What the city but planner’s Alhamdulillah, buletin Ruang telah sampai edisi ke-5. Pada edisi kali ini buletin Ruang dapat hadir kembali ditengah kita dengan tema yang tidak kalah menarik dari sebelumnya yakni “Transportasi�. Isu mengenai perkotaan yang cukup mengambil perhatian masyarakat Indonesia adalah perkembangan kota menghadapi era baru. Para ahli sepakat bahwa pada tahun 2025 diperkirakan proporsi penduduk perkotaan meningkat dari 67,7 persen menjadi 85 persen atau setara 320 juta jiwa. Dengan proyeksi sederhana, ledakan permintaan warga terhadap infrastruktur kota akan terus menekan daya tampung dan daya dukung perkotaan. Demikian pula terhadap transportasi, permintaan warga kota terhadap transportasi jelas meningkat. Namun sangat disayangkan, government plan and people act saat ini tidak menunjukan kesinergian yang membuat masalah transportasi kian pelik. Misalnya, proyek MRT ( Mass Rapid Transit ) yang digadang-gadangkan dapat menyelesaikan buruknya sistem tranportasi ibukota berakhir mengawang tanpa kejelasan yang membuat kendaraan nyaris tidak bisa bergerak. Buletin ruang edisi kali ini memuat hasil diskusi tentang hiruk pikuk transportasi Kota Yogyakarta dari berbagai sudut pandang ; ekonomi, lingkungan, serta sosial budaya. Selain itu, redaksi akan menyajikan hasil riset yang dapat menyadarkan kita semua agar peka terhadap masalah yang tengah kita hadapai. Selamat Membaca
3 5 6 7 8 9 11 12 13 14 15
RUANG
Liputan utama
Parkir On Street Jalan Kaliurang
perspektif
Tentang TransJogja
opini
Transportasi Publik di Yogyakarta, Sudahkah Istimewa?
Apresiasi budaya
Benteng Kratan Walio, Pusaka Negeri di Sulawesi Tenggara
opini
Penghuni Kota Membutuhkan Berlian di Wajah Kota
riset
Jalan Kaliurang di Mata Kita
inspirasi
Mencari Inspirasi dengan Studi Lanjut ke Luar Negeri
Sejarah
Perkembangan Transportas, Pekembangan Kota
kota indonesia
Jayapura, Kota Metropolitan?
opini
Create Human Behaviour, Enak dan Murah
komunitas
Nebengers, Cara SimpleKurangi Macet
Pembina: Iwan Suharyanto, S.T, M.Sc; Penanggung Jawab: Isfansa Mahani; Koordinator: M. Fachri Ardiansyah; Redaksi: Ardianto; Produksi dan Artistik: M. Fachri Ardiansyah, M Yusuf Alfyan, Ardianto, Fildzah Husna; Litbang: M. Yusuf Alfyan, Rachmat Kurniawan, Muhammad Irfan Editor: Putu Sri Ronita, Putu Inda Pratiwi, Aditya Hidayat Adam; Kontributor: I Wayan Nike Suputra, Arbi Ali Farmadi, Singgih Pintoko, S.T, MUP, Nur Annisa Milyana, Nafil Attar Muhammad
PRAKATA Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan limpahan yang diberikan kepada kita untuk bisa terus memperkaya ilmu dan terus berkarya, sehingga buletin ruang edisi ke-lima dengan tema Transportasi bisa hadir ditengah-tengah kita . Transportasi merupakan salah satu aspek penting dalam keberhasilan pengembangan suatu kota atau wilayah, kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat aktivitas ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Transportasi merupakan usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain dimana ditempat lain objek tersebut jauh lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu (Miro, 2005). Perpindahan itu sendiri dilandasi oleh akibat proses interaksi manusia dikarenakan adanya hukum keterbatasan, keterbatasan inilah yang memicu akan munculnya bangkitan dan tarikan manusia atau barang terhadap wilayah disekitarnya. Sejatinya, sistem transportasi yang baik akan memberikan dampak yang baik pula terhadap kemajuan suatu kota atau wilayah. Tantangan transportasi terkhusus dinegara berkembang semakin hari semakin meningkat, terdapat kecenderungan yang menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara akan mendorong peningkatan permasalahan transportasi. Permasalahan tidak hanya berkisar pada tingkat kenyamanan transportasi, tetapi juga dapat menurunkan kualitas lingkungan melalui meningkatnya gas buang dari kendaraan bermotor yang menyebabkan konsumsi energi yang tinggi. Ditambah lagi dengan kurangnya minat masyarakat dalam menggunakan moda transportasi umum. Pertumbuhan penduduk perkotaan yang semakin pesat menuntut adanya layanan transportasi yang baik, aman, nyaman, efisien, terintegrasi dan terjangkau. Sayangnya yang terjadi dilapangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Kondisi angkutan umum yang sudah tua, kursi yang tidak nyaman, waktu tempuh dan waktu tunggu yang diprediksi menjadi nilai minus bagi transportasi umum di Indonesia. Jadi, patutkah kita pertanyakan akan kinerja, pengelolaan, sistem dan moda transportasi yang ada di Indonesia? Pantaskah kita pertanyakan kapan kualitas dan kuantitas moda transportasi dapat menjadi lebih baik dan memenuhi standar sesuai dengan kebutuhan masyarakat?
RUANG
2
Liputan Utama
Permasalahan transportasi Jakal berasal dari faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor internal yakni bangunan komersil yang tidak menyediakan tempat parkir serta ketidaksiapan Jakal menjadi area ekonomi jika dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana.
Parkir On Street Jalan Kaliurang
P
3
embangunan komersial di jalan kaliurang kian waktu kian masif, lokasi strategis sebagai jalan penghubung antar kota Sleman dan kota Jogja membuat jalan selebar 8 meter ini menawarkan potensi ekonomi yang berlimpah. Rencana tata ruang kota Sleman, menentapkan kawasan Jakal sebagai kawasan budidaya, hal ini nyatanya merangsang para invenstor atau pemilik modal dengan gegap gempita membangun Jakal sebagai kawasan strategis untuk menanamkan modal.
Sehubungan dengan permasalahan diatas, Divisi pendidikan, penelitian, dan profesi himpunan mahasiswa teknik perencanaan wilayah dan kota ( HMT PWK) merasa perlu untuk mendiskusikan serta mencari solusi terhadap permasalahan jakal. Tepatnya kamis, 17 september 2015 diskusi dilaksanakan. Dalam diskusi kali ini, pihak penyelanggara mendatangkan Akhmad Faiz Fauzi sebagai moderator yang berlatar belakang sebagai peneliti bidang tata guna lahan sekaligus alumni PWK UGM angkatan 2009.
