstation-environmental-impact-carbon-footprint-manufacturing25-anniversary Gordon, L. 2020. The many ways video game development impacts the climate crisis. Diakses 20 Desember 2020 dari https://www.theverge. com/2020/5/5/21243285/video-games-climate-crisis-impact-xbox-playstationdevelopers Mordor Intelligence. 2019. Gaming Industry - Size, Growth, Trends, Forecasts (2020 - 2025). (n.d.). Diakses 20 Desember 2020 dari https://www. mordorintelligence.com/industry-reports/global-games-market UNEP. 2019. Video games industry levels up in fight against climate change. (n.d.). Diakses 20 Desember 2020 dari https://www.unenvironment.org/ news-and-stories/press-release/video-games-industry-levels-fight-againstclimate-change UNEP. 2020. How video games are joining the fight to save the planet. (n.d.). Diakses 20 Desember 2020 dari https://www.unenvironment.org/news-andstories/story/how-video-games-are-joining-fight-save-planet

Jadi, at the end of the day, keputusan mengenai bagaimana mengatasi permasalahan perubahan iklim akibat sektor penerbangan ini masih dalam tahap yang dipertanyakan. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya pro dan kontra mengenai faktor-faktor yang menjadi pemicu, entah karena pengaruhnya yang berbeda-beda pada kondisi dan posisi yang berbeda-beda pula. Selain itu, langkah pencegahan dan pengurangan juga menuai kontroversi karena dapat menimbulkan permasalahan yang dapat mengganggu keberjalanan aktivitas penerbangan. Oleh sebab itu, para peneliti terus berusaha keras mencari solusi terbaik tanpa efek samping dalam mengatasi perubahan iklim akibat penerbangan pesawat.

NY R E

A .. . AT

Selain gas buang, terdapat parameter lain yang berpengaruh terhadap perubahan iklim, yaitu ketinggian pesawat. Perubahan ketinggian pesawat dapat membantu mengurangi kerusakan iklim hingga 59%. Fokus penelitian terhadap parameter ini tertuju untuk pengurangan keberadaan contrails, yaitu garis-garis kondensasi berwarna putih yang muncul di belakang pesawat saat berada di atmosfer akibat sisa pembakaran mesin pesawat. Contrails dapat menghalangi panas yang keluar dari bumi dan memantulkannya kembali karena formasi contrails memiliki efek pendinginan. Studi dari ilmuwan MIT pada bulan November 2019 menghasilkan kesimpulan bahwa contrails memberi kontribusi sebesar 14% terhadap perubahan iklim. Implementasi terhadap perubahan ketinggian pada penerbangan pesawat ini, terutama pesawat komersial masih dipertanyakan, karena pesawat harus berada pada jalur yang telah ditentukan.

Kita juga bisa mengurangi emisi karbon kita! Penulis berharap dari artikel ini, pilihan para pembaca ketika ingin membeli suatu game dan berapa lama pembaca bermain game menjadi lebih bertanggung jawab. Sampaikanlah ke teman-teman, lebih baik membeli digital version dari suatu game daripada membeli fisiknya. Bermainlah secukupnya. Ini juga akan menjadi pengingat dan pendorong bagi penulis untuk bisa lebih bijak dalam bermain game.

T

Perusahaan-perusahaan game seperti Microsoft, Google Stadia, Ubisoft, Sony Interactive Entertainment, dan 17 perusahaan lainnya memulai dengan berkomitmen dan kerjasama dengan United Nations Environment Programme (UNEP) membentuk aliansi Playing for the Planet pada tanggal 23 September 2019. Pelaku industri game juga menyiapkan “green team” untuk bisa membuat game dan perangkat yang lebih ramah lingkungan.

Pelaku industri sudah memulai mengurangi emisi karbon mereka, kita?

OH,

EFISIENSI ENERGI

61


Kecerdasan Buatan, Secercah Harapan Menghadapi Perubahan Iklim Ilham Jang Jaya Putra

K

ecerdasan buatan merupakan istilah yang cukup populer belakangan ini. Banyak di antara kita membayangkan istilah kecerdasan buatan bak tongkat sihir yang dapat menyelesaikan semua permasalahan yang ada. Namun kenyataannya, kecerdasan buatan merupakan sesuatu yang nyata dan ilmiah, dikembangkan atas ilmu aljabar, komputasi, dan statistik.

