HIMPUNAN MAHASISWA TEKNIK LINGKUNGAN ITB PRESENTS :
ENVIRO
WHAT CAN YOU DO TO SAVE THE WORLD ?
ADA APA DENGAN SAMPAH ? ENVIRO Vol.2018/2019
by: Asri H. G 15315029
CARBON ON FASHION
“Industri fashion berkontribusi 10% dari emisi gas rumah kaca global – lebih tinggi dari gabungan industri kapal dan penerbangan.” (UNFCCC, 2018) Tiga hal yang menjadi pelajaran dasar sejak sekolah dasar tentang kebutuhan: sandang, pangan, dan papan. Industri fashion atau industri pakaian sekilas terkesan bukan seperti sebuah industri komunal yang dapat mencapai seluruh elemen masyarakat. Namun, tanpa kita sadari sebenarnya hidup manusia tidak bisa jauh dari industri pakaian. Setiap hari masyarakat memilih cara mereka berpakaian. Industri pakaian berkontribusi pada emisi global lewat rantai pemasaran yang panjang dan produksi yang menggunakan energi secara intensif. Contohnya, dalam pembuatan sebuah denim jeans, dibutuhkan 10.000 liter air untuk menumbuhkan 1 kg tanaman kapas. Jumlah ini ekivalen dengan besar air yang diminum seseorang selama 10 tahun. Selain itu, industri pakaian menghasilkan 20% air limbah dunia, namun hanya 15% yang tidak berakhir di landfill. Terkait dengan hal tersebut, 10 organisasi PBB mendukung sebuah program aliansi ‘Sustainable Fashion’. Program ini mendukung penekanan suhu bumi di bawah 1.5 oC sesuai dengan Paris Agreement tahun 2015. Salah satu inovasinya aalah dengan membuat Green Fashion Week setiap tahun. Tujuan dari Green Fashion Week ini untuk memantik kesadaran dalam implementasi industri pakaian yang ramah lingkungan. Kunci acara ini adalah pada pembuatan kriteria desainer pakaian yang dapat bergabung, seperti produk yang tahan lama, menggunakan bahan daur ulang, minimasi limbah, dan meggunakan kemasan yang berdampak minimum ke lingkungan. Levi, Strauss & Co perusahaan denim yang telah mendunia sudah mengumumkan kebjakannya dengan mengurangi emisi gas sebanyak 40% ke seluruh cabangnya di dunia tahun 2025. Kemudian ada juga H&M yang memiliki target 100% produksi dengan menggunakan energi terbarukan serta model produksi sirkular pada tahun 2040. Isu emisi global terhadap industri pakain sudah banyak diinisiasi baik dari PBB, perusahaan, ataupun desianer pakaiannya.
Program Pengembalian Baju Tak Terpakai H&M (The Strait Times, 2017)
Levi, Strauss & Co perusahaan denim yang telah mendunia sudah mengumumkan kebjakannya dengan mengurangi emisi gas sebanyak 40% ke seluruh cabangnya di dunia tahun 2025. Kemudian ada juga H&M yang memiliki target 100% produksi dengan menggunakan energi terbarukan serta model produksi sirkular pada tahun 2040. Isu emisi global terhadap industri pakain sudah banyak diinisiasi baik dari PBB, perusahaan, ataupun desianer pakaiannya. SDGs pada periode ini memiliki tambahan poin pada kerjasama global. Oleh karena itu, masyarakat sebagai konsumen juga perlu berpartisipasi dalam usaha global penurunan emisi di industri pakaian.
Hal-hal yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Membeli pakaian yang tahan lama agar mengurangi kuantitas pakaian ataupun frekuensi pembelian 2. Menyumbangkan pakaian yang sudah tidak digunakan 3. Belanja pakaian bekas (thrift shopping) 4. Membeli pakaian dengan warna netral 5. Menggunakan merk pakaian yang mendukung program pengurangan emisi global
by: Caroline A. 15315068
INOVASI JEPANG DALAM MEWUJUDKAN POLA PRODUKSI DAN KONSUMSI YANG BERTANGGUNG JAWAB
TAHUKAH KAMU ? Pola produksi suatu bahan maupun pola konsumsi masyarakat terhadap sesuatu menjadi salah satu hal yang paling berpengaruh dalam mewujudkan sustainability? Menurut Aditya Bayunanda, Direktur Policy, Sustainability and Transformation WWFIndonesia, konsumsi yang bertanggung jawab atau berkelanjutan artinya memperhatikan asal usul produk dan menjauhi produk yang terkait praktik-praktik ilegal, perdagangan manusia, pengrusakan lingkungan dan penghancuran livelihood masyarakat setempat. Sementara itu, dikutip dari pendidikanekonomi.com, produksi berkelanjutan merupakan mekanisme sistematik yang mengatur konsumsi suatu produk agar benar-benar mengikuti kaidah yang menjamin keseimbangan ekosistem dan kesinambungan sumber daya alam. Saat ini, Tokyo merupakan megacities nomor satu di dunia, dengan penduduk sebanyak 39 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk di perkotaan membawa konsekuensi pola konsumsi. Menanggapi hal tersebut, Jepang telah melakukan berbagai inovasi untuk mewujudkan pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan ini. Yuk, kita tengok inovasi-inovasi tersebut! 1. Peramalan untuk Otimalisasi Supply and Demand NEC Corporation bekerja sama dengan Japan Weather Association mengembangkan platform optimalisasi supply and demand di berbagai bidang. Fokus pada minimalisasi sampah makanan saat ini, digunakan teknologi NEC AI untuk membagikan hasil peramalan supply and demand, stok, dan informasi hasil penjualan melalui value chain. Uji coba sistem ini telah dilakukan sejak Januari 2018 untuk meningkatkan akurasi peramalan ke depannya.
