SABTU-MINGGU, 14-15 MEI 2016 | Nomor 886 Tahun III
Hari ini 40 halaman | Rp 3.000,-
A
ART
ROUSSEFF DAN KERUNTUHAN PEMIMPIN SOSIALIS
ILA GALIGO DALAM TARI
»A15
»C29
SEPAK BOLA INDONESIA HIDUP LAGI Tiga kejuaraan olahraga regional Asia dapat kembali menyaksikan perjuangan tim nasional “Garuda”.
» B27
DINAMIS DAN MENCERAHKAN
MENGHITUNG HARI DI TENGAH INTIMIDASI
» A3 HILIR UNGGAS DIKUASAI KORPORASI
» A11
SOSOK & PEMIKIRAN
CHRISTINE YAVEN
» A8 A9 Jakarta
24-33°C
BELLY DANCE
Mengubah Erotis Menjadi Prestise
MENJAGA SENI, MENANGKAL SEKSI » A2
Bandung
21-29°C
Semarang
:25-32°C
Yogyakarta
24-33°C
Surabaya
26-35°C
Denpasar
26-35°C
Hujan Lebat
Hujan Sedang
Hujan Ringan
Berawan
Cerah Berawan
Cerah sumber: BMKG
PENDIRI BELLY DANCE SCHOOL OF JAKARTA CHRISTINE YAVEN MENAMPILKAN TARIAN PERUT–DOKUMENTASI PRIBADI
M
ulanya, tari perut atau belly dance–tarian ala Timur Tengah–disajikan oleh satu penari. Kesenian ini biasanya dilakukan di tengah perayaan, seperti pesta pernikahan, panen raya, atau usai persalinan. Lamat-lamat, tarian menjadi tradisi. Pada abad ke-20, seturut percampuran budaya yang terjadi di Timur Tengah, imbas masuknya pengaruh Eropa, makna tarian berubah. Seiring kehadiran kelab malam, membuat para lelaki “hidung belang”, termasuk jamuan untuk petinggi kerajaan, belly dance dimanfaatkan menjadi hiburan pemuas syahwat. Tak heran, para pelaku kesenian berbalut busana seksi, juga menonjolkan gerakan erotis. Alhasil, tradisi perayaan berubah makna. Kesan di tengah masyarakat pun berganti. Cibiran negatif, juga olokan terhadap sang penari, menjadi langgam yang sampai saat ini belum bisa dihilangkan. Sekira 2005, belly dance datang ke Indonesia. Beberapa nama masuk dalam deretan pemelopor. Desi Ardi salah satunya. Tak ingin terjebak dalam pandangan minor, ia tergerak. Di tangan pendiri Tribal Babes Indonesia itu, belly dance mengubah erotis menjadi prestise. Jika biasanya penari berbusana minim, Desi berpaling. Perempuan berhijab itu mengenalkan tarian perut dengan pakaian tertutup. Dengan pakaian tertutup, “Mulut-mulut negatif berkurang.” Tapi, langgam minor belum amblas benar. Ketika tampil, Desi masih merasa seperti “ditelanjangi” oleh mata para penonton. Bahkan, ia pernah dikirimi pesan bernada mesum. Sebagai seorang profesional, ia bersikap tenang. Langgam minor itu, bisa jadi, tak hanya menjadi imbas pergeseran budaya. Sebab, tutur Desi, ada banyak penari belly dance yang memilih menampilkan kesenian tersebut di tempat hiburan malam. Sebagai pengajar, ia tak ingin memberikan larangan. Ia sekadar memberikan penyadaran bahwa penampilan di luar kelab malam, seperti mengikuti festival dan kegiatan tari perut, lebih menghasilkan ketimbang menari di kafe. Jika ditekuni, belly dance tak sekadar meliuk-liukan perut. Artikulasi tubuh lebih disajikan. Alhasil, tari perut banyak dimanfaatkan untuk berolahraga. O