OH, 62

NY R E

A .. . AT

T

Kecerdasan buatan merupakan istilah dalam dunia sains komputer untuk menjelaskan kemampuan sebuah mesin (komputer) untuk melakukan tindakan dengan keluaran teroptimasi atas model yang telah dibuat sedemikian rupa (Poole, Mackworth & Goebel, 1998). Kecerdasan buatan memungkinkan sebuah obyek mesin untuk ‘mempelajari’ permasalahan atas pola-pola yang diberikan oleh lingkungan mesin tersebut.

Untuk membayangkan sejauh mana kecerdasan buatan dapat menyelesaikan masalah, kita ambil contoh AlphaGo, yaitu suatu program yang disusun oleh Google Deepmind untuk memainkan permainan papan tradisional, Go. Pada Oktober 2015, untuk pertama kalinya sebuah program komputer menang melawan pemain profesional manusia dalam pertandingan Go. Mustafa Suleyman, CEO dari Google Deepmind menjelaskan dalam konferensi Google I/O 2019 bahwa AlphaGo merupakan penerapan kecerdasan buatan yang paradigmanya dapat diterapkan ke berbagai bidang. Sederhananya, program AlphaGo akan mengatur strategi permainan atas kesuluruhan kemungkinan termasuk kemungkinan terburuk serta ancaman yang akan diberikan oleh pemain lawan. Pada konferensi yang secara khusus membahas tentang masalah lingkungan ini dijelaskan pula bahwa seperti halnya pertandingan Go, permasalahan lingkungan terdiri dari masalah yang dapat diprediksi, rintangan, dan suatu ancaman yang datang secara tibatiba. Mustafa Suleyman sangat optimis bahwa kecerdasan buatan merupakan salah satu kunci dari menghadapi permasalahan lingkungan dan perubahan iklim dengan solusi yang optimal dan biaya yang lebih murah. EFEKTIVITAS ENERGI Salah satu faktor terbesar dalam perubahan iklim ialah besarnya penggunaan energi secara massal. Besarnya penggunaan ini dapat dikurangi dengan meningkatkan efektivitas dari penggunaan energi. Dengan kecerdasan buatan, efisiensi penggunaan energi pada segmen industri dan segmen penggunaannya di masyarakat luas dapat ditingkatkan. Contoh yang mudah kita temukan di sekitar kita, salah satunya sistem penghematan energi dari telepon pintar.


Dalam dunia komputasi, kecerdasan buatan disusun oleh banyak bilangan dalam suatu set sistem tensor. Tensor adalah sekumpulan dari set bilangan yang digunakan untuk operasi aljabar linear dalam komputer, salah satu contoh tensor adalah vektor dan matriks. Berbagai variabel yang ada pada lingkungan obyek kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) inilah yang kemudian dioperasi oleh mesin tersebut menjadi nilai yang paling baik untuk mencapai tujuannya. Kegiatan mencapai angka terbaik ini sering disebut dengan training dan merupakan salah kemampuan yang dapat dicapai oleh sebuah obyek AI melalui mekanisme deep learning. KIRI: Ilustrasi kecerdasan buatan (cr: Unsplash)

Sistem operasi pada telepon pintar dewasa ini seringkali melakukan pemodelan pola pemakaian dari setiap penggunanya, yang kemudian digunakan untuk mengatur manajemen energi dari setiap perangkat lunak. Misalnya, aplikasi yang sering digunakan pada setiap pagi di hari kerja akan lebih dioptimalkan pada jam tersebut, sedangkan tidak diprioritaskan di pola waktu lain. KEKUATAN PRAKIRAAN BERBAGAI DATA

MULAI DARI MANA? Masa pandemi kala ini tentu memaksa kita untuk mengurangi aktivitas di luar rumah. Mungkin momen ini dapat kita manfaatkan untuk lebih mawas diri, dan memikirkan apa yang sebaiknya kita lakukan bersama kedepannya. Memulai kebiasaan baru dari kita sendiri terlebih dahulu.

