SEMINAR NASIONAL
MAKALAH FOCUS GROUP DISCUSSION ( FGD ) WORKSHOP GO ORGANIK DEWAN TANI INDONESIA
PENGEMBANGAN DAN PENDALAMAN STANDARD PUPUK ORGANIK Wahono Hadi Susanto ●
Dosen Tetap Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang ● Kepala Riset Asosiasi Produsen Pupuk Kecil dan Menengah Indonesia ( AP2KMI )
MALANG 2009 Jl. Veteran Malang 65145 Phone : ( 0341 ) 551 611 Fax. : ( 0341 ) 568 917
PENGEMBANGAN DAN PENDALAMAN STANDARD PUPUK ORGANIK Wahono Hadi Susanto *)
Pupuk Organik Pupuk Organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat dibentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus atau organik tanah yang bermanfaat bagi peningkatan produktivitas lahan dan mencegah degradasi lahan.
Pengembangan Pupuk Organik Perkembangan pupuk organik di Indonesia diharapkan lebih baik dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/OT.140/2/2009 sebagai perubahan perbaikan Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006. Teknologi di bidang pupuk khususnya pupuk organik terus berkembang baik yang menyangkut kualitas maupun kebutuhan, karena sangat berperan dalam mendukung keberhasilan pengembangan budidaya tanaman. Oleh karena itu untuk melindungi konsumen dan produsen perlu adanya komitmen bersama masalah standart mutu pupuk organik. Dalam implikasi Permentan 2009 tersebut dimungkinkan ada yang diuntungkan maupun dirugikan. Petani, dalam hal ini dengan terjaminnya mutu pupuk organik yang digunakan akan diuntungkan. Sedangkan produsen, dalam hal ini dianggap merugikan karena sulitnya memenuhi persyaratan teknis minimal pupuk organik yang disyaratkan, terbukti pada hasil analisa kimia dari 21 ( dua puluh satu ) perusahaan pupuk organik yang beredar di pasaran ( Tabel 1 ).
*) Dosen Tetap Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang *) Kepala Riset Asosiasi Produsen Pupuk Kecil dan Menengah Indonesia ( AP2KMI )
Tab el 1. Ha sil Ana lisis Kim ia 21 Ma cam Pu puk Or gani k di Pasa ran No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Sum ber : Suria dikart a dan Setyo rini ( 2005 )
Jenis Pupuk
Sp organik Kotoran Ayam Pupuk organik KJD P-organik OCP Kompos AU Pelet Sipramin miwon PO semigrup P. raya cair Alfinase Fine compost P. raya padat Bokasi PO granula 1 PO granula 2 Organik 3 Organik 4 Organik 5 Organik 6 Organik 7 Kompos
N-Total
P 2 O5
K 2O
C.Org
C/N Ratio
…………… ………… % ……………… ……. 0,06 1,17 0,97 9,07 2,03 2,69 4,57 0,63 4,07 0,81 0,68 2,25 0,73 6,57 6,08 0,18 1,54 1,89 0,61 1,38 0,37
10,96 1,87 2,08 8,58 0,34 8,25 0,17 1,86 0,18 4,47 1,4 0,46 0,62 4,76 4,9 11,04 7,34 1,9 0,3 0,2 0,77
0,06 0,38 1,21 6,13 3,25 7,02 1,73 1,08 1,03 1,09 1,09 0,57 1 3,9 4,3 0,39 0,41 0,27 0,09 0,09 8,95
5,06 7,16 9,85 15,82 17,83 12,25 6,94 9,21 4,8 19,02 5,04 11,9 9,39 20,2 21,2 4,56 10,3 12,89 4,11 6,28 8,95
84 6,1 10,1 1,7 8,8 4,7 2 14,26 1,2 23,5 7,4 5,3 12,9 3,1 4,3 25 7 7 7 5 14
Kadar Air
(%) 13,28 13,01 25,34 16,23 13,1 9,23 42,98 22,54 46,43 37,96 43,86 13,79 11,25 31,84 40,9 57,1 26,58 34,24 62,86
Dari Tabel 1 tersebut di atas dapat dilihat bahwa hampir semua jenis pupuk organik yang diproduksi para pelaku usaha tidak ada yang memenuhi syarat mutu untuk pupuk organik, kecuali 1 ( satu ) jenis pupuk yaitu Alfinase. Problem utama adalah terlalu rendahnya rata-rata C/N dan tingginya kadar air produk pupuk organik. Keadaan tersebut terjadi pada tahun 2005. Pada tahun 2009 masih terjadi hal yang sama seperti terlihat (Tabel 2 ), bahkan dari 7 ( tujuh ) pelaku usaha sama sekali tidak ada yang memenuhi persyaratan mutu produk pupuk organik.
