Ruang Edisi #4 Mencari Solusi Kampung Pulo

Page 1


What the city but planner’s Menarik membicarakan tentang kota, dimana ada ribuan kepala dengan beragam budaya dan kepentingan hidup pada satu wadah yang sama. Mengupas dan memotretnya satu-persatu pada akhirnya membutuhkan waktu lama. Namun, hanya dengan cara sperti itu, kita dapat menangkap riak paling kecil dan melihat segala sisi kehidupan mereka. Yang jauh dari kenyataan dalam angka dan data, terlepas apakah kota dibentuk atau membentuk budayanya sendiri (New Urbanism and Conservative Theory). Sekolah mengajak kita mengerti, namun dunia luar menuntun kita untuk merasakan sekaligus memahami-red.

3

Info grafis

4

Liputan utama

5

opini

6

planosharing

7

resensi

Perencanaan mengenal sebuah “proses”. Dengan cara yang kurang lebih serupa, pada edisi kali ini “Ruang” ingin belajar berproses. Berproses untuk mengenal lebih dalam mengenai Kampung Pulo melalui diskusi spik-spik kota, berproses dalam mengundang orang-orang inspiratif untuk berbagai pengalamannya melalui planosharing. Akhir kata, terimakasih untuk yang telah meluangkan waktu, memberikan inspirasi, tulisan, dan karya lainnya selama proses pengerjaan ini hingga akhirnya sampai ke tangan pembaca. Editor

Gemerlap kota Singapura tak berbanding lurus dengan keadaan kota di negara tetangga, Jakarta. Transformasi kota mengubah slum area menjadi Metropolis.

RUANG

Pembina: Iwan Suharyanto, S.T, M.Sc; Penanggung Jawab: Isfansa Mahani; Koordinator: M. Fachri Ardiansyah; Redaksi: Ardianto, Ni Putu Adnya Sawitri; Produksi dan Artistik: M. Fachri Ardiansyah, M Yusuf Alfyan, Rachmat Kurniawan; Editor: Ardianto; Kontributor: Erika Wahyu Fajarwanto


RUANG

3


Laputsn Utama

MENCARI SOLUSI KAMPUNG PULO Oleh : Ardianto

Manusia pada kodratnya adalah makhluk sosial. Alasan inilah yang membentuk kontrak sosial antar individu, kepada sebuah entinitas yang mengatur hak dan kewajiban, atau melindunginya dengan sistem hukum. Sejalan dengan itu, hasrat yang sama akan melahirkan kota. Yang menjadikannya wadah sekaligus simpul tempat seluruh kepentingan berkumpul. Disini, pemerintah diamantkan untuk menjaga dan melindungi kepentingan rakyat, meramu hukum properti sekaligus mencegah terjadinya gesekan berbagai kepentingan. Sedangkan bagi perencana, bagian tersulit dalam merecanakan kota bukan terletak kepada ihwal merencanakan fisik semata, namun pada bagaimana mengakomodasi setiap kepentingan dan kebutuhan komunitas di dalamnya. Kamis (6/9), Divisi Penelitian, Pendidikan, dan Profesi HMT PWK mengadakan diskusi “spik-spik kota� dengan topik Kampung Pulo. Kampung Pulo merupakan pemukiman kumuh yang terletak di bantaran Sungai Ciliwung, Jakarta.

3

RUANG

Kebanyakan sumber mengatakan, pemukiman ini sudah adak sejak jaman penjajahan Belanda, kirakira di tahun 1930-an. Kampung Pulo kemudian menimbulkan masalah karena undang-undang pertanahan berganti tanpa adanya sosialisasi


Liputan Utama

serta ketidaktahuan masyarakat setempat akan proses perijinan. Masalah menjadi kian pelik ketika kaum urban mendirikan rumah di tanah yang tak bersertifikat, bahkan ada yang sampai menyewakan serta menjualnya, meski tanah tersebut tak bersertifikat. Pemukiman yang menyalahi aturan pada akhirnya menyebabkan banjir. Sungai Ciliwung yang harusnya steril pada jarak 10 meter dari tepi sungai dipenuhi pemukiman kumuh . Kebiasaan warga membuang sampah ke sungai semakin memperparah keadaan karena selain semakin sempit, sungai juga mengalami pendangkalan. Ahok, Gubenur Jakarta, merasa geram dengan keadaan ini. Pada tanggal 13 Juli 2015, sang gubernur yang dikenal tempramental, mengeluarkan perintah penggusuran. “Warga akan menempati rusunawa yang telah disediakan” tutur Ahok. Meski begitu, masalah belum berakhir. Warga mengeluh, merasa tidak nyaman, terlalu mendadak jika dipaksa harus menyesuaikan tinggal di bangunan vertikal. “Lu gak punya tanah dan rumah bos, jangan belagu” tutur Ahok menjawab dalih warga yang keberatan harus tinggal di rumah susun. Masyarakat dan pemerintah, Top-down dan Bottom-up, etika sosial serta keberlanjutan lingkungan merupakan lingkaran dalam dunia tata kota yang perlu disinkronkan, dicari jalan keluar. Meski gesekan tak sepenuhnya diredam dan ditemukan pemecahan paling sempurna. Namun, konsensus dapat memperluas bahasan dan memperpanjang pikiran. Toh tak ada salahnya duduk bersama, saling tukar pendapat di luar kesibukan akademik. Berawal dari situlah, DP 3 HMTPWK Pramukya Arcapada mengadakan diskusi