BERDASARKAN

Salah satu kekuatan kecerdasan buatan adalah dapat bekerja lebih optimal dengan adanya pertimbangan berbagai data. Oleh karena itu, dewasa ini kecerdasan buatan sangat sering dikembangkan bersamaan dengan perkembangan teknologi Big Data. Berbagai data yang menggambarkan keadaan lingkungan tata kota, ekosistem hutan, laut, serta agrikultur kemudian diolah menjadi informasi yang berguna bagi masyarakat dan pemerintahan. Dengan kecerdasan buatan, kita bahkan mampu membuat prakiraan keadaan yang akan terjadi di masa depan.

Referensi : https://www.dwih-tokyo.org/en/activities/event-reports/aiforsdgs/ https://www.medcom.id/pendidikan/riset-penelitian/nN9r593b-ugmindonesia-perlu-miliki-indeks-biodiversitas-nasional https://www.medcom.id/pendidikan/riset-penelitian/nN9r593b-ugmindonesia-perlu-miliki-indeks-biodiversitas-nasional https://www.youtube.com/watch?v=NlpS-DhayQAx

Pertanian Masa Depan untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) juga dapat terwujud dengan teknologi ini. Kecerdasan buatan dapat menyelesaikan masalah pertanian untuk dapat mencapai pertanian masa depan. Permasalahan pertanian yang seringkali jadi bahan diskusi misalnya peningkatan kebutuhan konsumsi penduduk, penggunaan bahan kimia konvensional, dan sulitnya manajemen hama. Tentunya hal ini bukanlah mustahil untuk diwujudkan dengan adanya dua hal kunci utama: Pendidikan dan Infrastruktur. Selain pendidikan yang dapat memajukan kesadaran masyarakat, dukungan infrastruktur teknologi sangatlah berperan penting. Misalnya swamanajemen yang dapat dilakukan dengan menggunakan otomasi robotika.

63


DANAU SENTANI, JAYAPURA

Oleh: Haryo Rizky Boary Keindahahan alam milik Indonesia baik laut maupun daratannya.



Pada suatu hari, terdapat dua orang yang menyuarakan kepercayaannya mengenai perubahan iklim di muka publik. Satu orang berkata,

Jadi, Perubahan Iklim Itu Nyata atau Tidak? Menelisik perubahan iklim dari dua perspektif Oleh: Nabila Safitri

“we are in the beginning of a mass extinction and all you can talk about is money and fairytales of eternal economic growth.” Yang satu lagi berkata, “we are being pushed into a more totalitarian society by restricting freedom of speech, by claiming that we are parasites of the planet, [and] we are destroying the earth.” Yang mana yang akan kalian percaya?

K

eduanya masih belia; 17 dan 20 tahun. Keduanya berasal dari dua negara yang terbilang maju. Keduanya berpendirian teguh. Sangat banyak hal yang sama dari aktivis Greta Thunberg dan Naomi Seibt, namun kesamaan itu bukan berarti mereka berada di sudut pandang yang sama. Perbedaan yang paling kentara adalah Greta umum disebut sebagai climate activist, sedangkan Naomi menyebut dirinya (dan orang-orang yang sependapat dengannya) sebagai climate realist. Mungkin dunia lebih sering mendengar tentang Greta, dengan aksi mogok sekolah demi iklim yang mengirimkan pesan keras ke seluruh dunia, bahwa bahkan anak-anak pun merasa dirugikan oleh tindakan manusia, terutama pemerintah dan korporasi, terhadap perubahan iklim. Aksi vokal lainnya yang dilakukan

66

KIRI: Greta Thunberg. (cr: Philippe Wojazer/Reuters) KANAN: Naomi Seibt. (cr: Andrew Harrer/Bloomberg)


aktivis asal Swedia ini adalah pidatonya yang mengecam para pemimpin dunia di UN Climate Action Summit 2019 di New York, AS. Greta dielu-elukan sebagai simbol perubahan yang menginspirasi banyak orang. Dari sisi lain, muncul sebuah suara yang menentang pembawaan Greta dalam aktivisme perubahan iklim. Sosok itu adalah seorang remaja asal Jerman, Naomi Seibt. Naomi membawa sudut pandang yang berbeda terhadap perubahan iklim. Sambil menjelaskan dengan tenang berbagai bantahan terhadap klaim perubahan iklim, Naomi menyebut dirinya sebagai climate realist. Tanggapan yang realistis terhadap kondisi iklim.

