JUMAT, 25 OKTOBER 2013 | Nomor 55 Tahun I US$ GB£ EU€ JP¥ SIN$ AUS$ RM RMB
11.324 18.343 15.616 116 9.153 10.937 3.596 1.846
Hari ini 32 halaman | Rp 3.000,-
Air Terjun dan Pohon Elok
KURS MATA UANG
IBRAKADABR4
PSG bisa juara jika terus bermain seperti ini. »B17
A
»C 25
sumber: www.bi.go.id
NASIONAL H A R I A N
DINAMIS DAN MENCERAHKAN
KEPALA DAERAH BERMASALAH
Kebijakan Anggaran Membingungkan
ANTARA | SETPRES-ABROR | HO
JAKARTA (HN) Peluang korupsi kepala daerah justru lebih banyak dibuka oleh pengaturan anggaran dari pusat yang membingungkan. “Banyaknya pengaturan anggaran yang sering berubah riskan di selewengkan,” kata mantan Bupati Sinjai, Sulawesi Selatan, Andi Rudiyanto Asapa. Dia menanggapi banyaknya kepala daerah yang bermasalah dengan hukum. Ketua MPR RI Sudarto Danusubroto me nyebut saat ini ada 309 kepala daerah yang tersandung masalah. Data yang sama ter catat di Kementerian Dalam Negeri. Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Redonnyzar Moenek me ngatakan, perma salahan terjadi karena besarnya biaya poli tik. Pemilihan setingkat gubernur, misalnya, seorang calon setidaknya harus mengeluar kan biaya Rp 60 miliar-Rp 100 miliar. Untuk wali kota mencapai Rp 15 miliar-50 miliar. “Nantinya mau dari mana mereka mengembalikan uang itu,” tuturnya, Ka mis (24/10). Akhirnya, kata dia, meng kooptasi birokrasi dengan muatan dan kepentingan politik menjadi jalan keluar. Tak heran jika ratusan kepala daerah ha rus melanggar aturan hukum.
Presiden di Pasar Terapung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menko Perekonomian Hatta Rajasa membeli sayuran di Pasar Terapung Muara Kuin di Sungai Barito, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (24/10). Pasar Terapung Muara Kuin di Sungai Barito, Banjarmasin, merupakan salah satu objek wisata terkenal di Kalimantan Selatan.
Jakarta
24-34° C
Bandung
21-30° C
Semarang
24-34° C
Yogyakarta
23-32° C
Surabaya
Membingungkan Rudiyanto menilai, banyaknya kepala daerah yang tersandung masalah korupsi harus ditelaah. Ia menyebutkan, tidak se dikit kepala daerah kesulitan menyesuai kan perubahan kebijakan dari pemerintah pusat, terutama yang terkait anggaran. Ia mencontohkan, kebijakan pagu APBD yang berubah setiap tiga bulan bisa menjadi penyebab rawannya korupsi. “Berdasarkan pe ngalaman saya, perubahan kebijakan itu butuh penyesuaian. Ini tidak gampang. Kadang multitafsir, akhirnya bisa saja terjadi mis–penggunaan yang mungkin menyim pang,” katanya saat dihubungi H ARIAN NASIONAL Kamis (24/11). Menurut Rudi, ketidakjelas an sistem alokasi anggaran melalui APBN justru sering memicu persoalan. Dia punya pengalaman tidak menyenangkan akibat adanya alokasi anggaran APBN berupa bantuan dari Ke menterian Kelautan dan Perikanan kepada daerah yang ia tidak tahu. 26-37° C
Denpasar
25-33° C
Hujan Lebat
Dia mengatakan sering ada dana ban tuan dari kementerian tapi tidak disampai kan ke bupati. Nanti setelah ada masalah baru bupatinya ditegur. “Saya sampai enam kali protes ke Kementerian Kelaut an karena tiba-tiba ditegur soal dana bantuan,” tutur Bupati Sinjai dua periode (2003-2008 dan 2008-2013) ini. Kerap anggota DPR dapat menentukan dana aspirasi tanpa melalui koordinasi dengan pemerintah daerah. “Setelah di usut, yang disalahkan kepala daerahnya.”
TAK HANYA ATURAN ANGGARAN, MINIMNYA GAJI YANG DITERIMA BUPATI DAPAT MENJADI PEMICU KORUPSI. Menurut Rudi, pemerintah pusat se harusnya tidak mengeluarkan peraturan yang menyulitkan kepala daerah, apalagi yang membuka peluang korupsi. Ma salahnya, kadang kepala daerah harus adu argumen dengan pemeriksa dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena merasa tidak melakukan kesalahan. Mereka tidak mengerti apa yang diminta oleh kebijakan Kementerian Keuangan maupun Kemen terian Dalam Negeri. Tak hanya aturan anggaran, Rudi me nilai minimnya gaji yang diterima bupati dapat menjadi pemicu korupsi. Setiap bu lan para bupati hanya mendapatkan gaji Rp 5.650.000, tanpa uang perjalanan dinas. Uang perjalanan dinas hanya diberi kan jika bertugas ke Jakarta. Jumlah nya maksimal Rp 7-8 juta hingga akhir perjalanan, uang makan Rp 200 ribu-350 ribu per hari. “Kalau biayanya lebih tinggi dari itu kita harus nombok.” Rudi mengungkapkan, pemerintah pusat tidak mengerti luas wilayah dan tanggung jawab bupati. Uang bensin untuk ke pelosokpelosok daerah tidak ada. Ini bisa menjadi salah satu penyebab ada bupati yang coba bermain-main dengan anggaran. “Ini tidak pernah dipikirkan. Saya berharap Presiden dan Mendagri bisa meng analisis hal ini,” tuturnya. l VINI M ROSYA | AHMAD REZA Hujan Sedang
Hujan Ringan
Berawan
Cerah Berawan
Cerah