Harian Nasional

Page 1

KAMIS, 18 DESEMBER 2014 | Nomor 456 Tahun II

Hari ini 32 halaman | Rp 3.000,-

Perpaduan Islam Melayu dan Modern

Tiga Opsi Subsidi BBM Dikaji

» C25

» A7

A

JENIUS ABSOLUT Baru saja terpilih sebagai Pemain Terbaik Seri A 2014, Pirlo akan menjadi ancaman serius Cagliari.

B17 DINAMIS DAN MENCERAHKAN

DOA UNTUK REKAN DI NEGARA TETANGGA Siswa di Kota Mathura, India, Rabu (17/12), menggelar doa bersama untuk rekan-rekannya yang menjadi korban serangan Taliban ke Army Public School di Peshawar, Pakistan.

REUTERS | K. K. ARORA

» Berita di Halaman A16

Dominasi Elite Picu Aristokrasi JAKARTA (HN) H i r u k- p i k u k politik di Tanah Air sepanjang tahun ini terutama terkait Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden direfleksikan sebagai tahun arogansi politik. Arogansi politik yang ditandai dominasi elite itu memicu perlawanan aristokrasi politik yang disokong politisi muda. “Sedikitnya ada empat indikator (arogansi politik) yaitu konglomerasi politik, patronase politik, kapital miliki elite parpol, dan elite parpol merasa mendapatkan dukungan populis,” kata Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) Sukardi Rinakit dalam evaluasi akhir tahun di Jakarta, Rabu (17/12). Menurut Sukardi, konglomerasi politik dalam praktik politik ditandai hadirnya pengusaha yang menjadi ketua umum partai. Efeknya, perpecahan internal partai. “Gabungan dua ekstrem yang sangat kuat itu, pengusaha Jakarta

23-33° C

Bandung

punya duit atau kapital. Partai yang seharusnya bekerja untuk rakyat bergabung dan siapa pun elite partai menjadi arogan. Jadi, kalau Pak Ical (Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie) enggak mau kalah, Suryadharma Ali (mantan Ketua Umum PPP) pun demikian tentu saja,” ujarnya. Sukardi mengatakan, patronase politik versus aristokrasi politik pun berlangsung. Seseorang yang sudah kaya, memiliki banyak uang, dan menjadi ketua umum partai, bangunannya patronase. “Sudah seperti ‘mafioso’ yang dihormati. Omongannya di-dengerin dan segala macam lainnya,” katanya. Dalam partai politik, kata Sukardi, perlawanan terhadap patronase ditandai munculnya kelompok aristokrasi yang digawangi anak-anak muda. Golkar dan PPP merupakan dua sampel partai politik yang telah mempertontonkan pemandangan itu. “Patronase itu dilawan anak-anak muda yang punya etos

23-30° C

Semarang

25-32° C

Yogyakarta

aristokrasi baru. Akhirnya partai pecah. Ketaatan atau patron itu dilawan,” ujarnya. Arogansi politik selanjutnya, menurut dia, uang atau kapital milik elite parpol yang pada umumnya cerdas secara intelektual sehingga lebih mengedepankan identitas. Ini terlihat jelas bagaimana Koalisi Merah Putih (KMP) pimpinan Prabowo Subianto sempat tak bersedia menerima Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden. “Alasannya secara politik tak rumit, sekadar persoalan identitas. Bagaimana anak Menteng dikalahkan anak kampung. Konglomerat, tapi dikalahkan tukang kayu yang rumahnya di pinggir sungai. Jadi, ada ego atas identitas personal,” kata Sukardi. Terakhir, kata Sukardi, arogansi politik muncul karena elite parpol merasa mendapatkan dukungan populis secara luas. Populis berarti penganut populisme. Populisme adalah paham yang mengakui dan menjunjung tinggi 23-31° C

Surabaya

25-33° C

INDIKATOR AROGANSI POLITIK K HARIAN NASIONAL | SURYANDA

2015 harus diisi dukungan pilkada oleh rakyat.

Denpasar

Konglomerasi politik dalam praktik politik Patronase politik versus aristokrasi politik Kapital yang dimiliki elite parpol Elite parpol merasa mendapatkan dukungan populis secara luas Sumber : Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS)

hak, kearifan, dan keutamaan rakyat kecil. “Elite merasa diri terkenal dan mendapatkan dukungan kuat, namun secara faktual nihil,” ujarnya. Peneliti SSS bidang Politik Partai Toto Sugiarto mencermati, dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden lalu, arogansi politik ditandai upaya saling menjegal antarkandidat. Dari sisi peserta, terjadi berbagai pelanggaran administrasi, pidana, politik uang, hingga serangan fajar yang masif. Dari sisi penyelenggara, pelanggaran terjadi baik karena kesengajaan hingga ketidakmampuan 24-32° C

Hujan Lebat

Hujan Sedang

petugas melaksanakan tanggung jawab. “Banyak surat suara tertukar atau kekurangan logistik di TPS, misalnya. Jadi, Pemilu 2014 tak sukses benar, malah lebih buruk ketimbang Pemilu 2009.” Fenomena lainnya, kata dia, terjadi kontestasi amat runcing melebihi pemilu sebelumnya. Isu personal diangkat dalam kampanye dan media sosial. “Misalnya SBY dan istri, Jokowi dan istri, Prabowo dan kudanya. Hal-hal itu sangat pribadi dan membuat persaingan semakin runcing dan berpotensi terjadi kekerasan,” kata Toto. Toto berpendapat, arogansi politik tidak berhenti saat pemilu. Ketidakpuasan terhadap hasil Pemilu 2014 melahirkan dua kubu besar KMP dan KIH yang membelah DPR. Rakyat pun sekadar penonton atas ulah para wakil rakyat di Senayan itu. “Maka, 2015 harus diisi dukungan pilkada oleh rakyat,” ujarnya. O HERMAN SINA

» Berita Terkait di A3 Hujan Ringan

Berawan

Cerah Berawan

Cerah


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.