Padahal, kontribusi gas rumah kaca dunia sebagian besar berasal dari negara-negara maju yang tergolong subtropis. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan bertambahnya kesenjangan antara negara subtropis dan negara ekuator.

2

Perubahan pertanian

iklim

meningkatkan

produksi

Bukankah lebih banyak CO2 akan menguntungkan bagi tumbuhan, yang memang menggunakan CO2 sebagai sumber energi? Bukankah dengan naiknya temperatur global, daerah beriklim dingin punya kesempatan untuk menanam lebih banyak jenis tanaman pangan?

Apakah klaim Greta dapat dianggap benar? Apakah bantahan dari Naomi hanya bantahan belaka? Teman-teman mungkin sudah sering mendengar argumen dari Greta tentang perubahan iklim. Sekarang, ayo kita pelajari beberapa argumen yang dibawa Naomi sebagai climate realist dan kita lihat kebenaran di balik argumen tersebut.

Sebelumnya, mari kita ingat bahwa tumbuh-tumbuhan memiliki sensitivitas tertentu terhadap berbagai faktor—di antaranya suhu dan konsentrasi CO2—untuk berkembang. Tumbuhan yang saat ini sedang tumbuh subur, belum tentu akan lebih subur jika suhu atau CO2 meningkat.

Pemanasan global menguntungkan bagi daerah dengan iklim dingin

Dilansir dari National Geographic, penelitian yang diadakan International Food Policy Research Institute menggambarkan bahwa perubahan iklim dapat meningkatkan produksi tanaman pangan seperti jagung, gandum, beras, dan kentang sebanyak 5% atau lebih di daerah-daerah tertentu, yang sebagian besar berada di regional subtropis. Di sisi lain, kerugian produksi tanaman pangan sebanyak 5% atau lebih terjadi di daerah yang sebagian besar berada di region tropis. FAO juga menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi CO2 menghasilkan tanaman jenis C3 dengan kandungan nutrisi lebih rendah. Selain itu, meskipun argumen ini difokuskan pada pertumbuhan tanaman pangan, tidak dapat dipungkiri bahwa terjadi pula pertumbuhan tanaman hama, sehingga dibutuhkan usaha lebih dalam pembasmian hama.

1

Seperti namanya, pemanasan global merupakan kenaikan temperatur rata-rata yang terjadi secara menyeluruh di permukaan Bumi. Peningkatan temperatur memungkinkan daerah-daerah dingin seperti Amerika dan Eropa Utara menjadi lebih nyaman untuk ditinggali. Sebaliknya, negara-negara ekuator yang memiliki temperatur relatif tinggi sepanjang tahun akan sangat dirugikan. Iklim tropis yang sudah panas akan menjadi semakin panas dan lembap yang membuatnya tidak nyaman untuk ditinggali. Hal ini berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Contohnya, negara-negara kutub dan subtropis yang ekonominya berpotensi mengalami pertumbuhan, sementara pada negara-negara ekuator akan mengalami penurunan.

67


KIRI: Dampak perubahan iklim terhadap ekonomi nasional (1991-2010) (cr: National Geographic, 2019)

KANAN: Emisi Karbon dioksida kumulatif per kapita, dalam ton (1991-2010) (cr: National Geographic, 2019)

3

Perubahan iklim bukan akhir dunia

Pemanasan global, yang menyebabkan perubahan iklim, adalah sesuatu yang terjadi secara alami. Naomi berkata dalam wawancara dengan Vaken.se, “perubahan iklim itu benar adanya, tetapi pertanyaan sebenarnya adalah: apakah manusia penyebab utama perubahan iklim? Apakah [perubahan iklim] itu bencana yang serius?” Ia juga menyebutkan bahwa narasi CO2 sebagai penyebab utama perubahan iklim dilebih-lebihkan dan kita semua melupakan gas rumah kaca yang jauh lebih banyak di atmosfer: uap air. Uap air diketahui memiliki kemampuan menangkap panas sehingga memengaruhi suhu atmosfer. Namun, air adalah komponen atmosfer yang jumlahnya tidak beru-

68

bah. Air permukaan akan lebih mudah menguap ke atmosfer apabila suhu atmosfer meningkat, dan adanya gas rumah kaca yang lain berkontribusi dalam peningkatan suhu atmosfer menambah kemungkinan bertambahnya uap air, sehingga uap air memerangkap panas yang dapat kembali meningkatkan suhu atmosfer. Kesimpulannya, peningkatan temperatur oleh uap air memang terjadi secara alami, namun pemanasan yang sekarang terjadi ditingkatkan oleh adanya gas rumah kaca dari aktivitas manusia. Apakah narasi perubahan iklim dilebih-lebihkan oleh masyarakat? Naomi berargumen bahwa narasi perubahan iklim yang dibawa Greta dapat memicu stres dan kepanikan, yang disebutnya “eco-depression”.


