Aktualisasi Diri Lesbian (Studi Kasus)

Page 1

AKTUALISASI DIRI LESBIAN STUDI KASUS PADA TARI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memeroleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh: Ag. Indah Purnama NIM: 071114023

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2012


AKTUALISASI DIRI LESBIAN STUDI KASUS PADA TARI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memeroleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh: Ag. Indah Purnama NIM: 071114023

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2012 i


ii


iii


SECUIL KATA AKU Oleh Chairil Anwar Kalau sampai waktuku ‘ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Da aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi Maret 1943

Karya ini kupersembahkan kepada: iv


Mambo PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 2 Maret 2012 Penulis

Ag. Indah Purnama

v


LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama

: Agustina Indah Purnama

Nomor Mahasiswa

: 071114023

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: AKTUALISASI LESBIAN STUDI KASUS PADA TARI Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada 2 Maret 2012 Yang menyatakan

Ag. Indah Purnama

vi


ABSTRAK Agustina Indah Purnama. 2012. AKTUALISASI DIRI SEORANG LESBIAN STUDI KASUS PADA TARI, Skripsi S1 BK Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Tari adalah seorang lesbian. Penelitian ini dilatarbelakangi keberadaan lesbian yang masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap Tari. Aktualisasi diri memiliki peranan penting dalam proses hidup manusia. Pengaktualisasian diri terhadap segala emosi maupun potensi yang dimiliki dapat membuat hidup manusia lebih bermakna. Sebagai seorang lesbian, Tari mampu mengaktualisasikan dirinya dengan baik secara keseluruhan baik emosi maupun potensi. Tari berusaha mengembangkan potensi tersebut untuk mendapatkan kepuasan batin yang ingin diraihnya. Treatment yang diajukan untuk menghadapi kasus Tari adalah bimbingan denga fungsi pemeliharaan dan pengembangan. Treatment ini lebih menekankan tentang kemampuan Tari dalam mengaktualisaasikan diri agar lebih baik. Treatment yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan Trait Factor. Pendekatan ini cocok untuk permasalahan yang dihadapi Tari perihal karirnya sebagai seorang dancer dengan orientasi seksual lesbian.

vii


ABSTRACT Agustina Indah Purnama. 2012. SELF ACTUALIZATION OF A LESBIAN GIRL, A CASE STUDY OF TARI, Graduate Paper of Guidance and Counsel Yogyakarta: Sanata Dharma University Tari is a lesbian girl. Background of this research is cynical reaction of the society toward the existence of lesbian girls. This research is a case study of Tari. Self actualization plays important role in the process of human life. Actualizing oneself to any emotion or potential can make someone’s life more meaningful. Being a lesbian, Tari is capable of actualizing herself completely well both emotionally and potentially. Tari tries to develop her potentials to satisfy her ideal inner satisfaction. The proposed treatment to encounter Tari’s case is guidance with care and development functions. This treatment prioritizes Tari’s competence in actualizing herself better. The applied approach is Trait Factor. This approach is suitable for the problems that Tari faces in relation with her career as a dancer with lesbian sexual orientation.

viii


KATA PENGANTAR Syukur kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa, Yesus Kristus, dan Bunda Maria atas limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “ Aktualisasi Diri Seorang Lesbian Studi Kasus Pada Tari�. Penyusunan penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. TA. Prapancha Hary, M. Si. selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan dorongan agar skripsi ini selesai. 2. Seluruh dosen di BK yang telah mengukir kisah selama proses studi penulis: Dr. M. M. Sri Hastuti, M. Si, A. Setyandari, S. Pd. Psi., M. A, Drs. R. H. Dj. Sinurat, Br. Triyono, SJ. SS. M. S, M. A, Dr. Gendon Barus, M. Si, Dra. M. J. Retno Priyani, M. Si, Rm. Pankrasius Olak. 3. Staf Sekretariat, Moko yang bekerja seorang diri di tengah padatnya geliat aktivitas di prodi BK. 4. Mambo yang selalu membuatkan secangkir teh tiap pagi, menyambutku di depan pintu setiap aku pulang, dan menutup hari dengan mengucapkan selamat malam di depan pintu kamar. Kasihnya tak berkesudahan untukku. 5. M. T. Oktaviani, P, kakakku, yang menjadi cambuk untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

ix


6. Ibu Detty Titisari yang memberikan motivasi dan mewujudkan sebagian mimpiku. Semua itu akan menyublim dan menyatu pada jiwaku yang semakin haus meraih mimpi. 7. Tari yang telah membagi kegalauan dan seluruh semangat untuk menghadapi kerasnya hidup. 8. Mas Indra yang menerimaku secara utuh sebagai seorang Fufu. 9. Thanti yang selalu bertanya “ Piye skripsimu?� sehingga membuatku terpacu untuk segera mengakhiri perjalanan yang cukup panjang di Sanata Dharma. 10. Teman- teman angkatan 2007 yang melengkapi beberapa bab dalam buku kehidupanku dengan seluruh kisah tak bertema. 11. Untuk seluruh makhluk Tuhan yang baik hati yang membiarkanku memaknai hidup dari sisi berbeda. Senyum ini masih di ujung bibir, kawan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun.

Penulis

Ag. Indah Purnama

x


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………..... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….. iii SECUIL KATA………………………………….………………………… iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………. v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI……………………………… vi ABSTRAK………………………………………………………………… vii ABSTRACT………………………………………………………………... viii KATA PENGANTAR…………………………………………………….. xi DAFTAR ISI……………………………………………………………..... x DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xii BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1 A. Latar Belakang Masalah……………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 5 C. Tujuan Penelitian……………………………………………………… 5 D. Definisi Operasional…………………………………………………... 5 E. Manfaat Penelitian…………………………………………………….. 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA……………………………………………… 7 A. Aktualisasi Diri………………………………………………………. 7 1. Pengertian Aktualisasi Diri…………………………………… 7 2. Sifat- sifat Aktualisasi Diri……………………………………10

xi


3. Karakter Orang yang Mengaktualisasikan Diri……………… 12 B. Homoseksual…………………………………………........................ 14 1. Pengertian Homoseksual…………………………………….. 14 2. Hal yang Memengaruhi Homoseksual………………………. 15 C. Lesbian……………………………………….……………………… 22 1. Pengertian Lesbian…………………………………………… 22 2. Siapakah Lesbian Itu?............................................................... 23 3. Peran Seksual Lesbian……………………………………….. 23 4. Faktor Penyebab Lesbian……………………………………. 25 D. Teori Konseling Trait Factor………………………………………...28 E. Kerangka Berpikir…………………………………………………… 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………………. 34 A. Jenis Penelitian………………………………………………………. 34 B. Sumber Data…………………………………………………………. 34 C. Metode Pengumpulan Data………………………………………….. 34 D. Instrumen Penelitian…………………………………………………. 34 E. Metode dan Prosedur Pengumpulan Data…………………………… 35 F. Analisis Data…………………………………………………………. 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………………… 40 A. Subjek Penelitian……………………………………………………. 40 B. Diagnosis dan Prognosis…………………………………………….. 58 C. Treatment……………………………………………………………. 60

xii


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………. 62 A. Kesimpulan………………………………………………………….. 62 B. Saran………………………………………………………………… 63

xiii


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Homoseksual hingga dewasa ini masih menjadi wacana yang tabu dibanyak kalangan. Masyarakat seolah menutup telinga jika mendengar kenyataan bahwa kaum homoseksual mungkin ada di sekitar mereka. Masalah ini sudah banyak diulas dalam berbagai seminar dan berbagai majalah ilmiah sekalipun agar masyarakat semakin mengenal tentang kehidupan homoseksual, bahwa kita pun perlu mengenal warna lain selain hitam dan putih karena warna abu-abu pun bermain dalam setiap aspek kehidupan. Pada dasarnya kehidupan homoseksual sama dengan heteroseksual, yang berbeda hanya subjek yang mengalami memiliki jenis kelamin sama. Manusia tercipta sebagai makhluk yang mampu berpikir (homo sapien), makhluk sosial (homo socious), dan makhluk yang percaya pada Tuhan Yang Maha Esa (homo religous) sekaligus juga sebagai makhluk yang unik. Unik dalam segala perilaku dan perbuatannya, sehingga terkadang sulit diprediksi untuk apa manusia berbuat sesuatu, yang kadang-kadang sulit diterima berdasarkan nalar yang sehat atau secara normatif. Jika tidak sesuai dengan norma dan kebiasaan masyarakat pada umumnya maka akan terlihat aneh dimata khalayak, itulah salah satu keunikan dalam kehidupan manusia. Suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dapat dikatakan baik atau tidak baik, normal atau tidak normal, sehat atau tidak sehat sebenarnya sangat ditentukan orientasi seseorang

1


2

dalam kehidupannya. Bahkan dalam kaitannya dengan tuntutan kaum gay yang merasa didiskriminasikan, Pemerintahan Barack Obama menembus rekor staf gay atau lesbian terbanyak. Diperkirakan lebih dari 150 staf Presiden Amerika Serikat adalah penyuka sesama jenis. Sebuah organisasi gay, Institusi Penunjukan Proyek Gay dan Lesbian oleh Presiden, memerkirakan lebih dari 150 gay dan lesbian telah ditunjuk oleh Obama, dan 124 di antaranya adalah pejabat senior pemerintahan. Mereka dipekerjakan mulai sebagai kepala agen dan anggota komisi sampai pejabat pembuat kebijakan dan staf senior. Angka ini melampaui Presiden Bill Clinton yang memekerjakan sebanyak 140 gay dan lesbian (http://dunia.vivanews.com) Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual dan romantis antara pribadi yang berjenis

sama secara situasional atau

berkelanjutan. Pada penggunaannya, kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim dan hubungan seksual diantara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai gay atau lesbian. Homoseksualitas, sebagai suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan heteroseksualitas dan biseksualitas. Istilah gay adalah pria homoseks, sedangkan lesbian adalah wanita homoseks. Pada umumnya masyarakat masih memiliki pandangan sempit tentang kaum homoseksual,malahan beberapa orang menganggap homoseksual adalah penyakit kejiwaan. Dampak dari itu menjadikan mereka terpinggirkan, teraniaya, dan tidak jelas statusnya.


3

Pada dasarnya mereka juga memiliki kebutuhan yang sama secara psikologis untuk diakui dan perbedaan tentang orientasi seksual tidak seharusnya menjadi faktor yang harus membedakan. Terdapat dua pandangan tentang seksualitas yang saling berseberangan yaitu antara kelompok yang mendasarkan pemikiran tentang seksualitas pada aliran esensialism dan kelompok social constructionism. Kelompok esensialism meyakini bahwa jenis kelamin, orientasi seksual, dan identitas seksual sebagai hal yang bersifat natural sehingga tidak dapat mengalami perubahan. Kelompok ini berpandangan bahwa jenis kelamin hanya terdiri dari dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan: orientasi seksual hanya heteroseksual: dan identitas gender harus selaras dengan jenis kelamin (perempuanfeminin, laki- laki- maskulin) menyebabkan kelompok yang berada di luar mainstream tersebut dianggap abnormal (Schultz, 1991) Umumnya kaum laki- laki menemukan kebebasan mereka terampas dalam mengaktualisasikan cinta terhadap sesama jenisnya. Ketika seorang laki-laki melakukan coming out, maka ia akan menemukan kesulitan-kesulitan dalam masyarakat yang akan melabeli mereka sebagai laki-laki lemah atau banci. Jika dibandingkan dengan kaum perempuan, laki-laki

tidak

memiliki

ruang

publik

yang

terbuka

untuk

mengaktualisasikan cinta mereka baik secara verbal maupun non verbal kepada sesama jenis. Masyarakat pun bersikap permisif ketika seorang perempuan berperilaku maupun berpenampilan tomboi. Namun keadaan


4

ini tidak akan berlangsung lama ketika mereka menginjak usia dewasa, seorang perempuan masih hidup sendiri tanpa pendamping. Masyarakat akan melabeli mereka dengan istilah yang lebih kejam yaitu perawan tua karena mereka masih memandang kemungkinan heteroseksual dalam diri perempuan yang tidak menikah. Sikap yang yang berbeda terhadap banci dan tomboi ini menunjukan toleransi masyarakat terhadap homoseksual perempuan (Erich Fromm,1997) Menurut Rogers (dalam Calvin,1993) Manusia mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis yang diletakkan pada hereditas. Ketika manusia telah memiliki kematangan psikologis, maka ia makin berdiferensiasi, makin luas, makin otonom, dan makin tersosialisasikan. Seseorang tidak dapat mengaktualisasikan dirinya jika ia tidak dapat membedakan antara cara tingkah laku progresif dan regresif. Jumat, 17 Juni 2011, Swiss, dewan HAM PBB mensahkan resolusi persamaan hak yang menyatakan bahwa setiap manusia dilahirkan bebas dan sederajat dan setiap orang berhak untuk memeroleh hak dan kebebasannya tanpa diskriminasi apapun. Resolusi ini adalah resolusi PBB yang pertama yang secara spesifik mengangkat isu pelanggaran HAM berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender. (2011 LGBT Indonesia). Salah satu pilihan orientasi seksual dan identitas gender yang minoritas di Indonesia dan dunia adalah LGBTIQ. LGBTIQ merupakan singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender/Transseksual, Interseksual, dan Queer. Masyarakat umum sementara ini masih


5

menganggap tabu tentang LGBTIQ. Menurut mereka, ini adalah perbuatan yang menyimpang baik secara tradisi, sosial, maupun agama.