2. Plastik Biodegradabel yang Dapat Dijadikan Kompos Mitsubishi Chemical Corporation bersama PTT Public Company Limited sedang mengembangkan plastik ramah lingkungan bernama BioPBSTM yang merupakan polybutylene succinate berbasis biologis yang biodegradabel. PBS dapat mengurangi limbah yang dibuang ke lingkungan karena dapat diubah menjadi kompos oleh mikroba tanah menjadi biomass, air, dan CO2. Aplikasi PBS juga berkembang pesat, mulai gelas kertas, alat makan, kemasan sekali pakai, dan mulching film pertanian.
Ilustrasi BioPBS dalam paper cup (https://www.mcppglobal.com/ dan http://www.pttmcc.com)
3. Kemasan Refill untuk Lebih dari 266 Produk Personal Care, Rumah tangga, dan Kosmetik dari Kao Corp. Pada Desember 2016, Kao Corporation meluncurkan Raku-raku Eco Pack Refill untuk sampo dan kondisioner yang mereduksi hingga 80 ribu ton plastik dibanding produksi kemasan aslinya. Kemasan ini menggunakan 15% plastik berbasis tanaman dan mudah digunakan, tanpa kebocoran atau residu.
Ilustrasi raku-raku eco pack refill (https://www.packagingdigest.com/)
“ TAMPIL MODIS DALAM SEGALA SITUASI MERUPAKAN DAMBAAN BAGI BANYAK ORANG, TERUTAMA KAUM PEREMPUAN. NAMUN, APAKAH KITA SADAR BEBAN YANG HARUS DITOPANG LINGKUNGAN AGAR KITA DAPAT MENGIKUTI MODE TERKINI? “
DIBALIK
GEMERLAP DUNIA MODE
by : Made Ayu Priyanka 15315022
Industri busana atau yang lebih akrab disebut industri fashion, merupakan salah satu industri yang paling mencemari lingkungan. Kerusakan lingkungan timbul sejak proses penyediaan bahan baku, proses pembuatan tekstil atau garmen itu sendiri hingga saat pemakaian dan pembuanganya. Penurunan kualitas lingkungan pada proses pembuatan tekstil terjadi akibat beberapa faktor, diantaranya, kebutuhan air bersih untuk memproduksi tekstil , timbulan air limbah dari berbagai proses pembuatan tekstil yang mencapai 80% dari air bersih yang disuplai, dan penggunaan energi yang ekstensif khususnya berupa batu bara. Sebagai contoh, dalam pembuatan satu kaus katun akan dibutuhkan 700 gallon air dan 1/3 ons pestisida dalam memproduksi serat kapas dari perkebunan. Saat masa pemakaian dan perawatan, busana menimbulkan ancaman baru bagi lingkungan, tepatnya pada proses pencucian. Proses mencuci pakaian juga membutuhkan air dalam jumlah yang tidak sedikit. Selain itu, air limbah hasil mencuci mengandung deterjen yang dapat mencemari badan air dan merusak ekosistem di dalam air.
Masalah lainya pun timbul saat pakaian dirasa sudah tidak layak pakai. Pada tahun 2015, United States Environmental Protection Agency (US EPA) memperkirakan 6,1% dari total sampah yang diproduksi pada tahun tersebut merupakan sampah tekstil. Lalu apa yang terjadi saat pakaian sudah menjadi sampah? Pada tahun tersebut, 2,5 juta sampah tekstil dapat di daur ulang, 3,1 juta dimanfaatkan kembali untuk energi dan 10,5 juta berakhir di landfill yang baru akan terurai dalam jangka waktu 20-200 tahun, bergantung pada jenis tekstil dan serat yang digunakan. Di sisi lain, daur ulang pakaian juga tidak mudah dilakukan karena minimnya teknologi yang dapat memisahkan berbagai macam serat di pakaian, tanpa menurunkan kualitas material dasarnya.
Lantas, apa metode yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan sampah tekstil sebelum semuanya menjadi terlalu besar? Produksi yang bertanggung jawab, didukung dengan pola konsumsi yang berkelanjutan, bisa menjadi solusi untuk masalah ini. Fast fashion atau pola konsumsi membeli barang mengikuti pergantian tren harus dikurangi. Bila sudah merasa bosan dengan pakaian yang kita miliki, tidak ada salahnya mencoba DIY untuk mengubah pakaian kita atau mencoba berbelanja ke toko pakaian bekas. Opsi lainya berupa membeli pakaian dari toko yang telah terbukti mengedepankan lingkungan pada proses pembuatanya, contohnya menggunakan pewarna alami. Selain itu, menggunakan deterjen atau pembersih pakaian yang ramah lingkungan akan turut membantu menegakan konsep konsumsi yang bertanggung jawab. Langkah awal untuk membantu melestarikan lingkungan harus dimulai dari diri kita sendiri, perubahan ada di tangan kita dan sudah menjadi keharusan bagi kita untuk memanfaatkan kesempatan itu.
