Pelestarian Bangunan
Pelestarian Bangunan Rumah Sakit Panti Rapih, Rumah Penyembuhan Bergaya Indis di Yogyakarta Oleh: Elyada Wigati Pramaresti Kebudayaan Indis merupakan sebutan untuk berbagai kebudayaan campuran antara Eropa/Belanda dengan Indonesia. Percampuran budaya tersebut memberi pengaruh besar pada gaya hidup masyarakat Hindia Belanda. Kehidupan masyarakat lokal dipengaruhi oleh budaya Indis umumnya melalui jalur formal, misalnya melalui pendidikan dan pekerjaan. Selain gaya hidup, arsitektur bangunan pun tidak luput dari pengaruh budaya Indis. Hingga masa kini, kita masih bisa menemukan bangunan-bangunan dengan gaya Indis, terutama di Yogyakarta. Salah satu bangunan bergaya Indis di Yogyakarta adalah Rumah Sakit Panti Rapih. Bangunan unik semacam itu tentu harus dilestarikan karena merupakan bukti fisik bercampurnya kebudayaan lokal dengan Belanda sekaligus identitas budaya yang pernah ada di Yogyakarta. Topik yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah fokus pelestarian bangunan Rumah Sakit Panti Rapih sebagai cagar budaya yang menyimpan sejarah panjang.
Sejarah RS Panti Rapih
seorang uskup dari Semarang memberi nama Rumah Sakit
Rumah Sakit Panti Rapih didirikan oleh yayasan
Panti Rapih yang artinya "rumah penyembuhan�
bernama "Onder de Bogen Stichting" yang
Pelestarian Rumah Sakit Panti Rapih
didukung oleh pengurus Gereja Yogyakarta.
Pelestarian adalah upaya dinamis untuk
Pencetusan pendirian rumah sakit dilatar
mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya
belakangi oleh keinginan misionaris Belanda yang
dengan cara melindungi, mengembangkan, dan
ingin berkarya bagi masyarakat pribumi dalam
memanfaatkan (UU no 11 tahun 2010). Perlu diingat
bidang kesehatan. Pembangunan fisik rumah sakit
bahwa cagar budaya memiliki lima nilai penting yaitu
dimulai dengan peletakkan batu pertama pada
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan
tanggal 14 September 1928 oleh Ny. C.T.M.
kebudayaan. Dalam melestarikan cagar budaya, kita harus
Schmutzer van Rijckevorsel. Bangunan tersebut
mengusahakan agar kelima nilai penting tersebut tetap
selesai dibangun pada pertengahan Agustus 1929
bertahan dan meminimalisasi kemungkinan terjadinya
dan resmi dibuka oleh Sri Sultan Hamengku
pengurangan nilai penting. Piagam Burra sendiri
Buwono VIII pada bulan September 1929 dengan
menyebutkan bahwa pelestarian dimaksudkan untuk
nama "Onder de Bogen"
mempertahankan makna kultural dari suatu cagar budaya.
Pada masa kolonial Jepang, rumah sakit
Pada pelestarian bangunan Rumah Sakit Panti
Onder de Bogen diambil alih menjadi rumah sakit
Rapih, terdapat tiga aspek arstektur yang harus
pemerintah Jepang. Di masa ini pula Jepang tidak
diperhatikan. Pertama adalah aspek fungsi, yaitu untuk
menghendaki penggunaan segala sesuatu yang
apa bangunan tersebut dimanfaatkan di masa lalu,
berbahasa Belanda di Indonesia. Karena kebijakan
kegiatan apa saja yang pernah dilakukan pada masa lalu,
itu, nama rumah sakit diganti dengan nama
dan kegiatan apa yang dilakukan di masa kini. Bangunan
pribumi. Maka Mgr. Alb. Soegijopranoto, SJ,
lama Rumah Sakit Panti Rapih yang fungsinya masih tetap
9
artefak November 2019