Tom

Boellstorff dalam jurnalnya menuliskan ada sebutan bagi ‘perempuan kelakian- lakian’ (female- to- male trasgenders yang dikenal dengan istilah tomboi), poisis subjektivitas tombi ini belum terlalu lama dikenal sebagaimana juga gay dan lesbi. Sebagaian kalangan tombi menganggap diri mereka termasuk dalam sub- tipe lesbi, sementara kalangan lain merasa jelas- jelas bukan seperti itu ( seringkali menekankan bahwa tomboy ‘perempuan berjiwa laki- laki’ sebagaimana banyak waria menyatakan bahwa mereka adalah ‘ lelaki berjiwa perempuan’ ( Antropologi, 2006) Oleh karena itu penelitian ini akan mengulas bagaimana seorang homoseksual, dalam hal ini adalah lesbian, mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai seorang yang memiliki orientasi seksual berbeda. Lesbian dianggap menarik karena mereka hampir dapat menyembunyikan orientasi seksual mereka. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa keintiman antar wanita merupakan kewajaran bagi khalayak maka itu keberadaan mereka sulit tercium oleh masyarakat. B. Rumusan Masalah Bagaimana aktualisasi Tari sebagai seorang lesbian? C. Tujuan Penelitian Mendeskripsikan aktualisasi Tari sebagai seorang lesbian.


6

D. Definisi Operasional Aktualisasi

: Proses menjadi diri sendiri dengan mengembangkan sifat dan

potensi psikologiknya yang unik. Lesbian

: Seorang perempuan yang secara emosional tertarik pada sesama

jenisnya. Coming Out : Proses seseorang menyadari dan menerima secara pribadi orientasi seksualnya dan membuka orientasi seksualnya tersebut kepada keluarga, teman dan sahabat atau lingkungan sekitar. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Subjek Hasil penelitian ini dapat dijadikan penguatan bagi subjek untuk dapat lebih mengaktualisasikan diri sebagai seorang manusia utuh dengan orientasi seksual lesbian. 2. Bagi Penulis Penulis memeroleh pembelajaran yang tak ternilai dalam berproses melakukan penulisan ini. Bukan sekedar penggalian informasi dalam rangka penyelesaian tugas akhir, namun juga Penulis dapat memetik hikmah dari kehidupan yang penuh kejutan sehingga mendewasakan Penulis untuk berpikir lebih bijaksana. 3. Bagi Ilmu Bimbingan dan Konseling Memberi informasi mengenai latar belakang kehidupan lesbian dan pengaktualisasian

diri seorang lesbian

sehingga

da pa t

memerkaya


7

pemahaman tentang kehidupan lesbian dan mampu menemukan pendekatan terapi yang tepat apabila menemukan permasalahan yang sama.


BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Aktualisasi Diri 1.

Pengertian Aktualisasi Diri Menurut Rogers, aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi- potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak – kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis. Seorang ilmuwan dari Polandia, Kurt Golstein (Hall; Lindzey. 1993) mendefinisikan aktualisasi diri sebagai kecenderungan kreatif dari kodrat manusia. Hal tersebut merupakan prinsip organik yang menyebabkan organisme berkembang dengan lebih penuh dan lebih sempurna. Meskipun aktualisasi diri merupakan suatu gejala yang universal, namun tujuan spesifik yang diperjuangkan berbeda dari orang yang satu dengan yang lain karena tiap orang memiliki potensi berbeda yang membentuk tujuan dan arah perkembangan individual, lingkungan, dan budaya yang juga berbeda. Hal yang mendukung dalam pengaktualisasikan diri adalah seseorang memiliki konsep diri yang positif. Konsep diri menurut Rogers (Schultz, 1991) adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku.

8


9

Konsep diri ini terbagi menjadi dua yaitu konsep diri riil dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan dua konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati. Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi dua yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat). Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai manusia sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan. Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being): a. Keterbukaan pada pengalaman Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru.


10

Dengan demikian ia akan mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positif maupun negatif. b. Kehidupan Eksistensial Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai respon atas pengalaman selanjutnya. c. Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat memertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik. d. Perasaan Bebas Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya paksaan – paksaan atau rintangan – rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat melihat sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.


11

e. Kreativitas Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan ciri – ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respon atas stimulusstimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya. Kelemahan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata – mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya (Schultz, 1991). Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respons secara realistis terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan subyektivitas dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara obyektif. Rogers juga mengabaikan aspek – aspek tidak sadar dalam tingkah laku manusia karena ia lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya pada masa lampau yang biasanya penuh dengan pengalaman traumatik yang menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.


12

2. Sifat- sifat Aktualisasi Diri Aktualisasi menurut Maslow (dalam Hary, 1994) diartikan sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat, potensi, serta penggunaan semua kualitas dan kapasitas secara penuh. Sifat- sifat aktualisasi diri menurut Rogers adalah sebagai berikut: a. Tendensi aktualisasi diri adalah fakta biologik. Ini berarti berasal dari faktor fisiologik seluruh organisme. Konsep organisme itu sendiri merupakan realitas psikologik yang paling fundamental. Setiap penyimpangan dari realitas tersebut akan mengacaukan keutuhan kepribadian. b. Tendensi aktualisasi diri menuju pada diferensiasi dan kompleksitas yang tinggi, mulai dari sel kecil yang pertama sampai berbagai bentuk hidup yang lebih kompleks. c. Manusia dapat dikatakan sehat jika di dalamnya terdapat tendensi yang mengantarkan pada kongruensi antara konsep diri dan beragam pilihan perilaku yang konkrit. Hanya terdapat satu tujuan hidup, yaitu menjadi manusia yang utuh dan dapat mewujudkan diri sepenuhnya. d. Tujuan organisme yang sehat adalah terus menerus meningkatkan ketegangan baru. Manusia selalu mencari rangsangan, tantangan, serta kemungkinan baru untuk memerkaya pengalamannya. Itu semua harus dialami sebagai proses yang senantiasa baru.


13

e. Setiap organisme secara spontan dapat menilai semua pengalaman yang mengembangkan aktualisasi diri dan menghindari semua pengalaman yang menghambat aktualisasi diri. f. Manusia memiliki kekuatan untuk mengatur dan menentukan diri sehingga tidak dikontrol oleh berbagai pengaruh luar. Dengan aktualisasi

diri,

organisme

memiliki

otonomi

sehingga

dapat

menentukan diri. Tujuan aktualisasi diri adalah mencapai penentuan diri semaksimal mungkin dan berusaha mengurangi ketergantungan dari luar, serta meningkatkan kreatifitas. g. Kecenderungan manusia untuk berada pada puncak pengalaman. Tendensi memuncak yang vertikal ini tidak berarti bahwa tingkat bawah yang biologik diabaikan begitu saja tetapi justru dikembangkan dalam potensinya yang paling dalam untuk memekarkan makna- makna spiritual. Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi-potensi dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan aktualisasi diri. Untuk membuktikan bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih, Maslow memelajari seseorang dengan keadaan mental yang sehat, dibanding memelajari seseorang dengan masalah kesehatan mental. Hal ini menggambarkan bahwa individu baru dapat mengalami "puncak pengalamannya" saat manusia tersebut selaras dengan dirinya maupun sekitarnya. Dalam pandangan Maslow, individu yang mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki


14

banyak puncak dari pengalaman dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya. Proses aktualisasi adalah perkembangan atau penemuan jati diri dan mekarnya potensi yang ada atau yang terpendam. Dalam tulisan-tulisannya yang lebih mendalam Maslow mengusulkan bahwa mungkin istilahnya yang lebih jelas adalah “menjadi manusiawi secara penuh�.

3. Karakter Orang yang Mampu Mengaktualisasikan Diri Tidak semua orang berbakat yang produktif dan berhasil memenuhi gambaran tentang kesehatan psikologis, kematangan atau aktualisasi diri. Mungkin ciri-ciri paling universal dan paling umum dari manusia-manusia superior ini adalah kemampuan mereka melihat hidup secara jernih, melihat hidup secara apa adanya bukan menurutkan keinginan mereka. Mereka tidak bersikap emosional, justru bersikap lebih obyektif terhadap hasil-hasil pengamatan mereka. Menurut Maslow (1997) pribadi yang beraktualisasi diri adalah pribadi yang sudah memenuhi tingkat keinginan itu. Yang lalu diungkap tentang karakteristik orang yang dapat mengaktualisasikan diri, sebagai berikut: a. Persepsi yang efektif: dia melihat dunia dan dirinya sendiri sebagaimana dunia dan dirinya itu yang sebenarnya. b. Dengan jujur dia menjadi dirinya sendiri dan merasa serta mengekspresikan pikiran dan emosi yang sebenarnya. c. Mencari dan menghadapi emosi daripada menghindarinya. Homoseksualitas dapat mengacu kepada:


15

1) Orientasi seksual yang ditandai dengan kesukaan seseorang dengan orang lain memunyai kelamin sejenis secara biologis atau identitas gender yang sama. 2) Perilaku seksual dengan seseorang dengan gender yang sama tidak peduli orientasi seksual atau identitas gender. 3) Identitas seksual atau identifikasi diri, yang mungkin dapat mengacu

kepada

perilaku

homoseksual

atau

orientasi

homoseksual. Ungkapan seksual dan cinta erotis sesama jenis telah menjadi suatu corak dari sejarah kebanyakan budaya yang dikenal sejak sejarah awal . Bagaimanapun, bukanlah sampai abad ke- 19 bahwa tindakan dan hubungan seperti itu dilihat sebagai orientasi seksual yang bersifat relatif stabil.

B. Homoseksual 1. Pengertian Homoseksual Homoseks atau homoseksual (disingkat homo) mengacu pada orang,

laki-laki

maupun

perempuan,

yang

memakai

orientasi

seksualnya sebagai kriteria pokok dalam mendefinisikan identitasnya. Setiap budaya menentukan ciri- ciri perilaku jenis kelamin (gender behavior) serta peran jenis kelamin (gender roles) di dalam satu budaya dapat saja tidak sama dengan budaya lain. Ada budaya yang mengakui adanya lebih dari dua gender. Budaya Indonesia misalnya, dapat


16

dipandang telah mengakui adanya tiga gender yaitu jantan, betina, dan banci ( Oetomo, 2003) Penggunaan pertama kata homoseksual yang tercatat dalam sejarah adalah pada tahun 1869 oleh Karl- Maria Kertbeny dan kemudian dipopulerkan penggunaannya oleh Richard Freiherr von Krafft Ebing pada bukunya Psychophatia Sexualis( Intisari,2003). Di tahun-tahun sejak Krafft-Ebing, homoseksualitas telah menjadi suatu pokok kajian dan debat. Mula-mula dipandang sebagai penyakit untuk diobati, sekarang lebih sering diselidiki sebagai bagian dari suatu proyek yang lebih besar untuk memahami Ilmu hayat dan orientasi seksual, Ilmu Jiwa, Politik, Genetika, Sejarah, dan variasi budaya dari identitas dan praktek seksual. Perkiraan dari jumlah homoseksualitas di masa modern ini bervariasi secara signifikan. Data yang dikumpulkan diperumit

oleh

berbagai

definisi

yang

digunakan

dalam

homoseksualitas serta adanya fluktuasi dalam jangka waktu dan tempat. Secara umum, diperkirakan jumlah kaum lesbian dan homoseksual di dalam masyarakat adalah 1% hingga 10% dari jumlah populasi. Tetapi menurut laporan kontroversi Kinsey reports pada tahun 1984, menyebutkan bahwa setidaknya 37% pria dari total keseluruhan pria telah setidaknya mengalami pengalaman seks bersama pria lainnya, dan 4% di dalamnya adalah secara ekslusif homoseksual. Pada wanita, Kinsey menemukan dari 2% hingga 5% "kurang lebih secara eksklusif" homoseksual.


17

Walaupun pada nyatanya banyak kaum homoseksual yang menyembunyikan identitasnya sehingga memersulit akurasi laporan. Banyak laporan yang beredar belakang ini menyatakan bahwa dari 2 hingga 3,3% dari populasi pria adalah homoseksual secara eksklusif. 2. Proses dan hal yang memengaruhi terbentuknya homoseksual Terdapat tiga garisan besar kemungkinan faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya homoseksual: a. Biologis

Kombinasi / rangkaian tertentu di dalam genetik (kromosom), otak , hormon, dan susunan syaraf diperkirakan mempengaruhi terbentuknya homoseksual. Deti Riyanti dan Sinly Evan Putra, S.Si dalam artikel berjudul “Homoseksual,

Tinjauan

Dari

Perspektif

Ilmiah.�

mengemukakan bahwa berdasarkan kajian ilmiah, beberapa faktor penyebab orang menjadi homoseksual dapat dilihat dari : 1) Susunan Kromosom

Perbedaan homoseksual dan heteroseksual dapat dilihat dari susunan kromosomnya yang berbeda. Seorang wanita akan mendapatkan satu kromosom x dari ibu dan satu kromosom x dari ayah. Pada pria mendapatkan satu kromosom x dari ibu dan satu kromosom y dari ayah. Kromosom y adalah penentu seks pria.