Sebenarnya, apakah jakal dapat menampung kegiatan ekonomi yang begitu masif ?.Ketidakmampuan jakal menampung dinamika pasar kini sudah dapat kita rasakan dampaknya, minimnya lahan parkir membuat parking on the street jakal menjadi keniscayaan. Alhasil membuat pengguna jalan harus bersabar dengan tingginya tingkat kemacetan serta ketidaknyamanan ketika berjalan di kawasan pedestrian yang dipenuhi kendaraan yang sedang parkir
Ikhsan, salah satu peserta diskusi, berpendapat bahwa parking on the street terjadi karena tidak adanya pembangunan lahan parkir. Selain masalah parking on the street, masalah ketiadaan transportasi yang efektif dan efisien juga menjadi salah satu pemicu tingginya tekanan kendaraan pribadi. Rachmat Kurniawan (PWK UGM 2013) menambahkan, selain menyebabkan kemacetan kendaraan yang padat juga menimbulkan kenaikan suhu termal yang membuat pejalan kaki semakin sedikit .
RUANG
Liputan Utama
“ Jalan akan merangsang kita untuk tetap membawa kendaraan pribadi. Kota adalah untuk manusia bukan untuk mobil. Oleh karena itu, membuat pedestrian menjadi livable serta meningkatkan pajak kendaraan guna menekan laju pertumbuhan kendaraan pribadi adalah alternatif yang perlu dipertimbangkan “
SUASANA DISKUSI SPIK2KOTA #2
Oleh : Aditya Hidayat Adam
Permasalahan transportasi dijakal dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor internal.diantaranya berupa bangunan komersil yang tidak menyediakan tempat parkir, serta jakal yang belum siap menjadi area ekonomi jika ditinau dari ketersediaan sarana dan prasarana. Faktor eksternal dapat berupa transportasi umum yang tidak memamadai, pertumbuhan kendaraan pribadi yang semakin tinggi, serta regulasi tidak mendukung. Disamping membahas permasalahan jakal, peserta diskusi juga banyak memeberikan saran solutif seperti yang diungkapkan oleh Retas Aqobah, PWK UGM 2013. Ia mengatkan bahwa ketika kita menyediakan ruang untuk parkir justru akan merangsang orang membawa kendaraan pribadi. Menurutnya kota adalah untuk manusia bukan untuk mobil. Oleh karena itu, membuat pedestrian menjadi livable serta meningkatkan pajak kendaraan dapat menjadi alternatif dalam menekan laju pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi, baik dari dalam maupun diluar jogja
Diskusi kemudian ditutup oleh Akhmad Faiz, selaku moderator Beliau menjelaskan beberapa poin penting dalam mengatasi kemacetan jakal, diantaranya jakal haruslah punya Rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL) sehingga bisa menjadi pedoman dan acuan pembangunan dalam skala mikro. Hal ini ditujukan agar jakal lebih livable untuk pejalan kaki. Sebagai contoh ; regulasi sempadan, pohon, serta atap bangunan yang lebih dekat ke pedestrian membuat pejalan kai merasa nyaman. PKL jakal menciptakan kegiatan dijalan, keberadaan PKL tidak akan meganggu asal, disediakan space. Diskusi yang dilaksanakan di sekre HMT-PWK ini diharapkan bisa memantik semangat pemuda untuk bersama-sama memikirkan masalah-masalah keruangan disekitar kita. Seiring berjalannya diskusi, peserta nampak antusias sehingga memberikan spirit positif sehingga diskusi sederhana ini bisa berjalan dengan baik.
RUANG
4
Perspektif
TENTANG
TransJogja Oleh: I Wayan Nike Suputra
K
emacetan menjadi masalah transportasi perkotaan paling legendaris yang dialami seluruh kota di dunia khususnya negara berkembang . Banyak metode yang dapat kita adopsi dari negara-negara maju untuk memperbaiki masalah transportasi di Indonesia. Namun, sebenarnya ada sebuah solusi “simple” yang dapat mengatasi masalah tersebut, yaitu beralih ke transportasi umum. John Simon Wijaya (2013) dalam tulisannya “Mengubah Mindset Bertransportasi”, memaparkan bahwa transportasi umum merupakan moda paling efisien, baik dari segi konsumsi bahan bakar dan juga ruang gerak di jalan. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika kota di Indonesia yang jumlah penduduknya sudah mencukupi standar memiliki transportasi umum berbasis transit (BRT) untuk mengurangi masalah kemacetan yang mulai muncul. Kota Yogyakarta yang statusnya sebagai Kotamadya / Daerah Tingkat II dengan populasinya yang massive akibat banyaknya fungsi yang menarik migran ke kota ini, juga sudah memiliki TransJOGJA sebagai transportasi umum berbasis transit. Namun seperti apa performance TransJOGJA selama ini? Akhir-akhir ini, saya suka menggunakan TransJOGJA untuk pergi ke kampus. Nah, dalam artikel ini saya mencoba membagi pengalaman dan juga pandangan saya terhadap TransJOGJA. Konsep halte TransJOGJA yang berupa shelter menurut saya masih belum efektif, belum bisa berfungsi secara optimal untuk menampung jumlah penumpang yang antri. Saya sempat tiba di shelter sesaat sesudah bis beranjak dan mendapati shelter penuh sesak dengan penumpang yang antri. Kemudian saya ikut antri menunggu bis berikutnya tiba, namun bis berikutnya yang datang juga dalam keadaan penuh dengan penumpang sehingga tidak dapat menerima penumpang baru, padahal saya sudah menunggu selama 15 menit dan terpaksa menunggu bus berikutnya lagi. Selain masalah kapasitas, lokasi shelter juga tidak tepat, karena mengambil area untuk pejalan kaki. Nah, kalau sudah begini apakah pejalan kaki seharusnya masuk melewati shelter? Atau mereka harus membahayakan diri mereka untuk turun ke jalan yang menjadi jalur untuk kendaraan bermotor?
5
RUANG
Selanjutnya berbicara tentang moda transportasi itu sendiri, TransJOGJA. TransJOGJA memiliki kapasitas 20 penumpang duduk dan 20 penumpang berdiri. Namun, ukuran bus TransJOGJA yang ramping menyebabkan sedikitnya ruang yang tersisa untuk para penumpang yang harus berdir. Eitsss, tidak hanya itu ordeal yang harus dihadapi penumpang yang berdiri, mereka selanjutnya harus dapat mengencangkan otot seluruh tubuh untuk menghadapi maneuver-maneuver bus selama perjalanan, karena jika tidak, akan berbuah malu berakibat fatal kalau sampai terjatuh apalagi menimpa orang di sekitar. Nah tips dari saya, jika anda dapat “kesempatan” untuk berdiri dalam bus selama perjalanan sebaiknya berpegangan pada pipa besi/tiang besi yang ada di bus, karena akan menjadikan kita lebih stabil selama berdiri. Selain itu, teknologi yang digunakan bus TransJOGJA juga belum efisien, dimana masih banyak teknologi praktis yang seharusnya bisa diterapkan malah digantikan dengan tenaga manual manusia e.g. buka/tutup pintu bis, informasi next stop dsb. Dengan adanya isu bahwa akan ada pergantian pengelola TransJOGJA dalam waktu dekat ini, sebaiknya mesin bus diganti dengan transmisi automatic sehingga memberikan kenyamanan yang lebih untuk pengguna terutama yang berdiri, karena inersia saat bus berpindah transmisi ataupun ber-maneuver lainnya sangat terasa oleh pengguna bus di dalamnya. Namun, jika pengadaan bus yang kualitasnya superlative seperti ini menjadi tantangan yang sulit karena alasan keterbatasan dana, pengadaan bus dengan ruang yang dapat mengakomodasi pengguna di dalamnya sudahlah cukup, sehingga semua pengguna dapat merasa nyaman terutama penumpang yang berdiri. Penggunaan teknologi praktis juga sangat bermanfaat untuk menekan biaya operasional bus.