Ta be l 2. H asi l A na lis a La bo ra to ri u m 7 M ac a m Pu pu k Or ga ni k di Pa sa ra n
No.
JENIS PUPUK
HA SIL ANA LISA C . P
pH
(%)
N (
O r g (
%
%
)
)
C / N R a t i o
2
O
BENTUK
K
(
O (
K A (
%
%
%
)
)
)
5
2
PROBLE M
1.
Blotong Biotek
1 , 0 5
1 7 , 4 3
8,46
1 , 8 6
1 3 , 9
10,3
0 , 5 6
1 , 1 3
2 , 1 2
1 8 , 8
2 , 9 5
1 2 , 5 9
7,17
5 6 , 8 7
1 , 5 4
1 , 4 1
7
3 , 0 2
4 , 7 5
3 7 , 3 2
2
2 , 4 9
7 , 1 1
1 3 , 5
4 , 4 5
5 , 5 7
2 2 , 8 6
1 , 7 5
0 , 7 2
3 4 , 1 7
1 1 , 6 7
0 , 6 9
1 , 6 8
1 7
Granul
KA
Remah
pH, C/N, KA
PT. Komposindo Granular A.
2.
Kompos Pluss
PT. Gaharu Niaga
3.
PK Organik
Remah
pH, C-org, C/N
PT. Sarana Indofield
4.
Blofert
8,36
9
Granul
pH, C/N
Remah
pH, C/N, KA
Granul
C-org, P2O5
PT. Nusa Palapa Gemilang
5.
Top Green
8,13
4
PT. Aneka Pangan Bermutu
6.
Kompos Mix CV. Roda Tani
7,36
0 , 5
7 , 0 3
1 4
7.
Bio Green Land
8,1
1 , 0 2 1
1 2 , 3 8
1 2 , 1 2 5
0 , 2 0 4
0 , 2 6 7 2
1 3 , 9
Remah
pH
PT. Talenta Karya Prima
Sumber : Anonimous ( 2009 )
Standard Pupuk Organik Standard pupuk organik di Indonesia telah ditetapkan oleh Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/OT.140/2/2009 seperti terlihat pada ( Tabel 3 ). Prinsip dasar penilaian mutu untuk standarisasi pupuk organik dibedakan atas 3 ( tiga ) kriteria, yaitu : Kimia, Fisika dan Mikrobiologis.
T ab el 3. P er sy ar at an Te kn is mi ni m al P up uk Or ga ni k Peraturan Menteri Pertanian No.28/Permentan/ OT.140/2/2009 No.
Parameter
Satuan
Persyaratan
Granul/ Pelet Murni
Ca ir/ Past a Diperkaya
Remah/ Curah Murni
mikroba 1.
C-organik
2.
C/N rasio
3.
Bahan ikutan
%
> 12
> 12
15 - 25
15 - 25
%
<2
<2
%
4 - 15 **)
4 - 20 **)
As
ppm
≤ 10
≤ 10
Hg
ppm
≤1
≤1
Pb
ppm
≤ 50
≤ 50
Cd
ppm
≤ 10
≤ 10
Diperkaya mikroba
≥4
≥ 12
≥ 12
15 - 25
15 - 25
<2
<2
<2
-
15 - 25 **)
15 - 25 **)
≤ 10
≤ 10
≤1
≤1
≤ 50
≤ 50
≤ 10
≤ 10
(plastik, kaca, kerikil, endapan) 4.
Kadar Air
5.
Kadar logam berat ≤ 2,5 ≤ 0,25 ≤ 12,5 ≤ 2,5
6.
pH
7.
Kadar total
8.