ATAS: Perubahan potensi produksi jagung, kentang, beras, dan gandum pada tahun 2050 (cr: National Geographic, 2019) Menurutnya, perubahan iklim bukanlah akhir dunia, kita (manusia) bukan parasit di bumi, dan kita tidak sedang menghancurkannya. Di sini, Naomi hadir sebagai pandangan yang lebih “berkepala dingin”, menanggapi pendekatan Greta yang cenderung agresif. Akan tetapi, tentu saja cara penyampaian kedua aktivis ini berangkat dari argumen dan prinsip yang masing-masing mereka pegang.

dari oposisinya karena dia merupakan bagian dari Heartland Institute, lembaga yang dikenal sebagai promotor climate change denial yang menerima bantuan finansial dari beberapa perusahaan migas besar dunia.

Mungkin perseteruan seperti ini dapat memotivasi kita untuk menggali lebih dalam, hingga pada akhirnya, kita sudah cukup terpapar kepada semua sisi yang ada untuk pantas memilih prinsip kita sendiri.

There are two sides of every story. Mungkin selama ini kita selalu menerima informasi dari satu pihak. Mungkin perseteruan seperti ini dapat memotivasi kita untuk menggali lebih dalam, hingga pada akhirnya, kita sudah cukup terpapar kepada semua sisi yang ada untuk pantas memilih prinsip kita sendiri.

Perbedaan ini dapat dilihat dari kutipan yang menjadi andalan mereka berdua. Greta dengan, “I don’t want you to be hopeful. I want you to panic. … And then I want you to act.” Dan Naomi dengan, “I don’t want you to panic. I want you to think.” Terakhir, poin yang paling mendasari perseteruan ini, kedua belah pihak merasa lawannya tidak memiliki sumber data yang akurat dan ditunggangi kepentingan tertentu. Naomi menuding bahwa narasi melawan perubahan iklim merupakan agenda untuk pembentukan masyarakat totalitarian dan menghambat pertumbuhan ekonomi, sementara Naomi sendiri menerima tudingan

Data siapa yang lebih akurat? Mungkin sulit untuk dicari jawaban pastinya. Yang jelas, klimatologis Claire Parkinson mengingatkan bahwa tiap ilmuwan “menanggung risiko ketika menerima donasi individual maupun korporasi, terutama jika donor tersebut dipandang hanya menginginkan hasil [penelitian] secara satu arah.”

Sekarang, saya kembalikan ke pertanyaan pertama. Setelah membaca, menelaah, dan mengetahui lebih dalam, yang mana yang akan kalian percaya? Referensi: Easterbrook, Gregg. 2007. Global Warming: Who Loses—and Who Wins?. Diakses dari https://www.theatlantic.com/magazine/archive/2007/04/ global-warming-who-loses-and-who-wins/305698/. Borunda, Alejandra. 2019. Inequality is decreasing between countries—but climate change is slowing progress. Diakses dari https://www.nationalgeographic. com/environment/2019/04/climate-change-economic-inequalitygrowing/. Seibt, Naomi. 2020. HOW TO BE A CLIMATE REALIST - interview with Naomi Seibt. Diakses dari https://youtu.be/JmWGunMPayA. American Chemical Society. It’s Water Vapor, Not the CO2. Diakses dari https://www.acs.org/content/acs/en/climatescience/ climatesciencenarratives/its-water-vapor-not-the-co2.html. NASA. 2008. Water Vapor Confirmed as Major Player in Climate Change. Diakses dari https://www.nasa.gov/topics/earth/features/vapor_ warming.html. FAO. B1 - 1 Crop production and climate change | Climate Smart Agriculture Sourcebook. Diakses dari http://www.fao.org/climate-smart-agriculturesourcebook/production-resources/module-b1-crops/chapter-b1-1/en/. Berlin, Jeremy; Conant, Eve; De Seve, Karen; Nunez, Christina; Shea, Rachel H.; Stone, Daniel; Zuckerman, Catherine. 5 Ways Climate Change Will Affect You: Crop Changes. Diakses dari https://www.nationalgeographic. com/climate-change/how-to-live-with-it/crops.html

