MINGGU, 25 JANUARI 2015 | Nomor 490 Tahun II
Hari ini 32 halaman | Rp 3.000,-
PROF DR ARIEF HIDAYAT– KETUA MK
Visi Sensasional Masa Depan PC
Mengawal Konstitusi Demi Keadilan »A6-A7
A
B13
»C21
SAYAP BARU
Kalau mau bermain, Oezil harus bisa beradaptasi dengan posisi barunya.
DINAMIS DAN MENCERAHKAN
ANTARA | ANDIKA WAHYU
KONEKSI ANTARDAERAH
Penumpang maskapai Wings Air rute Manado-Sangihe tiba di Bandara Naha, Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Sabtu (24/1). Sejumlah maskapai yang kebanyakan menggunakan pesawat baling-baling menggarap peluang pasar penerbangan perintis, terutama ke berbagai daerah di bagian tengah dan timur Indonesia sehingga koneksi antardaerah menjadi lebih mudah dan terbuka.
UJIAN NASIONAL BARU DINILAI AMBIGU JAKARTA (BN) Kebijakan Menteri Pendidikan Anies Baswedan tak menjadikan ujian nasional (UN) sebagai standardisasi kelulusan ditanggapi beragam. Mantan Wakil Menteri Pendidikan Musliar Kasim, misalnya, meski memberikan apresiasi, tapi ia khawatir penerapan UN sebagai pemetaan membuat peserta didik menjadi tak tekun. “Kalau UN hanya dijadikan pemetaan, dikhawatirkan anak menjadi tidak serius mengerjakan ujian, karena hanya jadi pemetaan,” tuturnya kepada HARIAN NASIONAL, Jakarta, Sabtu (24/1). Ia mengatakan, jika kekhawatiran tersebut terjadi, maka rencana pemetaan menjadi tak berimbas positif. Menurut dia, konsekuensi siswa tidak lulus seharusnya tidak dipersoalkan. Sebab, ujian ulang telah disiapkan. Hal ini diyakini dapat membuat proses belajar peserta didik menjadi lebih serius guna memperoleh nilai baik. Jakarta
24-33° C
Bandung
Penempatan UN hanya sebagai pemetaan dikhawatirkan membuat siswa malas. Karena itu, ia tetap meyakini bahwa keberadaan UN seharusnya dijadikan standar kelulusan siswa. “UN seharusnya (tetap) jadi faktor kelulusan. Menurut saya ini sangat wajar,” kata Guru Besar Universitas Andalas itu. Meski begitu, pembenahan meski dilakukan, seperti pada kualitas tenaga pengajar, fasilitas sekolah, serta cara mempelajari materi pendidikan. Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, kebijakan Anies Baswedan mengubah format UN, yakni tak menempatkan UN sebagai penentu kelulusan, harus diapresiasi. “Ini kebijakan yang luar biasa,” katanya. Tetapi, ia menyayangkan UN tetap dijadikan penentu siswa untuk menempuh pendidikan tinggi, semisal perguruan tinggi negeri atau universitas negeri
21-31° C
Semarang
25-32° C
Yogyakarta
melalui mekanisme Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Ia menilai, “kebijakan mengubah format UN ambigu.” Sebab, jelasnya, jika UN hanya dijadikan parameter pemetaan, maka tak perlu dilakukan tiap tahun. Selain itu, keberadaan UN juga dikhawatirkannya tetap terjadi kecurangan. Ketua Departemen Pendidikan dan Pembudayaan Nilai-Nilai Keuangan 1945, Darmaningtyas mengatakan, hasil pelaksanaan UN 2014 seharusnya dijadikan pelajaran. Saat itu, nilai rerata yang dihasilkan hanya mencapai 6,12. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata ujian sekolah (US) yang mencapai 8,39. “Kondisi wajar karena soal US dibuat oleh guru yang sudah tahu kemampuan murid, se23-30° C
Surabaya
25-32° C
Denpasar
hingga tidak membuat soal yang lebih rumit,” tuturnya. Selain polemik UN, ia juga mengkritisi masih terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan antara kota dengan desa, atau Jawa dengan luar Jawa. Menurutnya, selain bersumber pada kebijakan internal di Kementerian Pendidikan, kesenjangan juga terjadi karena kebijakan kementerian dan lembaga lain, seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, dan Kementerian Desa. “Semua daerah yang terhambat akses dan kualitas pendidikan karena infrastruktur, sarana transportasi, juga komunikasi masih buruk, sehingga akses menjadi terbatas,” ujarnya. Menjawab kritikan, Menteri Pendidikan Anies Baswedan menyatakan ingin menjadikan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa. Sebab selama ini, ketika UN masih men24-32° C
Hujan Lebat
Hujan Sedang
Sekolah harus menjadi tempat yang membuat siswa ingin selalu kembali, bukan malah selalu ingin pulang. ANIES BASWEDAN Menteri Pendidikan
jadi penentu kelulusan, ia menilai hal tersebut malah menjadi momok bagi peserta didik. “Sekolah harus menjadi tempat yang membuat siswa ingin selalu kembali, bukan malah selalu ingin pulang,” kata mantan Rektor Paramadina itu. Selain itu, ia meminta sistem pendidikan membuat anak ketagihan. Karena itu, visi menjadikan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan harus digencarkan. O WAHYU NUGROHO | AHMAD REZA Hujan Ringan
Berawan
Cerah Berawan
Cerah sumber: BMKG