4-8
4-8
411 ***)
4-8
4-8
N
%
-
-
<2
-
-
P2O5
%
< 6*
< 6*
< 2*
< 6*
< 6*
K2O
%
< 6*
< 6*
< 2*
< 6*
< 6*
cfu/g;
< 10²
< 10²
< 10²
< 10²
< 10²
-
< 10³
-
-
< 10³
-
-
-
0<X<8.000
0<X<8.000
0<X<5.000
0<X<5.000
0<X<5.000
0<X<5.000
0<X<5.000
0<X<5.000
0<X<2.500
0<X<2.500
0<X<20
0<X<20
0<X<10
0<X<10
Mikroba patogen (E.coli, Salmonella sp)
cfu/ml 9.
Mikroba fungsional
cfu/g; cfu/ml
10.
Ukuran butiran
mm
2-5
2-5
11.
Kekerasan
kgF
0,5
0,4
12.
Kadar unsur mikro
ppm
Fe
0<X<8.000
0<X<8.000
Mn
0<X<5.000
0<X<5.000
Cu
0<X<5.000
0<X<5.000
Zn
0<X<5.000
0<X<5.000
B
0<X<2.500
0<X<2.500
Co
0<X<20
0<X<20
Mo
0<X<10
0<X<10
Keterangan : *) Bahan-bahan tertentu yang berasal dari bahan organik alami diperbolehkan mengandung kadar P2O5 dan K2O > 6% ( dibuktikan dengan hasil lab ). **) Kadar air berdasarkan ADBK ( Atas Dasar Berat Kering ). ***) pH 4 - 8, 5 digunakan untuk pupuk organik cair yang diaplikasikan pada daun, pH 4 - 11 apabila pupuk langsung diaplikasikan ke tanah.
100 <X< 800 100 <X< 1.00 0 100 <X< 1.00 0 100 <X< 1.00 0 10< X<5 00 1<X <5 0,1< X<1
Pendalaman Standard Pupuk Organik Persyaratan teknis minimal pupuk organik seperti terlihat ( Tabel 3 ) di atas sangat sulit dipenuhi oleh para pelaku usaha pupuk organik. Parameter yang sulit dipenuhi pada persyaratan tersebut berturutturut adalah C/N rasio, kadar air ( % ), C-organik ( % ) dan pH pupuk organik.
C/N Rasio Standard C/N rasio menurut Permentan 2009 adalah 15 â&#x20AC;&#x201C; 25. Sedangkan kenyataan di lapang, ratarata C/N rasio ada yang lebih tinggi dari 25 ( 81 ) dan banyak yang kurang dari 15. ( Tabel 1 dan Tabel 2 ). Sumber-sumber bahan organik yang masih segar C/N rasionya relatif tinggi dan dalam kenyataannya akan lambat terlapuk. Untuk itu masih perlu perombakan oleh mikroba-mikroba dekomposer supaya C/N rasio mengalami penurunan. Aplikasi pupuk organik dengan C/N yang masih tinggi akan mengganggu pertumbuhan tanaman, sebab pada saat proses perombakan tersebut akan dihasilkan CO2 dan panas yang tinggi. Pupuk organik yang siap pakai memiliki C/N rasio mendekati C/N rasio media tanam, yaitu sekitar 15 dengan suhu hampir sama dengan suhu lingkungan. C/N rasio yang tinggi tersebut disebabkan oleh karena adanya kegagalan dalam pengomposan, antara lain kurang pemahaman terhadap penanganan sumber karbon ( bahan mentah ), kondisi mikroba ( pH, suhu, kelembaban ), nitrogen dan oksigen. Sebaliknya C/N rasio dapat menjadi sangat rendah hingga 1,2 ( Tabel 1 ), hal ini dimungkinkan karena aktivitas mikroorganisme perombak bahan baku kompos cukup tinggi sehingga waktu perombakan semakin cepat. Sebagian karbon dilepaskan untuk kebutuhan mikroorganisme sendiri dan sebagian lagi dilepaskan ke lingkungan dalam bentuk gas CO2 sehingga kandungan C bahan menjadi turun, dan akibatnya C/N rasio akan menjadi lebih rendah. Di samping itu rendahnya C/N rasio kemungkinan