MENCEGAH PERUBAHAN IKLIM DENGAN PERUBAHAN GAYA HIDUP
by : Fathiya Mufidah 15317072
Sumber gambar: Steve Morello, WWF. Fenomena perubahan iklim kian hari kian terasa. Kebanyakan masyarakat hanya mengeluhkan udara yang sangat panas di siang hari dan terheran-heran ketika tiba-tiba hujan turun dengan deras pada sore harinya. Namun, di belahan dunia lain efek dari perubahan iklim sudah sangat terasa. Misalnya di bagian utara dan selatan bumi, es di kutub terus mencair. Dalam 100 tahun terakhir, suhu di kutub utara sudah meningkat hingga 5 oC. Selain menyebabkan kenaikan temperature bumi, es yang mencair juga menyebabkan peningkatan tinggi permukaan air laut dalam jumlah besar. Di bagian bumi yang lain, tepatnya di hutan Amazon, peningkatan temperatur menyebabkan kepunahan beberapa spesies hewan dan tumbuhan sehingga merusak ekosistem. Salah satu penyebab utama terjadinya perubahan iklim adalah efek gas rumah kaca. Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfir yang memiliki fungsi seperti panel-panel kaca yang bertugas menangkap energi panas matahari. Ketika sinar matahari memasuki atmosfir bumi, sinar tersebut dipancarkan ke permukaan bumi.
Setelah diserap di permukaan bumi, cahaya yang seharusnya dikembalikan ke angkasa justru diserap gas rumah kaca dan tertahan di bumi, menyebabkan bumi menjadi lebih panas. Gas-gas rumah kaca terdiri dari Karbon dioksida, Sulfur dioksida, Hydrofluorocarbon, Chlorofluorocarbon, Nitro oksida, Sulfur oksida, dan Metana. Gas-gas tersebut sebagian besar diproduksi dari kegiatankegiatan manusia. Sejak Revolusi Industri pada tahun 1750, aktivitas manusia seperti pembakaran fossil dan penggunaan batu bara serta minyak bumi semakin meningkat hingga saat ini. Tidak hanya untuk kebutuhan industri, kegiatan sehari-hari manusia seperti penggunaan transportasi dan pembakaran sampah juga menyumbangkan banyak gas rumah kaca di lingkungan. Penebangan dan pembakaran hutan juga menyebabkan siklus gas rumah kaca terganggu.
Kini dunia sudah menginjak Era Revolusi Industri 4.0. Teknologi yang berkembang semakin canggih menjadi kesempatan untuk menciptakan teknologiteknologi ramah lingkungan. Kendaraan berbahan bakar fossil harus dapat digantikan dengan bahan bakar alternatif seperti cahaya matahari atau listrik. Industri sudah dapat menggunakan teknologi pengolahan limbah untuk meminimalisir emisi gas rumah kaca yang dihasilkan. Penggunaan batu-bara dan minyak bisa digantikan dengan sumber daya terbarukan. Selain revolusi industri, masyarakat juga harus bisa melaksanakan revolusi gaya hidup. Perubahan gaya hidup dapat dimulai dengan menggunakan kendaraan umum dibandingkan kendaraan pribadi, menghentikan penebangan liar, mengurangi penggunaan barang sekali pakai, dan meminimalisir sampah. Langkahlangkah kecil seperti itu dapat memberikan pengaruh besar untuk menghentikan perubahan iklim
Eco Project 2019, Sebuah Rangkaian Tren Ecolifestyle dari Mahasiswa untuk Masyarakat BANDUNG. Setelah pertama kali digelar pada tahun 2016 dengan tema Teknologi Tepat Guna dalam Pengelolaan Sampah Domestik, di awal tahun 2019 ini, Eco Project kembali hadir dengan mengusung tema Implementing Ecolifestyle for Sustainable Future. Tema ini mengedepankan lima goals dari Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa untuk tercapai pada 2030, yakni Clean Water and Sanitation, Affordable and Clean Energy, Climate Action, Life Below Water, dan Life on Land. Menurut Annisa Nur Diana, atau akrab dipanggil Icha selaku ketua acara Eco Project 2019, Eco Project memulai langkahnya melalui pembiasaan-pembiasaan kecil yang semakin lama semakin masif melalui Eco-Roadshow yang melibatkan siswa-siswi dari berbagai jenjang pendidikan,Eco-Movement yang bekerja sama dengan Program Kerja Kembang RW HMTL ITB, Eco-Challenge yang merupakan kompetisi skala nasional untuk menarik inovasi aplikasi bidang Teknik Lingkungan yang berdaya guna dalam menjawab tantangan global, kampanye #BeliYangBaik melalui workshop interaktif di kampus ITB atas kerja sama Earth Hour Bandung Raya dan WWF, serta Eco-Campaign berupa penyebarluasan informasi terkait SDGs melalui media online dalam bentuk kompetisi implementasi ecolifestyle selama tujuh hari berturut-turut.dan ditutup dengan Festival, Exhibition, Seminar, dan Talkshow sebagai puncak acara. Pada Minggu (27/01), sebanyak lebih dari 200 peserta dengan antusiasme tinggi mengikuti seminar yang menghadirkan Fajar Eko Antono, ST, M.Sc. (Kasubdit SPAM Khusus, Direktorat Pengembangan SPAM, Kementerian PUPR), Moh. Bijaksana Junerosano (Founder of Waste4change), dan Winarko H. S. yang akrab disapa Winces (Konsultan dan Praktisi Lingkungan) untuk membahas permasalahan lingkungan dari berbagai sudut pandang.