18

Jika terdapat kromosom y, sebanyak apapun kromosom x, dia tetap berkelamin pria. Seperti yang terjadi pada pria penderita sindrom Klinefelter yang memiliki tiga kromosom seks yaitu xxy. Dan hal ini dapat terjadi pada satu diantara 700 kelahiran bayi. Misalnya pada pria yang mempunyai kromosom 48xxy. Orang tersebut tetap berjenis kelamin pria, namun pada pria tersebut mengalami kelainan pada alat kelaminnya. 2) Ketidakseimbangan Hormon

Seorang pria memiliki hormon testoteron, tetapi juga mempunyai hormon yang dimiliki oleh wanita yaitu estrogen dan progesteron. Namun kadar hormon wanita ini sangat sedikit. Tetapi bila seorang pria memunyai kadar hormon esterogen dan progesteron yang cukup tinggi pada tubuhnya, maka hal inilah yang menyebabkan perkembangan

seksual

seorang

pria

mendekati

karakteristik wanita. 3) Struktur Otak

Struktur otak pada straight females dan straight males serta gay females dan gay males terdapat perbedaan. Otak bagian kiri dan kanan dari straight males sangat jelas terpisah dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight females, otak antara bagian kiri dan kanan tidak


19

begitu tegas dan tebal. Dan pada gay males, struktur otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females struktur otaknya sama dengan straight males, dan gay females ini biasa disebut lesbian. 4 ) Kelainan susunan syaraf

Berdasarkan hasil penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan susunan syaraf otak dapat mempengaruhi perilaku

seks

heteroseksual

m a upun

homoseksual.

Kelainan susunan syaraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang dasar tengkorak. Kaum homoseksual pada

umumnya

merasa

lebih

nyaman

menerima

penjelasan bahwa faktor biologislah yang mempengaruhi mereka

dibandingkan

menerima

bahwa

faktor

lingkunganlah yang mempengaruhi. Dengan menerima bahwa faktor biologis yang berperan dalam membentuk homoseksual maka dapat dinyatakan bahwa kaum homoseksual memang terlahir sebagai homoseksual, mereka dipilih sebagai homoseksual memilih menjadi homoseksual.

dan bukannya


20

b. Lingkungan

Lingkungan diperkirakan turut memengaruhi terbentuknya homoseksual. Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat memengaruhi terbentuknya homoseksual terdiri atas berikut: 1) Budaya / Adat-istiadat

Dalam budaya dan adat istiadat masyarakat tertentu terdapat

ritual-ritual

yang

mengandung

unsur

homoseksualitas, seperti dalam budaya suku Etoro yaitu suku pedalaman Papua New Guinea, terdapat ritual keyakinan dimana laki-laki muda harus memakan sperma dari pria yang lebih tua (dewasa) untuk memeroleh status sebagai pria dewasa dan menjadi dewasa secara benar serta bertumbuh menjadi pria kuat. Pada dasarnya budaya dan adat istiadat yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu sedikit banyak memengaruhi

pribadi

masing-masing

orang

da l a m

kelompok masyarakat tersebut, maka demikian pula budaya dan adat istiadat yang mengandung unsur homoseksualitas dapat memengaruhi seseorang. Mulai dari cara berinteraksi dengan lingkungan, nilai-nilai yang dianut, sikap, pandangan, maupun pola pemikiran tertentu terutama terkait dengan orientasi, tindakan, dan identitas seksual seseorang.


21

2) Pola asuh

Cara mengasuh seorang anak juga dapat memengaruhi terbentuknya homoseksual. Sejak dini seorang anak telah dikenalkan pada identitas mereka sebagai seorang pria atau perempuan. Dan pengenalan identitas diri ini tidak hanya sebatas pada sebutan namun juga pada makna di balik sebutan pria atau perempuan tersebut, meliputi: a) Kriteria penampilan fisik : pemakaian baju, penataan rambut, perawatan tubuh yang sesuai, dan sebagainya b) Karakteristik fisik : perbedaan alat kelamin pria dan wanita; pria pada umumnya memiliki kondisi fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan wanita, pria pada umumnya

tertarik

dengan

kegiatan-kegiatan

yang

mengandalkan tenaga / otot kasar sementara wanita pada umumnya lebih tertarik pada kegiatan-kegiatan yang mengandalkan otot halus. c) Karakteristik sifat : pria pada umumnya lebih menggunakan logika / pikiran sementara wanita pada umumnya cenderung lebih menggunakan perasaan / emosi; pria pada umumnya lebih menyukai kegiatankegiatan yang membangkitkan adrenalin, menuntut kekuatan dan kecepatan, sementara wanita lebih


22

menyukai

kegiatan-kegiatan

yang

bersifat

halus,

menuntut kesabaran dan ketelitian. d) Karakteristik tuntutan dan harapan. e) Untuk masyarakat yang menganut sistem paternalistik maka tuntutan bagi para pria adalah untuk menjadi kepala

keluarga

da n

bertanggung

jawab

atas

kelangsungan hidup keluarganya. Dengan demikian pria dituntut untuk menjadi figur yang kuat, tegar, tegas, berani, dan siap melindungi yang lebih lemah (seperti istri, dan anak-anak). Sementara untuk masyarakat yang menganut sistem maternalistik maka berlaku sebaliknya bahwa wanita dituntut untuk menjadi kepala keluarga. Jika dilihat secara universal, sistem yang diakui universal adalah sistem paternalistik. Namun baik paternalistik maupun maternalistik, setiap orang tetap dapat berlaku sebagai pria ataupun wanita sepenuhnya. Yang membedakan pada kepala keluarga: pria dalam paternalistik dan wanita dalam maternalistik adalah pendekatan yang digunakan dalam memenuhi tanggung jawab mereka sebagai kepala keluarga. Pola asuh yang tidak tepat, seperti contoh yang tidak asing yaitu: anak laki-laki yang dikenakan pakaian perempuan, didandani, diberikan mainan boneka, dan diasuh seperti layaknya mengasuh seorang perempuan, ataupun sebaliknya dapat berimplikasi pada


23

terbentuknya identitas homoseksual pada anak tersebut. Mengapa demikian? Karena sejak dini ia tidak dikenalkan dan dididik secara tepat & benar akan identitas seksualnya, dan akan perbedaan yang jelas antara laki-laki dan perempuan. 3) Figur orang yang berjenis kelamin sama dan relasinya dengan lawan jenis. Dalam proses pembentukan identitas seksual, seorang anak pertama-tama akan melihat pada: orang tua mereka sendiri yang berjenis kelamin sama dengannya: anak laki-laki melihat pada ayahnya, dan anak perempuan melihat pada ibunya; dan kemudian mereka juga melihat pada teman bermain yang berjenis kelamin sama dengannya (Harren, J.C, 2004. Educating the Public on the Causes of Homosexuality). Homoseksual

terbentuk

ketika

anak-anak

ini

gagal

mengidentifikasi dan mengasimilasi apa, siapa, dan bagaimana menjadi dan menjalani peranan sesuai dengan identitas seksual mereka berdasarkan nilai-nilai universal pria dan wanita. Kegagalan mengidentifikasi dan mengasimilasi identitas seksual ini dapat dikarenakan figur yang dilihat dan menjadi contoh untuknya tidak memerankan peranan identitas seksual mereka sesuai dengan nilainilai universal yang berlaku. Seperti: ibu yang terlalu mendominasi dan ayah yang tidak memiliki ikatan emosional dengan anakanaknya, ayah tampil sebagai figur yang lemah; atau orang tua yang homoseksual. Namun tidak semua anak yang dihadapkan pada


24

situasi demikian akan terbentuk sebagai homoseksual karena masih ada faktor lain yang juga dapat memengaruhi dan tentunya juga karena kepribadian dan karakter setiap orang berbeda-beda.

C. Lesbian 1. Pengertian Lesbian Para wanita di seluruh Eropa, yang tergolong pecinta sesama jenis atau lesbian, tertarik mengunjungi sebuah pulau di Yunani untuk menghadiri sebuah festival internasional yang unik khusus untuk kaum wanita. Pulau itu bernama Pulau Lesbos. Pulau itu terletak di sebuah kawasan yang dipengaruhi oleh Yunani Ortodoks di mana sebagian masyarakatnya menentang pernikahan sesama jenis. Tetapi, justru secara diam-diam acara untuk para kaum lesbian berkembang di sudut Laut Aegea tersebut (sumber : )

2. Siapakah Lesbian itu? Sidney Abbot dan Barbara Love ( dalam Kristantini, 1991) dengan landasan berpikir Is Women’s Liberation A Lesbian Plot? Menerangkan bahwa lesbian adalah: a. Wanita yang memertahankan hidup tanpa laki-laki, baik dalam hal emosional maupun finansial,


25

b. Wanita yang setiap saat selalu berjuang untuk menunjukkan bahwa mereka sungguh- sungguh manusia seutuhnya dan tidak sekedar anggota badan laki- laki, c. Wanita yang dihukum oleh lingkungan karena perilaku seksual mereka lebih dari perempuan lain di dunia ini, d. Wanita yang memilih mencintai wanita lain. Dengan kualifikasi ini tidak lantas mereka membenci lawan jenis, walaupun ada juga beberapa dari mereka membenci laki-laki dengan berbagai macam alasan. Tetapi pada hakikatnya mereka adalah manusia biasa yang membutuhkan perasaan aman dan nyaman dan tetap berpikir positif dengan sesamanya. Lesbian hanya berbeda secara tingkah laku seksual, pada aspek lainnya mereka tetap sama dengan kebanyakan orang. 3. Peran seksual Lesbian Dalam kehidupan lesbian terdapat peran seksual, namun belum ada media cetak yang secara spesifik menjelaskan tentang peran seksual tersebut. Peran seks lesbian yaitu: a. Butch yang disterotypekan sebagai pasangan yang lebih dominan dalam hubungan seksual. Butch sering digambarkan sebagai sosok yang tomboi, aktif, agresif, dan melindungi. Butch dapat diklasifikasikan dalam beberapa tipe, antara lain:


26

1) Soft Butch Sering digambarkan memunyai kesan yang lebih feminin dalam cara berpakaian dan potongan rambut. Secara emosional dan fisik tidak mengesankan bahwa mereka adalah pribadi yang kuat/tangguh. 2) Stone Butch Digambarkan lebih maskulin dalam cara berpakaian maupun potongan rambut, mengenakan pakaian laki-laki, terkadang membebat dadanya agar kelihatan lebih rata. Butch yang berpenampilan maskulin seringkali berperan sebagai seorang laki-laki baik dalam suatu hubungan dengan pasangannya maupun saat berhubungan seks. b. Femme Femme atau lebih popular dengan istilah pemmeh lebih mengadopsi peran sebagai feminin dalam suatu hubungan dengan pasangannya. Femme

yang berpenampilan feminin selalu

digambarkan memunyai rambut panjang dan berpakaian feminin. Femme sering memunyai sterotype sebagai pasangan yang pasif dalam suatu hubungan maupun saat berhubungan seks. (www. Kaskus.us/showpost.php) c.Androgynous Androgynous atau biasa disebut androgini atau andro adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan pembagian peran


27

yang sama dalam karakter maskulin dan feminin pada saat yang bersamaan. Istilah ini berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu ανήρ (anér, yang berarti laki-laki) dan γυνή (guné, yang berarti perempuan) yang dapat merujuk kepada salah satu dari dua konsep terkait tentang gender. Artinya pencampuran dari ciri-ciri maskulin dan feminin, baik dalam pengertian fesyen, atau keseimbangan antara "anima dan animus" dalam teori psikoanalitis. 4. Faktor Penyebab Lesbian Penelitian yang dilakukan oleh Goodenough, Kagan, dan Watson (dalam Kristantini, 1991) memberi gambaran yang lebih jelas. Penelitian dilakukan untuk melihat perkembangan pola tingkah laku anak laki-laki sehubungan dengan peran yang diharapkan lingkungan sesuai dengan jenis kelamin masing-masing. Menurut Romm, Wibur, Lyon dan Martin (dalam Kristantini, 1991), faktor penyebab lesbian adalah: 1) Adanya ketakutan untuk tumbuh dan menerima tanggung jawab sebagai manusia dewasa. 2) Adanya ketakutan akan penolakan. 3) Adanya ketakutan akan dominasi. 4) Adanya ketakutan terhadap lawan jenis. 5) Adanya harapan untuk merebut dan memiliki Ibu. 6) Adanya ketergantungan yang neurotis. 7) Adanya trauma heteroseksual.