69


DIY

for planet

RESEP MAKANAN VEGAN Ini adalah menu sarapan simpel yang sangat mengenyangkan! Buat di malam hari, taruh di kulkas dan tinggal tidur. Besok pagi tinggal ambil dan nikmati selagi dingin. Oleh: Rosdinar Nazla Adelia

Bahan:

- 1 sdm oat - ½ sdm chia seed (opsional) - ½ sdm flax seed (opsional)

Siapkan gelas untuk menyimpan overnight oat (sebaiknya yang memiliki tutup). Masukkan oat, chia seed, dan flaxseed.

- 150 ml susu (bisa dengan susu kedelai home-made) - Topping sesuai selera (contohnya ¼ mangga dan 2 stroberi ukuran sedang) *bisa menggunakan granola atau serealia jenis lainnya

Tambahkan 150 ml susu.

Masukkan buah-buah segar yang memiliki rasa sedikit masam seperti kiwi, stroberi, mangga, atau pisang sebagai topping di bagian atas.

Jika sudah melakukan langkah tersebut, tutup gelas dengan rapat, kemudian masukkan ke kulkas dan biarkan semalaman. Aduk sebelum dinikmati.

70


KOMPOS Kebanyakan masyarakat sudah mulai tertarik untuk mengompos, namun sayangnya ketakutan akan mitos bau dan ribet membuat banyak yang mengurungkan niatnya. Padahal mengompos itu mudah dan nggak bau sama sekali selama kita mengikuti resep rahasia di bawah ini. Oleh: Safira Salsabillah

A

Siapkan wadah yang tak terpakai di rumah.

D

Isi dengan tanah 1/3 dari tinggi wadah (opsional).

B

C

Lubangi bagian atas wadah dengan bor.

E

Isi bagian dasar wadah dengan komponen cokelat (daun kering, ranting, cacahan koran/kertas) 1/5 dari tinggi wadah.

F

Masukkan sampah dapur/ material hijau (daun hijau, biji kopi, tanaman kebun, kulit buah, potongan sayur, dsb).

Aduk dan percikkan dengan air.

G Variasi wadah kompos dengan keran di dasar dapat dijadikan referensi, karena dapat menyalurkan air kompos yang sarat nutrisi untuk tanaman.

Proses pengomposan memakan waktu sekitar 2-6 minggu. Kompos siap untuk dipanen ketika warnanya menghitam, bau segar dan tidak terlihat sama ketika sampah organik dimasukkan. Kompos yang sudah dipanen dapat dimanfaatkan langsung untuk menyuburkan tanaman di rumah.

71


Ulasan Film Before the Flood

sumber gambar: www.amazon.com

Before the Flood adalah film dokumenter garapan Leonardo DiCaprio yang mengangkat isu terkait lingkungan dalam hal perubahan iklim. Di dalam film ini kita akan disuguhkan berbagai permasalahan lingkungan yang memicu percepatan perubahan iklim global yang mampu membuat kita hanyut dalam cerita ditambah dengan kualitas perfilmannya yang sangat baik. Kisah ini diawali dengan terpilihnya Leonardo DiCaprio sebagai duta lingkungan dunia oleh PBB, yang membawanya untuk mencari tahu secara langsung mengenai apa yang sebenarnya terjadi dengan dengan perubahan iklim yang semakin menyulitkan kehidupan. Setelah berminggu-minggu berkelana keliling dunia, ternyata faktor utama dalam munculnya percepatan perubahan iklim dunia berasal dari

berbagai kegiatan manusia yang merusak seperti pembalakan hutan secara liar, operasi industri yang tak bertanggung jawab, dan lainnya. Permasalahan yang ada mencakup permasalahan lingkungan dari setiap negara di seluruh dunia, mulai dari kutub hingga ekuator termasuk di Indonesia, yakni Pulau Kalimantan. Setelah mengetahui dengan pasti mengenai berbagai permasalahan lingkungan yang disinyalir sebagai pemicu perubahan iklim dari seluruh belahan dunia, Leonardo DiCaprio akhirnya kembali lagi menghadap PBB untuk melaporkan kegiatannya yang luar biasa dalam sebuah sidang yang ditonton oleh sejumlah pemimpin dunia.

