SELASA, 19 FEBRUARI 2019 | Nomor 1677 Tahun VI
Hari ini 24 halaman | Rp 3.000,-
TRAVEL & LIFESTYLE
LIVERPOOL vs BAYERN MUNICH
SARAPAN - KEWAJIBAN ATAU MENYEMPATKAN?
MERINDU PEMIMPIN
» A11
» B17
A
DINAMIS DAN MENCERAHKAN
Kebijakan pemerintah tidak lagi menanggung obat kanker usus besar dalam JKN disesalkan.
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Potensi defisit pun diperkirakan semakin besar pada tahun ini. Hal ini, lanjut dia, membuktikan pemerintah dan BPJS Kesehatan belum mampu mengatasi defisit secara sistematik. Padahal, kata Timboel melanjutkan, dokter-dokter di Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) menyatakan, Bevacizumab dan Cetuximab dibutuhkan penderita kanker kolorektal. Kedua obat masih dicantumkan dalam resep terkait upaya penyembuhan penyakit ini. Menurut Timboel, pemerintah seharusnya belajar dari kasus pencabutan obat kanker Transtuzumab pada tahun lalu. Saat itu, seorang pasien kanker payudara melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Akhirnya, diadakan perdamaian di pengadilan dengan memasukkan kembali obat Trantuzumab dalam Fornas,” kata Timboel. Timboel memastikan, pihaknya masih membicarakan solusi
DEBAT CAPRES DONGKRAK IHSG » Jakarta
24 - 31°C
Bandung
Presiden Joko Widodo (kedua dari kanan) meninjau simulasi gempa bumi saat menghadiri Program Tagana Masuk Sekolah dan Kampung Siaga Bencana di SDN Panimbang Jaya 1, Pandeglang, Banten, Senin (18/2). Presiden mengapresiasi pelaksanaan program untuk mengedukasi masyarakat sejak dini, menekan jumlah korban, serta kerusakan akibat bencana di daerah-daerah rawan.
ANTARA | PUSPA PERWITASARI
JAKARTA (HN) P r o g r a m Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kerap menuai sorotan. Kali ini terkait kebijakan penghentian jaminan terhadap dua obat bagi penderita kanker kolorektal atau kanker usus besar, yaitu Bevacizumab dan Cetuximab per 1 Maret 2019. “Bila (kedua obat) dicabut dari Formularium Nasional per 1 Maret, peserta JKN (yang menderita kanker usus besar) akan dirugikan karena harus membeli sendiri,” kata Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar kepada HARIAN NASIONAL, Senin (18/2). Pernyataan Timboel merespon terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018 tentang Formularium Nasional (Fornas). Kebijakan ini, menurut dia, membuat pemerintah melanggar Pasal 22 ayat 1 UndangUndang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang memasukkan obat sebagai bagian integral dalam paket biaya Indonesian Case Base Groups (INA-CBG’s) juncto Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018. Data Globocan atau statistik Kanker Dunia 2018, kasus baru kanker kolorektal di Indonesia mencapai 30.017. Sementara data Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2014, angka kematian akibat kanker kolorektal di kalangan laki-laki di Indonesia mencapai 10,2 persen dari 103.200 kematian imbas penyakit kanker. Sementara, untuk kalangan perempuan mencapai 8,5 persen dari 92.200 kematian akibat kanker. Timboel menilai, pencabutan kedua obat tersebut tidak lepas dari kondisi defisit yang masih diderita Badan Penyelenggara
TAGANA MASUK SEKOLAH
20 - 29°C
A5 Semarang
KANKER KOLOREKTAL Penyakit kanker menyerang usus besar dan rektum (bagian usus paling bawah sampai anus atau dubur) masih bisa disembuhkan. GEJALA Terjadi karena pertumbuhan sel yang tidak ganas. Sel ini awalnya berbentuk polip yang dapat diangkat. Namun bila dibiarkan dalam waktu lama, berpotensi menjadi kanker. Apabila polip telah berubah menjadi sel kanker, di antaranya timbul gejala seperti berdarah ketika buang air besar, diare dan sembelit tanpa sebab lebih dari enam minggu, atau perasaan buang air besar tidak tuntas. Gejala lain adalah penurunan berat badan tanpa sebab, sakit atau kram di perut, dan badan lemah serta lemas. FAKTOR RISIKO Beberapa faktor risiko seperti usia lebih dari 50 tahun, riwayat menderita polip, riwayat menderita infeksi usus besar dan memiliki anggota keluarga yang mempunyai riwayat polip atau kanker usus besar. Faktor risiko lain adalah pola hidup tidak sehat. Sumber: Ditjen P2PTM Kemenkes
permasalahan ini. Namun, lanjut dia, tidak menutup kemungkinan akan kembali melakukan gugatan terkait pengeluaran kedua obat tersebut dari Fornas.
KEBAKARAN BENGKALIS TERPARAH » 24 - 33°C
Yogyakarta
23-32°C
Surabaya
A8
26-35°C
Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Engko Sosialine Magdalene menyebutkan, pengeluaran dua obat tersebut dari Fornas berdasarkan hasil kajian tim Health Technology Assessment di Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. Bevacizumab dan Cetuximab merupakan adjuvan bagi pasien kanker kolorektal stadium IV. Tanpa keduanya, menurut Engko, pasien akan tetap diberi terapi standar. Selain itu, ada masa peralihan bagi pasien yang sudah mendapatkan sebelum 1 Maret. “Yang mendapatkan sebelum 1 Maret tetap diberikan sampai siklus terapi selesai,” katanya. Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf menjelaskan, hanya Bevacizumab yang dikeluarkan dari Fornas. Sedangkan Cetuximab tetap ditanggung BPJS Kesehatan, tapi diberlakukan restreksi atau pengaturan. Sebelumnya, Cetuximab diberikan kepada penderita kanker
kolorektal metastatik dengan hasil pemeriksaan KRAS positif (normal). Selain itu, sebagai terapi lini kedua kanker kepala dan leher jenis squamous yang bukan nasofaring dan dikombinasi dengan kemoterapi atau radiasi. Pemberiannya dilakukan setiap minggu dengan dosis 400 mg/ m2, dosis selanjutnya adalah 250 mg/m2 setiap minggu, dan maksimal 12 siklus. Dalam kebijakan baru, lanjut Iqbal, Cetuximab diberikan sebagai terapi lini kedua kanker kepala dan leher jenis squamous dan dikombinasi dengan kemoterapi atau radiasi. Selain itu, tidak digunakan untuk kanker nasofaring. Pemberiannya dilakukan setiap minggu dengan dosis pertama 400 mg/m2, dosis selanjutnya 250 mg/m2 setiap minggu, dan maksimal enam siklus atau sampai terjadi progres atau timbul efek samping tidak dapat ditoleransi. O ALVIN TAMBA
>> Berita Terkait di A4
PROSES HUKUM TERHADAP TAWANAN IS BAKAL RUMIT » Denpasar
26-35°C
Hujan Lebat
Hujan Sedang
Hujan Ringan
Berawan
A10
Cerah Berawan
Cerah sumber: BMKG