28

8) Adanya pengalaman seksual dengan sesame jenis dan menemukan kenikmatan. 9) Adanya pengalaman masturbasi yang berakibat adanya fiksasi klitoris 10) Adanya bujukan dari wanita yang lebih dewasa. Mengenai faktor ‘bujukan’, Kinsey menjelaskan bahwa: 11) Bujukan tidak begitu besar pengaruhnya meskipun individu memiliki potensi kearah homoseksual. 12) Individu dengan potensi homoseksual yang kuat, cepat atau lambat serta didukung situasi yang memungkinkan, akan menjadi overt. Pengaruh

bujukan

sebagai

basic-cause

pada

homoseksualitas sangat berlebihan. Mereka cenderung memandang ‘peran’ sebagai faktor penting dalam perkembangan menjadi tingkah laku dewasa dari anak laki-laki dan perempuan. Beberapa penyimpangan yang terjadi pada anak perempuan lebih dapat diterima daripada penyimpangan pada anak laki-laki. Anak perempuan tomboi lebih dapat diterima daripada anak laki-laki yang bersifat seperti perempuan( being a sissy boy). Menurut Erich Fromm (2007) percintaan dan permusuhan adalah sebuah konstelasi- perbedaan dengan kesaling bergantungan. Hubungan seksual antardua jenis kelamin hampir tidak dapat lepas dari antagonisme dan permusuhan. Beberapa literatur sering menyebut


29

tomboi sebagai boy-like syndrome ( dalam Kristantini, 1991). Tomboi adalah suatu gejala dimana kegemaran dan aktifitas yang dipilih biasa diasosiasikan dengan anak laki-laki. yang Setiap lakilaki dan perempuan memiliki kemampuan untuk mencintai sekaligus membenci. dalam hubungan laki-laki dan perempuan, antagonisme adalah suatu yang potensial. Dan karena potensial maka kecemasan akan tumbuh karena orang yang dicintai dapat berubah menjadi seorang musuh dan perasaan benci sangat mungkin untuk tumbuh. Dalam Kristantini digambarkan bahwa lesbian adalah mereka yang tidak bahagia karena kehilangan harapan untuk diterima orangtua dan lingkungan dimana mereka tinggal. Kondisi lesbian yang mereka sembunyikan sesungguhnya merupakan mekanisme pertahanan diri terhadap kesepian dan kegagalan hidupnya. D. Teori Konseling Menurut Winkel (1997) teori konseling ialah suatu konseptualisasi atau kerangka acuan berpikir tentang bagaimana proses konseling berlangsung dan

setiap

teori

konseling (aspek

refleksi teoritis)

menggunakan pendekatan tertentu pula (aspek penerapan praktis), yang meliputi prosedur, metode, dan aneka teknik yang akan digunakan dalam memberikan layanan konseling, teori yang dipakai dalam studi kasus ini adalah Trait Factor Counseling.


30

Pelopor pengembangan Trait Factor Counseling yang paling dikenal adalah E.G. Williamson. Corak konseling ini menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan persoalan yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi atau pekerjaan (Winkel, 1997). Corak konseling ini dapat digunakan pada semua kasus yang mengandung unsur- unsur sebagai berikut: termasuk ragam konseling jabatan atau konseling akademik dan atau konseling karir. Dalam corak konseling ini, masalah timbul bila seseorang menghadapi keharusan untuk memilih diantara beberapa alternatif yang menyangkut pilihan program studi dan bidang pekerjaan. Teori ini menekankan perkembangan sebagai tujuan pendidikan dan sekaligus tujuan bimbingan dan konseling, dan melihat pentingnya ‘Person- environment interaction or fit’. Teori ini menekankan keharusan konselor untuk memahami dan mengapresiasi kemungkinan pengaruh situasi sosial, pendidikan, dan pekerjaan terhadap siswa ( dalam: Arah_dan_ Tantangan _Konseling _Profesional.pdf). Konseling ini dipilih karena lebih cocok digunakan dalam kasus ini. Dalam studi kasus didapat bahwa subjek dapat mengaktualisasikan diri dalam pekerjaannya sebagai seorang dancer. Dan pilihannya untuk menghidupi mimpi sebagai seorang dancer perlu diapresiasi karena subjek dapat menggali potensi yang dimilikinya dalam bidang karir.


31

E. Kerangka berpikir Aktualisasi yang dikemukakan oleh Rogers yaitu proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi -potensi psikologis yang unik masih kurang ketika seorang pribadi masih belum dapat menerima diri secara positif. Peneliti berasumsi bahwa aktualisasi seseorang perlu didahulukan dengan pembentukan konsep diri yang positif. Seseorang tidak dapat mengembangkan seluruh potensinya ketika dalam dirinya masih tersimpan belenggu yang menyebabkan dirinya tidak mampu secara optimal mengeksplorasi kemampuan tersebut. Konsep diri ini terbentuk ketika seseorang mampu mencapai dan menyatukan dirinya yang ideal dengan dirinya yang riil. Maslow dengan teorinya memaparkan tentang sifat pribadi yang mengaktualisasikan diri sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat, potensi, serta penggunaan semua kualitas dan kapasitas secara penuh. Maslow juga menambahkan tentang karakter pribadi yang mengaktualisasikan diri. Pemberian karakter ini merupakan salah satu pedoman menganalisis pribadi yang mengaktualisasikan diri. Perhatikan contoh berikut ini. Dalam pemaparan data didapat bahwa subjek sebagai seorang lesbian mampu menyadari emosinya,marah,sedih,kecewa,dan sebagainya. Dan jika subjek mampu meluapkan setiap emosinya tersebut pada situasi, kondisi, dan orang yang tepat maka dalam teori Maslow tentang 3 karakter orang yang dapat mengaktualisasikan diri, subjek memenuhi karakter ketiga bahwa karakter


32

pribadi yang dapat mengaktualisasikan diri adalah mencari dan menghadapi emosi daripada menghindarinya. Orientasi seksual subjek merupakan orentasi seksual minoritas yang riskan terhadap cemoohan. Ketika subjek berusaha mengaktualisasikan emosi yang menyangkut situasi percintaannya, maka subjek akan cenderung lebih introvert pada orang lain. Namun jika subjek mampu mengaktualisasikan emosi tersebut pada orang yang tepat, tidak memandang orientasi seksnya, subjek dianggap memiliki keberanian dan kepercayaan terhadap orang tersebut. Dari pemaparan data didapat bahwa subjek memenuhi karakter yang ketiga karena subjek dapat mengaktualisasikan setiap emosinya dengan baik. Keseluruhan setting dalam penelitian ini adalah sebuah hubungan personal yang membutuhkan subjektifitas dalam tiap fase karena tiap pribadi selalu berubah setiap waktunya. Validitas penelitian berdasarkan seberapa dalam penggalian data melalui wawancara dan observasi ini dilakukan. Berdasarkan teori yang telah dipaparkan dan relevansinya dengan data yang didapat, peneliti berasumsi, setiap pribadi mampu mengaktualisasikan dirinya namun itu tergantung bagaimana pribadi tersebut menilai dirinya. Semakin baik konsep diri maka semakin baik pula ia dapat mengaktualisasikan diri.


BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Dari sifat, tujuan, dan metode penelitian, menurut Soewandi (1996), penelitian ini masuk dalam penelitian kualitatif sedangkan jenis penelitian berdasarkan atas sifat masalahnya menurut Suryabrata (1983) penelitian ini berjenis penelitian studi kasus. Studi kasus adalah suatu penyelidikan intensif tentang individu secara mendalam, relatif lama, terus menerus, dan menggunakan subjek tunggal yang artinya kasus dialami satu orang (Fuchan, 1982). Penelitian ini menguraikan tentang aktualisasi Tari dalam kehidupan sehari-hari. B. Sumber Data Sumber data diperoleh dari satu orang subjek penelitian yang berorientasi seks lesbian. Berikut adalah data tentang subjek: Nama

: Tari

Tempat/Tanggal Lahir : Lampung, 27 Desember 1994 Usia

: 17 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Sekolah

: Sekolah Swasta di Yogyakarta

Alamat Rumah

: Sleman

Ciri Fisik

: Tinggi Badan 152 cm, berat badan 49 kg, kulit coklat matang, rambut lurus, bentuk wajah bulat,

33


34

alis tipis, mata lebar, bibir tipis, jari tangan lentik Penampilan Psikis

: terbuka, tegas.

Tampilan Luar

: tidak rapi, seksi, memakai softlens.

C. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua langkah. Berikut ini uraian mengenai langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan. Peneliti menggali data dengan teknik wawancara informal. Setelah melakukan wawancara maka peneliti melakukan analisis terhadap hasil wawancara. D. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah pertanyaan dalam wawancara. Pedoman wawancara dipergunakan untuk memeroleh informasi tentang Tari dalam pengaktualisasian dirinya sebagai seorang lesbian. Pengumpulan data bertujuan untuk mendapat pengertian yang luas, lebih mendalam tentang subjek yang hendak diteliti. E. Metode dan Prosedur Pengumpulan Data 1. Metode Pengumpulan Data Menurut Sipayung (dalam Adityo,2011) data tentang subjek dilakukan melalui wawancara informasi, observasi, dan kunjungan rumah. a. Wawancara Informasi Wawancara informasi adalah alat untuk mengumpulkan informasiinformasi yang dibutuhkan oleh penulis secara lisan. Informasi yang


35

dibutuhkan berupa deskripsi umum kasus, latar belakang kehidupan keluarga, lingkungan fisik, sosio-ekonomi dan sosio-kultural, pertumbuhan jasmani dan riwayat kesehatan, perkembangan kognitif, perkembangan sosial dan status sosial, ciri- ciri kepribadian dan lain- lain hal yang dianggap relevan. Panduan pertanyaan wawancara sebagai berikut: Bagaimana perkembangan homoseksual anda? Bagaimana penerimaan diri anda sebagai seorang lesbian? Bagaimana perjalanan hidup sebagai seorang lesbian? 1) Umum - Apakah keadaan anda sebagai lesbian memengaruhi anda dalam mengaktualisasikan diri? -Apa ada kendala dalam proses anda mengaktualisasikan diri? -Bagaimana anda sebagai seorang lesbian melakukan aktualisasi diri (secara emosi dan potensi) dalam pergaulan? 2) Diri Sendiri - Bagaimana anda mengetahui bakat/potensi dalam diri anda? - Bagaimana anda menyalurkan perasaan/ emosi anda yang sedang berkecamuk dalam diri anda? 3) Konsep Diri - Bagaimana anda menilai diri anda di tengah masyarakat? - Apa anda memiliki suatu pengalaman yang membentuk suatu penilaian terhadap diri anda? 4) Kepuasan pribadi - Bagaimana prestasi diri anda saat ini? - Apa anda puas dengan potensi dan hasil yang anda dapatkan saat ini? - Apakah anda puas dengan sikap lingkungan anda sebagai seorang lesbian yang dapat mengaktualisasikan diri?


36

Wawancara terbuka dilakukan sebanyak dua kali yaitu Wawancara I dilakukan di warung Bakso Pringwulung pada tanggal 1 Agustus 2010, pukul 13.00- 14.30 WIB. Pada pertemuan ini Tari sudah menunjukkan adanya keterbukaan pada pengalaman, seperti dalam teori Rogers bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Tari mau berbagi kisahnya dengan sangat terbuka hal ini ditunjukkan dengan rasa percaya menceritakan suka duka ia mengaktualisasikan diri sebagai seorang lesbian. Dalam hal ini pun Tari sesuai dengan teori Rogers bahwa seorang yang berfungsi sepenuhnya adalah seorang yang mau percaya diri sendiri sehingga ia dapat memertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik. Wawancara kedua dilakukan di Warung Spesial Sambal, Pogung Lor tanggal 12 September 2010 pukul 18.00- 20.00 WIB. Tari menunjukkan sikap yang sama yaitu, terbuka, percaya diri, dan ditambah dengan sikap bebas terhadap segala persoalan yang sedang dihadapi saat itu. b. Observasi Observasi adalah salah satu cara mengumpulkan data dengan mengamati perilaku subjek secara langsung. Observasi ini dilakukan sebanyak lima kali, yang terbagi dua kali observasi dilakukan bersamaan dengan wawancara dan tiga kali dilakukan dalam lingkup pergaulan Tari seperti rumah dan komunitasnya. Observasi penting dilakukan untuk mendapatkan informasi situasional dan non-verbal dari subjek yang diteliti. Observasi dilakukan


37

di lingkungan rumah karena rumah dapat memberi informasi tentang keadaan sosial dan ekonomi keluarga Tari. Observasi di komunitas dance dirasa perlu karena aktivitas Tari lebih banyak dilakukan di dalam komunitasnya ini begitu pula dunia lesbian yang cenderung berada pada dunia dance yang digelutinya. c. Kunjungan Rumah Kunjungan rumah adalah salah satu cara mengumpulkan data berupa informasi- informasi yang relevan dari anggota keuarga terdekat dengan bertujuan untuk lebih mengenal lingkungan hidup subjek seharihari.

2. Metode Triangulasi Dalam wawancara informasi, digunakan metode triangulasi, dimana data diperoleh dari beberapa pihak yang terkait dengan subjek. Metode triangulasi yang digunakan adalah menggunakan beragam sumber yang tersedia. Dalam studi kasus ini metode triangulasi dilakukan di mantan sekolah Tari. Informan adalah seorang guru yang cukup dekat dengan Tari. Pengambilan triangulasi di sekolah penting sebagai penangguhan atas aktualisasi diri Tari. Dengan begitu akan diketahui apakah Tari secara optimal telah mengaktualisasikan diri dengan baik dimanapun termasuk di sekolah. Dari triangulasi ini didapat informasi bahwa Tari telah mengaktualisasikan diri dengan baik dengan melakukan coming out dan mengikuti ekstra tari yang ada di sekolah.