Cowspiracy: The Sustainability Secret

sumber gambar: imdb.com

72

Cowspiracy adalah film dokumenter garapan Kip Andersen dan Keegan Kuhn yang mengungkap bahwa salah satu penyebab perubahan iklim dan pemanasan global dunia disebabkan oleh industrialisasi peternakan disertai data-data yang didasarkan oleh fakta ilmiah. Mendatangi berbagai organisasi terkait untuk memperoleh informasi, namun karena kemungkinan adanya kepentingan bisnis dan politik, berbagai pertanyaan pun banyak yang belum sepenuhnya terjawab. Dalam film Cowspiracy: The Sustainability Secret, kita disuguhkan berbagai fakta ilmiah yang menakjubkan dan mungkin belum terlintas dalam pikiran. Apabila selama ini kita berpikir penyumbang terbesar gas rumah kaca adalah penggunaan kendaraan bermotor, di dalam film tersebut dikatakan bahwa industri peternakan menyumbang gas rumah kaca lebih besar daripada pemakaian kendaraan karena gas yang dihasilkan berupa gas metana yang jauh lebih berbahaya bagi lapisan

ozon dibandingkan dengan Karbon dioksida. Selain itu, industri peternakan merupakan industri yang paling boros dalam hal pemakaian air dibandingkan dengan industri pengolahan sumber daya alam. Di sisi lain, banyak negara yang masih kekurangan air akibat kekeringan berkepanjangan sebagai akibat dari perubahan iklim yang semakin ganas. Film ini menyorot gaya hidup manusia yang penuh dengan ketamakan sehingga mendorong usaha peternakan untuk menghasilkan produk yang harus bisa memenuhi permintaan konsumen dunia, dengan dampak merusak keseimbangan dan keselarasan dunia. Sebab, pada hakikatnya, peternakan dan hal sejenisnya tidak dapat disalahkan karena semuanya jika dijalankan dengan harmonis akan memberi keuntungan bagi manusia pula.


Ulasan Buku Disposable City: Miami’s Future on The Shores of Climate Catastrophe Disadur dari:

https://www.architecturalrecord.com/articles/14796-review-of-disposable-city-miamis-future-on-the-shores-of-climate-catastrophe

Buku berjudul Disposable City karya Mario Alejandro Ariza merupakan sebuah buku berisi riset ilmiah yang sangat mencengangkan bagi masa depan Miami dan Florida Selatan dalam menghadapi perubahan iklim dan kenaikan level air laut. Mewawancarai lebih dari 150 sumber yang berlatar dari berbagai bidang seperti ahli geofisika, peneliti iklim, pejabat kota dan penduduk yang ketakutan sumber gambar: www.architecturalrecord.com

serta dikombinasikan dengan catatan publik dan banyak studi ilmiah, Ariza berpendapat secara persuasif bahwa sudah saatnya Miami mengambil tindakan revolusioner untuk mencegah terjadinya bencana. Setiap tahun selama beberapa dekade mendatang, Miami dengan segala kondisinya saat ini, diprediksi tak hanya akan kehilangan batas teritorial pesisir, namun air pun akan menggenangi daratan di wilayah tersebut.

This Changes Everything: Capitalism vs Climate Disadur dari:

https://www.theguardian.com/books/2014/sep/22/this-changes-everything-review-naomi-klein-john-gray

This Changes Everything: Capitalism vs Climate adalah karya yang ditulis Naomi Klein, seorang penulis sekaligus aktivis sosial asal Kanada. Dalam bukunya, Klein menyatakan bahwa perubahan iklim merupakan bentuk konfrontasi antara kapitalisme dan planet ini. Banyak kisah dari buku ini yang menunjukkan bahwa pihak yang paling berkuasa dengan pendanaan yang baik berada dibalik semua penolakan perubah iklim. Seperti yang diamati Klein sendiri dalam bab yang menarik tentang apa yang dia sebut

sumber gambar: amazon.com

“ekstraktivisme” — model ekonomi yang memperlakukan Bumi sebagai kumpulan sumber daya yang menunggu untuk dieksploitasi. Sebagai hasil dari aktivitas manusia, perubahan iklim terus terjadi. Akan tetapi, tangapan politik dari pemerintah ambigu dan ragu-ragu. Pemerintah telah mundur dari komitmen terhadap iklim sebelumnya. Klein menjelaskan bahwa kapitalisme adalah biang keladi dari bencana ini. Aktivitas manusia yang serakahlah yang telah mengubah iklim berabad-abad yang lalu.