Opini
K
TRANSPORTASI PUBLIK DI YOGYAKARTA
ota Yogyakarta yang dahulu “istimewa” dengan banyaknya penduduk hilir mudik menggunakan sepeda kini berubah menjadi lautan sepeda motor. Tidak hanya itu saja, mobil juga menjamur di daerah istimewa ini. Hal ini mungkin sebuah tanda kemakmuran kota dimana kemampuan untuk membeli kebutuhan sekunder di Yogyakarta semakin besar. Namun fakta di lapangan berbicara lain. Panjang dan lebar jalan di Yogyakarta semakin tidak sebanding dengan kuantitas kendaraan yang melewatinya. Masalah transportasi di Yogyakarta mungkin sama dengan masalah transportasi di kota-kota besar lainnya, yaitu kemacetan. Hampir di semua persimpangan di kota Yogyakarta mengalami kemacetan, terlebih pada jam-jam sekolah dan kantor. Ada beberapa hal yang menyebabkan peningkatan volume lalu lintas ini. Salah satunya adalah karena mobilitas manusia yang meningkat dan makin beragamnya daerah asal dan tujuan perjalanan. Terlebih lagi karena Yogyakarta yang menyandang predikat sebagai kota Istimewa ini memang menjadi salah tujuan wisata yang terkemuka di Indonesia. Untuk menangani masalah tersebut, hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi ke penggunaan angkutan umum dalam melakukan perjalanan. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan transportasi umum di Yogyakarta, pemerintah telah mengembangkan transportasi umum terpadu yang kemudian disebut dengan Trans Jogja. Sistem yang ditawarkan di Trans Jogja tidak jauh berbeda dengan Transjakarta. Penumpang cukup hanya sekali membeli tiket dan mereka bisa melakukan perjalanan kemana saja dan bebas berpindah bus dengan catatan tidak meninggalkan halte bus. Dari segi pelayanannya sendiri, Trans Jogja tentu lebih baik dibandingkan dengan bus kota. Rute bus telah diatur sedemikian rupa sehingga tempat pemberhentian bus dapat diketahui oleh penumpang, jadi penumpang tidak perlu khawatir tersesat. Namun, harus disadari juga bahwa sejak awal periode pengoperasionalnya sampai sekarang ternyata masih banyak
SUDAHKAH
ISTIMEWA? Oleh : Nur An-Nisa Milyana
kekurangan atau penurunan kualitas layanan Trans Jogja sehingga kecenderungan gaya bertransportasi masyarakat di Yogyakarta tidak kunjung berubah. Jadwal kedatangan bus yang tidak bias dipastikan, saling serobot antar penumpang ketika akan menaiki bus, kapasitas shelter tidak mencukupi, sampai tidak terjangkaunya penempatan shelter dari tempat tinggal menjadi masalah utama yang dirasakan saat ini. Terhadap persoaalan ini, Pemda terkesan lepas tangan dengan membiarkan armada bus Trans Jogja berjalan sendiri dalam menata manajemennya. Mimpi untuk memiliki layanan tranportasi yang layak dan mampu memberi kepuasaan masyarakat sepertinya sirna. Sebut saja lama waktu menunggu penumpang bus Trans Jogja antara bus yang satu dengan bus berikutnya di shelter pada 2008 dirancang hanya 14 menit. Kenyataannya, saat ini lama antrean penumpang bisa mencapai 20 menit bahkan lebih. Tidak itu saja, dengan alasan macet kerap kali penumpang yang hendak turun di shelter kawasan Malioboro diturunkan tidak pada shelter yang telah disiapkan. Dibandingkan dengan pelebaran jalan selalu jadi agenda utama pembangunan, seharusnya pemerintah mulai memaksimalkan keberadaan Trans Jogja sebagai solusi utama dari kesemrawutan transportasi di Yogyakarta. Jangan sampai keberadaan bus Trans Jogja hanya tinggal nama. Berikut kata-kata manis Enrique Peñalosa, mantan Walikota Bogota, bisa juga diartikan sebagai sindiran bagi Kota Yogyakarta. “ Kota yang maju bukanlah tempat orang miskin mengendarai mobil, tetapi tempat orang kaya menggunakan transportasi publik ”.
RUANG
6
Apresiasi Budaya
Benteng Keraton Walio,
Pusaka Negeri di Sulawesi Tenggara Oleh : Nafil Attar Muhammad
T
opik mengenai pusaka (heritage) saat ini menjadi menarik bagi banyak kalangan, baik di Indonesia maupun Internasional. Tidak lagi hanya sebagai objek, namun juga subjek pembangunan. Sampai beberapa tahun lalu, pusaka hanya ditujukan kepada peninggalan sejarah berupa benda-benda seni atau bangunan-bangunan lama. Namun pada saat ini, pusaka telah berkembang menuju lingkup yang lebih luas seperti kawasan dan
bahkan kota bersejarah, dengan kompleksitas pusakanya. Kota-kota pusaka menjadi penting untuk dilindungi, mengingat pembangunan di Indonesia masih menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi wilayah. Indonesia pun telah menunjukkan perhatiannya kepada kota-kota pusaka dengan Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) pada tanggal 25 Oktober 2008 di Solo, dengan 12 kota sebagai anggota awalnya. Dari 12 kota anggota JKPI, ada satu kota yang cukup menarik perhatian. Kota Baubau, sebuah kota di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Kota pemekaran yang lahir pada tahun 1541 ini menduduki urutan kedua sebagai kota terbesar di Sulawesi Tenggara berdasarkan jumlah populasi tahun 2010. Dibalik namanya yang unik, Kota Baubau menyimpan peninggalan sejarah dari masa Kesultanan Buton. Salah satu peninggalan sejarah yang paling penting untuk kita ketahui adalah Benteng Keraton Walio.