38

Hal ini sesuai dengan teori Rogers yaitu seseorang individu yang mengaktualisasikan diri memiliki kreativitas dengan ciri – ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respon atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya. 3. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan tahap- tahap sebagai berikut: a. Persiapan Penulis meminta ijin kepada Tari untuk melaksanakan wawancara informasi dan penulis memersiapkan pertanyaan- pertanyaan awal untuk memulai wawancara informasi. b. Pelaksanaan wawancara informasi 1) Penulis memersiapkan pertanyaan sesuai dengan bidangnya, seperti bidang pribadi- sosial, bidang akademik, bidang kesehatan, dan bidang seksualitas. Data yang lengkap dlam setiap bidang akan membantu untuk menganalisis masalah. 2) Berpegang pada urutan fase dalam wawancara Pada fase pembukaan diciptakan suasana nyaman dan rileks sehingga dapat mendukung jalannya wawancara. Pada fase penutup ditujukan untuk memberikan penegasan atas keputusan yang diplih subjek dan pemberian penegasan. Selanjutnya diucapkan terimakasih pada subjek atas kerelaan dan keterbukaan selama wawancara.


39

F. Analisis Data Data yang sudah terkumpul, dianalisis dengan cara menganalisis latar belakang kehidupan keluarga, pertumbuhan jasmani dan riwayat kesehatan, perkembangan kognitif, perkembangan sosial dan status sosial sekarang, ciri- ciri kepribadian yang dikorelasikan dengan teori Rogers yang yang mendasari adanya aktualisasi diri dalam diri Tari. Setelah itu dilakukan sintesis, diagnosis, prognosis,evaluasi dan tindak lanjut, serta merangkum semua informasi suatu format penelitian studi kasus.


BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang informasi- informasi yang telah diperoleh di lapangan sebagai hasil studi kasus dengan metode seperti yang telah dijelaskan pada BAB III. Informasi diperoleh langsung dari subjek dan dari pihak terkait. Penulis berusaha mendalami tentang keadaan subjek. Berkaitan dengan kode etik maka nama dan beberapa informasi disamarkan agar identitas klien tidak diketahui. A. Subjek penelitian 1. Penghimpun Data Subjek Deskripsi Umum Kasus Nama

: Tari

Tempat/Tanggal Lahir : Lampung, 27 Desember 1994 Usia

: 17 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Sekolah

: Sekolah Swasta di Yogyakarta

Alamat Rumah

: Sleman

Penampilan Fisik

: Tinggi Badan 152 cm, berat badan 49 kg, kulit coklat matang, rambut lurus, bentuk wajah bulat, alis tipis, mata lebar, bibir tipis, jari tangan lentik

Penampilan Psikis

: terbuka, tegas.

40


41

Penampilan

: tidak rapi, seksi, memakai softlens.s

Gejala

:

1. Tari menikmati keadaan sebagai seorang lesbian. 2. Merasa tidak nyaman dengan ayahnya. 3. Tari sangat menyukai dance 2. Pemaparan Data a. Latar belakang kehidupan keluarga Ayah Tari berasal dari Lampung dan berumur 45 tahun. Ayah Tari beragama Islam dan bekerja sebagai satpam. Pendidikan terakhir ayah Tari adalah SMA. Ia berkarakter keras dan hal itu menyebabkan Tari tidak nyaman berada di rumah. Hubungan Tari dengan ayahnya kurang baik semenjak Tari mengaku sebagai seorang lesbian. Ayahnya sering menyindir Tari ketika dia melihat Tari diantar teman wanitanya. Pada dasarnya, ayah Tari bukan tipikal ayah yang temperamental sehingga harus dijauhi anak-anaknya, tetapi disaat ayahnya melakukan hubungan intim dengan ibunya dan membuat suara gaduh, membuat ia dan adiknya merasa “jijik� dengan ayah mereka. Tari adalah anak pertama dari tiga bersaudara, kedua adiknya perempuan. Adik pertamanya kelas satu SMA dan yang kedua masih berumur tiga tahun. Ibunya dapat memahami keadaan anaknya sebagai seorang lesbian bahkan ibunya suka memberikan penilaian pada pasangan-pasangan yang kerap dibawa Tari ke rumah. Ibu Tari bekerja di sebuah Laundry di kawasan Kentungan. Pada suatu kali Tari pernah “minggat� dari rumah karena pelecehan yang dilakukan


42

ayahnya. Saat itu Tari bertemu dengan ayahnya di sebuah diskotik di kawasan Jalan Magelang, Tari sedang bersama teman-teman binan lainnya. Ayah Tari lalu memaksa Tari pulang karena ayahnya tidak suka anaknya bergaul dengan teman-teman binan namun Tari tidak mau hingga terjadi peristiwa kejar mengejar yang dilakukan ayah Tari kepada Tari. Lalu tertangkaplah Tari di daerah Mlati dekat rumahnya namun ayahnya tidak langsung membawa Tari pulang tetapi dia membawa Tari ke sebuah gedung bekas kantor ayahnya dulu. Tari dipaksa masuk dan ayahnya mulai berkata-kata kasar perihal pilihan anaknya sebagai seorang lesbian bahkan meminta Tari menari striptis di depan ayahnya saat itu juga. Tari heran karena ayahnya berani meminta hal tersebut padanya, sedangkan Tari berkeyakinan bahwa ayahnya sedang tidak mabuk saat itu. Maka Tari nekad berlari dan memanjat pagar yang sempat dikunci ayahnya ketika mereka masuk ke gedung itu. Aksi dramatis seperti dalam sinetron pun terjadi ketika Tari berlari dan memilih pulang ke rumah dan memberitahu pada ibunya tentang apa yang telah terjadi. Setelah Tari sampai di depan rumah dan meminta ibunya membukakan pintu, ternyata pintu dikunci dari luar oleh ayahnya sehingga ibu Tari tidak bisa membuka dari dalam. Namun akhirnya Tari memilih meninggalkan rumah malam itu juga. Selama dua bulan lebih Tari selalu berpindah-pindah tempat menginap dari satu teman ke teman yang lain. Hal itu terpaksa dilakukan karena dia masih memiliki rasa trauma. Tari juga merasa tidak enak hati jika harus merepotkan teman-temannya. Pada akhirnya Tari memilih untuk tidur di


43

tempat kerja ibunya selama beberapa waktu yang sebelumnya sudah meminta ijin pada pemilik laundry. Tari menceritakan peristiwa yang menimpanya itu pada sang ibu namun ibunya tidak memercayainya dan memilih percaya pada suaminya. Tari maklum dengan hal tersebut karena menurut Tari, ibunya hanya berusaha membohongi perasaannya sendiri dan menutupi rasa bersalah pada Tari. Ayah Tari sering memerlakukan Tari dengan tidak hormat sebagai seorang wanita, seperti mencium leher bahkan meraba tubuh Tari saat tidur. Tari menyadari hal tersebut namun hanya diam dan puncaknya adalah peristiwa “keminggatannya� dari rumah. Tari minggat dari rumah selama dua minggu, ia berpindah- pindah dari satu kos ke kos lain teman- temannya. Suasana rumah terasa biasa ketika ia sampai di rumah, aktifitas berjalan seperti biasa. Ayahnya pun terlihat biasa saja. Anehnya, hubungan mereka yang ia perkirakan akan berjalan kaku ternyata malah sangat lancar. Ia pun tak mengetahui kenapa bisa melupakan perasaan terhinanya karena telah dilecehkan oleh ayahnya sendiri. Ibunya juga memerlakukan dirinya seperti biasanya seolah tak pernah terjadi apapun. Neneknya dari pihak ayah selalu memerlakukan Tari seolah anak haram. Tari sebenarnya menyadari hal tersebut karena selang kelahiran antara dia dengan adiknya hanya empat bulan. Tari menduga bahwa dia bukanlah anak ayahnya. Tari pernah menanyakan hal tersebut pada ibunya tapi ibunya selalu menghindar. Perlakuan keluarga dari pihak ayahnya sangat berbeda dibandingkan perlakuan mereka pada adiknya. Tari merasa


44

diskriminasikan dalam hal apapun seperti pemberian uang atau hanya sekedar ijin untuk keluar. b. Lingkungan Fisik, Sosio- Ekonomi, dan Sosio kultural Rumah Tari berdinding tembok dan memiliki tiga kamar. Rumah tersebut tidak luas dan memiliki teras kecil di depannya. Tampak dari luar bahwa keluarga Tari adalah keluarga yang sederhana. Kehidupan keluarga Tari termasuk menengah ke bawah. Rumah Tari tidak terlalu bersih, banyak mainan anak-anak disana sini, itu dikarenakan Tari masih memiliki adik balita sedangkan anggota keluarga jarang ada di rumah karena kesibukan masingmasing. Tari merasa bahwa keluarganya diterima oleh lingkungan sosialnya dengan baik walaupun status pekerjaan dalam lingkungan tersebut beragam. Tari pun diterima sebagai lesbian dengan baik. Tetangganya tahu bahwa Tari seorang lesbian karena Tari sering diantar pulang oleh teman-teman butchynya dan diperkuat dengan pertengkaran dengan ayahnya yang memersalahkan dirinya sebagai seorang lesbian sehingga terdengar oleh tetangga. Rumah Tari terletak pada daerah padat penduduk sehingga jalan menuju rumah Tari harus melewati banyak rumah dan tak dapat menghindari tetangga-tetangga yang seringkali duduk berbincang di depan rumah mereka. Sebelumnya Tari sempat ragu apakah para tetangganya

sungguh

mengetahui

orientasi

seksualnya

tersebut,namun begitu ada salah seorang tetangganya yang


45

terbilang biang gosip di lingkungan tempat tinggalnya bertanya tentang siapa dari antara para butchy yang mengantarnya yang berstatus sebagai pacar maka pada saat itu Tari merasa diberi kesempatan untuk “buka-bukaan� tentang orientasi seksual yang sebenarnya.

Hal

ini

dilakukan

agar

para

tetangga

tidak

memergunjingkan di belakangnya. Setelah kejadian tersebut Tari merasa tak ada yang berubah dari para tetangganya. Tetangganya tetap menyapa bahkan terkesan masa bodoh, Tari jadi merasa tenang. Teman-teman Tari di sekolah juga mengetahui bahwa Tari adalah seorang lesbian karena di sekolahnya ada dua orang temannya yang berorientasi seksual

sama. Namun Tari tidak

tergabung dalam kelompok teman yang lesbian tersebut karena Tari lebih merasa nyaman berada bersama teman-teman “sealiran� yang ada di luar sekolah, walau begitu Tari tetap menjaga hubungan baik dengan kelompok lesbian di sekolahnya. Temanteman lelakinya tidak jarang mengejek perihal orientasi seksualnya tetapi ada juga beberapa teman laki-laki yang menyukainya. Bagi Tari hal semacam ini sudah menjadi makanan sehari-hari sehingga Tari sudah terbiasa. Hal ini tidak pernah menjadikannya berpikiran negatif tentang dirinya sendiri.


46

c. Pertumbuhan Jasmani dan Riwayat Kesehatan Tari terlahir normal dan tumbuh selayak anak pada umurnya. Tari tidak memiliki gangguan apapun dalam tubuhnya. Softlens

yang

digunakan

semata-mata

untuk

melengkapi

penampilannya sebagai seorang dancer. Keluhan pusing hanya dirasakan jika dia memiliki permasalahan rumit seperti kisah cintanya maupun permasalahan keluarga. Tari memiliki tubuh yang kecil namun kuat dan kencang karena pekerjaannya sebagai dancer. d. Perkembangan Kognitif Tari memiliki kemampuan kognitif rata-rata. Ia tidak pernah berprestasi selama menjalani masa pendidikan di sekolah selama ini. Bahkan sewaktu kelas dua SMP ia pernah dikeluarkan dari sekolah karena terlalu sering membolos. Maka dia pun meneruskan di SMP lain dengan pengawasan ketat dari orangtua yang bekerjasama dengan pihak sekolah hingga ia lulus. Pada akhirnya Tari dapat lulus dengan nilai yang pas-pasan. Sejak TK hingga SMP, Tari selalu bersekolah di sekolah negeri, namun pada saat SMA ia di bersekolah di swasta. Pada kenaikan kelas dua, ia dikeluarkan dari sekolahan untuk kedua kalinya dengan sebab yang sama yaitu membolos. Tari tidak pernah bermaksud untuk membolos, namun karena ia sering terlambat maka ia mendapat sanksi tidak boleh masuk kelas jika ketahuan


47

membolos lagi. Walaupun dengan ancaman dari pihak sekolah seperti itu namun Tari masih sering terlambat. Tari bukanlah tipikal anak yang tertib sehingga ia selalu bangun kesiangan setelah menari di klub malam. Alasan inilah yang menyebabkan Tari selalu susah untuk bangun pagi karena aktifitasnya tersebut baru selesai sekitar pukul dua pagi. Setelah mengetahui Tari dikeluarkan, orangtuanya hanya bisa pasrah karena mereka merasa sudah terlalu banyak masalah sehingga mereka membiarkan Tari untuk menentukan pilihan hidupnya. Tari bergabung dengan sebuah kelompok dance yang sudah cukup sering mengisi di sebuah klub malam. Tari sangat menikmati pekerjaannya sebagai dancer. Ia selalu memberikan 50 % uang hasil menari pada ibunya. Tari ingin orangtuanya semakin mendukungnya sebagai dancer maka ia membuktikan bahwa pekerjaannya juga menghasilkan sesuatu yang sekiranya dapat membantu. e. Perkembangan sosial dan status sosial sekarang Menurut Tari, ia sudah cukup mencecap pahit manis hidup. Banyak hal yang telah dilaluinya bersama dengan teman-teman semasa kecil bahkan sampai saat ini. Namun Tari lebih menikmati kisah- kisah cintanya bersama pasangannya. Tari tidak begitu ingat dengan masa kecilnya karena baginya masa kecilnya cukup membuatnya sesak. Pada saat itu keluarganya tinggal bersama


