RABU, 4 FEBRUARI 2015 | Nomor 500 Tahun II
Hari ini 32 halaman | Rp 3.000,-
Kisruh Politik Hambat Investasi
Belajar Memercayai Potensi Anak
»A7
»C25
A
B17
ADA APA DENGAN BALE
DINAMIS DAN MENCERAHKAN
ORANGTUA HARUS PEDULI JAKARTA (HN) Praktik kriminalitas berupa pembegalan yang dilakukan dua pelajar di kawasan Depok, beberapa waktu lalu, seharusnya menjadi pesan bagi orangtua untuk selalu memberikan perhatian terhadap anak. Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh, faktor utama yang menjadikan anak berhadapan dengan hukum (ABH) ialah hilangnya kepedulian orangtua terhadap tumbuh kembang anak. “Broken home dan kehilangan perhatian orangtua menjadi alasan anak dekat dengan hukum,” katanya kepada HARIAN NASIONAL di Jakarta, Selasa (3/2). Selain faktor orangtua, penyebab lainnya ialah lingkungan dan ekonomi. Namun, tutur Niam, dua faktor ini tak dominan. Karena itu,
orangtua dan lingkungan keluarga harus tetap menempatkan anak sebagai fokus perhatian. Sejumlah upaya disarankannya segera dilakukan, “Semisal selalu memberikan bimbingan dan pengawasan, termasuk saat menonton acara televisi, pergaulan, serta jenis permainan.” Pada catatan lain, ia juga mengkritisi belum ramahnya sistem hukum terhadap ABH sebagai pelaku atau yang menjadi korban. Padahal dalam amanat Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), aparatur hukum harus mengedepankan kepentingan anak. Salah satu hal yang dimandatkan dalam aturan itu, yakni ketika ABH berusia di bawah 14 tahun dengan ancaman penjara kurang dari tujuh tahun, maka
ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM
HARIAN NASIONAL | JOKO SUTRISNO
LANGSUNG SURAT TELP EMAIL ONLINE CETAK ELEKTRONIK PELAKU Kekerasan Fisik Kekerasan Psikis Kekerasan Seksual Kekerasan Asusila Pembunuhan Penganiayan Kecelakaan Pencurian Aborsi Penculikan Kepemilikan Senjata KORBAN Kekerasan Fisik Kekersan Psikis Kekerasan Seksual Kekerasan Asusila Pembunuhan Pencurian Penculikan Kecelakaan Lalu Lintas Bunuh Diri SAKSI PERADILAN
3 0 4 4 0 6 2 5 0 0 3
17 3 32 9 3 5 3 2 2 0 2
31 7 44 24 8 7 14 6 9 1 8
24 11 16 15 5 5 8 3 4 4 7
4 0 4 16 12 6 3 31 3 1 4
4 0 4 11 12 18 4 49 3 1 7
16 4 18 22 8 8 5 5 2 1 2
35 4 28 40 2 0 6 1 0
21 6 36 29 3 2 3 3 0
54 16 62 45 12 3 5 13 2
37 10 27 22 5 2 14 6 3
56 0 50 141 46 4 9 25 3
49 1 56 82 43 16 5 43 6
41 7 32 54 13 4 9 14 4
2 5
1 1
5 4
2 2
0 0
0 0
3 1
Sumber: Laporan KPAI 2014
Jakarta
24-33° C
Bandung
22-30° C
Semarang
25-32° C
Yogyakarta
tak perlu dilakukan upaya penahanan. “Ini juga belum banyak dilakukan,” kata Niam. Selain itu, lembaga penegak hukum juga diminta menyiapkan hakim anak, polisi anak, dan jaksa anak yang khusus menangani masalah hukum anak. Menurut Niam, perangkat ini mendesak untuk segera dilakukan. Sebab, hasil penelitian diketahui sanksi penjara justru tak menimbulkan efek jera dan malah memperburuk sikap. “Anak dengan kriminalitas jika dipandang perlu untuk diberikan sanksi tahanan, tapi pidana jangan masuk penjara dewasa,” imbaunya. Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, penegakan hukum, terutama terkait ABH, belum menaati UU SPPA. Karena itu, ia tak heran jika tiap tahunnya jumlah ABH kerap mengalami peningkatan. Kondisi ini diyakini lantaran proses hukum yang harus dihadapi anak belum sesuai dengan amanat UU SPPA. “Semua aparat penegak hukum yang berhadapan dengan anak-anak bermasalah dengan hukum harus mengedepankan kepentingan terbaik anak sesuai UU SPPA,” katanya. Dalam catatan Komnas Anak, di 2014 sedikitnya ditemukan 2.879 kasus ABH. Dari jumlah itu, 1.851 di antaranya menempatkan anak sebagai pelaku. Pada 2013, jumlah yang dicatat Komnas Anak hanya sebanyak 730 kasus. Psikolog Anak Ratih Anjani menilai tindak kriminalitas yang dilakukan anak terjadi karena sejumlah faktor. Pertama yakni pendidikan yang diberikan di rumah tak terselenggara secara kondusif. “Bisa karena orangtuanya ter23-31° C
Surabaya
24-32° C
Denpasar
ANTARA | ROSA PANGGABEAN
Hilangnya perhatian orangtua menjadi penyebab utama anak dekat hukum.
Moon Dance Model memperagakan busana karya Sebastian Gunawan dan Cristina Panarese dalam peragaan busana bertajuk Moon Dance di Jakarta, Selasa (3/2). Menyambut Imlek, sebanyak 68 gaun dan dua gaun pengantin dibawakan dalam peragaan busana bernuansa oriental.
lalu permisif, sehingga fungsi kontrol tidak berlaku dengan baik. Anak terlalu dibiarkan. Orangtua semacam ini menjadi contoh buruk untuk anak,” tuturnya. Faktor kedua yakni lingkungan. Perilaku permisif yang diperlihatkan tak heran berimbas pada anak menjadi nakal dan bahkan dekat dengan kriminalitas. Selain itu, lingkungan yang dekat dengan praktik pidana juga mau tak mau ditiru anak. Ketiga terkait pergaulan, semisal lingkungan bermain, sekolah, dan tempat bermain anak. “Teman sepergaulan yang membuat anak terkontaminasi dengan kejahatan,” kata Ratih. Terakhir, menurut dia, yakni 24-32° C
Hujan Lebat
Hujan Sedang
faktor kompensasi. Menurutnya, “Sesuatu yang dirasa kurang, seperti ekonomi atau kasih sayang, menjadi penyebab anak melakukan tindakan di luar kewajaran.” Karena itu, peran orangtua memberikan perhatian dan pendidikan di lingkungan rumah menjadi penentu karakter anak. Selain itu, Ratih menilai peran pemerintah juga tak kalah pentingnya. Pemerintah, sarannya, harus konsisten menegakkan hukum sesuai dengan kebutuhan anak. “Peran pemuka agama dan guru juga memiliki andil yang luar biasa,” kata Ratih. O WAHYU NUGROHO
» Berita Terkait di Halaman A5 Hujan Ringan
Berawan
Cerah Berawan
Cerah sumber: BMKG