Dalam seminar tersebut, dipaparkan berbagai data mengenai kondisi eksisting dan permasalahan dalam penyediaan air di Indonesia, termasuk sisi politik air. Selain itu, Kak Sano yang membahas masalah sampah juga membagikan pengalamannya untuk berbisnis sambil menerapkan keilmuan di Teknik Lingkungan dengan mendirikan PT Greeneration Indonesia. Setelah lunch break, acara dilanjutkan dengan talkhsow yang menghadirkan Dr. Novrizal Tahar (Direktur Pengelolaan Sampah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan B3), Anindita Sekar Jati (Head of Marketing and Communication of AvaniEco), dan Nadya Natasha (Miss Favorite Miss Scuba Indonesia) dengan Nabilah Kushaflyki (TL’2015) sebagai moderator. Ternyata, baik dari pihak pemerintah, entrepreneur, maupun influencer telah bersungguh-sungguh dalam menerapkan ecolifestyle melalui pendekatan yang berbeda-beda. Contohnya, Pak Novrizal yang selalu membawa reusable straw dan buku dari kemasan sachet ke kantor dan AvaniEco sebagai produsen produk ramah lingkungan yang sifatnya B2B. Salah satu produknya ialah plastik dari getah singkong dan sedotan dari pati jagung yang dibagikan gratis bagi seluruh pengunjung Festival Eco Project dan peserta Seminar dan Talkshow. Juga, ada Kak Nadya,lulusan Sastra UI yang menjadi Miss Scuba agar mendapat relasi dan bisa menyuarakan lebih mengenai kepeduliannya akan lingkungan. Talkshow yang lama pun terasa singkat karena materi yang disampaikan begitu menarik. Dalam seminar ini, disampaikan pula pengumuman pemenang lima karya terbaik Eco-Challenge yang diikuti lebih dari 183 tim dari seluruh Indonesia. Di sisi lain, berlangsung pula Festival di lapangan basket dan lapangan CC Timur dengan berbagai wahana seru untuk semua kalangan, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Lapangan basket dipenuhi oleh stand dari berbagai komunitas lingkungan, mulai dari Waste 4 Change, Divers’ Clean Action, Lindungi Hutan, Earth Hour, Impact Unpad, Cleanaction, Parongpong Raw Management, Kang Pisman x KM ITB, dan SEDARIKINI. Ada pula demo workshop pembuatan scrub dari kopi oleh Bio N Oils dan pewarnaan kain dari bahan alami (ecoprint) oleh Momika Botanical Print. Peserta Eco-Challenge terpilih dan beberapa himpunan mahasiswa jurusan juga turut memamerkan karya mereka.
Selain itu, terdapat wahana edukatif untuk anak-anak dari Pustaka Lana, Jagabumi, dan Komunitas Bebek. Terakhir, terdapat Exhibition yang menampilkan karya-karya dari peserta Ec'o-Challenge terpilih dan pembukaan stand komunitas berbasis lingkungan. Tak lupa, terdapat panggung megah dengan special performances dari InLove, Tataloe Percussion, dan band himpunan. Penampilan Mocca di penghujung festival turut memeriahkan sekaligus menutup rangkaian acara Eco Project 2019 kali ini.
by: Anya S.V.S 15315052
PERUBAHAN POLA KONSUMSI KEMASAN SEKALI PAKAI OLEH MAHASISWA DENGAN MENGGUNAKAN REUSABLE CUPS SISTEM PINJAM DAN TEKNOLOGI RFID
Indonesia dikenal sebagai negara yang cukup konsumtif dan merupakan negara kedua yang paling banyak memproduksi sampah plastik. Adapun kaitan budaya konsumtif dengan jumlah sampah plastik ialah kemasan makanan atau minuman yang dipakai di Indonesia sebagian besar bersifat sekali pakai sehingga tidak sustainable. Salah satu cara untuk melakukan penerapan konsumsi dan produksi berkelanjutan yang bertanggungjawab sesuai dengan poin SDGs 12 ialah dengan menggunakan alternatif dari single- use plastics yang lebih ramah lingkungan dan melakukan prinsip reuse. Berdasarkan data sampling pribadi di Institut Teknologi Bandung Kampus Jatinangor, sampah single-use cups merupakan sampah terbesar yang dihasilkan mahasiswa maupun pegawai kampus. Untuk itu dilakukan inovasi solusi yang memanfaatkan pola konsumtif mahasiswa dengan mengaitkan prinsip circular economy dalam implementasinya yakni menggunakan reusable cups yang bekerjasama dengan café-café setempat terutama café yang masih belum mengaplikasikan minimalisasi plastik sebagai kemasannya. Tujuan dari inovasi ini ialah untuk keuntungan dari berbagai aspek baik dari aspek pelanggan (mahasiswa), universitas, pengusaha kopi, pemerintah, dan juga lingkungan. Hal ini juga akan memajukan kampanye Green Campus di Indonesia dan juga memberikan lapangan pekerjaan dan penghasilan dari prinsip reuse. Dengan adanya trend dan tuntutan ini, inovasi cangkir layanan ini akan memberikan solusi untuk para klien café untuk melakukan promosi atau branding. Salah satu inovasi yang dapat diterapkan adalah layanan penyediaan kemasan minuman yang dapat dikembalikan dengan memanfaatkan teknologi RFID untuk melacak rantai produk. Layanan ini membantu para pengusaha café untuk mengurangi pemakaian kemasan sekali pakai dengan produk alternatif yang dapat dilacak dan menggunakan sistem langganan loyalty. Karena target utama merupakan mahasiswa, maka akan dilakukan kerjasama antara pihak universitas dengan café-café terutama café yang menyediakan produk kopi sebagai produk minuman favorit yang sedang berkembang pesat di kalangan mahasiswa saat ini. Banyak kedai kopi ataupun café-café yang menawarkan produk kopi dengan konsep menarik dan juga aestetik..
