SABTU-MINGGU, 23-24 APRIL 2016 | Nomor 870 Tahun III
A
Hari ini 40 halaman | Rp 3.000,-
KASUS NURHADI TERTUTUP RAPAT
SEMAR DALAM DUNIA SAMAR SUDIRO
»A3
»C25
» B17
DINAMIS DAN MENCERAHKAN
BARACK OBAMA KE SAUDI
PESAN PADA TAHUN TERAKHIR
» A15
» A11
ANTARA | R. REKOTOMO
PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH RENDAH
Menjejak Kartini dengan Konsistensi » A2
KARTINI
BUKAN SEKADAR KEBAYA
U SOSOK & PEMIKIRAN
SABAR GORKY
» A8 A9 Jakarta
24-33°C
Bandung
sai lebih dari satu abad, tepatnya 112 tahun, jejak peninggalan Raden Adjeng Kartini masih terasa sampai saat ini. Setiap 21 April, waktu Kartini dilahirkan dari rahim MA Ngasirah – istri Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat– peringatan perjuangan Kartini yang memelopori kebangkitan perempuan dihelat. Saban perhelatan, peringatan perjuangan Kartini selalu diidentikkan dengan pemakaian kebaya. Alhasil, mulai dari siswa sekolah, personel kepolisian, hingga petugas pengisian bahan bakar menggunakan kebaya sebagai simbol peringatan. Tapi, kita seperti lupa menempatkan Kartini tak sekadar sim-
21-29°C
Semarang
25-32°C
Yogyakarta
bol. Langgam perjuangan Kartini, selalu bermuara pada kegelisahan akan posisi perempuan. Di usia 12 tahun, pejuang emansipasi perempuan itu dipaksa meninggalkan pendidikan. Kala itu, di usia 12 tahun, perempuan harus tinggal di rumah, menutup kehidupan luar. Tujuannya untuk menyiapkan si anak dalam dunia pernikahan. Kartini terkungkung. Bekal pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) –sekolah dasar di zaman Kolonial—membuat Kartini menguasi bahasa Belanda. ELS, atau sekolah rendah Eropa, menempatkan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Kemampuan itu tak sirna meski terpenjara rumah. Kartini, ketika itu, banyak membaca su24-33°C
Surabaya
26-35°C
Denpasar
rat kabar De Locomotief. Ia juga banyak menerima leestrommel atau paket majalah yang diedarkan toko buku kepada pelanggan. Buku-buku, koran, dan majalah membuat Kartini iri dengan kemajuan berpikir perempuan Eropa. Keresahan membuar Kartini bertekad menjadikan perempuan pribumi lepas dari jeratan strata sosial rendah. Di tengah keterasingan, Kartini mulai menulis surat. Hasil tulisan ia kirimkan kepada teman-teman korespondensinya yang berasal dari Belanda, salah satunya Rosa Abendanon. Suratsurat itu buah pikiran Kartini tentang kondisi sosial kala itu, terutama menyangkut perempuan pribumi. Dalam surat, ia menggugat budaya Jawa yang dinilai meng26-35°C
Hujan Lebat
Hujan Sedang
hambat kemajuan perempuan. Di antara ragam pikiran, Kartini menyeleraskan cita-citanya ihwal kondisi perempuan dengan sejumlah hal, kebijaksanaan, keindahan, kemanusiaan, dan cinta Tanah Air. Pada 17 September 1904, Kartini wafat. Tapi cita-cita dan impian yang tertulis dalam surat justru kian lantang bersuara. Kini, setelah 112 tahun, pemikiran dan cita-cita Kartini belum sepenuhnya terkabul. Ada banyak tantangan, termasuk pemaknaan, terhadap arti emansipasi. Tak ingin terjebak dengan simbol, sejumlah perempuan menjawab tantangan zaman guna membuat senyum Kartini kian mengembang. Di halaman 2 disajikan sejumput cerita para “Kartini” masa kini. O Hujan Ringan
Berawan
Cerah Berawan
Cerah sumber: BMKG