“spik-spik kota” di sekertariat himpunan. Dua puluh menit dari waktu seharusnya diskusi dimulai, belum ada yang datang. Baru setengah jam kemudian diskusi dapat benar-benar terselenggara. Peserta diskusi didominasi mahasiswa angkatan 2015. Namun, sore itu setidaknya setiap angkatan, mulai dari 2012 sampai 2014 ada perwakilannya. Dito ST, PWK 2011, didaulat menjadi pemantik. Ia mengawali diskusi dengan menceritakan kronologis relokasi Kampung Pulo. Raja, PWK 2015, berpendapat bahwa relokasi yang dilakukan sudah benar. Pemerintah memang seharusnya bertindak tegas dan represif. Jika dibiarkan, justru akan menimbulkan kesan bahwa pemerintah melakukan pembiaran terhadap pelanggaran yang terjadi. Untuk masalah perilaku warga yang kurang bisa menyesuaikan dengan hunian vertical, Ican, PWK 2015, menyarankan sebaiknya bangunannya tidak terlalu tinggi agar proses adaptasi yang terjadi tidak bersifat mendadak. Selain itu nilai ketetanggan juga bisa dipertahankan. Pendapat berbeda diungkapkan oleh Syech, PWK 2013, menurutnya relokasi bukan satu-satunya cara meregenerasi kota. Masih banyak alternative lain yang bisa diambil, seperti revitalisasi. Bagaimana konsep neighborhood dan keberlanjutan lingkungan dapat saling menopang dan terintegrasi. Dari aspek ekonomi “ Sebaiknya rusunnya dibuat konsep superbloc kampung” papar Anisa Milyana, PWK 20143. Menurutnya, warga tidak hanya diberi fasilitas tempat tinggal saja, tapi juga disediakan tempat kerja. Jadi keduanya dapat saling beriringan.” Kita memindahkan orang, bukan barang” tegasnya.

RUANG

4


Opini

PERENCANAAN TEKNOKRATIS,

RELEVANKAH?

Oleh : Muhammad Fachri Ardiansyah/ Ardianto Belum mendingin isu Kampung Pulo mengenai relokasi yang mengakibatkan tergusurnya rumah ribuan warga, kini warga Bukit Duri diresahkan dengan isu serupa. Era perencanaan teknokrasi ditandai dengan munculnya RUTR (Rencana Umum Tata Ruang) yang sekarang disebut RTRW. Pada dasarnya, aliran perencanaan ini mendorong gagasangagasan logis melalui nalar yang menuntut hasil yang “dapat dipastikan�. Sifat mekanistis melalui prediksi, mendorong rencana jangka panjang yang deterministik (Djunaedi, 2012). Peta-peta yang dihasilkan dari sintesis rencana memaksa “orang lapangan� untuk memenuhi tuntutannya. Teknokrasi yang berkembang pada perencanaan kekinian mengarah pada rencana yang ideal. Seperti menggunakan kacamata kuda, rencana diimplementasikan dengan visi yang lurus kedepan tanpa memperhatikan sekelilingnya. Banyak dimensi yang terabaikan dalam sistem ini. Relokasi menjadi pertanyaan sekaligus kritikan apakah ini bijak untuk memadukan tuntutan ekologi, kebiasaan sosial masyarakat, hingga perspektif ekonomi setempat. Kasus penggusuran yang menimpa warga Kampung Pulo contohnya. Altshuler

5

RUANG

(dalam Innes,1996: 462-463) mengkritik bahwa tidak mungkin perencana mampu mengetahui secara pasti keinginan masyarakat yang pada kenyataannya beragam. Kegiatan perencanaan memang adalah hal mutlak yang perlu diselenggarakan sebagai jaminan bagi terlaksananya proses transformasi melalui kegiatan pengendalian arah pembangunan sesuai tujuan yang diharapkan. Salah satu alternatif penanganan masalah pembangunan sudah semestinya diturunkan menjadi penanganan skala unit lingkungan (neighbourhood), karena pada skala tersebut masyarakatnya justru sangat akrab dengan rutinitas masalah yang dihadapi langsung (Wahyudi dan Prakosa, 2008:15). Dengan kata lain, partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk membangun kehidupannya. Tetapi pada akhirnya, tetap dibutuhkan peran perencana yang membumi untuk mengiringi masyarakat. Perencanan mempunyai tugas mengarahkan dan memberikan masukan mengenai rencana yang digadang oleh masyarakat. Hak untuk hidup adalah hak semua orang. Aspek sosial. Budaya dan lingkungan, diiringi dengan teknis rencana akan menghasilkan sebuah rencana yang berlanjut. Better Space Better Living.