7
RUANG
Benteng Keraton Walio adalah salah satu situs peninggalan terbesar di Pulau Sulawesi. Benteng dengan panjang 3 kilometer, tinggi 4 meter, dan tebal 2 meter ini mengitari kompleks keraton dengan luas lebih dari 40 hektar. Dengan dimensi sedemikian luar biasa, Benteng Keraton Walio telah terdaftar dalam Guiness Book of Records dan juga MURI sebagai benteng terluas di dunia. Berdasarkan cerita masyarakat setempat, benteng ini dibuat dengan menggunakan bahan baku utama dari batu-batu gunung yang direkatkan dengan kapur, rumput laut, dan putih telur. Benteng Keraton Walio berdiri pada masa pemerintahan Sultan Ke-4 Kesultanan Buton, Dayanu Ikhsanuddin. Sultan pada saat itu gundah melihat banyak rakyatnya yang diserang bajak laut. Untuk menghalau serangan bajak laut tersebut, Sultan memerintahkan prajuritnya membangun 16 baluara di sekeliling bukit Walio. Pendirian baluara itu tidak dilakukan sembarangan. Sultan mendasarkan pembangunan 16 baluara itu pada proses kelahiran manusia. Bangunan-bangunan itu diharapkan memberikan jaminan kehidupan bagi seluruh rakyat Kesultanan Buton pada masa itu. Pada masa pemerintahan Sultan Gafarul Wadudu, Sultan memerintahkan agar keenambelas baluara tersebut dihubung-hubungkan dalam satu rangkaian sehingga terbentuklah Benteng Keraton Walio yang ada sekarang ini. Benteng Keraton Walio merupakan salah satu dari sekian banyak pusaka yang ada di Indonesia, dan juga menunjukkan betapa luar biasanya pusaka di Indonesia. Sayangnya, masih sedikit dari kita yang peduli terhadap pusaka-pusaka di Indonesia, atau setidaknya tertarik untuk mengetahui beragam peninggalan sejarah yang ada. Mungkin kita bisa menyerukan pentingnya konservasi kawasan atau kota pusaka, namun apalah artinya jika kita bahkan belum peduli terhadap keragaman peninggalan sejarah itu sendiri?
Opini
PENGHUNI
KOTA
MEMBUTUHKAN BERLIAN
DI WAJAH KOTA Oleh : Rachmat Kurniawan
T
ertuju pada sebuah wilayah yang secara historis memiliki sejarah yang cukup kental, itulah Ngayogyakarta. Lahir pada tahun 1755 dari perjanjian Giyanti Yogyakarta, muncul keraton sebagai titik sentral pertumbuhan Kota Jogja dan didukung dengan 2 alun-alun yang sampai saat ini masih menjadi andalan. Kota yang memiliki banyak julukan seperti kota budaya, kota pelajar dan kota wisata, itulah Kota Jogja saat ini. Kota Jogja terus meng”kota”kan dirinya dan terus memantaskan dirinya menjadi kota metropolitan. inilah yang terlihat dari banyaknya area terbangun yang terus meluas hingga ke kabupaten yang bersebelahan dengannya. Kota Jogja terus membangun secara masif dan progresif yang tidak memperhatikan aspek lain. Ironi memang ketika sebuah kota yang masih menjadi kiblat bagi para pelajar namun tidak memiliki ruang terbuka yang cukup. Hal ini dapat dipastikan bahwa penghuni kota ini akan menjadi penduduk yang jenuh dan bahkan menjadi penduduk yang frustasi. Sangat didambakan memang sebuah kota memilliki banyak ruang terbuka publik yanmg nyaman, aman, segar dan dapat menjadi sebuah sarana yang dapat mengupgrade pikiran serta menjadi sarana sosialisasi dengan penduduk lainnya. Membuat ruang terbuka publik di sebuah kota besar tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak standar dan birokrasi yang rumit untuk dapat mewujudkan sebuah ruang terbuka.Namun hal itu berkebalikan dengan perijinan pembangunan area terbangun yang secara cepat dapat diwujudkan bagaikan sulap “abrakadabra”. Semua ini adalah realita di sebuah kota. Menjadi berlian diantara pasir hitam sangatlah sulit untuk dicari tetapi sekarang semua penduduk sedang menjadi berlian tersebut untuk dinikmati dan dirasakan. Ya mungkin istilah itu terlalu berlebihan tetapi yang dirasakan sekarang sepertinya sangatlah tepat. Mencari sebuah ruang lapang yang menjadi area bersantai untuk melegakkan pikiran sepertinya sulit sekali di Kota Jogja. Namun, itulah fakta! Setiap Kota sudah selayaknya memiliki ruang terbuka yang nyaman bagi masyarakat. Ruang terbuka yang diimpikan oleh
masyarakat sudah ditunggu wujudnya. Masyarakat menantikan ruang terbuka publik yang menjadi lokasi untuk berinteraksi dengan sesama penghuni kota. Ruang terbuka publik tidak hanya tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan. Ruang terbuka publik seharusnya menjadi tanggung jawab seleuruh penghuni kota sendiri. Penghuni kota yang terlalu materalistis menjadi salah satu penyebab kurangnya ruang terbuka. Faktor materialistis ini menjadi penyebab banyaknya konversi lahan. Lahan terbangun yang terus tumbuh secara masif tidak memperhatikan ruang terbuka yang seharusnya ada di setiap sudut kota. Ironi memang memandang kota hanya sebagai kumpulan bangunan-bangunan masif yang menjemukan. Tetapi itulah fakta! Pemerintah, orang tua, anak-anak itulah yang harus bertanggung jawab. Tetapi penyedia infrastruktur publik seharusnya diamanahkan kepada pemerintah. Pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk ruang terbuka publik, inilah salah satu aset yang harus diwujudkan. Berlian diatas pasir haruslah diletakkan,agar wajah kota semakin cantik rupanya. Peran serta semua komponen penghuni kota haruslah bergerak dan bekerjasama untuk mewujudkannya. Kota Jogja yang kental akan budaya teruslah dijaga, jangan sampai Kota Jogja akan menjadi korban selanjutnya kota yang gagal melayani penghuninya. Jangan sampai terjadi! Itulah yang terjadi di Kota Jogja, kota yang menjadi kiblat pendidikan di Indonesia dan kental akan budaya sudah seharusnya memerhatikan aspek ruang terbuka publik. Masyarakat sering mengatakan “kami butuh ruang publik untuk tempat sosialisasi dan tempat bermain anak”. Itulah ucapan yang sering terdengar di telinga masyarakat Kota Jogja akan dambaannya terhadap ruang terbuka publik. Maka hal ini harus menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menambah ruang publik dengan didukung oleh penghuni Kota Jogja lainnya agar berlian itu muncul di antara pasir hitam. Wajah cantik kotamu akan kami tunggu.
