SABTU-MINGGU, 3-4 OKTOBER 2015 | Nomor 706 Tahun III
Hari ini 40 halaman | Rp 3.000,-
Tol Cimanggis Terkendala Lahan
Membaca Tren Film Futuristik
»A11
»C29
A
» B17 ARSENAL vs MANCHESTER UNITED
RECOVERY
DINAMIS DAN MENCERAHKAN
MUSIBAH MINA
KORBAN WAFAT TERUS BERTAMBAH
» A5
KETIKA TMII BELUM MENJADI PERTIWI
SOSOK
SERENA WILLIAMS PASSION FOR FASHION
» A8 A9 Jakarta
26-33°C
Bandung
Miniatur Indonesia itu, dulunya karib mewakili Tanah Air. Mulai diresmikan pada 20 April 1975, Taman Mini Indonesia Indah selalu punya slogan: “Mudahnya berkeliling Indonesia”. Kini, usai 40 tahun, kawasan wisata yang digagas mendiang Siti Hartinah, istri almarhum Presiden Soeharto, itu belum menjelma menjadi pertiwi secara utuh. 18-30°C
Semarang
25-34°C
Yogyakarta
22-32°C
Surabaya
23-34°C
Denpasar
22-32°C
O WAHYU NUGROHO
» Berita Terkait di Halaman A2 Hujan Lebat
Hujan Sedang
Hujan Ringan
Berawan
Cerah Berawan
Cerah sumber: BMKG
SEORANG PENGUNJUNG MENGAMBIL GAMBAR DI ANJUNGAN PROVINSI SUMATERA BARAT DI TAMAN MINI INDONESIA INDAH (TMII), JAKARTA, JUMAT (2/10) – HARIAN NASIONAL | AULIA RACHMAN
S
iang itu, Jumat (2/10), terik Matahari menyengat kulit. Tapi, kondisi itu tak menyurutkan minat masyarakat menyambangi TMII. Di kawasan seluas 150 hektare itu, miniatur Indonesia diwakili oleh anjungan rumah adat. Di dalamnya, dihunikan beragam produk kebudayaan, termasuk rayuan tempat wisata. Tapi, perhatian serupa tampaknya belum menyentuh sejumlah provinsi baru. Terbatasnya lahan yang disediakan, tak ayal membuat pengunjung bergeming ke sana. Kondisi itu terlihat di sudut Timur Laut TMII. Ukuran dan luas anjungan provinsi baru di sana lebih kecil dari anjungan terdahulu. Anjungan Provinsi Papua Barat, misalnya, sekadar diberi lahan seluas 20x25 meter. Padahal untuk saudara tertua, Papua, diberikan tempat seluas 2 hektare. “(Kondisi sempit) Juga berlaku bagi provinsi baru lainnya, seperti Banten, Sulawesi Barat, Maluku Utara dan Gorontalo, termasuk jatah lahan anjungan yang tidak memadai. Jadi, di Anjungan Papua Barat, kami hanya menampilkan sebagian saja yang paling menarik,” tutur seorang pengurus Anjungan Papua Barat, Sakirin. Sempitnya lahan, membuat Sakirin harus menjejal beragam kebudayaan di anjungan, seperti kerajinan tangan, patung, miniatur rumah, alat musik, hingga pakaian tradisional Papua Barat. “Karena lahannya kurang, jadi dimuatmuatin. Yang ada di dalam anjungan ini semuanya diambil langsung dari Papua Barat. Jadi kesannya memang benar-benar khas, tapi ada beberapa kerajinan yang sudah dimodifikasi,” kata Sakirin. Beruntung, arsitektur anjungan yang menyerupai rumah Suku Moi itu memantik minat pengunjung, tak hanya wisatawan dalam negeri, melainkan juga mancanegara. Setiap bulannya, rerata pelancong yang tercatat mencapai 650 orang. Guna memaksimalkan promosi daerah, pemerintah Papua Barat tak bisa sekadar mengandalkan anjungan. Alhasil, mereka turut menyebarkan brosur di sejumlah sekolah, bandara, hingga menggelar pameran di luar negeri. “Kalau ngandalin anjungan yang kecil ini sangat kurang. Tapi dari pada tidak ada,” keluh Sakirin. Kondisi pas-pasan juga dikeluhkan Muhammad Haris, pengurus Anjungan Maluku Utara. “Lahannya sedikit. Yah, dicukup-cukupin, karena memang segini,” ujarnya. Ketika HARIAN NASIONAL coba menyambangi anjungan lain, seperti Banten, Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Kepulauan Riau, tak ada sambutan hangat pengurus. Sebab, sejumlah anjungan itu terkunci. Anjungan Provinsi Kalimantan Utara pun tak hinggap di miniatur Indonesia itu.