SABTU-MINGGU, 29 FEBRUARI-1 MARET 2020 | Nomor 1976 Tahun VII
Hari ini 24 halaman | Rp 3.000,-
EKONOMI
REAL MADRID vs BARCELONA
LION AIR TUNDA SEMENTARA PENERBANGAN UMRAH
MOTIVASI RAMOS
» A5
» B17
DINAMIS DAN MENCERAHKAN
GAIRAH EKSISTENSI
GLOBAL VIRUS HANTUI BENUA AFRIKA
Layar Tancap
» A11 NUSANTARA PROGRES PANSUS BANJIR HARUS JELAS
ASA MELESTARIKAN KEBERSAMAAN
» A12 KESRA EFEKTIFKAN PENGENALAN ASESMEN KOMPETENSI
» A14 POLHUKAM E-REKAP DITARGET SELESAI MARET
» A15 GALERI MENYESAP SEPI DI KAFE SUNYI
HARIAN NASIONAL | BAYU INDRA KAHURIPAN
H
iburan rakyat di tengah impitan gedung-gedung megah kota besar semakin langka. Pada era serbadigital seperti sekarang, kebiasaan berkumpul menikmati kopi sembari menonton film bersama di lapangan tak lagi banyak ditemui. Layar tancap, julukannya. Pernah booming pada masanya. Yakni sekitar era 1970-an hingga 1990-an. Namun, kini istilah layar tancap terdengar asing di telinga generasi muda. Pada zaman keemasannya, layar tancap sangat digemari masyarakat. Khususnya kaum muda yang menjadikannya ruang berkumpul dan bercengkerama. Mereka rela berbondong-bondong menikmati pertunjukan. Derai hujan pun tidak menyurutkan niat nonton film bareng. Pendiri sekaligus Ketua Umum Persatuan Layar Tancap Indonesia (PLTI) Muhamad Salam Stm mengatakan, saat layar tancap masih menjadi primadona masyarakat, kabar mengenai pertunjukkan cepat didapat. Dalam semalam, penonton bisa memenuhi lapangan sepak bola, tempat layar tancap digelar. “Penontonnya pun datang dari berbagai daerah. Satu layar yang menyatukan,” ujarnya
kepada HARIAN NASIONAL di Jakarta, Kamis (13/2). Sekarang, kondisinya terbalik. Layar semakin banyak, jumlah penonton terus menyusut. Ibhet, begitu ia akrab disapa, menyikapinya dengan tenang. Sambil tersenyum, ia bernostalgia membayangkan kenangan indah saat menonton layar tancap. “Layar tancap tidak punah. Hanya, tontonan ini sekarang bergeser ke pinggiran kota,” tuturnya. Ia menjelaskan, “Saat ini untuk perizinan dan menemukan lokasi di Kota Jakarta terbilang tidak mudah. Namun, kami tetap
menggelar acara layar tancap, bahkan setiap hari pasti ada saja yang angkat layar.” Ibhet mengungkapkan, layar tancap jaman now lebih pada penyaluran hobi. Nonton film bersama di alam terbuka. Ia dan teman-teman yang tergabung satu komunitas besar itu pun rela berkelana dari satu daerah ke daerah lain di pinggiran Ibu Kota seperti Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi. “Ke mana pun, akan saya datangi. Kebersamaannya yang saya cari,” kata dia, menekankan. Ibhet menyadari, pamor layar tancap tidak akan
seindah dulu. Daya pikatnya tergerus arus digitalisasi. Namun, ia dan penikmat film layar tancap ingin terus melestarikan tradisi ini. “Apalagi ketika menonton layar tancap, membuat kami ikut bergairah untuk melestarikan kebudayaan ini. Bukan hanya nostalgia, melainkan juga dapat terus berbagi dengan masyarakat,” ujarnya. “Agar kaum milenial dan generasi seterusnya tahu bahwa layar tancap pernah eksis dan masih ada hingga sekarang.” O LANGGENG PUJI KUSDIANTORO
» A2
» A8 A9 Jakarta
24 - 31°C
AWAT SI MER SENSA GAN KENAN
» A3
Bandung
20 - 29°C
Semarang
24 - 33°C
Yogyakarta
23-32°C
Surabaya
26-35°C
Denpasar
26-35°C
Hujan Lebat
Hujan Sedang
Hujan Ringan
T CINTAN PITA MERAJU LUNGA U G DARI
Berawan
Cerah Berawan
Cerah sumber: BMKG