48

neneknya yaitu ibu dari ayahnya yang tidak begitu suka dengan Tari. Namun Tari masih mengingat ketika awal SMP, ia mulai menyukai kakak kelas perempuannya yang berpenampilan tomboi. Rasa suka itu ia pertahankan dan perjuangkan hingga tanpa disangka kakak kelas tersebut memiliki perasaan yang sama. Hubungan mereka hanya bertahan beberapa minggu karena alasan kebosanan dari pihak Tari. Tari merasa kakak kelasnya tersebut kurang “greget� di hatinya. Semenjak itu ia mencoba mulai berpacaran dengan teman laki-lakinya yang juga hanya bertahan seumur jagung. Walau begitu, menyukai sesama jenis bukan merupakan pilihannya saat itu karena baginya hal ini naluriah terjadi padanya. Ia tidak memilih harus menyukai siapa dengan orientasi seksual apa karena perasaan sukanya selalu jatuh pada sesama jenis. Tari merasa pada masa kecilnya, ia tidak mengalami hal- hal traumatis yang menyebabkan ia menjadi menyukai sesama jenis. Pilihan berkaitan dengan orientasi seksualnya terjadi pada masa SMA. Setiap detik sangat berarti untuknya. Di SMA, Tari semakin tertarik pada wanita. Ia tidak berusaha menolak perasaan itu karena ia menikmati perasaan jatuh cinta yang dirasakannya. Dalam hubungannya, ia lebih berperan sebgai femme. Namun dalam proses hidupnya, ina menyadari bahwa ia juga seorang androfemme karena ia tertarik dengan perempuan feminin. Tari


49

pernah berpacaran dengan teman laki-laki tetapi ia merasa tidak menemukan getaran yang menggairahkan, yang dapat membuat ia merasa menjadi seorang wanita utuh. Akhirnya hubungan itu hanya berjalan sebulan. Lalu ia bertemu dengan pacar kedua sesama jenisnya,ia lupa berapa lama hubungan itu berjalan tetapi kira-kira 1 tahun lebih. Mereka bertemu lewat seorang teman yang juga “belok� (sebuah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut homoseksual). Setelah memutuskan putus dengan pacar kedua, ia bertemu dengan pacar ketiga (sebut saja Adi) di sebuah klub malam namun hanya sekedar beradu pandang saja. Pertemuan kedua adalah disebuah kos teman Tari, namun pertemuan tersebut lagi-lagi hanya sekedar adu pandang karena ternyata Adi adalah pemberi job kelompok dancer Tari. Pertemuan ketiga adalah di sebuah klub malam lagi karena grup dance Tari mendapat job disana. Berkat dikenalkan oleh teman dance-nya maka hubungan mereka berlanjut menjadi pertemanan walaupun mereka berdua sudah memiliki pasangan. Tari menyukai Adi karena kelucuan dan kekerenan Adi. Sampai suatu saat setelah tampil, Tari mabuk dan diajak ke kos Adi. Walaupun mabuk, Tari dapat mengingat bahwa mereka berdua telah melakukan hubungan intim. Tiga hari kemudian mereka jadian, Tari menyanggupi menjadi pasangan kedua Adi karena pasangan Adi berada di Jakarta. Hari-hari mereka lalui bersama, setelah pulang sekolah pun Tari singgah ke


50

kos Adi. Adi berasal dari Jakarta dan merupakan seorang mahasiswi sebuah universitas negeri di Jogja. Aktivitas Adi sebagai seorang aktivis di kampus membuat Tari kesepian. Perubahan Adi mulai terlihat pada seminggu setelah mereka pacaran. Adi menjadi jarang sms bahkan tak pernah lagi menyentuh Tari. Tari mulai curiga karena perubahan ini masih terlalu awal dari waktu mereka mulai pacaran. Tanpa melakukan apapun,waktu menjawab kecurigaan Tari. Adi mulai berani mengajak seorang teman dance Tari ke kos. Mereka bermesraan dan Adi tidak berusaha menjelaskan pada Tari. Teman dance Tari tesebut adalah seseorang yang “lurus� namun entah kenapa setelah dekat dengan Adi menjadi “belok�. Tari merasa sangat sakit hati karena yang dekat dengan Adi adalah teman dalam satu grup dance yang akan selalu berlatih bersamanya. Dua minggu berikutnya mereka memutuskan putus. Tari masih belum bisa melupakan sakit hatinya hingga selalu mengumpat di jejaring sosial miliknya. Setiap kali melihat wajah temannya tersebut, Tari merasa sangat marah namun tidak bisa mengekspresikan karena menjaga situasi dan relasi dalam grup dancenya tersebut. Kurang lebih satu bulan kemudian,Tari berkenalan dengan Reza, seorang butchy yang berasal dari Magelang. Menurut Tari, Reza

orang

yang

menyenangkan

dan

c ukup

menarik.


51

Dibandingkan pasangannya terdahulu, Reza memiliki perawakan lebih kecil dan babyface. Setiap minggunya, Reza akan datang ke Jogja untuk bertemu dengan Tari. Mereka akan melakukan rutinitas yang dilakukan pasangan kekasih ketika berkencan, yaitu makan, berjalan-jalan keliling kota, ataupun sekedar ngobrol di rumah. Tari

berpendapat bahwa Reza masih terlalu polos dalam hal

melakukan hubungan intim. Baginya, Reza tidak ada apa-apanya dibanding Adi, pasangan terdahulunya. Namun bagi Tari, itu bukanlah masalah selama mereka berdua dapat menjaga komitmen masing-masing. Mungkin karena kepolosan tersebut, Tari merasa aman menjalin hubungan dengan Reza. Aman dalam arti Tari merasa bahwa Reza tidak akan mengkhianatinya. Berjalan dua minggu hubungan mereka, seorang teman Tari sempat membuat kekacauan sehingga membuat hubungannya dengan Reza menjadi dingin. Teman Tari tersebut berusaha mendapatkan perhatian Reza, namun Reza kurang menanggapinya. Reza tipikal orang yang sangat perhatian dan manis sehingga membuat banyak wanita tertarik. Kekakuan itu tak berjalan lama, tiga hari kemudian mereka berbaikkan. 6) Ciri- ciri kepribadian Tari adalah pribadi yang senang bergaul dan terbuka. Ia senang menjalin relasi dengan orang lain karena baginya relasi


52

adalah aset untuk mendapatkan job. Tari merupakan pribadi yang fleksibel dan santai sehingga membebaskan ia dari beban pikiran. 3. Analisis a. Berdasarkan Teori Pengaktualisasian Diri Dari isi wawancara dan observasi yang telah dipaparkan di atas, didapatkan cara pengaktualisasian diri Tari sesuai teori tentang Aktualisasi diri dan Konsep diri (Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya menurut Rogers. Berikut analisis dari data tersebut. 1) Lingkungan tempat tinggal Tari dapat mengaktualisasikan diri dengan lingkungan tempat tinggalnya, hal ini terlihat bahwa Tari mampu melakukan coming out tanpa merasa takut terisolir dari lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini termasuk dalam pengaktualisasian diri sesuai dengan teori Rogers yaitu pribadi dapat terbuka pada pengalaman. Sebagai pribadi yang dapat berfungsi sepenuhnya adalah orang yang dapat menerima pengalaman dengan

fleksibel.

Dalam

hal

ini

Tari

mampu

terbuka

pada

pengalamannya sehingga ia dapat terbuka pada tetangga maupun keluarga tentang orientasi seksualnya. 2) Sekolah Di sekolahnya dulu, Tari mampu bergaul dengan baik dengan temantemannya, baik yang laki-laki maupun perempuan. Teman-temannya mengetahui orientasi seksual Tari sehingga beberapa teman ada yang menghindarinya bahkan menyebutnya lesbi secara tidak hormat. Bagi Tari,


53

itu merupakan hal biasa karena ia tahu bahwa beberapa orang masih belum dapat menerima kaumnya dengan baik. Hal ini diperkuat dengan teori Rogers yaitu: a) Sebelum mengaktualisasikan diri pribadi harus dapat terbuka pada pengalaman dan hal tersebut masuk dalam konsep diri positif. Dengan terbuka pada pengalaman maka ia akan mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positif maupun negatif. Saat Tari melakukan coming out, maka berbagai reaksi negatif maupun positif muncul dari teman bahkan guru-gurunya. Reaksi itu merupakan konsekuensi dari suatu realita yang dianggap di luar norma masyarakat tentang homoseksual. Reaksi negatif sempat membuat Tari sedikit down namun Tari merasa lebih nyaman ketika ia tidak perlu berbohong terhadap keadaan orientasi seksualnya saat ini. Dilihat dari reaksi Tari sendiri, Tari mampu mengelola perasaan-perasaan marah, kecewa, dan terhina dengan tidak melakukan perilaku destruktif yang membahayakan dirinya maupun orang lain. b) Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai respon atas pengalaman selanjutnya. Ini terlihat dari aktifitas Tari di sekolah yang tetap seperti biasa,


54

belajar, bergaul, menjalani ekstrakulikuler sehingga ia masih tetap bisa mengeksplorasi potensi yang dimiliki sebagai manusia utuh. 3) Komunitas dancer Ada dua orang dalam komunitasnya yang merupakan lesbian, dua orang tersebut termasuk Tari. Teman-teman dalam komunitas ini dapat menerima

kehadiran

Tari

sebagai

lesbian.

Mereka

tidak

memersalahkan hal tersebut selama setiap anggotanya mampu disiplin waktu. Tari juga selalu mengenalkan pacarnya saat itu pada komunitasnya sehingga hubungan antara Tari, pacarnya, dan komunitas dapat terbuka tanpa adanya ganjalan dari masing- masing pihak. Hal ini sesuai dengan teori pengaktualisasian diri yaitu pribadi yang bisa mengaktulisasikan diri adalah secara spontan dapat menilai semua pengalaman

yang mengembangkan aktualisasi diri dan

menghindari semua pengalaman yang menghambat aktualisasi diri. Dalam hal ini Tari ingin menjaga hubungan baik dengan pacar maupun komunitasnya agar tetap seimbang dan memiliki keterkaitan. Tari mencoba mendekatkan pacarnya dengan komunitas yang dimilikinya sehingga dalam menjalani kedua hubungan tersebut dapat selaras dan seimbang. Realita ini berkaitan pula dengan teori aktualisasi diri bahwa kecenderungan manusia untuk berada pada puncak pengalaman. Tendensi memuncak yang vertikal ini tidak berarti bahwa tingkat


55

bawah yang biologik diabaikan begitu saja tetapi justru dikembangkan dalam potensinya yang paling dalam untuk memekarkan maknamakna spiritual. Dengan terlibat dalam komunitas ini maka Tari mengembangkan potensi yang dimilikinya, melakukan apa yang diimpikannya sebagai seorang dancer, membuat dirinya bahagia.

a. Berdasarkan Karakter Pribadi yang Mampu Mengaktualisasikan Diri 1)

Tari memiliki keinginan dalam hidupnya untuk terus mengembangkan potensinya dalam bidang dance. Tari dapat bergaul dengan lingkungan sosialnya sebagai seorang yang berorientasi lesbian dan lingkungannya pun menerima perbedaan itu walaupun terdapat beberapa orang yang memandangnya sebelah mata. Hal ini diperkuat dengan teori Maslow(1997) bahwa karakter pribadi yang dapat mengaktualisasikan diri salah satunya memiliki persepsi yang efektif, yaitu ia dapat melihat dunia dan dirinya sendiri sebagaimana dunia dan dirinya itu yang sebenarnya. Dengan

begitu

Tari

termasuk

pribadi

yang

da pa t

mengaktualisasikan diri. 2) Dengan jujur dia menjadi dirinya sendiri, mengekspresikan pikiran dan emosi yang sebenarnya dan ini merupakan karakteristik pribadi yang mengaktualisasikan diri yang kedua menurut Maslow. Tari memiliki karakter ini, hal ini dapat dilihat dari masalah bertubi-


56

tubi menimpanya dari masalah keluarga, percintaan, bahkan pekerjaannya. Ia mengekspesikannya dengan berteriak, menangis, hingga pernah pergi dari rumah. Tari mampu meluapkan dan mengutarakan perasaan bahagia atau marah saat itu juga pada orang yang bersangkutan. Ia pun dapat mengutarakan perasaan cinta pada pasangannya. Tujuan dari semua ekspresi ini adalah kebahagiaan karena ketika ia dapat mengaktualisasikan perasaan bahkan potensi yang dimiliki, kelegaan, kenyamanan, bahkan kebahagiaan yang dirasakan. Dengan jujur ia mengakui dirinya sebagai lesbian, dengan jujur pula ia mengakui bahwa dia tidak hanya femme tetapi ia adalah androfemme yang bisa mencintai seorang butchy maupun femme walaupun dalam dirinya lebih didominasi jiwa femme. 4. Sintesis Tari merupakan seorang lesbian. Tari menyadari hal ini sejak SMP ketika ia merasa lebih tertarik dengan sesama perempuan. Pada saat itu ia tidak memembedakan yang mana perempuan feminin atau tomboi. Dalam diri Tari saat itu belum ada klasifikasi mengenai peran seks dalam homoseksual, yang ia ketahui saat itu hanya: Ia menyukai perempuan. Tari menerima diri sebagai seorang lesbian. Pilihannya menjadi seorang lesbian bukan suatu pola pemikiran bahwa dengan menjadi berbeda merupakan suatu hal yang hebat dan akan jadi perhatian.