Artikel ini untuk memperingati Hari Habitat Dunia dengan Tema “Public Spaces for All”. 5 Oktober 2015
RUANG
8
Riset
Jalan Kaliurang Di Mata Kita
Oleh : Tim Riset HMTPWK Pramukya Arcapada
J
alan kaliurang merupakan salah satu jalan kolektor sekunder yang ada di wilayah Yogyakarta. Jalan ini sekaligus menjadi akses penghubung dua kabupaten yang saling menunjang, serta memiliki tingkat urgenitas yang tinggi. Letaknya yang berada lingkungan Universitas Gajah Mada mengakibatkan Jalan Kaliurang semakin hari semakin penuh oleh kendaraan. Lokasi yang padat dan mobilitas yang tinggi serta kelas jalan yang rendah--Jalan kolektor sekuder, kerap kali jalan ini memunculkan berbagai permasalahan, diantaranya kemacetan, aksebilitas ke transportasi umum yang kurang, inefektifitas pedestrian, serta parkir liar disepanjang Jalan Kaliurang. Dalam hal ini tim riset melakukan penelitian mengenai beban Jalan, kenyamanan jalan dan kemudahan aksebilitas ke transportasi umum. Lokasi amatan dimulai dari ruas Jalan Kaliurang km 4.5 sampai Jalan Kaliurang km 6.Tim riset melakukan wawancara terhadap 102 responden yang mengalami Jalan Kaliurang, mengenai kenyamanan dan kemudahan akses di Jalan kaliurang. Hasil survey menunjukkan bahwa 51% responden atau sebanyak 52 orang menyatakan tingkat kenyamanan pengguna jalan kaliurang yang dirasakan bernilai buruk, sedangkan untuk kemudahan aksebilitas menuju trasnportasi umum data menunjukkan bahwa 52% responden atau sebanyak 53 orang menilai sangat buruk. Tidak adanya Transportasi Umum memang merupakan salah satu penyebab mengapa warga sekitar Jalan Kaliurang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Sehingga muncul beberapa masalah ruang, salah satunya ketika kendaraan tersebut berhenti. Kita ketahui bahwa Jalan Kaliurang bukan hanya jalan yang menghubungkan antara rumah dan kampus UGM, namun juga merupakan tujuan. Sehingga dapat kita lihat pada ruas Jalan Kaliurang, kecenderungan penggunaan parkir sangatlah tinggi, sedangkan lahan yang tersedia pada ruang jalan terbatas. Hasil survey tim riset menunjukan bahwa pada kondisi jam puncak jalan Kaliurang km 4,5 - Jalan Kaliurang km 6 memiliki volume arus lalulintas sebesar 2214,6 smp/jam (perhitungan menurut MKJI tahun 1997). Angka tersebut didapat saat jam puncak (rush hour). Hasil perhitungan menunjukkan tingkat pelayanan ruas Jalan Kaliurang yang diamati ber-index F yaitu arus dipaksakan atau macet, kecepatan rendah, volume dibawah kapasitas, antrian panjang dan terjadi hambatan yang besar. Sehingga dapat dipastikan bahwa kinerja jalan terbilang buruk. Maraknya parkir on-street menambah kesesakan jalan ini. Hal ini berdampak pada menurunnya tingkat kenyamanan ruang. Permasalahan tersebut tentunya bukanlah perihal yang tidak dapat diatasi. Terlebih oleh berkembangnya pengetahuan tentang transportasi terdapat berbagai inovasi yang dapat dilakukan untuk setidaknya meringankan permasalahan yang ada pada jalan Kaliurang. Salah satunya adalah pelaksanaan Transportation Demand Management (TDM). Dalam TDM terdapat 3 garis besar arahan rekayasa transportasi bagi jalan yang memiliki tingkat volume kendaraan yang tinggi.
9
RUANG
3 REKAYASA TDM
1
Pergeseran Waktu, yaitu mengatur waktu pergerakan yang terjadi pada lokasi yang sama. Ini merupakan upaya untuk mengurangi tendensi masyarakat untuk menuju atau melewatu suatu jalan pada waktu yang sama. Sayangnya upaya pergeseran waktu pada jalan ini kurang dapat diterapkan. Salah satu hasil observasi kami menunjukan bahwa aktivitas pada jalan ini didominasi oleh komersial, perdagangan dan bermacam jasa, sehingga tidak dapat dipastikan kapan waktu orang menuju kesana, serta memiliki kecenderungan waktu berhenti (stay time) yang lama.
2
Pergeseran rute/lokasi, yaitu memberi opsi rute baru bagi para pengguna jalan pada waktu yang sama untuk mengurangi kepadatan jalan yang terjadi pada suatu jalan. Seperti yang kita ketahui bahwa Jalan Kaliurang bukan hanya dilewati namun juga menjadi tujuan, sehingga yang terjadi adalah penumpukan pada jalan ini yang notabene sebagai jalan terakhir atau destination.
3
Pergeseran Moda, yaitu memberi opsi jenis moda lain yang dapat mengurangi penggunaan ruang. Salah satu keuntungan dengan adanya moda baru (terlebih transportasi masal) dapat kita lihat dari jumlah pengguna atau passengger yang dapat ditampung oleh satu unit moda. Selain itu transportasi masal lebih cenderung untuk terus bergerak atau dapat kita katakan tidak akan menggunakan ruang untuk berhenti (berhenti hanya pada transit point dalam waktu yang singkat). Keuntungan yang didapatkan adalah penggunaan lahan untuk parkir akan berkurang, serta tingkat kejenuhan jalan juga akan menurun.
CREDIT: YUSUF
RUANG RUANG
10
Inspirasi
Mencari Inspirasi
dengan Studi Lanjut ke Luar Negeri Oleh : Singgih Pintoko
U
ntuk mempelajari fenomena perkembangan kota, metode belajar yang digunakan tidak cukup hanya tekstual, namun juga kontekstual. Metode belajar tekstual melalui formal learning process, baik dari buku teks maupun materi perkuliahan di dalam kelas, sementara kontekstual melalui lingkungan dan pengalaman. Pendekatan kontekstual seringkali lebih berkesan bagi seseorang karena memberikan pengalaman dan praktek nyata, sehingga akan tetap terngiang di masa mendatang. Meier (2002) mengatakan bahwa belajar adalah proses mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, pemahaman menjadi kearifan, dan kearifan menjadi tindakan.
Sebagai contoh, Pak Jokowi mendapatkan inspirasi tentang bagaimana seharusnya kota berkembang setelah sering mengadakan pameran bisnis mebelnya di Eropa, dan melihat langsung bagaimana teraturnya kota-kota di sana. Beliau menemukan bahwa kunci pembangunan kota-kota di Eropa terdapat pada keberadaan taman yang berfungsi ganda, selain sebagai estetis visual kota, juga sebagai ruang diskusi bagi publik. Beberapa saat kemudian, beliau menerapkan hal yang sama dengan membangun ruang-ruang publik ketika menjabat sebagai Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta, dan secara tidak langsung mengimplementasikan teori ruang publik Habermas tentang pentingnya ketersediaan ruang publik sebagai ruang demokratis atau wahana diskursus masyarakat. Pak Ridwan Kamil, Walikota Bandung saat ini, juga memperoleh berbagai inspirasi perencanaan dan perancangan kota, salah satunya ketika beliau melanjutkan studinya di Master of Urban Design University of California, Berkeley, USA dan sempat bekerja paruh waktu di Dinas Perencanaan Kota di sana. Secara tekstual, melanjutkan sekolah di luar negeri tidak terlalu berbeda dengan di dalam negeri. Teori yang dipelajari sama, materi kuliah relatif sama, bahkan kualitas individu dosen pengajar malah kadangkala lebih baik di dalam negeri. Namun demikian, pembelajaran dari sisi kontekstual menjadi pembeda yang cukup signifikan dari pilihan ‘akan melanjutkan sekolah di mana’ tersebut. Selain manfaat kontekstual, sekolah di luar negeri juga bermanfaat dalam membangun jejaring internasional yang sangat dibutuhkan dalam perspektif pembangunan global. (Lagi-lagi) Pak Ridwan Kamil, beliau paham benar dengan adanya manfaat ini dan menggunakan jejaringnya ketika sekolah di Amerika Serikat sehingga dapat memberikan saran-saran membangun dalam upayanya untuk menjadikan Kota Bandung sebagai Kota yang Unggul, Nyaman dan Sejahtera. Mempelajari kota secara kontekstual inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan kenapa, khususnya pagi para calon perencana kota Indonesia, ‘harus’ sekolah ke luar negeri, di kotakota yang lebih mapan dan maju dari segi perencanaan kotanya dibandingkan Indonesia. Sangat penting bagi para perencana kota untuk dapat melihat kota secara lebih dekat, lebih terbuka dan dari sudut pandang yang sedikit berbeda. Apa yang kita baca berbeda dari apa yang kita lihat dan apa yang kita lihat berbeda dari apa yang kita rasa. Bagaimana bisa merasakan? maka jadilah bagian dari apa yang ingin kita rasakan. Oleh sebab itu, apabila ingin memahami bagaimana sebuah kota maju berproses dan berkembang, maka menjadi bagian langsung dari kehidupan kota-kota maju tersebut merupakan sebuah keharusan.
