Di dalam wahana pengetahuan manusia, filsafat dan teologi termasuk dua bidang yang sangat tua–kalau �dak bisa dikatakan tertua. Keduanya dipandang sangat berhubungan dan ada masanya memiliki hubungan yang bersifat pasang-surut. Pada awalnya, teologi bahkan iden�k dengan filsafat. Hal ini ditemukan, misalnya di dalam pemikiran Yunani Kuno. Dalam ar�nya yang primi�f tersebut, teologi adalah bagian dari “mentalitas” filsafat yang selalu ingin tahu dan berusaha menerangkan segala sesuatu yang ditemuinya; dan yang lebih pen�ng lagi, ar�nya masih “netral”–�dak iden�k dengan studi mengenai sesuatu yang (dalam bahasa Rudolf O�o) “numinosum tremendum et fascinosum”. Pemahaman teologi yang konota�f dengan studi sistema�s mengenai iman dimulai di Abad Pertengahan, dan hal ini ditemukan di dalam pemikiran Abélard (1079-1142). Ke�ka ia sudah menjadi studi yang sistema�s mengenai iman, hubungan antara filsafat dan teologi menjadi rumit; karena situasi jaman, maka segala sesuatu menjadi tunduk pada agama. Melihat suasana jamannya, tidaklah salah untuk mengatakan bahwa filsafat tunduk pada teologi (baca: agama). Sayangnya pendapat itu tidak dibaca secara utuh; yang tunduk pada agama pada masa itu bukan hanya filsafat–pada masa itu semua hal tunduk pada agama. Karena situasi global tersebut, sehingga tidak mengherankanlah bila pada masa itu teologi sebagai "cabang" dari agama berkedudukan lebih superior daripada filsafat. Pada masa kini, hubungan antara filsafat dan teologi bersifat “canggung”; hal ini berhubungan dengan apa yang pernah terjadi di Abad Pertengahan. Selain karena hal-hal yang sifatnya non-keilmuan–seper� telah disebutkan di atas, soal perbedaan antara filsafat dan teologi merupakan perdebatan yang �dak ada habis-habisnya. Sebagiannya karena warisan sejarah, sikap teologi adalah “paranoid” terhadap filsafat, sementara itu filsafat “trauma” terhadap teologi. Dari sisi teologi, filsafat dipandang sebagai cabang ilmu yang sekuler dan berbahaya; hal ini terlihat dari pandangan umum yang mengatakan bahwa filsafat membuat orang menjadi ateis. Sementara itu filsafat mencurigai teologi karena takut sejarah "philosophia ancilla theologiae" (yang terjadi di Abad Pertengahan) berulang. A. Harsawibawa Pengajar Tetap pada Departemen Filsafat Universitas Indonesia
Hegel Pustaka @HegelPustaka