57

Namun ia berpikir dan merasakan bahwa perempuan merupakan makhluk indah yang pantas dicintai. Ia tidak pernah berpikir untuk menjadi heteroseks. Baginya orientasi seksualnya saat ini adalah hal yang membahagiakan. Kedua orangtuanya mengetahui bahwa ia seorang lesbian, namun ayahnya tidak dapat menerima. Ayahnya berpandangan bahwa menjadi seorang homoseks adalah hal yang memalukan dan menjijikan. Ibu Tari perlahan mampu menerimanya bahkan ibu bersedia memberikan masukan terhadap pasanganpasangan yang selama ini dikenalkan pada ibunya. Tari mulai mengenal hubungan ini sejak SMP. Namun bukan berarti ketika SMP ia sudah memilih untuk menjadi lesbian, yang ia tahu hal ini naluriah terjadi pada dirinya tanpa aspek pilihan didalamnya. Namun ketika memasuki SMA, ia mulai menyadari sepenuhnya tentang perasaannya tersebut dan mulai mengatagorikan dirinya sendiri sebagai lesbian. Coming out yang dilakukannya di sekolah sempat membuat beberapa teman mencemoohnya, namun hal tersebut tidak menjadi masalah bagi Tari karena mereka yang mencemooh hanya sebagian kecil dari teman-temannya. Di lingkungannya rumah, tetangga Tari menerima orientasi seksualnya selama tidak mengganggu. Beberapa tetangga Tari mengetahui bahwa ia adalah seorang dancer dan mereka mengapresiasi hal tersebut dengan selalu bertanya mengenai dance. Tari merasa


58

nyaman dengan kondisi tersebut karena ia menjadi merasa diterima di lingkungan rumahnya. Tari pernah menjalin hubungan dengan laki-laki semasa SMA namun Ia tidak merasakan gairah seperti yang ia rasakan ketika bersama sesama jenisnya. Ia merasa menikmati ketika bersama pasangan lesbiannya walaupun hanya sekedar ngobrol. Maka itu kesempatan untuk bertemu pasangannya selalu ia pergunakan dengan baik. Tari mengaku bahwa ia tidak memiliki komunitas lesbian secara formal. Ia hanya mengenal satu teman dan teman lain di tempat yang berbeda. Ia lebih suka menyebutnya sebagai kumpulan pertemanan karena mereka tidak memunyai misi dan visi tertentu. Setiap mereka berkumpul hanya sebatas bermain dan menjalin relasi dengan lesbian lain. Setiap ia tampil di kota yang berbeda, biasanya ia akan mendapatkan minimal satu kenalan yang “belok�. Ia merasa temanteman sesama lesbian sangat baik terhadapnya. Pernah suatu kali ada seorang butchy yang tinggal di luar negeri, mereka berhubungan via telepon dan internet. Orang tersebut menyukai Tari dan ia sangat royal hingga selalu menawarkan untuk menransfer sejumlah uang untuk Tari. Namun Tari selalu menolak karena Tari tidak ingin merasa balas budi, di samping itu Tari juga merasa kurang sreg karena butchy tersebut sudah berumur 34 tahun. Maka hubungan tersebut tidak ia lanjutkan. Tari menikmati aktifitasnya sebagai seorang dancer karena ia dapat mengekplorasi bakatnya, mendapatkan penghasilan, dan bertemu


59

dengan “kaumnya�. Maka itu ia berusaha untuk sebaik mungkin berlatih dance agar semakin mahir dan dapat menarik perhatian para butchy. B. Diagnosis dan Prognosis 1. Diagnosis Kasus Tari ini masuk dalam ragam bimbingan akademik dan karir. Tari dikeluarkan dari sekolah karena kebiasaan telat masuk sekolah. Dan saat ini Tari tidak melanjutkan sekolahnya. Dalam hal karir Tari membutuhkan dukungan agar tetap mengekplorasi bakat tersebut. Menurut dugaan penulis, Tari membutuhkan seseorang yang mau membuka pandangan tentang pentingnya pendidikan formal untuk masa depannya kelak serta yang mau mendukungnya untuk terus menari. Tari merasa dari pihak keluarganya masih setengah hati untuk mendukungnya. Ayahnya

bahkan

melecehkan

profesinya

tersebut,sedangkan

ibunya

cenderung apathis asal Tari dapat menjaga diri. 2. Prognosis Berdasarkan diagnosis di atas, penulis memerkirakan bentuk bantuan yang akan diajukan untuk membantu Tari dalam mengatasi masalahnya yaitu: 1) Tari membutuhkan semangat untuk mau meneruskan sekolahnya. 2) Memberikan bantuan konseling dengan pendekatan

Trait Factor

Counseling. Melalui pendekatan ini ditekankan tentang akademik dan pilihan karir yang direlevansikan dengan aktualisasi dirinya sebagai seorang lesbian.


60

Dalam pemberian bantuan untuk menyelesaikan masalah yang dialami oleh Tari maka perlu digali faktor pendukung dan penghambat proses pencapaian tujuan aktualisasi Tari. Hal- hal yang mendukung dan menghambat dalam mencapai tujuan dari aktualisasi Tari adalah: 1) Pendukung a) Bakat yang dimiliki b) Kemampuan interpersonal yang baik c) Keterbukaan terhadap penulis 2) Penghambat a) Sifat Tari yang terlalu menggampangkan sesuatu b) Sikap ayahnya yang menentang keinginan Tari menjadi dancer. C . Treatment Berdasarkan diagnosis, maka penulis mencoba mengajukan treatment. Treatment ini diajukan sebagai referensi untuk membantu Tari menyelesaikan kesulitannya. Dalam treatment ini, menggunakan skema pendekatan Trait Factor Counseling yang membantu dalam membimbing Tari dalam hal akademik dan karir sehingga Tari mampu membuat blueprint hidupnya dalam bidang akademik dan mampu memantapkan hobi sekaligus pekerjaannya sebagai dancer. Fase I Pembukaan 1. Konseli berjumpa dengan konselor 2. Konselor berbasa- basi dengan konseli 3. Konselor memersilahkan konseli mengutarakan masalahnya


61

Fase II Penjelasan masalah Konseli mengutarakan pikiran dan perasaan yang terjadi dalam dirinya. Fase III Analisis masalah 1. Tari . a. Kemauan dan kemampuan belajar rendah. b. Memiliki bakat menari dan bercita- cita menjadi dancer profesional dikagumi butchy- butchy serta mendapatkan penghsilan sendiri. c. Dikeluarkan dari sekolah karena sering membolos sekolah. 2. Keluarga a. Ayah Tari kurang mendukung Tari menari dan lebih menginginkan Tari bersekolah lagi. b. Ibu Tari cenderung apathis dengan cita-cita Tari tersebut, asal Tari dapat menjaga diri. 3. Akademik dan karir a. Bersekolah di SMK yang memiliki jurusan Tari modern. b. Pekerjaan yang diinginkan adalah menjadi dancer profesional.

Fase IV 1. Jurusan yang diinginkan memungkinkan untuk Tari bersekolah disana. 2. Tari dapat mengembangkan bakat menarinya serta dapat mewujudkan cita- citanya.


62

3. Sesuai dengan keinginan ayahnya agar Tari tetap sekolah. Fase V 1. Konselor memberikan ringkasan seluruh proses konseling. 2. Konselor memeberikan kesempatan pada konseli untuk menegaskan lagi pilihannya. 3. Konselor memberi peneguhan. 4. Proses konseling diakhiri.


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Tari memiliki pengalaman- pengalaman sebagai seorang lesbian. Pengalaman tersebut memerkembangkannya sebagai manusia yang terus belajar dari kehidupan. Seperti dalam teori Rogers bahwa aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak – kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis. Hal ini terjadi pada Tari, ketika pada usia tertentu ia menari untuk mendapatkan perhatian namun sekarang menari diyakininya sebagai kepuasan akan suatu potensi yang memang sudah dimilikinya. Aktualisasi dalam hal ini bukan hanya terpatok dalam hal potensi atau bakat, namun juga aktualisasi terhadap perasaan sebagai seorang lesbian. Tari mampu mengaktualisasikan perasaan cintanya terhadap pasangan melalui kata maupun perbuatan. Ia juga dapat mengaktualisasikan emosi yang bergejolak dala hatinya dengan mengutarakan perasaannya tersebut. Bantuan yang diajukan merupakan referensi untuk pengembangan pelayanan bimbingan. Pelayanan bimbingan bagi Tari ini memiliki fungsi pemeliharaan dan pengembangan. Manusia pada dasarnya unik, setiap detiknya bisa berubah. Diharapkan dengan bantuan ini seseorang yang memiliki kasus

63


64

serupa dengan Tari dapat memelihara dan mengembangkan potensi dan perasaan yang dimiliki secara positif. B. Saran Oleh karena keterbatasan peneliti, penelitian ini hanya sebatas pada aktualisasi seorang lesbian. Penelitian ini masih dapat dikembangkan lagi misalnya penelitian tentang aktualisasi lesbian dalam lingkup sekolah. Hal ini diperlukan jika guru pembimbing dihadapkan pada siswi yang memiliki kecenderungan lesbian. Pengetahuan dan pemahaman seorang guru pembimbing tentang homoseksual, membentuk pola pikir dan pemberian tindakan pada siswa maupun siswi jika suatu saat dihadapkan pada permasalahan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA Adityo, M. 2011. Penyesuaian Sosial Homoseksual Studi Kasus pada Rudi dan Joko. Skripsi (in edita) Yogyakarta. Ahdiati, Triana. 2007. Gerakan Feminis Lesbian. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Baron, R A; Byrne, D. 2002. Psikologi Sosial jilid 1. Jakarta: Erlangga. Coleman, J C. 1972. Abnormal Psychology and Modern Life. USA. Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama. Durand, Mark V; Barlow, David H. 2007. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Feist, G J. ; Feist, J. 2008. Theorist of Personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Freud, Sigmund. 2003. Teori Seks. Yogyakarta: Jendela. Fromm, Erich. 2007. Cinta, Seksualitas, dan Matriaki. Yogyakarta: Jalasutra. Furchan, A. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Hall, C S; Lindzey, Gardner. 1993. Teori- Teori Holistik (OrganismikFenomenologis). Yogyakarta: Kanisus. ---------------------------------. 1993. Yogyakarta: Kanisius.

Teori-

Teori

Psikodinamik

(Klinis).

Hary, TA P. 1994. Efektifitas Pemberian Terapi Kelompok untuk meningkatkan Aktualisasi Diri Pada Kelompok Homoseksual. Tesis (in edita) Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Kristantini, Judhi. 1991. Studi Eksploratif Tentang Konsep Diri Kaum Lesbian Dan Masalah-Masalah yang Timbul dalam Penyesuaian Dirinya. Tesis (in edita) Bandung: Fakultas Psikologi UGM. Marching, S.T. 2010. ILGA dalam Bhinneka, Vol 6, Mei 2010. Surabaya: HIVOS. Oetomo, Dede. 2003. Memberi Suara pada yang Bisu. Yogyakarta : Pusaka Marwa.

65


66

Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan: Model – Model Kepribadian Se hat. Yogyakarta: Kanisius Spencer, Colin. 2004. Sejarah Homoseksual. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Sigit, Soehardi Prof. Dr. 2003. Pengantar Metodologi Pendidikan. Yogyakarta: BPFE UST. Sirait, Turman. 1997. 4 Teori Kepribadian. Jakarta: Restu Agung (Saduran) Winkel, W. S. & Hastuti, M.M.S. 2004. Bimbingan dan Konseling di Instansi Pendidikan Edisi Revisi. Yogyakarta: USD.

Sumber dari Internet: http://www.psikologimania.co.cc/2010/04/penyimpangan-seksual.html Intisari. (December 4, 2003). “Homoseksual!” Kompas Cyber Media http://en.wikipedia.org/wiki/Homosexual www. Vivanews. com


LAMPIRAN


Daftar Pertanyaan Aktualisasi Diri Bagaimana perkembangan homoseksual anda? Bagaimana penerimaan diri anda sebagai seorang lesbian? Bagaimana perjalanan hidup sebagai seorang lesbian? A. Umum - Apakah keadaan anda sebagai lesbian memengaruhi anda dalam mengaktualisasikan diri? - Apa ada kendala dalam proses anda mengaktualisasikan diri? - Bagaimana anda sebagai seorang lesbian melakukan aktualisasi diri (secara emosi dan potensi) dalam pergaulan? B. Diri Sendiri - Bagaimana anda mengetahui bakat/potensi dalam diri anda? - Bagaimana anda menyalurkan perasaan/ emosi anda yang sedang berkecamuk dalam diri anda? - Bagaimana anda C. Konsep Diri - Bagaimana anda menilai diri anda di tengah masyarakat? - Apa anda memiliki suatu pengalaman yang membentuk suatu penilaian terhadap diri anda? D. Kepuasan pribadi - Bagaimana prestasi diri anda saat ini? - Apa anda puas dengan potensi dan hasil yang anda dapatkan saat ini? - Apakah anda puas dengan sikap lingkungan anda sebagai seorang lesbian yang dapat mengaktualisasikan diri?