Memang, mempelajari kota dapat juga diakukan dengan melakukan studi banding kelak ketika membutuhkan referensi langsung. Namun, studi banding hanya mampu memberikan gambaran permukaan dari sebuah kota, dan tidak dapat melihat the hidden layers, yang sebenarnya jauh lebih banyak dan lebih penting untuk dipahami. Dengan tinggal di luar negeri, kita menjadi bagian langsung dari kota-kota maju tersebut sehingga dapat memahami berbagai aspek-aspek kehidupan kota, baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Selain itu, saat ini Indonesia tengah bersiap menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), yang juga akan berdampak langsung terhadap dunia perencanaan kota di Indonesia, sehingga para perencana kota Indonesia harus semakin meningkatkan kualitas dan daya saing. Kemampuan komunikasi menjadi salah satu aspek utama dalam berkompetisi secara global, dan sekolah di luar negeri menjadi salah satu pemicu bagaimana kita dapat berkomunikasi secara lancar dengan bahasa internasional dalam menyampaikan detail-detail teknis mengenai ide-ide perencanaan dan penataan kota. Saat ini, sekolah ke luar negeri sudah sangat dipermudah dengan berbagai beasiswa yang ditawarkan kepada para pelajar Indonesia, baik beasiswa dari dalam negeri maupun luar negeri. Berbagai beasiswa yang ditawarkan, selain mensyaratkan minimal IPK, juga kemampuan dasar berbahasa asing, khususnya Bahasa Inggris. Kemampuan berbahasa asing tersebut akan sangat lebih baik ketika dipersiapkan jauh-jauh hari, sehingga dapat memperoleh nilai yang baik sebagai syarat kuliah di luar negeri. Sebagian besar universitas-universitas top dunia mensyaratkan kemampuan Bahasa inggris dengan score TOEFL >550 atau setara, dan tentu saja perlu persiapan cukup matang untuk mencapai nilai tersebut. Sementara mengenai minat bidang, juga harus dipersiapkan dari awal dengan mulai mencari ketertarikan tematema tertentu di dalam bidang umum perencanaan wilayah dan kota. Hal ini bisa dimulai dengan memilih tema mata kuliah pilihan secara spesifik, sesuai dengan minat bidang yang ingin ditekuni, dan diteruskan dengan mengambil tema sama dalam skripsi. Tema tersebut kemudian dapat menjadi acuan ketika memilih sekolah mana yang akan dituju di luar negeri yang sesuai dengan minat bidang tersebut. Bagi perencana kota, sekolah di luar negeri memberikan banyak pengalaman dan inspirasi yang merupakan poin penting apabila ingin menjadi perencana visioner yang dapat merancang kota-kota di Indonesia menjadi kota-kota berkualitas internasional namun tetap mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal. Singgih Pintoko Alumni PWK UGM 2007 Master of Urban Planning, NUS, Singapore 2013-2015
11
RUANG
Sejarah
Perkembangan Transportasi,
K
Perkembangan Kota
ota terus mengalami perkembangan, semakin hari semakin padat dan berisi berbagai fasilitas dan infrastruktur. Sebuah kota dalam perkembangannya dipengaruhi oleh banyak faktor dan proses sebelum mencapai titik menjadi sebuah kota seperti saat ini. Salah satu pengaruhnnya adalah moda transportasi. Pada tulisan ini kita akan membahas perkembangan transportasi dan pengaruhnya terhadap perkembangan kota (faktor lain disampingkan). Perkembangan suatu kota dapat dilihat pengaruh nya dari sejarah perkembangan transportasi berikut ini.
Ketika masa lampau, manusia hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan cara berjalan kaki. Hal ini masih relevan dilakukan karena kebutuhan yang diinginkan dapat tercapai dengan jarak dan waktu yang cukup dengan berjalan kaki. Manusia masih belum membutuhkan sarana transportasi sebagai kebutuhan mobilitas masyarakatnya. Seiring berjalannya waktu, sejarah perkembangan transportasi yaitu manusia tak hanya menggunakan tenaga sendiri untuk bermobilitasi. Mulai diberdayakannya hewan-hewan berkaki empat seperti kuda yang ditunggangi untuk berpergian dengan jalan yang jauh dalam waktu lebih cepat dibanding berjalan kaki. Mobilitas pun tak hanya dilakukan melalui jalur darat, dibutuhkan perpindahan dari satu pulau ke pulau lainnya, maka dari itu dibutuhkan rakit sebagai sarana untuk menyebrang ke daratan lainnya. muncullah pertama kali rakit sederhana yang dibuat untuk mempermudah mobilitas. Pola transportasi seperti ini juga mempengaruhi terbentuknya suatu kota. Permukiman penduduk mulai muncul di dekat aliran sungai-sungai besar, selain karena air merupakan sumber kehidupan, moda transportasi juga mempengaruhi perkembangan ini. Cikal bakal perkembangan transportasi modern yaitu dengan penemuan roda pada 3500 SM. Penemuan ini mempermudah mobilitas penduduk melalui jalur darat. Hewan hewan seperti kuda tidakhanya ditungangi, namun dimanfaatkan untuk menarik
Oleh: Putu Sri Ronita Dewi
kereta beroda yang disebut kereta kkuda (saat ini delman). Penemuan ini mengubah pola pertumbuhan kota, sebuah kota tak hanya tumbuh di dekat perairan, namun mulai bergeser ke tengah daerah (bukan pinggiran perairan). Transportasi darat semakin berkembang, pada awalnya hanya memanfaatkan tenaga manusia atau hewan untuk memutarkan roda dan bergerak. Tapi setelah dikembangkan batubara untuk lokomotif dan mobil dengan mesin pembakar didalamnya pada tahun 1858, pergerakan manusia semakin mudah dan lebih terjangkau dengan jalur darat. Tahun 1867 ditemukan sepeda motor yang digerakkan dengan bahan bakar. Penemuan-penemuan moda transportasi ini menyebabkan perpindahan barang semakin mudah dan cepat dilakukan. Masyarakat tak perlu harus tinggal dipinggiran sungai dan laut untuk memenuhi kebutuhannya. Barang-barang konsumsi dapat dipindahkan ke dekat masyarakat lebih cepat dengan moda transportasi darat. Dari uraian sebelumnya, dapat di rangkum bahwa pada mulainya pertumbuhan kota dekat dengan perairan dan membentuk pola linear. Pengaruh moda transportasi menyebabkan perubahan pola pertumbuhan kota yang semakin menyebar ke tengah dan semkain luas. Barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat dapat didekatkan dengan konsumen dibantu sarana transportasi.
