A RESOLUSI MESSI
RABU, 16 DESEMBER 2015 | Nomor 767 Tahun III
Hari ini 32 halaman | Rp 3.000,-
LION AIR LAYANI UMRAH DARI BANJARMASIN
CULINARY
MENYANTAP BUBUR EXPRESS
»A7
Menutup tahun dengan sebuah gelar akan menyempurnakan pencapaian Barcelona.
»C25
» B17
HARIAN NASIONAL | AULIA RACHMAN
DINAMIS DAN MENCERAHKAN
Sejumlah anggota DPR mengenakan pita hitam bertuliskan “Save DPR” saat rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/12). Mereka mendesak Setya Novanto mundur.
MKD Harus Lihat Fakta JAKARTA (HN) Rencana Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memutus dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto memancing reaksi Presiden Joko Widodo. MKD, diimbau Jokowi—Joko Widodo karib disapa—melihat fakta, termasuk mendengarkan harapan publik. “Saya ingin agar MKD melihat fakta yang ada. Lihat fakta-faktanya,” kata Presiden di Jakarta, Selasa (15/12). Selain itu, Jokowi melanjutkan, “Dengarkan suara publik, dengarkan suara masyarakat, dengarkan suara rakyat. Cukup.” Dalam laporan Menteri ESDM Sudirman Said, termasuk dari bukti pembicaraan, Novanto diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, termasuk meminta saham, terkait proses perpanjangan konJakarta
23-34°C
Bandung
trak karya PT Freeport Indonesia. Dari proses penuntasan perkara, MKD telah memeriksa sejumlah saksi, seperti Sudirman, Novanto, Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, dan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan. Rencananya, sidang putusan akan dihelat hari ini. Saat dikonfirmasi, anggota MKD Achmad Dimyati Natakusumah belum bisa memastikan jenis pelanggaran, termasuk sanksi, yang akan dijatuhkan kepada Novanto. MKD, kata dia, masih mengkaji jenis pelanggaran dengan meminta pandangan ahli hukum dan etika. “Kami mau bedah betul di mana pelanggaran etiknya. Kita mau tanya ahli, tanya pakar juga. Ingin mendapat masukan yang sebesar-besarnya,” ujarnya. Meski begitu, menurut Dimyati, Novanto tak bisa dikenai sanksi ringan. Sebab Novanto pernah dijatuhi sanksi ringan terkait pertemuan dengan Donald
20-32°C
Semarang
24-37°C
Yogyakarta
Saya ingin agar MKD melihat fakta yang ada. Lihat fakta-faktanya. Dengarkan suara publik, dengarkan suara masyarakat, dengarkan suara rakyat. Cukup.
ANTARA | FILES
Ketua DPR Setya Novanto dinilai tak bisa dikenakan sanksi ringan.
JOKO WIDODO PRESIDEN
Trump. Karena itu, MKD seharusnya sekadar memutuskan Novanto dengan sanksi sedang atau berat. 23-34°C
Surabaya
25-36°C
Denpasar
Anggota MKD Akbar Faizal pesimistis Novanto akan dikenakan sanksi berat. Sebab, kata dia, sejumlah anggota MKD, terutama dari Fraksi Golkar, masih berupaya agar perkara ditutup. Menurut dia, hanya delapan anggota yang ingin menegakkan kode etik. Ia khawatir jika proses akhirnya diselesaikan melalui mekanisme voting, “Kami bisa kalah.” Wakil Ketua MKD Junimart Girsang mengatakan sidang putusan akan dihelat terbuka. Terkait mekanisme keputusan, ia menyatakan akan dilalui dengan penyampaian pertimbangan dari 17 penghuni MKD. Di tengah proses penuntasan, puluhan anggota DPR mendesak Novanto mundur. Sikap lintas fraksi itu dilakukan dengan mengenakan pita hitam bertuliskan “Save DPR”. Anggota DPR Fraksi PDI-P TB Hasanuddin mengatakan, jika MKD tak memutus persidangan sesuai aturan, 25-34°C
Hujan Lebat
Hujan Sedang
gerakan tak teroganisir akan menyeruak. Di ranah hukum, Kejaksaan Agung terus berupaya memeriksa pengusaha Riza Chalid. Sebab, Jaksa Agung HM Prasetyo curiga Riza yang menginisiasi pertemuan antara Novanto dan Maroef. “Kami butuh panggil Riza. Kalau MKD mengatakan tidak perlu, kami justru sebaliknya. Karena peran dia (Riza) dianggap dominan dalam perkara,” kata Prasetyo. Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Fadil Jumhana menambahkan, pekan ini, pihaknya berencana memanggil tiga karyawan Hotel Ritz-Carlton. Mereka akan dikonfirmasi soal CCTV dan rekap pembayaran ruang rapat hotel yang digunakan untuk pertemuan. “Itu (pemeriksaan) berkaitan dengan CCTV yang kami pinjam. Kami mau tahu kebenarannya seperti apa,” ujar Fadil. O TARI | RIDWAN | REZA Hujan Ringan
Berawan
Cerah Berawan
Cerah sumber: BMKG