SABTU-MINGGU, 20-21 JULI 2019 | Nomor 1795 Tahun VI
Hari ini 24 halaman | Rp 3.000,-
SPORTS
TRAVEL & LIFESTYLE
TIGA UNTUK SATU
ISTANA BUDAYA KERATON YOGYAKARTA
» B9
» C17
A
DINAMIS DAN MENCERAHKAN BERITA UTAMA GOLKAR-GERINDRA INCAR KURSI MPR TAIWAN BERSEDIA TAMPUNG AKTIVIS HONG KONG »
A3
KABUT ASAP GANGGU JARAK PANDANG PENUNTASAN VISA JAMAAH HAJI DIKEBUT »
A4
PERMINTAAN TEKAN HARGA TEMBAGA
E
uforia liburan anakanak sekolah telah berakhir. Sejak Senin lalu, mereka kembali ke sekolah. Anak-anak asyik bercengkerama mengisahkan pengalaman selama liburan. Orangtua pun sibuk menyediakan seragam, sepatu, dan tas baru setiap tahun ajaran baru. Namun, euforia itu tak sampai menyentuh anak-anak di pesisir utara Jakarta. Saat orangtua lain memperjuangkan hak anak dengan menentang Permendikbud No 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui zonasi, orangtua di Muara Angke lebih memilih anakanaknya mencari uang sebagai buruh pengupas kerang. Bahkan, ada yang menjadi korban kekerasan dan perdagangan manusia (human ). Permendikbud yang diklaim mampu mengurangi angka putus sekolah seakan tak menyentuh anak-anak di sana. Mereka harus merengek lebih dulu kepada orangtua agar diizinkan sekolah dengan catatan
CABAI PICU INFLASI JULI »
A5
BASO SITUJU PENERIMA KALPATARU KATEGORI PENGABDI LINGKUNGAN
» A6 A7 Jakarta
24 - 31°C
Yayasan Rumpun Anak Pesisir menjadi oase bagi anak-anak Muara Angke. tetap bekerja. Akibatnya, mereka menghabiskan pagi untuk sekolah dan siang bekerja. Ada pula yang terjerat permasalahan ekonomi, sehingga mereka sama sekali tak bisa sekolah. Pemerintah pun belum berhasil menyelesaikan kasus anak putus sekolah ini. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, 5.358 anak di Ibu Kota putus sekolah dari jenjang SD hingga SMA pada 2016-2017. Di tengah problem itu, ada warga biasa yang peduli. Namanya Mahmud Hasibuan. Lelaki asal Medan, Sumatera Utara, itu risau kala pada 2003 melihat
anak-anak Muara Angke tak bisa mengenyam pendidikan secara wajar. Hatinya tergerak dan rela mengajar meski lokasinya berpindah-pindah, mulai dari kandang ayam, hingga punya bangunan sendiri bernama Rumah Pintar Anak Pesisir. Rumah pintar di bawah naungan Yayasan Rumpun Anak Pesisir (YRAP) itu, kini menjadi harapan baru bagi anak-anak di sana. Di sanalah mereka merancang cita-cita besar anak-anak bukan sekadar menjadi pengupas kerang atau nelayan seperti generasi sebelumya. Setiap hari, rumah pintar itu tak sepi kegiatan seperti bimbingan belajar bagi anak kejar paket, sanggar seni, pengajian, dan forum pemuda. Sedangkan anak-anak prasekolah ada PAUD. Pengajarnya adalah anak-anak lulusan YRAP baik yang masih SMA maupun kuliah. Sebagian lulusan rumah pintar itu, kini telah bekerja dan berhasil mengangkat perekonomian keluarga. O
MERAJUT ASA DI KAMPUNG NELAYAN | MENDIDIK AGEN PERUBAHAN » A2
Bandung
20 - 29°C
Semarang
24 - 33°C
Yogyakarta
23-32°C
Surabaya
26-35°C
Denpasar
26-35°C
Hujan Lebat
Hujan Sedang
Hujan Ringan
Berawan
Cerah Berawan
Cerah sumber: BMKG
SUASANA BELAJAR DI RUANG KELAS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) YAYASAN RUMPUN ANAK PESISIR DI MUARA ANGKE, JAKARTA, SELASA (16/7) – HARIAN NASIONAL | ESTI TRI PUSPARINI
EKONOMI