RUANG
12
Kota Indonesia
JAYAPURA KOTA METROPOLITAN? S
Oleh : Putu Inda Pratiwi
elama ini Indonesia bagian timur terlihat seperti anak tiri, entah karena lokasinya yang jauh dari pusat pemerintahan sehingga menyebabkan informasi yang mengalir tidak secepat di Indonesia bagian barat. Akan tetapi walaupun terkesan dianaktirikan, bukan berarti Indonesia bagian timur tidak mampu berkembang seperti kota-kota di Indonesia bagian barat. Salah satunya yaitu Kota Jayapura di Pulau Irian Jaya. Kota yang pada awalnya bernama Holandia ini memiliki heterogenitas yang cukup tinggi, tidak hanya pendatang lokal dari dalam negeri saja namun orang-orang dari mancanegara juga pernah bernaung di tanah Kota Jayapura.
13
Siapa sangka Kota Jayapura mengalami perkembangan yang pesat layaknya kota-kota besar lainnya di Indonesia. Hal ini bisa menjadi titik awal pemicu hidupnya kegiatan dan aktivitas dari daerahdaerah di sekitar Kota Jayapura. Tak heran jika banyak investor yang mulai melirik dan mencium aroma bisnis dan perdagangan di kota yang terletak di sebuah teluk bernama Teluk Yos Sudarso ini. Seiring dengan berkembangnya kota, terjadilah pembangunan hotelhotel, restoran, pusat-pusat perbelanjaan seperti mall, supermarket, minimarket dan lain-lain. Pembangunan tersebut tiada lain adalah untuk menunjang kebutuhan warga kota yang makin lama makin memodernkan diri dan juga demi menunjang kebutuhan daerahnya.
nama kota ini berarti kota kemenangan. Kemenangan bukan hanya menang melawan Belanda dan musuh-musuh lainnya, tetapi juga kemenangan Kota Jayapura dalam menghidupkan kota sebagai kota yang dinamis terkendali. Sebelum kota metropolitan muda ini menjadi kota metropolitan tua seperti Jakarta yang memiliki berbagai masalah yang sudah sangat kompleks, maka sedini mungkin penataan terhadap kehidupan dan dinamika pembangunan Kota Jayapura ditetapkan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan potensi dan tetap menjaga kearifan lokalnya yang bisa menjadi daya tarik tetapi di sisi lain sekaligus sebagai ajang pelestarian kebudayaan dan sejarah.
Kota berkembang bisa disebabkan oleh berbagai alasan. Salah satu alasan berkembangpesatnya Jayapura dapat dilihat dari sektor pariwisata. Beberapa waktu belakangan ini, destinasi pariwisata turis mulai beralih ke daerah timur Indonesia. Gugusan pegunungan dan pantai yang terbentang di daerah timur memang belum banyak terjamah oleh tangan-tangan usil sehingga keeksotisannya pun menjadi daya tarik utama bagi wisatawan.
Melihat perkembangan kota Jayapura sebagai kota metropolitan di Indonesia bagian timur memberikan peluang bahwa pembangunan di Indonesia bisa dilakukan secara merata dari sabang sampai merauke. Dibuktikan dengan kemetropolitan Kota Jayapura bisa menjadi sebuah gerbang awal untuk lebih menghidupkan Indonesia Timur, sehingga posisi metropolitan tidak berat sebelah hanya di Indonesia Barat.
Sebagai kota yang pernah dinaungi oleh Belanda, Kota Jayapura memilki kisah sejarah yang menarik untuk ditelusuri. Dari namanya,
Sumber referensi : http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/jayapura:-gerbang-awalsemua-petualangan-di-bumi-timur-papua
RUANG
Opini
The behavior you’re seeing is the behavior you’ve designed for (whether intentional or not) “ --- Joshua Porter Director of UX at HubSpot
Create Human Behavior:
Enak dan Murah Oleh : Arbi Ali Farmadi
Y
ah macet”, “lewat sini aja biar gak kena macet”, “lagi jam macet nih sekarang, ntaran aja baliknya”. Ya celotehan itu mungkin tak asing lagi di telinga kita. Kemacetan itu bagi sebagian orang udah menjadi hal biasa, justru kalau gak macet malah kita merasa aneh atau bahkan ketakutan, seakan-akan tidak ada kehidupan. Suatu kebiasaan yang terbiasa kita lalui. Berbicara mengenai kemacetan kerap kali kita mendengar pernyataan-pernyataan klasik. Kemacetan itu karena banyaknya pengguna kendaraan bermotor yang tidak taat aturan. Kemacetan itu karena tidak sebandingnya tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor dengan tingkat pertumbuhan (lebar) jalan. Kemacetan itu karena minimnya transportasi publik yang comfortable. Kemacetan itu karena parkir liar di pinggir jalan. Ada pernyataan menarik menurut saya, kemacetan itu karena pemerintah tidak ada aturan tegas terkait mobil murah dan mobil ramah lingkungan. Dilema, disatu sisi dihadapi Global Warming disatu sisi dihadapi kemacetan. Mobil murah bagus, masyarakat menengah kebawah juga butuh untuk mobilisasi yang efisien, bukan hanya masyarakat kelas atas yang dapat menikmati mobil yang malah penggunaannya hanya sekedar. Pelbagai alternatif solusi sudah diterapkan untuk mengurangi kemacetan. Mulai dari kebijakan hingga peningkatan prasarana sarana transportasi. Kebijakan three in one di DKI Jakarta yang dapat disiasati oleh warga dengan membuka jasa tumpangan, ditambah dengan lemahnya ketegasan pihak kepolisian. Pengadaan jalur khusus bus (TransJakarta) yang terkadang dimanfaatkan warga untuk jalur bebas hambatan. Walaupun upaya telah dilakukan, namun kemacetan tetap saja terjadi. Menurut pendapat saya, solusi-solusi yang ditawarkan sangat baik. Akhir-akhir ini bahkan sedang digalakkan transportasi modern seperti LRT, MRT hingga rencana kereta cepat shinkansen JakartaBandung. Pastinya tak sedikit uang yang dikeluarkan. Saya ingin mencoba memberikan sebuah gagasan komplementer dari gagasangagasan yang sudah ada. Gagasan ini berupa menjadikan sebuah kebiasaan (behavior) yaitu Get Free for Public Transportation. Gagasan ini berupa memberikan kebebasan pembiayaan kepada masyarakat untuk menggunakan transportasi publik selama beberapa bulan dengan fasilitas pelayanan maksimal.