disebabkan karena sumber karbon yang dikandung dalam bahan baku relatif rendah sehingga tidak cukup untuk metabolisme. C/N Rasio pupuk organik disyaratkan dalam Permentan 2009 adalah 15 â&#x20AC;&#x201C; 25 dan C-organik lebih dari 12%, tetapi tanpa disyaratkan besaran N%. Oleh sebab itu untuk memenuhi persyaratan berapa besaran N% dalam pupuk organik tersebut, maka dibuatkan suatu matrix perhitungan N dalam C/N Rasio seperti terlihat pada ( Tabel 4 ). Dari ( Tabel 4 ) dalam pupuk organik granul membuktikan bahwa untuk memenuhi C/N rasio maksimum 25, maka batas N% minimum adalah 0,48%. Sedangkan untuk memenuhi C/N rasio minimum 15, maka batas N% maksimum adalah 0,80%, karena batas minimum C-organik telah ditentukan minimum 12%. Sedangkan untuk pupuk organik cair membuktikan bahwa untuk memenuhi C/N rasio maksimum 25, maka C-organik maksimum adalah 30%. Sedangkan untuk memenuhi C/N rasio minimum 15, maka minimum C-organik adalah 12%, karena N-total telah ditentukan maksimum 2%. Beberapa pelaku usaha pupuk organik yang memiliki C-organik sangat rendah ( 1,13% - 4,11% ) dan N-total yang sangat tinggi ( 6,08% - 9,07% ) tentunya sangat sulit untuk memenuhi persyaratan teknis minimal C/N rasio pupuk organik. Perbaikan kualitas untuk memenuhi persyaratan tersebut akan berimplikasi pada harga pokok produksi ( HPP ) yang semakin tinggi dan akhirnya akan menghadapi persaingan pasar yang cukup berat karena harus menaikkan harga penjualannya.
Kadar Air Kadar air yang disyaratkan oleh Permentan 2009 untuk pupuk organik granul/pelet murni adalah 4% - 15%, diperkaya mikroba 4% - 20%. Sedangkan untuk bentuk remah/curah murni 15% - 25%, diperkaya mikroba juga 15% - 25% berdasarkan berat kering seperti terlihat pada ( Tabel 3 ). Kadar air atau kandungan air ( % ) dalam pupuk organik disamping mempengaruhi berat atau bobot juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme dalam memproduksi enzim yang berfungsi untuk merombak bahan-bahan organik sebagai bahan baku. Jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk perkembangan dan pertumbuhannya disebut dengan Water Activity ( aW ) atau aktifitas air. Oleh sebab itu, jika produk pupuk organik menggunakan persyaratan kadar air ( % ) sebagai syarat mutu semestinya juga akan mempertimbangkan water activity nya, karena pupuk organik adalah produk mikrobiologis. Berbagai jenis mikroorganisme memiliki batas minimum water activity untuk dapat tumbuh dengan baik. Untuk jenis bakteri, water activity = 0.90, khamir = 0.80 â&#x20AC;&#x201C; 0.90, kapang = 0.60 â&#x20AC;&#x201C; 0.70. Hubungan antara water activity dengan kandungan air ( % ) di dalam suatu bahan organik disebut isoterm sorpsi air. Pada bahan organik isoterm sorpsi air ini dapat menggambarkan kandungan air ( % ) yang dimiliki bahan organik sebagai keadaan kelembaban relatif ruang tempat penyimpanan atau gudang. Bahan organik yang memiliki kadar air ( % ) yang tinggi akan mengalami desorpsi, sedang yang memiliki kadar air ( % ) yang rendah akan mengalami absorbsi air mengikuti Equilibrium Moisture Content ( EMC ) atau Keseimbangan Kadar Air. Dengan menggunakan Rumus : aW = ERH 100
atau
ERH = aW x 100
Bentuk isoterm sorpsi air dapat dilihat seperti pada ( Gambar 1 ) sedangkan hubungan antara water activity dengan kecepatan reaksi dan perkembangan mikroorganisme dapat dilihat pada ( Gambar 2 ).
