DEFISIT BPJS Program JKN merupakan terobosan besar yang memberikan akses kesehatan kepada masyarakat Indonesia. Program JKN-KIS telah berhasil melindungi lebih dari 217 juta penduduk Indonesia atau lebih dari 81% total penduduk. Hal ini menunjukan JKN-KIS meningkatkan jumlah penduduk yang memilik jaminan kesehatan.
Setiap bulan peserta diberi tagihan iuran beragam, hal ini ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. 
Pasal 29 Iuran bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Derah yaitu sebesar RP23.000,00 (Dua puluh tiga ribu) per orang per bulan.

Pasal 34 Iuran bagi peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar : a. Rp25.500,00 (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III b. Rp51.000,00 (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II, atau c. Rp80.000,00 (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I
Manfaat yang akan didapatkan oleh perserta, berdasarkan Peraturan Presiden nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pasal 46 ayat 1 adalah: (1) Setiap peserta berhak memperoleh Manfaat Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan Program Jaminan Kesehatan Nasional berhasil meningkatkan akses bagi masyarakat Indonesia untuk memperoleh pelayanan kesehatan karena pada Februari 2019, 81% dari jumlah penduduk di Indonesia sudah terjamin Pelayanan Kesehatannya. Tingginya akses tersebut berbanding lurus dengan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan sebagai purchase. Dengan adanya peningkatan jumlah peserta maka defisit BPJS selalu menikat tiap tahunnya. Pada September 2018 total defisit BPJS diperkirakan mencapai 10,98 T (berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)). Sementara menurut Rencana Kinerja dan
Anggaran Tahunan (RKAT) 2018 yang disusun manajemen defisit arus Kas (cashflow) mencapai Rp 16,5 T. Sejak BPJS kesehatan dibentuk tahun 2014, jumlah pesertanya mengalami peningkatan. Tahun 2014 sebanyak 133 juta penduduk Indonesia menjadi peserta BPJS kesehatan dan secara kumulatif jumlahnya meningkat menjadi 156 juta tahun 2015, 171 juta orang tahun 2016, 187,9 juta orang pada tahun 2017, dan 217,5 juta per Februari 2019. Berdasarkan data BPJS kesehatan, pendapatan iuran tahun 2014 mencapai Rp 40,7 triliun dan meningkat menjadi Rp 52,7 triliun pada tahun 2015 atau meningkat 29%. Tahun 2016 penerimaan iuran meningkat Rp 67,3 triliun atau meningkat 28% dibandingkan dengan pendapatan tahun 2015. Tahun 2017 penerimaan iuran meningkat 74,2 triliun atau meningkat 11% dibandingkan pendapatan tahun 2016. Tahun 2018 periode Junuari – September penerimaan iuran hanya sebesar 60,6 triliun. Hal ini juga diimbangi dengan peningkatan beban yang semakin melonjak. Pada tahun 2014 diketahui pendapatan Iuran sebesar 40,2 triliun dan beban Jaminan sebesar 42,7 triliun sehingga didapatkan defisit 2,5 triliun. Pada tahun 2015 diketahui pendapatan iuran sebesar 52,7 triliun dan beban Jaminan sebesar 57,1 triliun sehingga didapatkan defisit 4,4 triliun. Pada tahun 2016 diketahui pendapatan iuran sebesar 67,4 triliun dan beban Jaminan sebesar 67,3 triliun sehingga terjadi surplus 0,1 triliun. Pada tahun 2017 diketahui pendapatan iuran sebesar 74,2 triliun dan beban jaminan sebesar 84,4 triliun sehingga terjadi defisit 10,2 triliun. Pada tahun 2018 periode Januari hingga September pendapatan Iuran sebesar 60,6 triliun dan beban Jaminan sebesar 68,5 triliun sehingga didapatkan defisit 7,9 triliun.
Salah satu problem besar yang dihadapi BPJS adalah pendapatan yang masuk dari iuran peserta tidak sebanding dengan besarnya dana yang dikeluarkan untuk membayar kapitasi dan klaim pembayaran rumah sakit atau istilah yang sering digunakan adalah ketidaksesuaian (mismatch). Harus diakui, mismatch sulit dihindari lantaran struktur iuran yang ditetapkan pemerintah berada di bawah hitung-hitungan aktuaria. Aktuaria sebenarnya telah menetapkan batas bawah iuran atau iuran ideal bagi peserta BPJS. Berdasarkan wawancara dengan direktur utama BPJS Fachmi Idris pada acara gerkan Sulawesi Sehat (15/2/2019), beliau menyatakan bahwa mismatch ini terjadi karena iuaran yang tidak sebanding dengan jumlah angka ideal yang harus dibayarkan. Pada PBI iuran yang disepakati Rp 23.000,00 per bulan, namun idealnya Rp 36.000,00 per bulan. Pada Non-PBI Kelas III iuran yang disepakati Rp 25.500,00 per bulan, namun idealnya Rp 33.000,00 per bulan. Pada Non-PBI Kelas II iuran yang disepakati Rp 51.000,00 per bulan namun idealnya Rp 68.000,00 per bulan. Hanya pada Non-PBI Kelas I iuran yang ideal dan disepakai dengan tarif iuran sebesar Rp 80.000,00 per bulan. Karena beberapa pertimbangan ekonomis, Pemerintah menetapkan besaran iuran di bawah hitungan ideal aktuaria. Konsekuensinya sekarang yang bersama: pendanaan JKN-KIS defisit.
dirasakan
Selain itu juga terjadi perubahan morbiditas penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang sakit terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena belum optimalnya upaya pembangunan kesehatan masyarakat. Sampai dengan Agustus 2018, pengeluaran BPJS Kesehatan untuk membiayai penyakit katastropik mencapai Rp 12 triliun atau sekitar 21,07% dari total biaya pelayanan kesehatan. Padahal berbagai penyakit katastropik tersebut sangat bisa dicegah melalui penerapan pola hidup sehat Pada tanggal 17 September 2018 BPJS melakukan pers tentang langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi Defisit BPJS. Sesuai dengan hasil Rapat Tingkat Menteri beberapa waktu yang lalu, strategi yang dilakukan antara lain suntikan dana dan optimalisasi tata kelola Program JKN-KIS. Selain itu, juga dilakukan optimalisasi manajemen klaim dan mitigasi fraud, penguatan peran BPJS Kesehatan dalam strategic purchasing, optimalisasi peran FKTP sebagai gate keeper, dan penguatan efisiensi operasional. Kesimpulan : 1. Masalah bukan terjadi pada Defisitnya BPJS namun terjadi pada Mismatch, karena pendapatan yang masuk dari iuran peserta tidak sebanding dengan besarnya beban yang dikeluarkan. 2. Iuran yang saat ini ditetapkan tidak ideal. 3. Peningkatan penduduk Indonesia menyebabkan peningkatan atau perubahan morbiditas penduduk Indonesia. Solusi : Sesuai dengan hasil Rapat Tingkat Menteri beberapa waktu yang lalu, strategi yang dilakukan antara lain suntikan dana dan optimalisasi tata kelola Program JKNKIS. Penyesuaian iuran dengan tarif yang Ideal. Pertanyaan : “Apakah Masyarakat dan Pemerintah siap untuk membayar tarif Iuran yang Ideal??