Gagasan ini muncul melihat fenomena meningkatnya penggunaan pertamax dan kereta api di Indonesia. Fenomena ketika harga pertamax dan premium tidak beda jauh. Masyarakat berpikir tidak untung dengan harga tidak berbeda jauh namun kualitas bagus (oktan 92), masyarakat tetap pakai premium. Fenomena ini menyebabkan fenomena langka terjadi di Indonesia yaitu papan bertuliskan “Pertamax Habis”. Berminggu-minggu masyarakat menikmati pertamax hingga akhirnya harga pertamax berlaju cepat kembali hingga saat ini. Namun uniknya walaupun harga pertamax berlaju kencang, tak sedikit masyarakat masih menggunakan pertamax. Fenomena meningkatnya pengguna transportasi umum kereta api. Dulu, kereta api ekonomi melekat dengan kereta yang desakdesakan. Segala barang bawaan masuk baik itu makhluk hidup ataupun tidak, kursi udah terisi penuh pun, penumpang masih bisa naik kereta dengan berdiri, dan pedagang kaki lima pun mudah mencari nafkah. Sejak Ignasiun Jonan memegang PT. KAI, perkeretaapian indonesiapun membaik. Kereta api ekonomi tidak lagi desak-desakan, fasilitas hampir setara kereta api eksekutif, namun harga tetap ekonomis. E-ticketing memudahkan pembeli tidak perlu ke stasiun dan bisa memesan tiket jauh-jauh hari. Sempat juga tiket murah berlaku seharga 50.000 namun kini mulai naik seiring meningkatnya kualitas. Dua fenomena itu menggambarkan bagaimana masyarakat dibentuk kebiasaanya dengan pemberian fasilitas-fasilitas maksimal namun tetap ekonomis selama berbulan-bulan. Terkadang pemerintah harus berkorban atau bahkan tidak untung karena pemerintah menangani public good dan juga pemerintah harus bersabar. Membentuk kebiasaan membutuhkan waktu. Beberapa para ahli mengatakan bahwa kebiasaan baru terbentuk dengan membiasakan kebiasaan baru selama 3 minggu berturut-turut. Dengan terbiasanya menggunakan transportasi publik, masyarakat memiliki variasi dalam bermobilisasi dan masyarakat dapat bijak dalam memilih karena hidup adalah sebuah pilihan. Masyarakat Indonesia itu unik karena Indonesia unik.
RUANG
14
Komunitas
Cara Simple Kurangi Macet
Oleh : Muhammad Fachri Ardiansyah
T
ransportasi yang tidak terintegrasi, sulit diakses dan tidak efektif merupakan derita migrant harian di kotakota besar. Mengendarai kendaraan sendiri, menembus macet dengan biaya bensin yang terus naik, biaya parkir resmi dan liar yang meroket, semua membuat pusing kepala. Menembus kemacetan seorang diri juga bukan hal yang menyenangkan. Nebengers Nebengers merupakan komunitas sharing vehicle berbasis online yang tersebar di seluruh Indonesia. Diprakarsai oleh Andreas Swasti dan Putri Sentanu, komunitas ini memulai agendanya melalui twitter pada Desember 2011. Komunitas ini bertujuan untuk memungkinkan penumpang dengan kursi kosong di kendaraan mereka menawarkan perjalanan kepada orang lain yang kebetulan memiliki tujan yang sama. “Komunitas ini juga dibentuk berdasarkan keinginan untuk memberikan alternatif solusi terhadap masalah transportasi. Social media menjadi tidak sekadar tempat mengeluh kemacetan dan pelayanan transpotasi yang buruk, tetapi memberikan ruang untuk solusinya,” ujar Putri. Nebengers 2.0. Demand yang tinggi di beberapa kota membuat twitter menjadi tidak efektif. Nebengers 2.0 sebagai aplikasi berplaftrom Android dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan para ngebengers. Aplikasi mobile ini memudahkan pemberi dan pencari tebengan menemukan teman menebeng yang searah. “Kalau kita mencari tebengan dengan akun Twitter menggunakan hashtag bertebengan itu akan banyak sekali, kadang yang keluar justru cari tebengan di Jakarta yang keluar Bandung. Tidak nyambung dan efektif, bukan? Dengan aplikasi ini, memberi dan mencari tebengan menjadi lebih mudah dan tepat sasaran.” Lalu bagaimana dengan keamanan? Bagaimana kalau pemberi tebengan atau penebeng adalah orang yang berniat jahat? Bagi pemberi
15
RUANG
tebengan diwajibkan melakukan registrasi dengan mencantumkan nama, identitas diri, SIM yang masih berlaku dan foto diri. Regristrasi dilakukan melalui akun Facebook atau Twitter. Hal ini dilakukan untuk mengetahui profil orang yang memberi dan menerima tebengan dengan melihat profil mereka termasuk followernya. Apakah ada yang dikenal. From Car to Motorcycle Aglomerasi perumahan di Sleman dan Bantul mengakibatkan padatnya lalu lintas pagi hari. Mereka yang bekerja dan mengenyam pendidikan di kota Yogyakarta, berbondong-bondong memadati ruas jalanan kota. Bukanlah hal yang aneh ketika melihat sebagian besar pengendara, baik roda dua atau roda empat, membawa kendaraannya sendiri. Yahh, tidak efektifnya moda transportasi di kota pelajar ini berimplikasi pada kepemilikan kendaraan bermotor secara individu. Transjogja dan bus kota sebagai moda transportasi umum utama belum mampu menarik minat besar masyarakat untuk beralih. Malahan permintaan kendaraan pribadi meningkat setiap tahunnya. Tercatat sejak tahun 2011, terjadi penambahan 8.900 kendaraan pribadi setiap bulannya, terdiri dari sekitar 8.000 kendaraan roda dua dan 900 kendaraan roda empat. Harapan akan moda transportasi yang ideal seolah sirna ketika kepemilikan kendaraan pribadi dinilai lebih efektif. Jika penambahan ini konstan terjadi, bukan tidak mustahil Jogja berubah menjadi rumah bagi kendaraan pribadi. Masalah tidak selamanya menjadi masalah. Jika dilihat dari arah yang berlawanan, masalah dapat menjadi potensi. Tentu dengan sedikit modifikasi dan pengembangan. Migrasi harian yang tinggi ke arah kota merupakan sebuah potensi pengembangan komunitas nebengers. Saat ini, sebagian besar nebengers masih didominasi oleh kendaraan roda empat. Dominasi kendaraan roda dua di Jogjakarta dapat memperluas paradigma nebengers. Selain mengurangi kemacetan jalan, hal ini dapat dimanfaatkan sebagai ajang memperluas jaringan sosial.