Pupuk organik dalam bentuk granul dengan kadar air kurang dari 4% dapat dikatakan mutunya stabil karena tidak ada aktivitas enzim, pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi-reaksi kimia terutama hidrolisis atau oksidasi, karena pada kadar air 4% tersebut aktivitas air relatif rendah, kurang dari 0,6 setara dengan kelembaban relatif 60%. Pada kadar air 4% - 15% sudah terdapat pertumbuhan mikroorganisme walau hanya kapang dan khamir, karena pada kadar air 4% - 15% tersebut aktivitas air sudah mendekati 0,7 setara dengan kelembaban relatif 70%. Sedangkan pada kadar air 4% - 20% pertumbuhan mikroorganisme sudah majemuk, yaitu kapang, khamir dan bakteri. Di samping itu juga sudah terjadi peningkatan aktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia lainnya ( Gambar 2 ). Sedangkan untuk pupuk organik dalam bentuk remah/curah, persyaratan kadar air 15% - 25% dirasa masih terlalu rendah. Sebab ada beberapa daerah di Indonesia yang memiliki kelembaban relatif tinggi 70% - 80%, terutama di dataran-dataran tinggi. Pada kelembaban tersebut Equlibrium Moisture Content ( EMC ) pada pupuk organik tercapai pada kadar air 28% - 30% seperti terlihat pada ( Gambar 1 ) sebanyak 16 pelaku usaha dari 28 pelaku usaha masih mengalami kesulitan dalam memenuhi persyaratan Permentan 2009 khususnya masalah kadar air ( % ) tersebut seperti terlihat pada ( Tabel 1 dan Tabel 2 ).
Penetapan Standard Pupuk Organik Standard pupuk organik dalam bentuk remah/curah sulit dilakukan, karena memiliki kadar air ( % ) yang tidak stabil seperti pada ( Gambar 1 ). Kadar air ( % ) selalu berubah-ubah mengikuti perubahan RH ( Relative Humidity ) dimana pupuk organik tersebut tersimpan. Isoterm Sorpsi air tidak akan pernah tercapai selama desorpsi dan absorbsi tidak pernah terjadi pula. Stabilitas kadar air ( % ) akan terjaga dengan baik jika telah terjadi EMH ( Equilibrium Moisture Content ), dan keadaan seperti ini sangat sulit terjadi karena bentuk pupuk organik tersebut dalam bentuk remah/curah.
Dengan RH ( Relative Humidity ) yang tidak stabil, maka kadar air ( % ) pupuk organik akan berubah-ubah terus menerus. Semakin tinggi kelembaban relatif akan diikuti dengan meningkatnya kadar air ( % ) dan sebaliknya. Hal tersebut akan menyebabkan pergerakan aktivitas air ( aW ) bahan organik. Semakin besar aktivitas air ( aW ) akan mengakibatkan peningkatan reaksi-reaksi kimia dan aktivitas mikroorganisme serta enzim seperti terlihat pada ( Gambar 2 ), sehingga terjadi perubahan C/N rasio secara terus menerus pada pupuk organik tersebut, sehingga sulit untuk dilakukan standarisasi C/N rasio maupun unsur-unsur kimia lain yang terkait dengan metabolisme di dalam sel. Masalah yang sama juga pada persyaratan mikrobiologis. Jumlah mikroba tiddak dapat ditetapkan dengan jumlah maksimal 1002 cfu/ml. Hal tersebut disebabkan karena perkembangbiakan mikroba sangat cepat sekali, pada saat pemeriksaan di laboratorium 1002 cfu/ml seelah 1 ( satu ) hari kemudian akan menjadi 100 ( seratus ) kali lipat jumlah tersebut, sehingga jumlah bakteri tidak dapat distandarisasikan seperti Permentan 2009.
Kesetaraan Pupuk Organik dengan An-organik Pemupukan majemuk N, P, K dalam aplikasi di lapang biasanya menggunakan formula pupuk tunggal yang dikombinasikan antara lain dengan ZA/Urea, SP-36 dan KCl. Pertanian di Indonesia biasanya menggunakan dosis pupuk majemuk tersebut dengan formulasi ; 140 kg N, 90 kg P2O5 dan 60 kg K2O disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah, jenis komoditas dan lain-lain. Di dalam pupuk organik juga mengandung unsur-unsur yang sama yaitu N, P2O5 dan K2O, bahkan menjadi syarat mutu pupuk organik dalam Permentan 2009. Mahal dan sulitnya pupuk an-organik menjadi kendala dalam mencukupi kebutuhan unsur-unsur hara seperti N, P dan K. Dengan rekayasa kesetaraan, maka kebutuhan unsur tersebut dapat disubtitusi dari pupuk organik dengan dasar-dasar perhitungan sebagai berikut :
Perhitungan Kesetaraan Perhitungan kesetaraan pupuk organik dengan pupuk an-organik ( ZA, SP-36 dan KCl ) pada dosis 1.000 kg/ha. 1.
