Harian Nasional

Page 1

SABTU-MINGGU, 19-20 SEPTEMBER 2015 | Nomor 695 Tahun III

Hari ini 40 halaman | Rp 3.000,-

Saudi Janji Tambah Kuota Jamaah Haji

Mendaki Desa Tertinggi di Jawa

»A3

»C29

A

TANPA AMPUNAN Ketajaman Barca perlu ditingkatkan kalau mau juara lagi.

» B17

DINAMIS DAN MENCERAHKAN

ADI SURYA ABDI Kepala Sinematek Indonesia

Lebih dari 40 program studi pertanian ditutup karena kekurangan calon mahasiswa.

» A8 A9

PENUNDAAN SUKU BUNGA DI AS

RUPIAH KIAN TERTEKAN

» A11 Jakarta

26-33°C

Bandung

M

inat anak muda belajar pertanian terus menurun, setidaknya dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Sejumlah program studi ilmu pertanian pun ditutup. Target swasembada pangan terancam sulit tercapai. Pengakuan Rahman Karim memperkuat fenomena itu. “Kayaknya kalau disuruh kuliah di jurusan pertanian, enggak dulu. Bingung nanti kerjanya di mana. Masak kuliah susah-susah akhirnya ke sawah,” ucap siswa kelas 3 SMAN 1 Cibinong, itu. Menurut dia, sekarang tren kuliah di jurusan IT, broadcast, pertelivisian atau komunikasi. “Sepertinya udah enggak zaman belajar bertani.” Toh, masih ada siswa yang berpandangan lain. Darius Saputra, contohnya. Siswa SMK Pertanian 1 Cibinong, Bogor, ini mengaku diarahkan orangtuanya belajar pertanian di jenjang pendidikan menengah. Harapannya, setelah lulus

18-30°C

Semarang

25-34°C

Yogyakarta

bisa kuliah di Institut Pertanian Bogor (ITB). “Saya akan mengambil program studi agrobisnis atau agroindustri. Siapa tahu jadi petani berdasi,” dia beralasan. Boleh saja Rahman dan Darius bersilang pandang. Kenyataannya, tidak sedikit program studi pertanian di berbagai perguruan tinggi terpaksa dihentikan karena kekurangan pendaftar. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menunjukkan, saat ini lebih dari 40 program studi pertanian di berbagai lembaga pendidikan tinggi gulung tikar. Kini tersisa 20 perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta yang masih membuka jurusan itu. Kondisi serupa dialami sekolah menengah pertanian. Calon siswa yang mendaftar di Sekolah Menengah Pertanian (SPP-SPMA) mengalami penurunan hingga 55 persen. Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kemdikbud Mustaghfirin Amin tidak

menutup mata dengan kenyataan itu. Menurut dia, fenomena anjloknya minat siswa dan mahasiswa belajar ilmu pertanian tampak dalam satu dekade terakhir. Puluhan SMK Pertanian kesulitan mendapat murid. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mencegah merosotnya minat calon siswa memilih jurusan pertanian. Siswa diberi insentif, beasiswa disediakan. Fasilitas sekolah dilengkapi. Bantuan beasiswa, kata Mustaghfirin, berupa biaya operasional yang mendukung siswa dalam kegiatan belajar. Namun tidak menutup kemungkinan bisa gratis 100 persen jika sekolah mendapatkan bantuan dari donatur lainnya. “Itu bisa saja terjadi karena saat ini banyak perusahaan yang membutuhkan tenaga dari bidang pertanian,” tuturnya. “Anak-anak yang berbakat diarahkan bisa bekerja di perusahaan itu ketika lulus, bahkan bisa ditanggung saat kuliah.” Standarisasi proses pembela-

IRONI DI NEGERI AGRARIS | UBAH MINDSET ANAK MUDA 22-32°C

Surabaya

23-34°C

Denpasar

22-32°C

Hujan Lebat

A2 Hujan Sedang

jaran akan ditingkatkan, menuju standar internasional. Hal ini agar lulusannya dapat bersaing dan dengan tenaga pertanian dari negara asing. “Pastinya, pertanian bukan hanya di sawah tapi bisa dari teknologinya,” kata dia. Setiap sekolah akan diberikan fasilitas untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Laboratorium menjadi hal yang wajib. Peralatan pertanian seperti traktor akan disediakan, juga diberikan teknologi membuat benih. Dia mengakui belum semua sekolah berbasis pertanian memiliki fasilitas itu. Saat ini difokuskan pada 200 sekolah yang sudah baik dan 400 sekolah yang cukup baik. Sekitar 600 sekolah lainnya akan diperbaiki secara bertahap. Sekolah pertanian, kata dia, sudah tersebar di seluruh Indonesia, namun perkembangan siswanya masih minim. “Sekarang ada 270 ribu (siswa), tapi ini terus meningkat,” tuturnya. Dengan berbagai kebijakan, dia berharap depan bisa siswa sekolah pertanian meningkat 10 persen tiap tahun. O WAHYU NUGROHO Hujan Ringan

Berawan

Cerah Berawan

Cerah sumber: BMKG

SEORANG PETANI TENGAH MENGONTROL SAWAHNYA DARI SERANGAN HAMA BURUNG DI DAERAH SAWANGAN, DEPOK, JAWA BARAT. - HARIAN NASIONAL | TEGUH INDRA

ANAK MUDA ENGGAN KE SAWAH

SOSOK


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.