Wawancara dengan Tari* P: Peneliti S: Subjek *Dalam proses wawancara terdapat banyak informasi secara verbal maupun non verbal yang tidak dapat dicantumkan karena berkaitan dengan kode Etik BK. *Pertemuan dilakukan sebanyak lima kali yang terdiri dari dua kali wawancara terbuka dan tiga kali observasi. Wawancara I di Warung Bakso Pringwulung 1 Agustus 2010 pukul 13.00- 14.30 WIB 1. P: Bagaimana sejarah sekolahmu? 2. S: Sejak SD, saya bersekolah di negeri. Sewaktu SMP kelas dua, saya pernah dikeluarkan dari sekolah karena membolos. Lalu saya dipindahkan di sekolah negeri dengan pengawasan ketat dari orang tua dan sekolah. Jadinya ngga ada kesempatan bolos lagi deh…hehhe.. SMAnya di negeri juga, sampai kemarin ini kenaikan kelas dua, eh dikeluarin lagi. 3. P: Apa alasan kamu dikeluarkan? 4. S: Kalau yang SMP karena saya memang pergi maen sama beberapa teman di luar sekolah, kalau yang SMA karena setiap pulang ngejob selalu pagi jam duaan, jadinya susah bangun pagi. 5. P: Lalu sekarang aktif dalam kegiatan apa? 6. S: just dance. 7. P: Bagaimana kesehatan selama ini? 8. S: Kesehatan baik- baik saja. 9. P: Susunan keluarga? 10. S: Saya anak pertama dari tiga bersaudara. 11. P: Suku bangsa? 12. S: Jawa, ayah Lampung dan ibu Jawa. 13. P: Berapa umur orangtuamu? 14. S: Ayah 45 dan ibu 43.


15. P: Bagaimana kesehatan orang tuamu dan adik- adikmu? 16. S: Sejauh ini baik- baik saja. 17. P: Riwayat pendidikan keluarga? 18. S: Ayah dan ibu lulusan SMA, adik pertama saya kelas 1 SMA dan yang kedua masih umur 3 tahun. 19. P: Bagaimana peran keluarga dalam masyarakat? 20. S: tidak ada, keluarga kami warga biasa karena ayah seorang satpam yang tidak tentu selalu ada di rumah dan ibu bekerja di laundry. Tapi tetangga saya ada juga yang meminta saya untuk mengajarinya dance. 21. P: Agama dalam keluarga? 22. S: Semua muslim. 23. P: Bagaimana hubunganmu dengan masyarakat? 24. S: Baik. 25. P: Kamu tinggal bersama orangtua? 26. S: Iya, sebulan kemarin saya nomaden. Saya minggat. Saat itu saya bertemu dengan ayah di sebuah diskotik di kawasan Jalan Magelang. Saya sedang bersama teman-teman binan lainnya. Ayah lalu memaksa pulang karena ayah tidak suka saya bergaul dengan teman-teman binan tapi saya ngga mau lalu terjadi peristiwa kejar mengejar yang dilakukan ayah sama saya. Lalu saya tertangkap di daerah Mlati dekat rumah namun ayah tidak langsung membawa saya pulang tetapi dia membawa saya ke sebuah gedung bekas kantornya dulu. Saya dipaksa masuk dan dia mulai berkata-kata kasar tentang pilihan saya sebagai seorang lesbian bahkan meminta saya menari striptis di depannya saat itu juga. Lha saya heran karena berani meminta kayak gitu, spadahal saya yakin kalo dia lagi ngga mabuk saat itu. saya nekad lari dan memanjat pagar yang sempat dikunci ayahnya ketika kami masuk tadi. Saya lari dan milih pulang ke rumah dan ngasih tau ibu. Setelah saya sampai di depan rumah dan minta ibu mbukain pintu, ternyata pintu dikunci dari luar sama ayah jadi ibu ngga bisa membuka dari dalam. Akhirnya saya memilih meninggalkan rumah malam itu juga. Selama dua bulan lebih saya selalu pindah-pindah tempat menginap dari satu teman ke teman yang lain. Terpaksa soalnya trauma. Ngga enak hati kalau harus ngrepotin teman-teman. Pada akhirnya saya mili tidur di tempat kerja ibu selama beberapa waktu yang sebelumnya


udah minta ijin pada pemilik laundry. Saya cerita kejadian malam itu sama ibu tapi ibu ngga percaya dan milih percaya sama ayah. Saya maklum sih karena menurut saya, ibu cuma berusaha membohongi perasaannya sendiri dan menutupi rasa bersalah sama saya. Ayah sering merlakuin saya dengan tidak hormat sebagai seorang wanita, kayak nyium leher sampai megang badan saya pas tidur. Saya sdar tapi cuma diam dan puncaknya ya kemarin. Minggat dari rumah hampir dua minggu, ia berpindah- pindah dari satu kos ke kos lain teman- temannya. Suasana rumah terasa biasa ketika ia sampai di rumah, aktifitas berjalan seperti biasa. Wawancara II di Warung Spesial Sambal, Pogung Lor. 12 September 2010 Pukul 18.00- 20.00 WIB 1. P: Berapa umurmu sekarang? 2. S: Umur saya 17 tahun, saya lahir tanggal 27 Desember 1994 3. P: Bagaimana prestasimu sekolah di sekolah saat ini? 4. S: Saya bukan siswi yang berprestasi karena secara akademik nilai saya kurang bagus. Saya juga pernah dikeluarkan dari sekolah karena nilai saya buruk. Dan di SMA ini, saya dikeluarkan dari sekolah karena membolos. 5. P: Apa yang menyebabkan kamu sering membolos? 6. S: Saya tidak pernah berniat untuk membolos, tapi karena pekerjaan saya sebagai seorang dancer yang selalu pulang pagi hari, membuat saya sulit untuk bangun pagi. 7.P: Apakah karena menari adalah pekerjaanmu maka kamu lebih memilih

menari

dibandingkan bersekolah? Bagaimana menurutmu? 8. S: Tidak juga, hanya karena menari saya merasa senang karena bertemu dengan temanteman saya dan juga saya dapat bertemu para butchy. 9. P: Apakah teman- teman anda di sekolah mengetahui bahwa kamu seorang lesbian? 10.S: Tentu. Ada teman saya juga yang “belok�, saya memanggilnya mami. 11. P: Bagaimana tanggapan teman- temanmu bahwa anda seorang lesbian? 12. S: Awalnya berapa banyak yang mencemooh, terutama teman laki- laki. Tapi saya masa bodoh, ini hidup saya, apa pedulinya dengan mereka. Akhirnya mereka juga mulai biasa kog, bakan guru saya.


13. P: Gurumu mengetahuinya? 14. S: Iya, beberapa guru menanggapinya dengan serius. 15. P: Serius? 16. S: Iya, kadang saya melihat tatapan mereka berbeda ketika menatap saya. Tapi beberapa guru yang lain masa bodoh keliatannya. 17. P: Apa akamu pernah menduga bahwa alasan kamu dikeluarkan bukan karena kamu membolos, tetapi karena kamu seorang lesbian? 18. S: Tidak, saya yakin sekali karena saya sering membolos. 19. P: Baiklah, lalu bagaimana hubunganmu dengan pacarmu sekarang? 20. S: Saya punya baru, orang Magelang. Cakep loh! Baru 2 minggu. Dia saya kenalkan pada semua teman dance saya. Yaa… biar dia tahu bagaimana pergaulan saya dan bisa nyambunglah kalau diajak ngobrol. 21. P: Sepertinya kamu sangat menyukainya ya? 22. S: Tentu, dia sangat menarik tapi sayangnya dia sangat polos. Hebat si Rian, GF (girlfriend)ku yang dulu. 23. P: Hebat dalam artian? 24. S: ngeseksnya lebih kuat. Tapi lumayanlah yang sekarang enak diajak ngobrol, tahu sendiri kalau saya kan cerewet. Dia enak diajak curhat. 25. P: O… jadi dia bisa jadi teman curhat ya… 26. S: Mmmm… sebenarnya ada 1 orang teman yang sering saya curhatin… 27. P: Apa dia “belok” juga? 28. S: Kebetulan iya, sebenarnya saya terbuka pada siapa saja tapi karena dia lebih enak.. ya..keterusan deh… 29. P: Enak bagaimana? 30. S: Mau teriak- teriak kek, mau ngomong kesana kemari ngga nyambung kek, di tetap mau dengerin. Kadang orang kan orang ngga mau dengerin orang yang ngga nyambung kayak saya. 31. P: Bagaimana dengan teman- teman dance? Apakah kamu pernah curhat dengan mereka? 32. S: Nah itu dia! Sekalinya saya curhat dengan teman saya, eh dia sekarang malah jadi selingkuhan pacar saya yang dulu itu. Jadi males. 33. P: apakah teman- teman dancemu juga “belok”?


34. S: Hanya beberapa kog, tapi mereka sekolah… kalau saya kan ngga… hehehe… Kita semua itu penari bukan psikolog, jadi ya bisanya nari, bukan dengerin orang. Besok kami mau perform loh! Kamu mau ikut? 35. P: Boleh,kamu sering juga ya ngejob? 36. S: Ya, lumayanlah. Saya seneng ya saya jalanin. Kalau udah nari rasanya plong!. Mulai besok kayaknya saya ke Bali, pokoknya sebulan ini jalan terus. Jadi kamu ngga bisa sewaktu- waktu ketemu. 37. P: Sepertinya kamu menikmatinya ya… 38. S: Tentu, dulu saya menari cuma ingin dilihat, biasalah anak kecil. Tapi sekarang saya seneng kalau udah nari. Padahal bayarannya cuma dikit, 50% saya berikan ibu saya, lumayan buat beli Rinso. 39. P: Tapi apakah keadaanmu sebagai lesbian memengaruhimu dalam mengaktualisasikan diri? 40. S: Tidak, saya tidak terlalu peduli dengan pandangan orang tentang saya. Saya senang menari maka saya jalani. 41. P: Apa ada kendala dalam mengaktualisasikan diri? 42. S: Biaya, kadang saya bingung mencari biaya untuk berkumpul bersama teman- teman dance, tapi untungnya mereka bik hati selalu membayari saya karena mereka mungkin sedikit banyak tahu tentang keadaan saya. 43. P: Bagaimana caramu mengaktualisasikan emosi atau potensi yang ada dalam dirimu? 44. S: Mmmm… kalau emosi sih saya selalu cerita, mau misuh ya misuh aja. Saya terbuka sekali kog, kalau marah ya marah, nangis ya nangis. Kalau potensi ya itu tadi, nari. 45. P: Bagaimana kamu tahu bakat yang ada dalam dirimu? 46. S: Awalnya sih waktu kecil suka nari… ya karena suka aja dipuji orang, tapi sekarang saya ngrasa puas kalo udah nari apalagi dapat duit. 47. P: Bagaimana caramu menyalurkan emosi dan potensi kamu? 48. S: curhatlah! Mau teriak- teriak kan udah nyalurin kan? Iya ngga? Kalau potensi, saya ikut grup dance sekarang ini. 49. P: Bagaimana kamu menilai dirimu di tengah masyarakat? 50. S: Baik- baik saja, saya ngga pernah merasa pernah bikin masalah di lingkungan saya kog. Tapi ngga tahu juga bagaimana mereka menilai saya. Sejauh ini baik- baik saja


walaupun mereka tahu saya lesbi dan penari klub malam yang sama- sama punya nilai minus di masyarakat. 51. P: Apa kamu memiliki suatu pengalaman yang membentu suatu penilaian terhadap dirimu? 52. S: Ada, tetangga- tetangga saya kan suka sekali ngobrol di pinggir jalan depan rumah kami dan sering sekali mereka melihat saya diantar butchy yang berbeda- beda. Awalnya mungkin mereka menduga-duga, hingga suatu kali salah satu dari mereka bertanya, ya saya jawab saja bahwa saya “belok�. Tapi keesokan harinya mereka juga baik- baik saja, bahkan beberapa dari mereka minta diajari ngedance. Saya tidak menangkap kalau mereka tu pura- pura baik.jadi ya saya merasa jika saya memang ada gunanya juga untuk mereka. 53. P: Bagaimana prestasimu sekarang? 54. S: Yang pasti prestasi dance ya? Kami diundang ke beberapa tempat untuk manggung, contohnya di Bali. 55. P: Apa kamu puas dengan potensi kamu saat ini? Potensi menyalurkan emosi, mengembangkan bakat, bahkan potensi sebagai seorang lesbian. 56. S: Sejauh ini puas, tapi saya masih ingin mendapatkan banyak uang dan pasangan yang benar- benar untuk saya.Makanya saya senag sekali kalu manggung di tempat lain, kadang nemu butchy baru, lumayan buat gebetan. 57. P: Apa kamu puas dengan sikap lingkungan anda sebagai seorang lesbian yang dapat mengaktualisasikan diri? 58.S: Puas, karena sejauh ini mereka tidak mengganggu saya. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa seorang lesbianpun mampu melakukan hal yang berguna.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.