1
Sistem Layanan Sistem produk ini yaitu cangkir diproduksi oleh produsen terpilih, dikirim ke universitas yang bersedia melakukan program ini untuk didata dengan tag RFID lalu kemudian dapat didistribusikan dengan cafĂŠ-cafĂŠ yang bekerjasama dengan pihak kampus. Untuk kegiatan pencucian dan pengeringan awal dilakukan juga di kampus sebelum didistribusikan. Cangkir digunakan oleh rumah kopi atau kedai kopi sekitar dan kemudian dikembalikan ke kampus untuk dicuci dan dikeringkan dan kemudian didistribusikan kembali untuk digunakan kembali. Cangkir tersebut diperkirakan akan bertahan 132 kali penggunaan kembali (menurut penelitian CupClub) dengan kerugian 10% dan 90% akan dipulihkan dan didaur ulang.
2
Material Produk Cangkir ini terbuat dari injeksi 49,3 gram polypropylene (PP) food grade dan tutupnya terbuat dari 22,03 gram polietilen dengan kepadatan rendah. Tag RFID beratnya kurang dari 0.1 gram. Dengan meningkatkan umur panjang cangkir ini, akan mengurangi konsumsi plastik harian sebesar 132 kali, sembari tetap mempertahankan kualitas dan kenyamanan, yang dihargai oleh pelanggan.
3
Dampak ke Lingkungan Dampak yang akan diberikan ke lingkungan setelah pemakaian ke-132 yang dihasilkan tergolong sangat kecil dibandingkan dengan paper cup, recycled cup, dan composted cup. Perbandingan nilai dapat dilihat pada Lampiran. Dengan minimnya dampak yang diberikan terhadap lingkungan, maka penggunaan cangkir layanan ini sangat membantu mengubah konsumsi yang bertanggungjawab dengan pemakaian alat minum yang sustainable dan tidak membahayakan lingkungan.
by: Nadia Alma 15317032
GENERASI FOOD WASTE
Saat pergi ke restoran apakah kamu sering melihat piring- piring cantik yang masih terisi makanan? Atau pernahkah kamu melihat kotak nasi yang masih berisi tergeletak di tong sampah begitu saja? Kedua hal tersebut masih merupakan sebagian contoh kecil dari kejadian-kejadian yang dikenal dengan istilah food waste atau sampah makanan yang sudah tak diinginkan atau dibuang oleh konsumen.
(sumber : https://www.slowfood.com ) Indonesia dengan populasi sekitar 250 Juta penduduk mampu menghasilkan sampah dari makanan sebesar 13 Juta Ton selama satu tahun atau dapat disetarakan dengan 500 kali berat Monas di Jakarta. Dengan pencapaian inilah Indonesia akhirnya dinobatkan menjadi negara penghasil sampah makanan terbesar ke-2 di dunia setelah Arab Saudi. Dengan jumlah tersebut Indonesia seharusnya mampu memberi makan hampir 11% penduduk miskin di Indonesia atau sekitar 28 juta jiwa.
Mark Smulder selaku kepala perwakilan FAO (Food and Agriculture Organization) untuk Indonesia mecatat bahwa kontribusi sampah makanan terbesar berasal dari hotel, katering, supermarket dan perilaku masyarakat yang gemar tidak mengahabiskan makanannya. Oleh sebab itu, kebiasaan atau habit yang berwawasan lingkungan merupakan kunci utama dalam menuntaskan permasalahan ini yang tentu dapat dilakukan mulai dari diri kita sendiri. Berlatihlah untuk menjadi bijak dalam memperlakukan makanan. Kita bisa memanfaatkan To- Do-List untuk mencatat makanan yang akan kita beli di supermarket. Tapi ingat makanan yang dibeli haruslah sesuai dengan kebutuhan agar tidak ada yang terbuang menjadi sampah. Lalu jika kondisinya sedang makan di restoran, kita bisa pisahkan makanan yang sekiranya tidak akan kita habiskan di awal sehingga makanan dapat kita bungkus dan dimakan di lain waktu dengan kondisi yang baik. Andaikan kita sedang mengadakan acara besar yang berpotensi menyisakan makanan yang banyak maka berbagilah pada masyarakat sekitar yang membutuhkan dan hindari dari pembuangan makanan yang sia-sia. Hal-hal yang kerap dianggap sepele itulah yang sebenarnya punya dampak besar bagi perubahan di Indonesia. Dengan menggelorakan gaya hidup sehat ini, kita sudah berkontribusi dalam misi penyelamatan lingkungan dunia. Maka dari itu, hentikan food waste dan beralihlah menjadi food ranger.