Perhitungan N dengan dosis 1.000 kg/ha pupuk organik Kadar N-total = 2% = 0,02 x 1.000 kg = 20 kg N Kesetaraan dengan ZA, dengan kadar N = 22% = 100/22 x 20 kg N = 90,9 kg ZA
2.
Perhitungan P2O5 dengan dosis 1.000 kg/ha pupuk organik Kadar P2O5
= 6% = 0,06 x 1.000 kg = 60 kg P2O5
Kesetaraan dengan SP-36, dengan kadar P2O5 = 36% = 100/36 x 60 kg P2O5 = 166,6 kg SP-36 3.
Perhitungan K2O dengan dosis 1.000 kg/ha pupuk organik Kadar K2O
= 6% = 0,06 x 1.000 kg = 60 kg K2O
Kesetaraan dengan KCl, dengan kadar K2O = 60% = 100/60 x 60 kg K2O
= 100 kg KCl Hasil perhitungan kesetaraan pupuk organik dengan pupuk an-organik ( ZA, SP-36 dan KCl ) dapat dilihat pada ( Tabel 5 ). Bentuk Pupuk Organik Bentuk pupuk organik ada 3 ( tiga ) macam yaitu bentuk granul, curah dan cair, dimana pada masing-masing bentuk memiliki fungsi yang hampir sama berdasarkan azas manfaatnya, tetapi kurang adanya perhatian terhadap azas ekonomi bagi pengguna atau petani. Harga pupuk organik dalam bentuk granul kategori sangat mahal ( Rp. 1.150,-/kg ), sedangkan dalam bentuk curah dengan komposisi unsur yang sama hanya ( Rp. 250,-/kg ). Produsen pupuk organik mendapatkan subsidi Rp. 500,-/kg dari Pemerintah, dalam hal ini sangat merugikan petani, tetapi sangat menguntungkan produsen. Seharusnya subsidi diberikan kepada petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani sehingga subsidi Pemerintah dapat dinikmati oleh para petani dan sekaligus akan dapat membangun ekonomi kerakyatan di Indonesia.
Kesimpulan
1.
Standarisasi pupuk organik dalam bentuk remah/curah sulit dilakukan akan tetapi dalam bentuk granul dan cair masih bisa dilakukan sesuai dengan Permantan 2009.
2.
Kesulitan penentuan standarisasi terutama pada persyaratan unsur kimia yaitu kadar air ( % ) dan C/N rasio, sedangkan persyaratan mikrobiologis yaitu jumlah mikroba maksimum 102 cfu/ml tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Daftar Pustaka
Anonimous ( 2009 ), Peraturan Menteri Pertanian Nomor 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009, Tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Anonimous ( 2009 ), Percobaan Pupuk Organik dari Beberapa Produsen MT.2008/2009, PUSLIT GULA, PT. Perkebunan Nusantara X ( Persero ), Surabaya. Anonimous ( 2009 ), Uji Efektifitas Pupuk Organik Top Green Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu, Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Anonimous ( 2009 ), Pengujian Efektifitas Pupuk Organik Bio Green Land Pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung, Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Donny Widianto (2009 ), Standard Pupuk Organik dan Hayati, Makalah Focus Discussion ( FGD ) Workshop Go Organic, Jakarta. Effi I.M. ( 2003 ), Pupuk Organik, Teknologi Budi Daya, Penebar Swadaya, Jakarta. Mul M.S., A.G.Kartasapoetra ( 2005 ), Pengantar Ilmu Tanah, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Suriadikarta D.A. dan D. Setyorini ( 200... ), Baku Mutu Pupuk Organik. Mayer, Andreas ( 1995 ), Modern Composting, Willierald Gmbh.Mashinenfabrik, Jerman. Warksman ( 1961 ), Soil Microbiology, John Wiley & Sons, Inc., New York.