Liputan

PLANOSHARING “Study Abroad? Now It’s Yours”

P

Oleh : Ni Putu Adnya Sawitri

lanosharing kembali diadakan oleh Divisi Pendidikan, Penelitian dan Profesi HMT PWK Pramukya Arcapada bertempat di Ruang Kuliah K4 Jurusan Arsitektur dan Perencanaan pada Jumat, September 2015.

Suasana ruang K4 tampak ramai dipenuhi peserta yang antusias ingin mengetahui informasi beasiswa dari negara Singapura, Jepang dan Turki. Pembicara pada planosharing keprofesian kali ini merupakan alumni PWK UGM dari angkatan 2007 dan 2010 yang sedang menerima beasiswa untuk melanjutkan studi S2. Mereka adalah Singgih Pintoko, S.T, MUP penerima beasiswa di National University of Singapore yang sudah berhasil menamatkan S2-nya, Fauzi Ahmad, S.T penerima beasiswa di Gazi Universitesi, Turki dan Gardyas Bidari Adninda, S.T penerima beasiswa di Ritsumeikan University, Jepang. Ketua Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Retno Widodo Dwi Pramono, S.T, M.Sc berkesempatan hadir untuk mengikuti acara ini. Dalam sambutannya Retno Widodo memberikan pesan kepada peserta Planosharing agar mulai mencoba membuat roadmapdalam mewujudkan

mimpi masing-masing. Selain itu hadir beberapa dosen yang ikut datang dalam acara Planosharing kali ini yakni Ratna Eka Suminar, Iwan Suharyanto, dan Jimly Al Faraby. Pembicara silih berganti mempresentasikan mengenai beasiswa dari Universitasnya masingmasing. Materi yang dipresentasikan antara ketiga pembicara tidak jauh berbeda yakni menjelaskan sumber informasi mengenai beasiwa, bagaimana menentukan negara tujuan beasiswa, paparan teknis apply beasiswa, menjelaskan pengalaman hidup di negara tujuan (sewa rumah, harga makan, biaya tranportasi), tips dan trickapply, dan bagaimana menghadapi saat wawancara beasiswa. “Intinya niat dan usaha merupakan kunci dari semuanya. “Dari semua tahap, sesi wawancara merupakan yang terpenting” tutup Pintoko, salah satu narasumber yang kini sudah menamatkan gelar S2 nya di National University of Singapore.

RUANG

6


Resensi

Tiada Ojek di Paris,

Sebuah Catatan Realita Kota Jakarta Oleh : Ardianto

Ada-ada saja tingkah laku orang kota. Satu keluarga naik motor boncengan berlima, dua anak yang paling kecil diapit ditengah diantara bapak dan ibunya, sementara yang berumur tujuh tahun diletakan didepan di atas tangki bensin. Nah kalo jatuh dan terlindas truk, bukan cuma helmnya, tapi kepalanya juga ikut gepeng. “Ini kejadian buat orang yang gak punya uang, sedang males beli mobil atau sedang mencoba berpikir bijak biar gak nambah macet Jakarta”, sindir Seno. Melalui bukunya “Tiada Ojek di Paris”, Seno Gumira Ajidarma mengungkapkan sisi lain dalam kota, khususnya Jakarta. Betapa kota tidak hanya sekedar fisik morfologis semata, di dalamnya terdapat dinamika budaya dan sosial yang mengalami transisi. Dimaknai sebagai sebuah perubahaan realitas karena pengaruh orang-orang disekilingnya, juga kebutuhan akan ruang, waktu, serta ekonomi. Maklum, sejak dulu, sejak jaman paleolitikum sampai sekarang manusia telah

7

RUANG

mengalami banyak perubahan tingkah laku. Mulai dari kebiasaan memegang batu untuk berburu sampai android untuk komunikasi. Hampir semua polah tingkah tersebut tak terlepas dari pengaruh dimana dia tinggal, mirip dengan membunglon, binatang yang menyesuaikan warna tubuhnya dengan lingkungan sekitar. Buku ini sebenarnya melanjutkan teori“ Kosmopolitan” dan “ Kentut” yang memuat obrolan ringan Seno bersama warga jakarta. Meski ringan, isi buku tidak jauh dari bau filsafat yang kental. Pembaca akan di ajak menikmati keseharian polah orang kota serta mensarikan makna di dalamnya. Silakan nyengir, tertawa, atau bahkan miris menyaksikan kehidupan orang modern yang terkungkung oleh modernitas yang dibuatnya sendiri. Jakarta melaju dengan cepat sehingga tidak memberi kesempatan warganya untuk merenung dan menikmati kebahagian sosial yang esensial.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.