HABISKAN SARAPAN HOTELMU !
by : Addina S. Ediansjah 15315067
Berdasarkan statistik yang dikeluarkan oleh United Nation, sebesr sepertiga dari jumlah makanan yang dihasilkan (setara dengan 1,3 milyar ton makanan) berakhir di tempat sampah konsumen dan distributor, atau membusuk akibat transportasi yang tidak memadai serta proses panen itu sendiri. Proses pembuatan makanan menghabiskan 30% dari keseluruhan energi yang dihabiskan oleh manusia, dan turut berkontribusi 22% terhadap emisi gas rumah kaca dunia.
LANTAS APA DAMPAKNYA? Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sampah makanan atau dikenal sebagai food waste sebagian dihasilkan oleh konsumen itu sendiri akibat tidak dihabiskannya makanan. Contoh seperti ini sering kita jumpai pada kegiatan sarapan di hotel, dimana setiap tamu penginapan yang datang dapat bebas mengambil jumlah makanan yang tersedia pada meja prasmanan. Tentu saja tidak masalah apabila tamu hotel menghabiskan makanan yang sudah diambil. Pada kenyataannya seringkali tamu hanya lapar mata yang berujung pada kelebihan jumlah makanan diluar kapasitas tubuhnya. Dikutip dari Eco Business, sebanyak 350 gram sampah makanan dihasilkan untuk setiap piring yang disajikan kepada tamu. Apabila angka ini dikalikan menjadi 100-200 pengunjung per hari, jumlah sampah makanan yang dihasilkan dapat mencapai 35 kg – angka yang cukup mencengangkan.
https://www.eco-business.com/news/the-unseen-scandal-of-hotel-food-waste/
Winnow merupakan sebuah Apabila pemasangan timbangan perusahaan yang melakukan dengan software terintegrasi pemasangan timbangan serta merupakan upaya mengurangi software canggih pada dapur hotel sampah makanan yang dilakukan sebagai sebuah upaya untuk di akhir proses, sebaiknya kita mengkonversikan berat sampah sebagai tamu juga melakukan makanan menjadi nominal uang serta tindakan preventif dengan menjadi emisi gas rumah kaca yang konsumen yang bijak dalam dihasilkan akibat pembuangan mengambil makanan dalam sampah makanan tersebut. Data ini rangka mewujudkan konsumsi dan kemudian digunakan oleh chef untuk produksi yang berkelanjutan. mengestimasi jumlah makanan yang Penjaminan ketahanan pangan di seharusnya diproduksi. Accor Hotels masa mendatang berada di tangan yang menguji teknologi milik Winnow generasi yang ada sekarang. melaporkan reduksi sampah makanan hingga 30%. Perusahaan Winnow sudah diterapkan secara global oleh hotel chain global seperti Morrisons, Accor Hotels, Hilton, Minor Hotels serta Anantara.
PEMANTAPAN KETAHANAN AIR : WADUK MULTIPURPOSE
by : Elviza Nanda 15315059
Ketahanan air untuk mendukung sektor-sektor strategis, pencegahan bencana, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu pengelolaan terpadu dan berkelanjutan pada danau, rawa, situ, sungai dan sumber air lainnya; pembangunan hutan kota; pengelolaan lahan DAS (Daerah Aliran Sungai) dengan masyarakat, penyediaan rain water harvesting; pengembangan teknologi pengolahan air dan limbah yang murah dan ramah lingkungan; pengembangan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi dan hidrogeologi serta monitoring DAS; efisiensi pemanfaatan air melalui prinsip reduce, reuse, dan recycle; pembangunan infrastruktur sumber daya air; serta rehabilitasi hutan dan lahan pada DAS kritis (Bappenas, 2018).
Salah satu infrastuktur sumber daya air yang mendukung ketahanan air yaitu waduk multi purpose. Berdsarkan Data Bappenas (2018), selama rentang 2015-2018 terdapat 9 bendungan baru PUPR dari 65 bendungan yang dirancang, guna mendukung ketahanan pangan, ketahanan air serta ketahanan energi. Berdasarkan literatur Buku Pusat Bendungan (2018), bangunan waduk tersebut memiliki daya dukung berupa pengaliran irigasi seluas 97.048 ha, air baku sebesar 4,8 m3/s; menyokong PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) yang dapat menyuplai 112,04 mw listrik serta berkemampuan mereduksi banjir sebesar 1.928,89 m3/s. Menurut Lakip Capaian 2015-2017 Kementerian PU, diketahui pembangunan dan rehabilitasi irigasi meningkatkan indeks pertanaman dan produktivitas pertanian. Salah satu contoh konkret di DI (Daerah Irigasi) Jatigede, menurut Dinas Pertanian Jabar – PRIMP 2011, produksi padi di DI Jatigede pada tahun 2009/2010 sebesar 0,61 juta ton kemudian meningkat menjadi 1,58 juta ton pada tahun 2017/2018 (BBWS Cimanuk - Cisanggarung 2018).