73


2021 comes... and we still have to stay home.

WHAT ELSE CAN WE DO habiskan makananmu! Menurut FAO,

?

mari bersyukur dan cintai diri sendiri Jangan lupa berterima kasih pada sel-sel tubuh kita yang selalu bekerja menjaga tubuh kita agar siap menjalankan aktivitas di setiap harinya. Stay happy & stay healthy :)

1,3 miliar ton

makanan per tahun terbuang percuma. Angka ini dapat memberi makan 815 juta orang yang kelaparan sebanyak 4 kali.

gunakan kantong belanja sendiri!

jangan seringsering beli baju baru!

Dengan ini, kita dapat mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai dan akhirnya mengurangi terbentuknya sampah.

Banyak, kok, baju second-hand yang berkualitas, murah, dan modelnya nggak kalah dengan baju baru di toko!

kembangkan hobi baru, misalnya:

gunakan

listrik & air sumber gambar: Freepik

seperlunya

Misalnya mencabut charger HP/laptop dari stopkontak setelah selesai charging, karena charger tetap mengonsumsi energi listrik saat tersambung ke stopkontak meskipun tidak dipakai!

74

#1 Berkebun Selain mengurangi CO2, dengan berkebun, kita juga dapat menghemat belanja sayur ke pasar.

#2 Perbaiki barang-barangmu

“Sepeda bekas di gudang kayaknya masih bisa dipakai, tuh.” Memperbaiki alih-alih membeli barang baru dapat mengurangi tumpukan sampah, terutama sampah logam dan sampah elektronik yang sulit diolah. So, let’s get the wrench!


surf the net

pembaca dapat menelusuri laman internet berikut untuk bacaan lebih lengkap mengenai perubahan iklim

https://climate.nasa.gov/

Sumber: climate.nasa.gov

NASA: Climate Change and Global Warming adalah situs resmi milik NASA (lembaga antariksa milik pemerintah Amerika Serikat) yang dapat kamu kunjungi untuk melihat berbagai fakta dan artikel menarik terkait dengan perubahan iklim disertai berbagai platform interaktif mengenai perubahan iklim global.

https://www.ncdc.noaa.gov/ NCDC cocok untuk dikunjungi oleh kamu yang penasaran mengenai arsip data cuaca aktif terbesar di dunia. NCDC menghasilkan banyak publikasi iklim dan menanggapi permintaan data dari seluruh dunia. Sumber: ncdc.noaa.gov

https://unfccc.int/ UNFCCC merupakan badan penyokong PBB yang berkaitan dengan proses perubahan iklim. Di dalam website-nya tersedia berbagai pengenalan dan publikasi mendalam terkait perubahan iklim dan teks Protokol Kyoto serta mesin pencarian yang terhubung dengan perpustakaan milik UNFCCC. Sumber: unfccc.int

https://nsidc.org/

Sumber: nsidc.org

NSIDC wajib masuk wishlist kunjungan website-mu jika kamu penasaran tentang penelitian mengenai salju, es, gletser, tanah beku, dan interaksi iklim yang membentuk kriosfer bumi, khususnya dalam penelitian geografis yang signifikan tentang peringatan iklim di Kutub Utara dan implikasinya.

75


contact us HMTL ITB

@hmtl_itb

HMTL ITB bit.ly/OAHMTL-ITB

@hmtl_itb


HMTL ITB (hmtlitb) Enviro HMTL ITB (envirohmtlitb)

HMTL ITB

Enviro Podcast by HMTL ITB bit.ly/EnviroPodcast

Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan ITB


Sekretariat HMTL ITB Gedung Lama Teknik Lingkungan Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132 hmtl_itb@km.itb.ac.id


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.