Gambar. Waduk Bajulmati (Sumber: merdeka.com)
Terkait pembangunan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa waduk multi purpose mendukung ketahanan pangan berupa peningkatan produksi komoditas pertanian, kualitas konsumsi dan gizi masyarakat serta PDB sektor pertanian 12,68 menampung 29% penduduk usia kerja (Paparan Deputi Bidang Kemaritiman dan SDA, 2018). Apabila sektor ekonomi terpenuhi maka masyarakat yang sejahtera akan terbentuk, sehingga tidak adanya gangguan ekonomi yang umumnya menghambat aspek pendidikan. Dengan demikian, angka putus sekolah di kawasan periurban dan/atau perdesaan dapat diminimalisir.
Selain itu, menurut Data Susenas BPS (2017) menyesuaikan metodologi dengan indikator SDGs, diketahui bahwa akses air minum pada tahun 2015 sebesar 58,92 % dan capaian pada tahun 2017 adalah 59,07%. Oleh karena itu, waduk multi purpose dapat menjadi salah satu infrastruktur penunjang air baku, tentunya juga harus mempertimbangkan aspek kualitas, kuantitas, kontinuitas serta keterjangkauan dalam peyediaan air minum untuk masyarakat. Program pembangunan terkait dengan infrastruktur sumber daya air hendaknya mengedepankan pembentukan masyarakat yang mandiri, karena suatu lembaga yang berkelanjutan yaitu lembaga yang mampu hidup dan menghidupi. Mandiri dalam arti memampukan masyarakat mulai dari memilih, membangun, memiliki yang disertai pengelolaan dan pemeliharaan. Selain itu pemerintah pusat dan/atau perwakilan lembaga selaku fasilitator hendaknya melakukan pendekatan tidak hanya pada elemen pemangku kepentingan masyarakat, tetapi juga pada warga daerah setempat.
by: Widyastuti 15315008
SAMPAH MAKANANMU MENGUBAH MASA DEPAN PLASTIK
Gambar: Kondisi Landfill Bantar Gebang (sumber: dokumentasi pribadi penulis, 2017)
Pernahkah Kamu terpikirkan kemanakah perginya sisa makananmu setelah dibuang? Ya, kebanyakan akan berakhir di landfill Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Begitu pula dengan sampah plastik yang Kamu gunakan hanya sebentar, akan berakhir di landfill. Setiap hari banyak sekali sampah yang berakhir di landfil untuk menunggu terdegradasi secara alami di lingkungan. Padahal lingkungan memiliki batas kemampuan untuk mendegradasi sampahsampah yang kita hasilkan setiap hari. Hampir semua plastik yang diproduksi masih ada keberadaannya hingga saat ini, tidak terdegradasi, dan hampir sepertiga dari plastik yang digunakan setiap tahunnya, secara langsung mencemari tanah dan lautan. Sampah plastik juga mencemari biota di laut dengan keberadaan mikroplastik. Di Indonesia, sampah makanan banyak dihasilkan dari sisa makanan yang tidak dihabiskan dan distribusi bahan makanan yang kurang baik. Sampah makanan dapat menjadi penghasil emisi gas rumah kaca dengan keberadaan gas metana (CH4) yang dilepas ke udara saat mengalami masa pembusukan.
Bioplastik Polyhydroxyalkanoate (PHA) bisa menjadi jawaban untuk mengatasi permasalahan sampah plastik dan sampah sisa makanan yang ada di bumi ini. PHA adalah polimer berbahan dasar karbon yang dihasilkan dari metabolisme mikroba yang dapat dijadikan material utama pembentuk plastik dan memiliki sifat yang mirip dengan material plastik konvensional yang terbuat dari minyak bumi. Butiran polimer PHA dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan yang paling penting dapat terdegradasi secara sempurna dan cepat di darat dan di laut oleh bantuan mikroba yang ada di lingkungan setempat.
FUNFACT #1 Indonesia mendapat Peringkat ke-2 negara penghasil terbesar sampah makanan di dunia. Setiap warga di Indonesia bisa menghasilkan sampah makanan sebesar 300 kg/tahun. (sumber: The Economist Intelligence Unit, 2016)
Bioplastik PHA yang terbuat dari sampah makanan merupakan inovasi terbaru dan pertama di Indonesia. Pengembangan Startup Bioplastik PHA memiliki pendekatan circular economy yaitu konsep yang melihat sampah sebagai sumber daya yang ramah lingkungan dan dapat menghasilkan profit di industri pengolahan sampah dengan cara mendaur ulang sampah makanan menjadi bahan plastik yang ramah lingkungan dan memberi konsumen pilihan dalam memilih bahan kemasan plastik yang berkelanjutan.
FUNFACT #2 Indonesia mendapat Peringkat ke2 sebagai negara penyumbang terbesar sampah plastik di dunia. (sumber: Earth Day Network’s, 2018)
Gambar: Bioplastik PHA (sumber: biobasedpress.eu/2016/08/phapromising-versatile-biodegradable/)
Gambar: Konsep Circular Economy Bioplastik PHA .
BIOPLASTIK PHA DALAM SDGs : No. 9 (Industry, Innovation and Infrastructure): industri pembuatan Bioplastik PHA menjadi inovasi pembangun-an industri yang berkelanjut-an yang memperhatikan aspek circular economy.
No. 12 (Responsible Consumption and Production): penggunaan Bioplastik PHA dapat memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
No. 13 (climate action): mengurangi sampah makanan yang dapat melepaskan gas metana yang merupakan gas rumah kaca yang dapat menyebabkan perubahan iklim.
No.14 (Life Below Water):
No. 15 (life on land):
Bioplastik PHA menjadi inovasi pembangunan industri yang berkelanjutan yang memperhatikan aspek circular economy.
menciptakan plastik yang mudah terurai di lingkungan akan mencegah pencemaran di lingkungan sehingga dapat menghentikan kepunahan ekosistem darat.
by: Rizky Mulya P. 15315028
TRANSFORMASI DIGITAL AKSES AIR BERSIH REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Dibalik persiapan Indonesia menuju Revolusi Industri 4.0 terdapat beberapa masalah akses air bersih di Indonesia. Berikut data akses rumah tangga di Indonesia terhadap air bersih dapat dilihat Gambar 1.
Gambar 1. Akses Rumah Tangga terhadap Sumber Air Minum Indonesia (Tirto.id) Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya peningkatan rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum layak di Indonesia. Pada 2012 hanya 65,05 persen rumah tangga memiliki akses terhadap sumber air minum layak. Pada 2014, sebanyak 68,11 persen rumah tangga punya akses tersebut. Angka ini naik lagi di 2017 menjadi 72,04 persen. Salah satu air bersih Indonesia berasa dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Malang memberikan suatu inovasi pelayanan maksimal untuk pelanggannya untuk menjawab tantangan di era teknologi serta revolusi industri 4.0. Inovasi tersebut adalah Adalah layanan Total Water Utility Integrated Network Command Center atau TCC. Layanan ini diklaim sebagai pusat komando untuk pengendalian, kontrol, dan monitoring proses transmisi dan distribusi air. Sistem informasi dalam pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dengan Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) dapat dimonitoring melalui TCC. Pada era teknologi digital dan revolusi industri 4.0, TCC itu mengintegrasikan SPAM (sistem informasi dalam pengelolaan sistem penyediaan air minum) dengan SCADA (supervisory control and data acquisition. Melalui TCC itu dapat diketahui bagaimana transmisi dan kualitas distribusi air. Serta, juga bisa mengetahui titik-titik kebocoran air dan berapa air yang dipakai pelanggan. Selain itu dapat diketahui jumlah pengaduan, jenis pengaduan serta respon dan reaksi dari tugas PDAM tersebut. Salah satu kebutuhan sistem untuk mempercepat informasi di pelayanan dalam mengatasi masalah maka sangat dibutuhkan TWUIN Command Center di PDAM Kota Malang. TWUIN Command Center tersebut oleh operator dengan system bekerja shif selama 24 jam untuk memonitor dan mencontrol semua sistem di jaringan pipa mulai dari produksi sampai distribusi. Berdasarkan Data Desember 2018, dengan potensi yang dimiliki itu PDAM Malang mencatatkan cakupan layanan mencapai 92% dan efektivitas penagihan sebesar 99,83%.
DAFTAR PUSTAKA https://unfccc.int/news/un-helps-fashion-industry-shift-to-low-carbon diakses 10 Maret 2019 https://www.greenfashionweek.org/about-1/strategy/ diakses 10 Maret 2019 https://fashionunited.com/global-fashion-industry-statistics/ diakses 10 Maret 2019 https://www.un.org/sustainabledevelopment/sustainable-consumption-production/ https://www.eco-business.com/news/the-unseen-scandal-of-hotel-food-waste/ Data Book of Japan's Practices for SDGs - Creating Shared Value by STI, Business and Social Innovation (Preliminary Edition, Fall 2017) oleh Japan Science and Technology Agency, diunduh melalui https://www.jst.go.jp/EN/about/sdgs/doc/book_of_practices_for_SDGs_2 01709.pdf pada 16 Feburari 2019 Data Innovation for SDGs, Road to Society 5.0 oleh Keidanren, Japan Business Federation, diunduh melalui https://www.keidanren.or.jp/en/policy/2018/059_casestudy.pdf pada 16 Februari 2019 NEC and Japan Weather Association collaborate to help resolve food waste and disposal, diakses melalui https://www.nec.com/en/press/201802/global_20180228_01.html pada 16 Februari 2019 http://www.cup2paper.com/en/the-most-sustainable-cup/ https://cupclub.com/ http://theconversation.com/for-a-true-war-on-waste-the-fashion-industry- must-spend-more-onresearch-78673 http://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/BRIE/2019/633143/EPRS_BRI(2019)633143_EN. https://repositorium.sdum.uminho.pt/bitstream/1822/43391/1/S2M_HCruz_C Broega_TAmorim.pdf https://www.bbc.com/news/magazine-30227025 https://tirto.id/bagaimana-mutu-dan-akses-air-bersih-di-indonesia-cGrk ( diakses pada 10 Maret 2019 pukul 23.10 WIB ) https://malangvoice.com/jawab-tantangan-revolusi-industri-4-0-pdam-kota-malang-luncurkan-tcc/ ( diakses pada 10 Maret 2019 Pauli, Gunter. 2010. Plastics from Food Waste., theblueeconomy.org/uploads/7/1/4/9/71490689/case_20_biodegradable_plastics_from_food.pdf Rehman, Asad Ur dkk. 2017. Food Waste Conversion to Microbial Polyhydroxyalkanoates, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC5658610/